Вы находитесь на странице: 1из 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)

Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Departemen Medikal pada


Ruang 27 padaTanggal 26 - 31 Agustus 2018 RSUD Saiful Anwar Malang
yang dibimbing oleh Ns. Ahmad Hasyim, S.Kep., M.Kep., M.Ng

Disusun Oleh :
DINDA AYU ANNISA

180070300111004

KELOMPOK 1B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah abnormalitas struktur atau fungsi ginjal yang
progresif lebih dari 3 bulan yang yang berakibat fatal dan ditandai dengan
uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal)
(Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001). Apa pun sebabnya, terjadi
perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan
GFR yang progresif (Corwin, 2009).

B. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


- Berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu, dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam
Desita, 2010)
1. Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2).
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan
pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada
stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah
untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi
resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2)
Gejala asimtomatis. Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan
pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kitamulai menurun, dokter
akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah
kesehatan lain.
3. Stadium 3a: sedang (GFR 45-59 ml/min/1,73 m2). Gejala
asimtomatis.
Stadium 30: (GFR 30-44 ml/min), gejala anemia, pusing, kram
otot. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
 Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh
anemia.
 Kelebihan cairan: Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang
menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu
warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye
tua, atau merah apabila bercampurdengan darah. Kuantitas
urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat
ginjal beradandapat dialami oleh sebagian penderita yang
mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk
tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless
legs.
4. Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)
Penurunan berat pada GFR (15-29). Bila kita memilih
hemodialisis, penderita akan membutuhkan tindakan untuk
memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan
agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk
dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut
penderita. Atau transplantasi ginjal. Gejala yang mungkin
dirasakan pada stadium 4 adalah: tidak nafsu makan, mual,
insomnia, neuropati, nyeri sendi, bau mulut uremic: ureum yang
menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan
yang tidak enak.
5. Stadium 5: gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2) atau
yang biasa disebut ESRD (end stage renal disease).
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan, pasien membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal. Gejala yang dapat timbul pada stadium
5 antara lain:
 Kehilangan napsu makan, nausea, sakit kepala.
 Merasa lelah, tidak mampu berkonsentrasi,
 Gatal – gatal, perubahan warna kulit
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan
kaki.
 Keram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-fosfor.
 Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni (Smeltzer,
2001; Suyono, 2001).
GFR normal adalah 90 – 120 mL/min/1.73 m2. Untuk menilai
GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus:

C. Etiologi
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh
Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan
etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus
(23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesly, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal
yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan
gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998).
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan
ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi
pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo
(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut
sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya
sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum
yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat
badan yang menurun.
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi
(Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi
dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau
disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan
atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada
keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal,
baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal
polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.
Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik
dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini
dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah
dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal
polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

D. Faktor Resiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,
dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

E. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian CKD


Hipertensi merupakan salah satu penyebab GGK melalui suatu proses
yang mengakibatkan hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang
progresif danirreversible. Peningkatan tekanan dan regangan yang kronik
pada arteriol dan glomeruli diyakini dapat menyebabkan sklerosis pada
pembuluh darah glomeruliatau yang sering disebut degan glomerulosklerosis.
Penurunan jumlah nefron akanmenyebabkan proses adaptif, yaitu
meningkatnya aliran darah, peningkatan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) dan
peningkatan keluaran urin di dalam nefron yangmasih bertahan. Proses ini
melibatkan hipertrofi dan vasodilatasi nefron sertaperubahan fungsional yang
menurunkan tahanan vaskular dan reabsorbsi tubulusdi dalam nefron yang
masih bertahan. Perubahan fungsi ginjal dalam waktu yanglama dapat
mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada nefron yang ada. Lesi-
lesisklerotik yang terbentuk semakin banyak sehingga dapat menimbulkan
obliterasiglomerulus, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal lebih
lanjut, danmenimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara lambat
yang berakhirsebagai penyakit Gagal Ginjal Kronik (Guyton and Hall, 2007).
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya
tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan
darah dalamwaktu lama maka semakin berat komplikasi yang dapat
ditimbulkan (Tessy, 2009). Teori ini diperkuat oleh Hidayati et al (2008) dalam
penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lama
hipertensi dengan kejadian CKD, semakin lama menderita hipertensi maka
semakin tinggi risiko untuk mengalami kejadian CKD.

