Вы находитесь на странице: 1из 32

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di berbagai negara berkembang, akibat
peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti.
Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota
besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative, seperti penyakit
jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemi, diabetes, dan lain-lain.
Di Indonesia, penyandang diabetes mellitus (DM) tipe 1 sangat jarang.
Demikian pula di negara tropis lain. Hal ini rupanya berhubungan dengan letak
geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari angka prevalensi
berbagai negara tampak bila makin jauh letak suatu negara dari garis khatulistiwa,
makin tinggi prevalensi DM tipe 1 nya. Ini bisa dilihat dari tingginya angka DM tipe 1
di Eropa.
Untuk DM tipe 2, berbagai peelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi
kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang
dilakukan pada dekade 1980 meunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2 antara 0,8% di
Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitan era 2000
menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di
Jakarta dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan
kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa. Dengan
prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, maka
dperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah
urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjunya, berdasarkan pola pertambahan
penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban 14,7% dan rural

1
7,2% maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1
juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat
berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan oleh
semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak
terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam
usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit
kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus
(DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai
terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan
gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan
meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut.
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian
penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang
segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di
Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih besar dari
15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1%. Penelitian di
Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%.
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti
akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2%, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes
Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM.
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan
terutama disebabkan karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan
demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1
atau 2 dekade yang akan datang kekerapan diabetes di Indonesia akan meningkat
drastis. (Sudoyo, 2006).

2
BAB II
PEMBAHASAN

Defnisi
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa
Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing
gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa
hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (Buku Ajar
Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood)
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu
penurunan sensitivitas jaringan tehadap insulin. (Fisiologi Kedokteran, Guyton and Hall)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA. 2010)
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu
yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi yang pernah tercetus pada tahun 1965 oleh
WHO telah terjadi pada tahun 1980 dan kemudian diperbaharui pada 1985 dan 1994. Sedang
pada tahun 1997, ADA memperbaharuinya lagi.
Secara epidemiologik, diabetes sering tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau
terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan
mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa
dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena
terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara
epidemiologik diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya
obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua
faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan DM tipe 2.

3
Klasifikasi DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Diabetes Melitus terbagi menjadi :


• DM tipe I (IDDM)  diabetes melitus yg tergantung insulin
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula
darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana
antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya
memainkan peran munculnya penyakit ini

• DM tipe II (NIDDM)  diabetes melitus tidak tergantung insulin.


Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk

4
metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat
keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan
berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka
sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah
kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat
badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia
diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

Epidemiologi
Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus
diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 % penderita
DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada
negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup.
Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan.
Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan
penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan
karena faktor obesitas dan kehamilan.

Menurut WHO prevalensi DM diperkirakan akan meningkat dari 8,4 juta tahun 2000
menjadi 21,2 juta lebih pada tahun 2030 (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2
di Indonesia 2011)

Anatomi dan Fisiologi Pankreas


a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian
atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor
pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput
pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian
pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika

5
superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.

Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel beta merupakan bungkusan
insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan
yang lain. Dalam sel beta , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks
dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan
dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam
retikulum endoplasma sel beta, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia
dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel
oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel beta serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. (Fisiologi Kedokteran
Guyton and Hall, Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood)

b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon. Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone
lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel
beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal

6
adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan
setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)

Sintesis insulin

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini,sekali lagi dengan
bantuan peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. (IPD
FKUI.2009)

Sekresi insulin

Kadar glukosa darah yang meningkat merupakan komponene utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin sekaligus sebagai tahap awal
terjadinya sekresi insulin.
Disamping glukosa,beberapa jenis
asam amino dan obat-obatan dapat
pula memiliki efek yang sama
dalam rangsangan terhadap sel
beta. Berikut tahapan sekresi
insulin:

- Tahap pertama adalah proses


glukosa melewati membran sel.
Untuk dapat melewati memebran
sel beta, dibutuhkan bantuan
senyawa lain yakni glucose transporter 2 (glut2) yang terdapat dalam sel beta.

- Selanjutnya molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di


dalam sel dan membebaskan molekul atp. Molekul atp yang terbentuk, mengaktifkan
penutupan k channel pada membran sel.

7
- Penutupan k channel berakibat terhambatnya pengeluaran ion k dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang diikuti oleh pembukaan ca channel.

