Вы находитесь на странице: 1из 25

REFERAT

KONJUNGTIVITIS GONOBLENORE

PEMBIMBING:
dr. Irma A. Pasaribu, Sp.M

Disusun Oleh:
Alexander Tonny Limono, S.Ked 2008.04.0.0083
Loelita Marcelia L, S.Ked 2008.04.0.0085
Andre Eka Putra P, S.Ked 2008.04.0.0087

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RSAL DR. RAMELAN
SURABAYA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“KONJUNGTIVITIS GONOBLENORE”

Referat dengan judul “Konjungtivitis Gonoblenore” telah dikerjakan dan diselesaikan


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan kepaniteraan dokter muda di bagian
Ilmu Penyakit Mata RSAL Surabaya.

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Irma A. Pasaribu, Sp.M

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME karena berkat karuniaNya kami dapat
menyelesaikan referat Ilmu Kesehatan Mata tentang Konjungtivitis Gonoblenore.
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dokter muda dan juga mahasiswa
kedokteran yang lain mengenai Ambliopia, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan serta pengetahuan para dokter muda dan mahasiswa kedokteran dalam
menangani Konjungtivitis Gonoblenore.
Referat ini masih jauh dari sempurna, namun kami berharap dapat membantu
memperluas pengetahuan dokter muda dan mahasiwa kedokteran. Sekiranya ada usulan-
usulan untuk dapat meningkatkan dan memperbaiki referat ini.
Kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas bimbingan dari dr. Irma A.
Pasaribu, Sp.M sebagai pembimbing kami sehingga referat ini dapat terselesaikan.

Surabaya, 22 Oktober 2013

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................................iii
BAB 1 ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA .................................................... 1
1.1 Anatomi Konjungtiva ............................................................................................ 1
1.2 Histologi Konjungtiva ........................................................................................... 3
1.3 Kelenjar Lakrimal Asesorius ................................................................................. 5
1.4 Vaskularisasi Konjungtiva .................................................................................... 6
1.5 Sistem Limfatik Konjungtiva ................................................................................ 7
1.6 Inervasi Konjungtiva ............................................................................................. 8
BAB 2 KONJUNGTIVITIS ................................................................................................. 9
2.1 Definisi ................................................................................................................... 9
3.1 Etiologi ...................................................................................................................10
BAB 3 KONJUNGTIVITIS GONOBLENORE...................................................................11
3.1 Definisi ...................................................................................................................11
3.2 Etiologi....................................................................................................................11
3.3 Port de Entree..........................................................................................................11
3.4 Patologi ..................................................................................................................11
3.5 Klasifikasi ..............................................................................................................12
3.6 Patofisiologi............................................................................................................12
3.7 Diagnosis ................................................................................................................14
BAB 4 MANAJEMEN .........................................................................................................16
4.1 Terapi Profilaksis....................................................................................................16
4.2 Terapi Kuratif..........................................................................................................17
4.3 Pengobatan Berdasarkan ada atau tidaknya penyulit pada kornea.........................16
BAB 5 KOMPLIKASI, PROGNOSIS, DAN PREVENSI....................................................21
5.1 Komplikasi .............................................................................................................21
5.2 Prognosis ................................................................................................................21
5.3 Prevensi ..................................................................................................................21
BAB 6 KESIMPULAN .........................................................................................................22
BAB 7 PENUTUP ................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................24

iii
BAB 1
ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA

1.1 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang melapisi bagian
posterior palpebra (konjungtiva palpebra) dan bagian anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (Mucocutaneus junction) dan
dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu 6 :

1.1.1 Konjungtiva Palpebra


Melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
i. Marginal conjunctiva
Konjungtiva marginal memanjang dari batas palpebra sampai sekitar 2 mm
pada bagian belakang palpebra dibagian cekungan, sulkus subtarsalis.
ii. Tarsal conjunctiva
Konjungtiva tarsalis sangat tipis, transparan dan banyak pembuluh darah.
Konjungtiva tarsalis sangat melekat pada seluruh bagian tarsal pada palpebra
superior. Pada palpebra inferior hanya melekat sebagian pada tarsus.
iii. Bagian orbital
Bagian orbital dari konjungtiva palpebra melekat secara longgar diantara
tarsal plate dan fornix 6.

1.1.2 Konjungtiva Bulbaris


Konjungtiva bulbaris tipis, transparan dan melekat secara longgar dengan
struktur yang mendasari sehingga terjadi memungkinkan terjadi pergerakan bola
mata. Konjungtiva bulbaris dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan
kapsul tenon. Daerah sekitar 3 mm dari konjungtiva bubi di sekitar kornea disebut
konjungtiva limbus. Pada daerah limbus, konjungtiva, kapsula tenon dan jaringan
episklera menyatu dalam jaringan padat yang kuat yang melekat pada corneoscleral
junction. Pada limbus, epitel konjungtiva berlanjut ke kornea 6.
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak (plica
semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak
mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam
daging (carancula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran
mukosa 6.

