Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kemerdekaan (1945-1950)
Peristiwa Rengasdengklok
Pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dibacakan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno didampingi Drs. Moh. Hatta dan dilanjutkan dengan
pengibaran bendera merah putih oleh S. Suhud dan Cudanco Latief Hendradiningrat dan diiringi dengan
nyanyian lagu Indonesia Raya dan diteruskan oleh sambutan Walikota Suwiryo dan Dr. Mawardi. Setelah
upacara selesai masing-masing meninggalkan tempat. Proklamasi berlangsung secara sederhana, namun penuh
khidmat dan dihadiri oleh sekitar 1.000 orang terdiri dari para pemimpin bangsa, kelompok pemuda para pejuang
dan rakyat yang mengetahui peristiwa tersebut.
Pernyataan proklamasi memiliki arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Proklamasi merupakan titik
puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, lepas dari belenggu penjajahan asing dan lainnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan proklamasi, bangsa Indonesia dapat menentukan hidupnya sendiri sesuai
dengan harkat dan martabat, serta sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Dengan demikian proklamasi
membawa perubahan yang besar dalam kehidupan bangsa Indonesia.
4. Pertempuran Ambarawa
Pada bulan November 1945 tentara sekutu dan NICA bergerak dari Semarang menuju Ambarawa
untuk membentuk pertahanan. Pertempuran meletus kareana Sekutu secara sepihak membebaskan
para interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa. Dalam pertempuran ini Letkol Isdiman gugur.
Selanjutnya, pimpinann perang dipegang oleh Kolonel Sudirman, Panglima divisi Banyiumas. Pada
tanggal 15 Desember 1945, Sekutu dan NICA terdesak dan terpaksa mundur ke Semarang. Peristiwa
itu terkenal dengan mnama Palagan Ambarawa. Untuk mengenang peristiwa tersebut, tanggal 15
Desember ditetapkan sebagai hari Infantri dan kota Ambarawa didirikan monument Palagan
Ambarawa.
a. Perundingan Linggarjati
Masuknya AFNEI yang memboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia
menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya Peristiwa 10 November,
selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia,
oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding
di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui
kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa
dan Madura saja
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan
perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal
Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini
menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di
Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Linggarjati adalah kota kecil yang berda disekitar 21 km sebelah barat Cirebon. Perundingan Linggarjati
dilaksanakan pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati delegasi Indonesia dipimpin
perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn dan Dr. H,J.
Van. Mook. Penengah dan pemimpin perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan
diumumkan pada tanggal 15 November 1946 dan telah tersusun sebagai naskah persetujuan yang terdiri atas 17
pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi
Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari
1949.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat,
dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda dengan Ratu
Belanda sebagai ketuanya.
Hasil perundingan Linggarjati menimbulkan berbagai pendapat pro dan kontra di kalngan partai politik di
Indonesia. Perundingan Linggarjati merugikan pihak Reopublik Indonesia krena wilayahnya semakin sempit,
yaitu hanya meliputi Jawa, Madura dan Sumatera. Hal ini menyebababkan terjadinya pergolakan di Bali Novmber
1946 dibawah pimpinan Letnan Kolonel Gusti Ngurah Rai, dengan perang puputan/ perang habis-habisan
(puputan Margarana ) dan pertempuran Manado dipimpin Letkol Taulu yang dibantu oleh Residen Lapian
melawan tentara KNIL (Belanda).
Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak dari
negerinya. Untuk memperoleh dalil guna menyerang Republik Indonesia mereka mengajukan tuntutan sebagai
berikut:
1. Supaya dibetuk pemerintahan federal sementara yang akan berkuasa di seluruh Indonesia samapai
pembentukan Republik Indonesia Serikat. Hal ini berarti Republik Indonesia ditiadakan.
2. Pembentukan gendermeri (pasukan Keamanann) bersama yang akan masuk ke daerah Republik
Indonesia.
Republik Indonesia menolak usul itu karena berarti menghancurkan dirinya sendiri. Penolakan itu menyebabakan
Belanda melakukan agresi militer terhadap wilayah Republik Indonesia. Serangan belanda dimulai tanggal 21
Juli 1947 dengan sasaran kota-kota besar di Pulau Jawa dan sumatera. Menghadapi militer Belanda yang
bersenjata lengkap dan modern menyebabakan satuan-satuan tentara Indonesia terdesak ke luar kota.
Selanjutnya, TNI dan lascar rakyat melakukan serangan balasan dan taktik perang gerilya.