F. PATOFISIOLOGI
(terlampir)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) / anuria.
2) Warna : secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb, mioglobulin, forfirin.
3) Berat jenis :< 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
4) Osmolalitas :< 350 Mosm / kg menunjukkan kerusakan mubular dan
rasio urine / sering 1: 1.
5) Clearance kreatinin : mungkin agak menurun
6) Natrium :> 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
7) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan
kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.
8) PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.

b. Darah
1) BUN
Urea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan
BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau
gagal ginjal.
2) Kreatinin
Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan
kreatinin posfat. Bila 50 % nefron rusak maka kadar kreatinin
meningkat.
3) Elektrolit
Natrium, kalium, calcium dan phosfat
4) Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit

2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan untuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
 Flat-Plat radiografy/Radiographic
Untuk mengetahui keadaan ginjal, ureter, dan vesika urinaria dengan
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan klasifikasi dari ginjal.
Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin
disebabkan karena adanya proses infeksi.
 Computer Tomograohy (CT) Scan
Untuk melihat secara jelas struktur anatomi ginjal yang
penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
 Intervenous Pyelography (IVP)
Untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras.
IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan
oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat,
calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
 Aortorenal Angiography
Untuk mengetahui sistem arteri, vena, dan kapiler pada ginjal dengan
menggunakan kontras. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada
kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula,
serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi neuropati,
ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
 Ultrasono ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
 Endoskopi ginjal, nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif.
3. Biopsi Ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu
dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonepritis,
neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan
transplantasi ginjal.

H. PENATALKSANAAN MEDIS
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama
dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan
positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).

2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal
yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.
Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.

3. Terapi Pengganti Ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-
medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah.
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006)
antara lain adalah:
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfate.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, sedangkan yang
menderita hipertensi kebanyakan usia lanjut
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD terutama
hipertensi
c. Pengkajian pola fungsional Gordon
- Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini
sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari
larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski
segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
- Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun, perubahan turgor kulit,
penampilan tak bertenaga.
- Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input,
oliguria, anuria, abdomen kembung, diare,. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu
dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan
suhu, perubahan warna urin.
- Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah,
gangguan tidur (insomnis, gelisah ), kelemahan otot, serta pasien
tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
- Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
- Pola persepsi dan kognitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat
berkomunikasi dengan jelas.
- Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri
sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
- Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido,
keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
- Pola Sirkulasi
Gejala:
a. Riwayat hipertensi lama atau berat
b. Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
a. Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki,
telapak tangan
b. Disritmia jantung
c. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
d. Friction rub perikardial
e. Pucat pada kulit
f. Kecenderungan perdarahan
- Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi
edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
- Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
- Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa
bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak
dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya.
d. Pengkajian fisik
- Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
- Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
- Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
- Kepala.
Kaji apakah rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,
mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat
dan lidah kotor.
- Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
- Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
- Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
- Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
- Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
- Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan

mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urin, retensi cairan dan natrium.
2) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kerusakan
regulasi elektrolit
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan: berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
4) Gangguan pertukaran gas
5) Perubahan pola nafas berhubungan dengan ketidakseimbangan
asam basa, edema paru, asidosis metabolik
6) Inefektif perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah.
7) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis, uremia.
8) Kelelahan berhubungan dengan anemia
9) Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
10) Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan
invasive

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan KH
Keperawatan
1. Kelebihan volume Tujuan : NIC : Fluid
cairan b.d Setelah dilakukan tindakan Management
penurunan haluaran keperawatan selama … x 24 jam, 1. Monitor TTV
urine, kelebihan diet, volume cairan seimbang 2. Kaji intake dan output
dan retensi natrium cairan
dan air KH : 3. Monitor indikasi
NOC : Fluid Balance retensi/kelebihan
Indikator 1 2 3 4 5 cairan (crackles, CVP,
edema, distensi vena
TTV
jugularis, ascites)
Edema 4. Monitor status
hemodinamik (CVP,
Suara MAP, PAP, dan
napas PCWP)
tambahan 5. Kaji lokasi dan luas
Output edema
urine 6. Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi
cairan (BUN, Ht,
osmolalitas urine)
7. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai indikasi
2. Ketidakseimbangan Tujuan : NIC : Nutrition
nutrisi : kurang dari Setelah dilakukan tindakan Management
kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama … x 24 jam, nafsu a. Kaji status nutrisi klien
anoreksia, nausea, makan klien meningkat b. Monitor BB klien
vomitus, perubahan c. Kaji adanya alergi
membran mukosa KH : makanan
oral NOC : Nutritional status : nutrient d. Monitor intake nutrisi
intake klien
Indikator 1 2 3 4 5 e. Berikan informasi
tentang kebuthan
BB nutrisi
Intake f. Kolaborasi dengan ahli
nutrisi gizi untuk menentukan
Nafsu jumlah kalori dan
makan nutrisi yang
dibutuhkan klien
3. Intoleransi aktivitas Tujuan : NIC : Energy
b.d keletihan, Setelah dilakukan tindakan management
anemia, retensi keperawatan selama … x 24 jam, 1. Kaji faktor yang
produk sampah toleransi aktivitas klien meningkat menimbulkan keletihan
KH : 2. Tingkatkan
NOC : Activity tolerance kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri
Indikator 1 2 3 4 5
yang dapat ditoleransi,
Respiratory rate bantu jika keletihan
with activity terjadi
3. Anjurkan aktivitas
Systolic blood alternatif sambil
pressure with istirahat
activity 4. Anjurkan untuk
Diastolic blood istirahat setelah
pressure with dialisis
activity 5. Sediakan informasi
tentang indikasi tingkat
Ease of performing keletihan
activities of Daily
Living (ADL)