1
1.1.3 Konjungtiva Forniks
Dari permukaan dalam palpebra, konjungtiva palpebra melanjutkan diri ke
arah bola mata membentuk dua resesus, yaitu forniks superior dan inferior. Forniks
superior terletak kira – kira 8 – 10 mm dari limbus dan forniks inferior terletak kira –
kira 8 mm dari limbus. Pada bagian medial, struktur ini menjadi karankula dan plika
semilunaris. Di sisi lateral, forniks terletak kira – kira 14 mm dari limbus. Saluran
keluar dari glandula lakrimal bermuara pada bagian lateral forniks superior.
Konjungtiva forniks superior dan inferior melekat longgar dengan pembungkus otot
rekti dan levator yang terletak di bawahnya. Kontraksi otot – otot ini akan menarik
konjungtiva sehingga ia akan ikut bergerak saat palpebra maupun bola mata bergerak.
Perlekatan yang longgar tersebut juga akan memudahkan terjadinya akumulasi cairan
6
.

Gambar 1. Bagian – bagian konjungtiva 6

1.2 Histologi konjungtiva

Konjungtiva seperti halnya membran mukosa lainnya, terdiri atas:


a. Lapisan epitel konjungtiva
Lapisan sel epitel pada konjungtiva beragam bentuk sesuai bagian – bagiannya,
seperti :
 Marginal conjunctiva : memiliki lima lapisan sel epitel skuamosa bertingkat.
 Tarsal conjunctiva : memiliki dua lapisan sel epitel. Lapisan yang superfisial
adalah sel slindris dan lapisan yang lebih dalam adalah sel pipih.

2
 Konjungtiva bulbar dan fornix : memiliki tiga lapisan epitel. Lapisan
superfisial adalah sel slindris, kemudian diikuti oleh sel polihedral dan lapisan
paling dalam adalah sel epitel kuboid.

b. Lapisan adenoid
Disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat halus. Lapisan adenoid ini
tidak berkembang sampai setelah bayi umur 3 atau 4 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papilar bukan folikular 6.

c. Lapisan fibrous
Terdiri dari kolagen dan serat elastis. Dimana lapisan ini lebih tebal dibandingkan
lapisan adenoid, kecuali pada daerah tarsal dari konjungtiva (sangat tipis). Lapisan ini
mengandung pembuluh darah dan saraf konjungtiva. Menyatu dengan dasar dari
kapsul tenon (fascia bulbi) di daerah konjungtiva bulbi 6.

Substansia propia pada konjungtiva mengandung sel mast (6000/mm3), sel plasma,
limfosit dan netrofil yang memegang peranan dalam respon imun seluler. Jenis limfosit yang
paling banyak ditemukan adalah sel T, yaitu kira – kira 20 kali lebih banyak dibanding sel B.
Selain itu, ditemukan pula IgG, IgA, dan IgM yang terletak ekstraseluler 6.
Permukaan epitel konjungtiva ditutupi oleh mikrovili. Mikrovili dibentuk oleh
penonjolan sitoplasma yang menonjol ke permukaan sel epitel. Ukuran diameter dan tinggi
mikrovili kira – kira 0,5 µm dan 1µm. Fungsi mikrovili selain untuk memperluas daerah
absorbsi juga untuk menjaga stabilitas dan integritas tear film 6.

1.2.1 Kelenjar mucin sekretoris


Terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak pada epitel), crypts pf
Henle (tampak pada konjungtiva tarsal), dan glands of Manz (pada konjungtiva bulbi).
Kelenjar ini mensekresi mukus yang berguna untuk membasahi kornea dan
konjungtiva 6.
Sel goblet adalah sel yang relatif besar dengan ukuran kurang lebih 25 µm. Sel
ini dibentuk oleh membran yang berisi musin. Daerah basal sel goblet mengandung
nukleus, retikulum endoplasma dan apparatus golgi. Daerah apeks mengandung
sejumlah besar granula sekretoris yang memberi bentuk yang unik pada sel tersebut.
Organel dan nukleus pada sel goblet yang telah berkembang akan terdorong ke tepi
oleh kandungan mukus di dalamnya. Lisosom, mikrosom dan mitokondria juga
ditemukan dalam sitoplasma 6.