Adanya agresi Militer Belanda I menimbulkan simpati dan reaksi keras dari dunia Internasional. Bentuk simpati
dunia Internasional ditujukan dengan tindakan sebagai berikut:
1. Palang Merah Malaya (Malaysia) dan India mengirimkan bantuan obat-obatan yang diangkut oleh
pesawat Dakota dari Singapura. Namun, ketika akan mendarat di Yogyakarta pesawat itu ditembaki
jatuh oleh tentara Belanda.
2. Australia dan India bereaksi keras dengan mendesak Dewan Keamanan PBB agar segera membahas
masalah Indonesia.
Pada tanggal 4 Agustus 1947 pemerintah republic Indonesia dan Belanda mengumumkan mulai berlakuknya
gencatan senjata. Sejak pengumuman gencatan sebnjata tersebutlah, secara resmi berakhirnya agresi milter
Belanda I. akan tetapi, kenyataannya Belanda masih terus memperluas wilayahnya samapi dengan dibentuk
garis demakrasi yang jauh ke depan ( garis Van Mook ). Indonesia menolak, dengan demikian gencatan senata
yang diserukan oleh PBB belum berlakuk secara efektif. Berkat perjuangan diplomasi di forum PBB, banyak
negara yang mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan membantu mencari jalan penyelesaian secara
damai. Dalam upaya penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda secara damai dan mengawasi
gencatan senjata yang telah disepakati bersama maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara
(KTN). Negara yang duduk dalam KTN adalah hasil tunjukan Republik Indonesia, Belanda dan sebuah negara
lagi yang bersifat netral negara tersebuat adalah:
1. Australia (tunjukan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.
2. Belgia (tunjukan Belanda), diwakili oleh Paul Van Zeeland
3. Amerika Serikat (tunjukan Australia dan Belgia), diwakili Dr. Frank Graham
c. Perjanjian Renville
Atas usulan KTN pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan Belanada di
atas kapal renville yang sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas perdana menteri Amir
Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi
Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara dan
Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda hampir semua berasala dari bangsa Indonesia sendiri yang pro
Belanda. Dengan demikian Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya.
Setelah selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil
persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-poko isi perjanjian Renville, antara lain sebagai
berikut :
1. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan
kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
2. Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni
Indonesia-Belanda.
3. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
4. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan
federal sementara.
5. Pasukan republic Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah Republik Indonesia.
Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang
menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.
Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. adapun kerugian yang
diderita Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
2. Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui
sebagai daerah kekuasaan Belanda.
3. Pihak republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda
dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia.
Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan akibat buruk bagi pemerinthan republik Indonesia,
antra lain sebagai berikut:
1. Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh daerah-daerah kekuasaan
belanda.
2. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republic Indonesia yang mengakibatkan
jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada Belanda.
3. Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda
4. Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah gerilya
untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan.
5. Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia, Belanda membentuk negara-negara
boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa
Timut. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
Akibat agresi Militer Belanda II, Presiden dan Wakil Presiden beserta beberapa pejabat tinggi dapat ditawan oleh
Belanda. Namun, ketika masih berlangsung Agresi Militer Belanda II para pemimpin republic tersebut sempat
sempat bersidang dan menghasilkan tiga keputusan penting antara lain sebagai berikut:
1. Pemberian kuasa penuh kepada Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI)
2. Kepada Marimis, L.N Palar, dan Dr. Sudarsono sedang berda di India agar membentuk pemerintahan
RI di pengasingan.
3. Presiden dan wakil Presiden RI memutuskkan tidak mengungsi, tetap tinggal di kota dengan
kemungkinann ditawan dan dekat dengan KTN.
Hasil keputusan sidang para pemimpin RI itu segera dikirim kepada Syarifuddin Prawiranegara di Bukittinggi,
Sumatera Barat yang ditandatangani oleh Presiden sukarno dan wakil Presiden Moh hatta. Apabila tugas itu
gagal agar segera dibentuk pemerintahan RI di pengasingan oleh tokoh Indonesia yang ada di India, yaitu
Marimis, L.N Palar, dan Dr. Sudarsono. Berita tersebut ternyata tidak pernah samapi ke Bukittingi karena seluruh
hubungan telepon keluar Yogyakarta telah diputus oleh Belanda.