4. Rencana Asuhan Keperawatan Klien CKD yang Menjalani


Hemodialisa
NOC:
- Hemodyalisis access
o Warna kulit pada area shunt/fistula tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi
o Hematoma pada area shunt minimal/tidak ada
o Edema perifer pada area distal shunt tidak ada
- Pengetahuan: diet
o Pasien mengetahui dan mematuhi diet yang direkomendasikan
o Pasien mengetahui pembatasan makan dan minum
o Pasien mengetahui fluktuatif berat badan yang harus diwaspadai
- Pengetahuan : treatment
o Pasien mematuhi jadwal hemodialysis yang dianjurkan
- Skin care
o Tanda-tanda inflamasi minimal
o Pasien mengerti cara perawatan vena shunt
- Fluid overload severity
o Edema kaki tidak ada
o Kongesti vena tidak ada
o Peningkatan berat badan minimal
o Pusing tidak ada
o Kelemahan tidak ada
o Penambahan tekanan darah minimal
NIC :
Pre-hemodialisis
- Pertahankan intake dan output
- Kaji adanya pertambahan berat badan
- Monitor site insersi vena dan arteri
- Monitor hasil lab jika diperlukan
- Monitor vital sign
Intra hemodialysis
- Monitor vital sign
- Monitor blood flow
- Monitor keadaan umum pasien: kelemahan, pusing, penurunan
tekanan darah secara tiba-tiba sebagai tanda hipotensi, hipoglikemia
- Kaji adanya nyeri yang tak tertahankan
- Ajari teknik relaksasi napas dalam jika terjadi nyeri saat insersi
- Monitor kestabilan alat hemodialisis
Post hemodialysis
- Monitor vital sign
- Monitor keadaan umum pasien
- Ukur berat badan pasien
- Monitor adanya edema pada lokasi insersi
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan


Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi (diterjemahkan oleh Nkhe
Budhi subekti). Jakarta : EGC
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Desita, 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Peningkatan Kualitas.
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUP
Doenges, Marilynn. 2000. Nursing Care Plans Guidelines For Planning and
Documenting Patients. Jakarta: EGC.
Guyton, A.C., and Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11thed,
Jakarta: EGC, pp. 231-237 dan 326-327.
Hidayati, T., Kushadiwijaya, H., Suhardi., 2008. Hubungan Antara hipertensi,
Merokok Dan Minuman Suplemen Energi Dan Penyakit Ginjal Kronis.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., dan Setiowulan, W., 2001.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi.EGC : Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
National Kidney Foundation, 2009. Chronic Kidney Disease. New york: National
Kidney Foundation. Available from:
http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm#whatis, diakses
pada tanggal 19 Juli 2016.
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Ed 1. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Prodjosudjadi, W., 2006. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 527-530.
Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 579-580.
Roesly, R. 2008. Hipertensi, Diabetes, dan Gagal Ginjal di Indonesia. Dalam
Lubis. H. R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. Medan: USU Press
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Soenardi, Tuti & S. Soetardjo. 2000. Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Trans Info Media: Jakarta
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Suparman. 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi keempat. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 570-573. Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada
Penyakit Ginjal. In: Sudoyo, A.W., Setiyobudi, B., Alwi, I., Simadibarata,
M., Setiati, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 5th ed,
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, pp.
1086-1089.

Вам также может понравиться