3
Sel goblet diketahui berperan dalam sekresi musin hingga 2,2 µL mukus dalam
sehari. Mukus ini penting dalam menjaga integritas permukaan okular, karena dapat
melicinkan dan melindungi sel epitel 6.
Sel goblet ditemukan pada lapisan tengah dan superfisial epitel dan merupakan
15% dari sel epitel permukaan manusia. Sel ini dapat ditemukan di forniks inferior
bagian nasal, tengah dan sedikit di daerah palpebra. Jarang ditemukan di konjungtiva
bulbi dan tidak ada di kornea. Total populasi sel goblet berkisar antara 1000 hingga
56.000 per mm2 permukaan konjungtiva, tergantung pada ada atau tidaknya proses
inflamasi pada daerah tersebut. Sebagian besar sel goblet melekat pada membrana
basalis oleh suatu tangkai sitoplasmik yang tipis. Sel goblet melekat dengan sel epitel
tetangganya oleh dermosom 6.

1.3 Kelenjar lakrimal asesorius


Kelenjar lakrimal asesorius terdiri dari :
 Glands of Krause : Tampak pada jaringan ikat subkonjungtiva di daerah fornix
(sekitar 42 kelenjar pada fornix superior dan 8 pada fornix pposterior)
 Glands of Wolfring : Tampak sepanjang batas atas tarsus superior dan
sepanjang batas bawah tarsus inferior 6.

4
Gambar 2. Bagian – bagian konjungtiva dan kelenjarnya 6

Gambar 3. Struktur Mikroskopis dari konjungtiva 6

1.4 Vaskularisasi Konjungtiva

Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan cabang dari
arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina sentralis, arteri siliaris
posterior dan beberapa arteri siliaris anterior.
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 3 sumber, yaitu: (1) Arkade perifer dari
palpebra, (2) Arkade marginal dari palpebra, (3) arteri siliaris anterior. Konjungtiva palpebra
dan forniks di suplai oleh cabang dari arkade marginal dan perifer dari palpebra. Sedangkan
konjungtiva bulbi di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu arteri konjungtiva posterior
(merupakan cabang dari arteri palpebra) dan arteri konjungtiva anterior (merupakan cabang
dari arteri siliaris anterior). Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk plexus pericorneal 6.

5
Vena – vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri konjungtiva. Diameter
vena – vena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1 mm. Drainase utama dari konjungtiva tarsalis
dan konjungtiva bulbi langsung mengarah ke vena – vena palpebralis dan beberapa dari
sekililing kornea ke vena siliaris anterior 5.

Gambar 4. Blood Supply Konjungtiva 6

1.5 Sistem limfatik konjungtiva

Konjungtiva memilki sistem limfatik yang kaya anstomose. Sistem limfatik pada
konjungtiva berperan dalam reaksi imunologis yang terjadi pada penyakit okular dan pasca
pembedahan. Aliran limfatik yang berasal dari lateral akan mengarah ke kelenjar limfe
preaurikular, sementara aliran limfatik yang berasal dari medial akan mengarah ke kelenjar
limfe submandibular. Pembeluh limfe konjungtiva dibentuk oleh 2 pleksus, yaitu:
a. Pleksus Superfisial
Pleksus ini terdiri atas pembuluh – pembuluh kecil yang terletak di bawah kapiler
pembuluh darah. Pleksus ini menerima aliran limfatik dari area limbus.
b. Pleksus Profunda
Pleksus ini terdiri dari pembuluh – pembuluh yang lebih besar yang terletak di
substansia propia 6.
1.6 Inervasi konjungtiva

Inervasi sensoris konjungtiva bulbi berasal dari nervus siliaris longus, yang
merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, cabang dari divisi oftalmikus nervus trigeminus.
Inervasi dari konjungtiva palpebra superior dan konjungtiva forniks superior berasal dari
cabang frontal dan lakrimal divisi oftalmikus nervus trigeminus. Inervasi dari konjungtiva
palpebra inferior dan konjungtiva forniks inferior berasal dari cabang lakrimal divisi

6
oftalmikus nervus trigeminus pada daerah lateral dan dari nervus infraorbital dari divisi
maksila nervus trigeminus 6.

BAB 2
KONJUNGTIVITIS

7
2.1 Definisi

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih padamata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan 3.
Pada literatur lain disebutkan inflamasi konjungtiva atau konjungtivitis didefinisikan
sebagai hiperemi pada konjungtiva yang kadang disertai dengan sekret atau discharge cair,
mukoid, mukopurulen, atau purulen 6.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketikamelewati
jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat,
povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa
menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisamendapatkan konjungtivitis
melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yangterinfeksi masuk ke dalam mata).
Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah
infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea,
abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa
diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik 3.
Pada referat ini akan dibahas lebih dalam mengenai konjungtivitis Gonoblenore.
Konjungtivitis Gonoblenore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai
sekret purulen, yaitu Adult purulent conjungtivitis pada dewasa, Opthalmia neonatorum pada
bayi berusia 1-3 hari, dan conjungtivitis gonore infantum pada bayi berusia lebih dari 10 hari
3
.