Terbentuknya PDRI sendiri pada tanggal 19 Desember 1948 pada jam 18.00 WIB atas inisiatif Mr. Syarifudin dan
beberapa pemuka pemerintahan di Sumatera. Alasannya, mereka ikut meras bertanggung jawab atas
kelangsungan hidup republic Indonesia dan untuk keselamatan perjuangan. Dengan terbentuknya PDRI,
perjuangan masih tetap dilaksanakan dan dikoordinir melalaui peamncar yang dilaksanakan oleh Angkatan
Udara Republik Indonesia.
f. Perundingan Roem-Royen
Belanda terus-menerus mendapat tekanan dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat sehingga bersedia
berunding dengan Indonesia. Perundingan antra Indonesia dan Belanda diawasi oleh komisi PBB untuk
Indonesia atau United Nations Commision fotr Indonesia (UNCI). Perundingan akan diselenggarakan di Den
Haag, Belanda yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB)
Sebelum itu, diadakan perundingan pendahuluan di Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal 17 April samapi
dengan 7 Mei 1948. Perundingan yang dipimpin oleh Marle Cochran wakil Amerika serikat dalam UNCI. Delegasi
Indonesia yang diketuai oleh Moh. Roem dengan anggotanya Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof.
Supomo, dan Latuharhary. Bertindak sebagai penasihat adalah Sutan syahrir, Ir.Laok, dan Moh Natsir. Delegasi
Belanda diketuai oleh Dr. J.H. Van royen dengan anggota Bloom, Jacob, dr. Van dr Vede, Dr. P.J Koets, Van
Hoogstratendan Dr Gieben. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai Roem Royen Statement. Pernyataan
pemerintah RI dibacakan oleh ketua delegasi Indonesia, Moh Roem yang berisi, antara lain sebagai berikut :
1. Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya
2. Pemerintah RI turut serta dalam konferensi meja bundar dengan tujuan mempercepat penyerahan
kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada Negara Republik Indonesia serikat.
Delegasi Belanda Kemudian membacakan pernyataan yang dibacakan oleh Dr. J.H Van Royen yang berisi
antara lain sebagai berikut:
1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Ri harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam
suatu daerah yang meliputi keprisidenanan Yogyakarta
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin Republik Indonesia dan
Tahananpolitik lain yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
3. Pemerintah Belanda setuju Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat
4. Konferensi meja Bundar akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah Republik Indonesia
dikembalikan di Yogyakarta.
Dengan tercapinya kesepakatan dalam prinsip-prinsip perundingan Roem-Royen, pemerintah Darurat Republik
Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih memerintah
Yogyakrta dari pihak Belanda. Pihak TNI masih menaruh kecurigaan terhadap hasil persetujuan Roem-Royen,
tetapi Panglima Besar Jenderal Sodierman memperingatkan seluruh komando kesatuan agar tidak memikirkan
maslah politik.
Pada tanggal 22 Juni 1949, diselenggarakan perundingan segitiga antar Republik Indonesia, BFO, dan Belanda.
Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley menghasilkan tiga keputusan yaitu:
1. Pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakrta yang dilaksanakan pada tanggal 24 Juni
1949.
2. Pemerintah menghentikan perang gerilya.
3. KMB akan diselenggarakn di Den Haag.
Pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakrta disusul dengan
kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. Panglima Jenderal Soedirman tiba kembali di
Yogyakrta tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakrta, pada tanggal 13
Juli 1949 diselenggarakan sidang cabinet Republik Indonesia yang pertama. Pada kesempatan itu Mr. Syafrudin
Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada wakil presiden, Moh.Hatta. dalam sidang cabinet juga
diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua
Koordinator Keamanan. Tindak lanjut Persetujuan Roem Royen adalah:
1. Seluruh tentara Belanda harus segera dilantik di Yogyakarta
2. Setelah kota Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda, pada tanggal 29 Juni 1949 TNI mulai
memasuki kota. Keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI diawasi oleh UNCI. Panglima Besatr
Jenderal Sudirman beserta para pejuang lainnya baru tiba di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949
dengan tandu.
3. Setelah kota Yogyakarta sepenuhnya dikuasai oleh TNI maka Presiden dan wakil Presiden RI beserta
para pemimpin lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 kembali ke Yogyakarta dari Bangka.
4. Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera yang dipimpin oleh Syarifuddin
Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya kepada pemerintah pusat di Yogyakarta . penyerahan
terjadi pada tanggal 13 Juli 1949, saat berlangsungnya sidang kabinet.
g. Konferensi Inter-Indonesia
Untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB), pemerintah Republik Indonesia perlu menyamakan langkah
BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-
22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta dengan keputusan:
1. Negara Indonesia serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berdasrkan
demokrasi dan federalisme.
2. RIS akan dipimpin oleh seorang presiden yang dibantu oleh menteri-menteri
3. RIS akan menerima kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari Kerajaan Belanda.
4. Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional, Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi
Angkatan Perang RIS
5. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, negar-negra bagian tidak akan
mempunyai angkatan perang sendiri.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan:
1. Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
2. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3. Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4. Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-
negara bagian yang jumlahnya enam belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk
panitia persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam konferensi Inter-Indonesia, kini bangsa
Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB). Sementara itu pada bulan
Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda
dipihak lain, mengumumkan pemberhentian tembak-menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11
Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera.pada tanggal 4 Agustus 1949
pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri dari
Drs Moh.Hatta (Ketua), Mr. Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjoyo, Mr. Suyono
Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.