2.2 Etiologi

Ada beberapa etiologi pada konjungtivitis secara umum, yaitu :

1. Konjungtivitis infeksi : bakteri, klamidia, viral, fungi, rickettsia, spirochetal, protozoa,


parasit

2. Konjungtivitis Alergika

3. Konjungtivitis Irritattive

8
4. Keratokonjungtivitis disertai dengan penyakit kulit dan membrane mukosa

5. Konjungtiva traumatika

6. Keratokonjungtivitis karena penyebab yang tidak diketahui 6

Tabel Perbedaan Jenis-Jenis Konjungtivitis Umum 8

Temuan Klinis Viral Bakteri Klamidia Alergika


dan Sitologi
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemi Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata Berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati Sering Jarang Sering Tidak Ada
Preaurikular
Pada Kerokan Monosit PMN PMN, Sel Eosinofil
dan Hapusan Plasma, Badan
Inklusi
Disertai Sakit Sesekali Sesekali Tidak Pernah Tidak Pernah
Tenggorokan
dan demam

BAB 3
KONJUNGTIVITIS GONOBLENORE
3.1 Definisi
Konjungtivitis Gonoblenore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai sekret purulen, yaitu adult purulent conjungtivitis pada dewasa, opthalmia
neonatorum pada bayi berusia 1-3 hari, dan konjungtivitis gonore infantum pada bayi berusia
lebih dari 10 hari 3.
3.2 Etiologi
Konjungtivitis Gonoblenore kebanyakan mengenai orang dewasa terutama laki-laki,
organisme utama yang menyebabkan penyakit ini adalah Gonococcus, namun terkadang pada
beberapa kasus kuman yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus atau Pneumococcus 6.

3.3 Port De Entree

9
Konjungtivitis Gonoblenore menular melalui kontak genital ke mata 5

3.4 Patologi

1. Vascular respone . Hal ini dicirikan dengan adanya kongesti dan peningkatan
permeabilitas dari pembuluh darah konjuctiva yang berhubungan denga adanya
proliferasi dari kapiler
2. Cellular response. Terdapat bentukan eksudar dari PMN dan sel-sel inflamasi
lainkedalam substantia propia dari konjungtiva
3. Conjuctival tissue response. Konjunctiva menjadi edema. Terdapat degenerasi epitel
superficial, menjadi mudah lepas dan deskuamasi. Selain itu terdapat proliferasi
lapisan basal dari conjunctiva dan peningkatan mucin yang dihasilkan oleh sel-sel
sekresi goblet
4. Conjunctival discharge. Hal ini terdiri dari air mata, mukus, sel-sel inflamasi,
deskuamasi epitel, fibrin dan bakteri. Jika inflamasinya sangat parah, diaphedesis dari
sel darah merah dapat terjadi dan discharge dapat diwarnai oleh darah 5

Gambar 5. Konjungtivits Gonoblenore pada bayi

3.5 Klasifikasi

Ada 2 bentukan manifestasi 5 :

1. Konjungtivitis purulen dewasa


2. Ofthalmia neonatorum

10
3.6 Patofisiologis

Konjungtivitis purulen dewasa

Terdapat 3 stadium

1. Stage of infiltration. Fase ini berakhir dalam 4-5 hari dan dicirikan sbb:
a. Bola mata lemah dan nyeri
b. Konjungtiva merah terang
c. Palpebra bengkak dan tegang
d. Discharge berair atau sanguinous
e. Pembesaran kelenjar limfe pre-aurikula
2. Stage of blenorrhoea. Fase ini dimulai pada hari kelima, berakhir dalam beberapa
hari dan dicirikan sbb:
a. Purulen yang jelas, discharge yang tebal, mengalir ke pipi
b. Gejala lain meningkat, kecuali tegangan palpebra menurun
3. Stage of slow healing. Selama fase ini, nyeri dan bengkak menurun. Konjungtiva
masih merah, lunak dan menebal. Discharge mulai berkurang secara perlahan 5

Penularan vertikal dari ibu merupakan rute penularan ke bayi. Kedua orang
tua, bagaimanapun, harus diskrining untuk infeksi STD. Sebenarnya permukaan
okular dilengkapi dengan fitur anatomi dan fungsional unik yang mencegah infeksi
bakteri di mata sehat, baik pada bayi dan orang dewasa. Imunoglobulin, lisozim,
complement, dan beberapa enzim antibakteri dapat ditemukan di air mata. “Tear
Film” yang terus menerus didaur ulang menciptakan lingkungan yang membuatnya
sangat sulit untuk bakteri dapat berkembang. Pada dasarnya, sulit untuk terjadinya
invasi oleh N.gonorrhea. Sayangnya, bakteri dapat invasi pada saat fungsi barier
rusak. Selain itu eksotoksin bakteri seperti yang ditemukan di Streptococcus dan
spesies Staphylococcus dapat menyebabkan nekrosis 5.

Patologi konjungtivitis neonatal juga dipengaruhi oleh anatomi jaringan


konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan konjungtiva dapat menyebabkan
pelebaran pembuluh darah, chemosis, dan sekresi berlebihan. Reaksi ini cenderung
lebih serius karena sebagai berikut: kurangnya kekebalan, adanya jaringan limfoid di
konjungtiva, dan tidak adanya air mata saat lahir 5.

Sel-sel fimbriated melekat pada epitel membran mukosa yang intact.


Berkapasitas untuk menyerang mukosa membran atau kulit yang mengalami abrasi.
Perlekatan terhadap epitel mukosa, diikuti dengan penetrasi ke dalam dan multiplikai
sebelum melewati sel epitel mukosa. Setelah invasie, infeksi terjadi pada lapisan sub-

11
epitel. Hal tersebut diatas dimungkinkan oleh karena N. Gonorhea memiliki kapsul
antiphagocytic seperti permukaan dengan muatan negatif, dan hanya fimbriated
(piliated) sel (yang dikenal sebagai jenis koloni T1 & T2) yang virulen. Sifat
antiphagocytic disebabkan oleh protein membran luar (sebelumnya Protein I, II, III
&), Por (protein Porin) mencegah fusi phagolysosome atau fagositosis dan dengan
demikian mempertahankan kelangsungan hidup intraseluler. Opa (protein opacity)
memediasi pernempelan kuat ke sel epitel dan invasi selanjutnya ke dalam sel 5. Dan
Rmp (reduction-modifiable protein) melindungi antigen permukaan dari antibodi
bakterisidal (Por protein, LOS).

Gambar 6. Konjungtivitis Gonoblenore

3.7 Diagnosis

Diagnosis detegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan bakteorologis 5

1. Akut, profuse, conjunctival discharge


2. Tanda :
a. Bengkak pada palpebra mata yang parah dan lunak
b. Intense conjuctiva hiperemi, kemosis, profuse purulent discharge
c. Terbentuknya pseudomembran
d. Lymphadenopathy
e. Ulcerasi peripheral kornea
f. Ulcerasi meluas ke sentral
g. Perforasi dan endofthalmitis
3. Laboratorium
a. Pewarnaan gram, menunjukan : gram negatif, diplococcus “kidney-shapped”
b. Kultur di media coklat atau Thayer-Martin medium

12
3.8 Diagnosis Banding
1. Konjungtivitis karena trauma kimia akibat toksik atau reaksi alergi dari silver nitrate
atau antibiotik topikal yang diberikan sesaat setelah bayi lahir
2. Konjungtivitis viral, termasuk keratokonjungtivitis HSV
3. Obstruksi duktus nasolakrimalis

BAB 4
PENATALAKSANAAN

Pengobatan dilakukan bila ditemukan diplokokus batang intraseluler pada


pewarnaan gram dan sangat dicurigai konjungtivitis gonoblenore. Pasien harus dirawat
dan di isolasi serta diberikan pengobatan dengan sebaik-baiknya. Prinsip evaluasi dan
penatalaksanaan pada konjungtivitis gonoblenore 1 :
a. Konsul pada pediatri
b. Berikan pengobatan secara sistemik dengan ceftriaxone atau cefotaxime
untuk mencegah komplikasi arthritis, meningitis, maupun sepsis
c. Pengobatan topikal dengan bacitracin atau penicillin
d. Lakukan irigasi sesering mungkin untuk membersihkan sekret
e. Lakukan evaluasi dan pemantauan hingga konjungtivitis benar-benar
sembuh 1,2
Pengobatan Konjungtivitis Gonoblenore dibagi menjadi dua yaitu 6 :
1. Terapi Profilaksis
2. Terapi Kuratif
4.1 Terapi Profilaksis
1. Evaluasi antenatal
Pemeriksaan menyeluruh pada ibu dan dilakukan pengobatan jika
dicurigai adanya infeksi genital.
2. Evaluasi Natal
Merupakan evaluasi yang paling penting, karena infeksi konjungtivitis
gonoblenore terjadi saat proses melahirkan
 Proses persalinan harus dilakukan dalam keadaan yang steril atau
aseptic
 Kelopak mata bayi baru lahir yang dalam kondid=si tertutup harus
selalu dibersihkan dengan steril dan dalam kondisi kering