Konferensi Meja Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal
2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak KMB dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan sebagai berikut :
1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
2. Penyelesaian soal Irian Bart ditangguhkan samapi tahun berikutnya
3. RIS sebagai negara erdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai
oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi perusahaan-
perusahaan.
5. Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS.
Pengakuan Kedulatan
Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS diketuai oleh Drs. Moh Hatta dengan anggota Sultan Hamid
Algadrie, Suyono Hadinoto, Dr. Suparmo, Dr. Kusumaatmaja dan Prof Dr. Supomo berangkat ke Belanda. Pada
tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik
Indonesia Serikat. Di dua tempat:
1. Negeri Belanda
Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Dress, dan Menteri Seberang Lautan, A.M.J.M. Sassen
menyerahakan kedaulatan kepada pemimpin delegasi Indonesia (RIS), Drs. Moh. Hatta.
2. Jakarta
Wakil Tinggi Mahkota A.H.J Lovink menyerahkan kedaulatan kepada wakil pemerintah RIS., Sri Sultan
Hamengku Buwono IX. Bersama dengan itu, di Yogyakrta Presiden Sukarno menerima penyerahan
kedaulatan Republik Indonesia ke dalam RIS Pejabat Presiden Assaat. Dan tanggal 28 Desember 1949
pusat pemerintahan RIS dipindahkan lagi ke Jakarta. Sebulan kemudian, yaitu pada tanggal 29 Januari
1950, Jenderal Soedirman meninggal pada usia 32 tahun. Soedirman adalah pahlawan besar bagi TNI
dan rakyat Indonesia.
2. Konfrontasi Ekonomi
Dalam rangka pembebasan Irian Barat itulah pada tahun 1957 dilakukan aksi sebagai berikut di seluruh
Indonesia:
1. Pada tanggal 18 November 1957, diadakan rapat umum di Jakrta. Rapat umum itu kemudian
dilanjutkan dengan aksi mogok para buruh yang bekerja pada perusahaan milik Belanda di Indonesia.
Aksi mogok tersebut dimuali dilakukan pada tanggal 2 Desember 1957.
2. Pesawat terbang milik maskapai penerbangan Belanda (KLM) dilarang mendarat dan terbang diatas
wilayah Indonesia
3. Aksi pengambil alihan modal perusahaan milik Belanda di Indonesia, misalnya Bank Escompto diambil
Alih oleh Pemerintah RI pada tanggal 9 Desember 1957 dan Netherlandsch Handel Matchappij N.V.
Juga diambil Alih (perusahaan tersebut diubah namanya menjadi Bank Dagang Negara).
4. Percetakan De Unie juga tidak luput dari Usaha pengambil alihan perusahaan-perusahaan milik
Belanda di Indonesia, yang datur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958.
3. Perjuangan Konfrontasi
Tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengeluarkan Trikomando Rakyat (Trikora) yang berisi hal-hal
berikut :
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dari kesatuan tanah air Indonesia.
Dalam rangka pembebasan Irian Barat maka dibentuklah komando operasi militer yang di beri nama Komando
Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962. sebagai komandonya adalah Meyjen Suharto.
Wakil Panglima I Kolonel Laut Subono., wakil panglima Komado II: Kolonel Laut Leo Wattimena dan Kepala Staff
Gabungan Kolonel Ahmad Tahir.
Komado Mandala merencanakan Operasi-operasi pembebasan Irian Barat ada tiga fase, yaitu:
1. Fase Infiltrasi: samapi akhir 1962 berusaha memasukan 10 kompi ke sekitar sasaran-sasaran tertentu
untuk menciptakan daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan ini harus dapat mengembangkan
penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik untuk
membebaskan Irian barat.
2. Fase Eksploitasi: mulai awal 1963. Operasi direncanakan mengadakan serangan terbuka terhadap
induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanann musuh yang penting.
3. Fase konsolidasi: awal tahun 1964. rencana penegakan RI secara mutlak di Irian Barat. Dalam
pertempuran di Laut Arafuru, tanggal 15 Januari 1962 Komondor Yos Sudarso dan Kapten wiranto
gugur. Sebelum kapal RI macan tutul tenggelam, melalaui radio, telpon Komondor Yos Sudarso masih
sempat mengkomandokan Combat Messege (kobarkan Semangat Perjuangan)