13
3. Evaluasi Postnatal
 Berikan salep mata Tetrasiklin 1 % atau Erhytromycin 0,5 % atau
solutio Silver Nitrate 1 % (Crede’s Method) pada kedua mata bayi
segera setelah persalinan
 Berikan injeksi Ceftriaxone 50 mg/kg IM atau IV (maksimal 125
mg) pada bayi lahir dari ibu penderita gonorrhea yang tidak di
terapi 6.
4.2 Terapi Kuratif
Sebelum dilakukan terapi harus dikonfirmasi infeksi yang terjadi dengan
pemeriksaan sitologi dan kultur swab dengan uji sensitivitas. Jika hasilnya didapatkan
adanya infeksi gonococcal maka dilakukan :
1. Terapi Topikal :
a. Irigasi dengan menggunakan larutan saline (saline lavage) hingga
bersih dari sekret
b. Berikan salep mata Bacitracin 4 kali/hari, karena pada banyak kasus
terjadi resistensi terhadap terapi topical dengan menggunakan
Penicillin. Namun pada kasus dengan uji sensitivitas didapatkan
sensitif terhadap Penicillin, maka dapat diberikan tetes mata Penicillin
5000 – 10000 unit /ml, diberikan setiap lima menit selama 30 menit.
c. Jika infeksi mengenai bagian kornea maka diberikan salep mata
Atrophine Sulphate
2. Terapi Sistemik :
Neonatus dengan Gonococcal Opthalmia harus diterapi selama 7 hari
dengan salah satu dari regimen pengobatan berikut :
a. Ceftriaxone 75 – 100 mg/kg/hari IV atau IM 4 kali/hari
b. Cefotaxime 100 – 150 mg/kg/hari IV atau IM, setiap 12 jam
c. Ciprofloxacin 10 – 20 mg/kg/hari atau Norfloxacin 10 mg/kg/hari
d. Jika dari hasil uji sensitivitas didapatkan sensitive terhadap Penicillin
maka dapat diberikan crystalline benzyl penicillin G 50000 unit untuk
neonatus aterm dan dengan berat normal. Untuk neonatus preterm atau
BBLR diberikan 20000 unit secara IM 2 kali/hari selama 3 hari 6.

4.3 Pengobatan konjungtivitis gonoblenore dibagi berdasarkan ada atau tidaknya


penyulit pada kornea, yaitu 3,4 :

14
1. Gonoblenore tanpa penyulit pada kornea
a. Topikal :
Sebelum diberikan salep atau tetes mata, secret harus dibersihkan terlebih dahulu
dengan larutan saline setiap 15 menit
Salep mata Tetracycline HCl 1 %, Basitrasin, atau Ciprofloxacin 0,3 % diberikan
minimal 6 kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam sekali pada
penderita dewasa, dilanjutkan 5 kali hingga terjadi resolusi.
Dapat pula dengan pemberian Penisilin tetes mata dalam bentuk larutan Penisilin G
10000 – 20000 unit/ml setiap menit selama 30 menit. Dilanjutkan pemberian salep mata
penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
b. Sistemik :
Pada orang dewasa diberikan Penisilin G 4,8 juta IU IM dalam dosis tunggal
ditambah dengan probenecid 1 gram peroral, atau Ampicillin dosis tunggal 3,5 gram
peroral. Pada neonatus dan anak-anak, injeksi Penicillin diberikan dengan dosis 50.000-
100.000 IU/kgBB.
Bila penderita telah resisten atau tidak tahan dengan obat-obatan derivat Penicillin
bisa diberikan Cefriakson 25-50 mg/Kg x 1 dosis, Thiamphenicol 3,5 gram dosis tunggal,
atau Tetracycline 1,5 gram dosis initial dilanjutkan dengan 4 kali 500 mg/hari selama 4
hari.
Setiap hari sekret diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui apakah masih
ditemukan diplokokus dalam secret. Pengobatan dihentikan jika pada pemeriksaan
mikroskopis yang dilakukan 3 kali berturut-turut negatif. Apabila ada komplikasi kornea,
maka biasanya sembuh setelah 5 hari. Apabila ada komplikasi kornea, konjungtivitis
gonore sembuh lebih lama.

2. Gonoblenore dengan penyulit pada kornea.


a. Topikal :
Dapat dimulai dengan salep mata Basitrasin setiap jam, di samping itu diberikan
juga Penisillin subkonjungtiva (kecuali pada anak-anak). Pengobatan topikal lainnya
adalah Ciprofloxacin 0,3% dengan cara pemberian sebagai berikut :
Hari I : 1-2 tetes, setiap 15 menit selama 6 jam, selanjutnya diberikan
2 tetes setiap 30 menit.
Hari II : 2 tetes tiap 1 jam
Hari III-XIV : 2 tetes tiap 4 jam

15
Obat-obat topikal lain yang dapat diberikan ialah Vancomycin, Cephaloridin,
Gentamycin, Tobramycin, Carbenicillin dan Polymyxin B.
b. Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada Gonoblenore tanpa penyulit (ulkus
kornea). Selain obat-obat spesifik untuk Neisseria gonorrhoe dapat diberikan siklopegik
(Scopolamin 0,25 %) 2-3 kali setiap hari untuk menghilangkan nyeri karena spasme siliar
dan mencegah sinekia. Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam (descemetocele)
dapat dilakukan operasi flap konjungtiva “partial conjunctiva bridge flap”.
Literatur lain menyebutkan pengobatan konjungtivitis gonokokal terdiri dari
Penisilin G 100.000 Unit / kg/hari selama 1 minggu. N. Gonorrhea isolat yang resisten
terhadap penisilin banyak di daerah perkotaan di Amerika Serikat. Di Afrika, tingkat
produksi pencillinase N.Gonorrhea kisaran 18-57% dan banyak bagian lain dunia (50%
sampai 60%). Karena itu generasi ketiga cephalosporin digunakan selama 7 hari di daerah
di mana memproduksi pencillinase strain endemik. Sebuah dosis tunggal ceftriaxone 50
mg/kg sebagai dosis tunggal (maksimum 125 mg) adalah sangat efektif dan
direkomendasikan oleh pedoman WHO. Obat alternatif meliputi spectinomycin 25 mg/kg
(maksimum 75 mg) sebagai satu dosis dan kanamycin IM 25 mg/kg (maksimum 75 mg).
Ibu yang terinfeksi juga harus diobati dengan ceftriaxone dosis tunggal (25-50 mg/kg).
Mata bayi harus sering dialiri dengan normal saline untuk menghilangkan kotoran.10
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat setiap
hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. Pada pasien yang resisten terhadap
penicillin dapat diberikan cefriaksone atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi 10.
Terapi dengan pemberian kortikosteroid baik topikal maupun sistemik sangat
tidak disarankan bahkan termasuk kontraindikasi pada konjungtivitis gonoblenore.
Karena kortikosteroid memiliki efek samping utama yaitu menekan fungsi imunitas
individu terutama pada bayi yang perkembangan sistem imunnya belum sempurna dapat
mengakibatkan infeksi sekunder dikemudian hari jika kortikosteroid diberikan dalam
dosis yang besar ataupun jangka panjang. Faktor yang lain kortikosteroid dapat
menyebabkan penipisan dari lapisan kornea sehingga dapat mempercepat terjadinya
komplikasi ulkus kornea akibat N.gonorrhea. Selain itu penggunaan kortikosteroid jangka
panjang dapat menyebabkan rebound phenomenon yang makin memperparah inflamasi
setelah penghentian penggunaan kortikosteroid 10.

4.4 Konseling

16
Konseling adalah hal yang sangat penting untuk semua konjungtivitis yang
bersifat menular, untuk meminimalisir penularan maka kita harus memutus rantai
penularannya, yaitu melalui cuci tangan setelah kontak dengan mata yang infeksius,
penggunaan kontrasepsi untuk kontak seksual yang beresiko, menggunakan alat
pelindung diri jika berada pada lingkungan yang infeksius, baik melalui kontak, droplet,
maupun airborne 2.
Jika konjungtivitis berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual (PMS),
penatalaksanaan pada sexual partner juga harus dilakukan untuk meminimlisir
penyebaran penyakit. Penderita dan pasangannya harus dirujuk ke dokter spesialis yang
khusus pada penyakit tersebut. Dokter harus waspada berulangnya kejadian konjungtivitis
gonoblenore jika tidak dilakukan treatment pada orang tuanya, oleh karena itu biasanya
pasangan tidak diperbolehkan untuk hamil sampai keduanya dinyatakan benar-benar
sembuh dari infeksi N.gonorrhea2.
Pada kasus ophthalmia neonatorum karena gonococcus, harus segera dirujuk atau
dibawa ke pediatric dan dokter spesialis mata untuk memperoleh penanganan yang lebih
lanjut baik untuk kesembuhan matanya dan pencegahan terjadinya infeksi yang sistemik
pada neonatus 2.

17
BAB 5
KOMPLIKASI, PROGNOSIS, DAN PREVENSI

5.1 Komplikasi

Ulkus kornea marginal di bagian atas, dimulai dengan infiltrate, kemudian pecah
menjadi ulkus. Ulkus ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman
gonococcal (enzim proteolitik). Ulkus kornea marginal dapat terjadi pada stadium I
atau II.

Blefarospasme akibat pembentukan sekret yang banyak

Keratitis yang terjadi tanpa didahului kerusakan epitel kornea akibat penumpukan
sekret dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea

Ulkus yang mengalami perforasi dapat menyebabkan terjadinya endoftalmitis,
panoftalmitis, dan dapat berakhir dengan kebutaan total

Pada dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan penyulit keratitis, ulkus kornea,
arthritis, meningitis, dan sepsis 3,4
5.2 Prognosis
Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup, gonoblenore
akan sembuh tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan terlambat atau kurang intensif
maka kesembuhan mungkin dapat disertai dengan sikatriks kornea dan penurunan tajam
pengelihatan yang menetap atau bahkan terjadi kebutaan 3,4.
5.3 Prevensi
1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual
2. Secara klasik diberikan obat tetes mata
3. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio borisi dan
pemberian salep mata kloramfenikol
4. Operasi Caesar direkomendasikan bila si ibu menderita infeksi vagina berat saat
menjelang kelahiran bayinya
5. Pemberian antibiotik baik Intravena maupun Intramuskular, bisa diberikan pada
neonatus yang lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi 3,4.

18
BAB 6
KESIMPULAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang melapisi bagian
posterior palpebra (konjungtiva palpebra) dan bagian anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (Mucocutaneus junction) dan
dengan epitel kornea di limbus. Infeksi pada konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya mata
merah atau pink eye yang menimbulkan berbagai komplikasi.
Konjungtivitis Gonoblenore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai sekret purulen, yaitu Adult purulent conjungtivitis pada dewasa, Opthalmia
neonatorum pada bayi berusia 1-3 hari, dan conjungtivitis gonore infantum pada bayi berusia
lebih dari 10 hari. Konjungtivitis Gonoblenore kebanyakan mengenai orang dewasa terutama
laki-laki, organisme utama yang menyebabkan penyakit ini adalah Gonococcus, namun
terkadang pada beberapa kasus kuman yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus atau
Pneumococcus. Konjungtivitis Gonoblenore menular melalui kontak genital ke mata.
Diagnosis detegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan bakteorologis. Pada
pewarnaan gram menunjukan gram negative, diplococcus “kidney-shapped”. Pengobatan
dilakukan bila ditemukan diplokokus batang intraseluler pada pewarnaan gram dan sangat
dicurigai konjungtivitis gonoblenore.
Pasien harus dirawat dan di isolasi serta diberikan pengobatan dengan sebaik-baiknya.
Pengobatan dibagi menjadi terapi profilaksis dan terapi kuratif. Hasil pengobatan lebih baik
bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup, gonoblenore akan sembuh
tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan terlambat atau kurang intensif maka
kesembuhan mungkin dapat disertai dengan sikatriks kornea dan penurunan tajam
pengelihatan yang menetap atau bahkan terjadi kebutaan. Skrining dan terapi pada
perempuan hamil dengan penyakit menular seksual dapat mencegah terjadinya konjungtivitis
gonoblenore.

19
BAB 7
PENUTUP

Dengan demikian, kami telah membahas mengenai Konjungtivitis Gonoblenore.


Sekiranya apa yang telah dibahas disini dapat berguna bagi mahasiswa-mahasiwa fakultas
kedokteran dan para dokter muda. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan selama
pembuatan referat ini, dan apabila ada masukan mengenai kekurangan yang ada pada referat
kami, kami akan sangat berkenan menerimanya.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Americans Academy of Ophthalmology (AAO). 2011-2013. Practicing


Ophthalmologists Curriculum, Cornea / External Diseases, The Eye MD Association

2. Americans Academy of Ophthalmology (AAO). 2011. Preferred Practice Pattern,


Conjunctivitis Limited Revision, The Eye MD Association

3. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

4. Ilyas, S. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Edisi 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

5. Kanski, J. 2007. Clinical Ophthalmology a Systemic Approach. 6th ed. Elsevier Ltd.

6. Khurana, AK. 2007. Diseases of the Conjunctiva. In: Comprehensive Opthalmology


Fourth Edition. New Delhi : New Age International Publishers

7. Mittelman D. 2003. Amblyopia. Pediatric Clinic N Am; 50: 189-196

8. Vaughan, DG et al. 2003. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology Sixteenth


Edition. Mc Graw-Hill

21

Вам также может понравиться