- Masuknya ion Ca2+ ini yang merangsang terjadinya mobilisasi vesikel proinsulin ke
membran sel dan akhirnya di sekresikan dalam bentuk insulin dan peptida-C

(IPD FKUI.2009, Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood. 2001, Farmakologi FKUI.2009)

Patofisiologi

a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga


terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan
(polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.

b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan
meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan
sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II.

8
Manifestasi Klinik
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka
reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan


Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.

Langkah-Langkah Diagnostik DM (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2


di Indonesia 2011)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun
kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

9
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan
dalam praktek sangat jarang dilakukan.

10
(IPD FKUI.2009 dan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

11
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
b. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
e. berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
g. selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2


di Indonesia 2011)
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin
dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala

12
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Pilar Penatalaksanaan DM :
a. Edukasi
b. Terapi Gizi medis
c. Latihan Jasmani
d. Intervensi Farmakologi

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi

13
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
a. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya
guna mencapai sasaran terapi.
b. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


Karbohidrat
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

14
Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok
teh) garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk
pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt,
lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
b. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
c. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
d. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,
neotame.
e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI )
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

15
besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal
(BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:
RedefiningObesity and its Treatment):
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
b. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%,
di atas 70 tahun.
c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.

16
d. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan
BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien,
sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM
dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

17
Intervensi Farmakologi
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
c. penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

18
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
1. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot
dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >
1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan.
2. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
f. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama

19
g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan ES-KI


sediaan
1. Sulfonil urea- Insulin secretagous S:2,5-5mg/tab ES:hipoglikemi
Glibenclamid : ATP-sensitive K DH:2,5-15mg KI:pasien hepar&
channel LK:12-24jam ginjal
F:1-2x/hari a.c

2. Meglitinid- Insulin secretagous S:1mg/tab ES: ggn GI


Repaglinid DH:1,5-6mg KI:pasien hepar&
LK:- ginjal
F:3x/hari a.c

3. Biguanid- ↓ Prod glukosa S:500-850mg ES: gjala GI


Metformin hepar dan ↑ sens. DH:250-3000 KI: pasien dgn gangg
Jar otot& adiposa LK:6-8jam hepar, ginjal
thdp insulin F:1-3x/hari
p.c/bersama mkn

No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI

4. Tiazolidinedion Mengaktifkan S:15-30mg/tab ES: ↑BB, edema


- pioglitazone PPAR-g, terbentuk DH:15-45mg KI:ggal jtg 3-4
GLUT baru LK:24 jam
F:1x sehari

5. Penghambat α- Mengurangi S:50-100mg ES: kembung, flatulens


glikosidase absorbsi glukosa di DH:100-300mg
(acarbose) usus halus LK:-
F:3x bersama
suapan I
(Farmakologi FKUI.2009).
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

20
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin
a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi
yang terjadi.
d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat
(rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting),
kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).
e. Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin
kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau
kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi
dengan OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah harian.
f. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari
bila sasaran terapi belum tercapai.

Tipe - Jenis Insulin


Insulin dapat dibedakan atas dasar:
1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak
disuntikan.

21
2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.
3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya
efek insulin.

Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan


puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :
1. Insulin Eksogen kerja cepat.
Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang
termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain
: Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan,
mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

2. Insulin Eksogen kerja sedang.


Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan
menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat
penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine
Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5
jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan
24 jam.

22
3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin
ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40

4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).


Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam.
Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard.

Cara pemberian insulin

Insulin kerja singkat :


 IV, IM, SC
 Infus ( Glukosa / elektrolit )
 Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

Insulin kerja menengah / panjang :


 Jangan IV karena bahaya emboli.

23
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien
dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah
diperiksa setiap 6 jam sekali.

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% = 20 – 24 unit

Dosis :
a. Pasien DM muda 0,75-1,5 U/kgbb kerja sedang 2x/hr
b. DM dewasa kurus 8-10 U kerja sedang 20-30 m sblm mkan pagidan 4-5 U sebelum
makan malam
c. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sblm makan malam

Teknik Penyuntikan Insulin


Sebelum menggunakan insulin, diabetesi ataupun keluarga tentunya perlu untuk
diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin
eksogen :
1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah
bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih
dan steril
2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara
perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan
kembali suspensi. (Jangan dikocok).
4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam
vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila
akan dipakai campuran insulin.
5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.

24
6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung
atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat
mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu
membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.
7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya
suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan
insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra
muskular).

Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan
insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana
penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah,
hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.

Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan
paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan.
Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan.

Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya


perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya
berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya.

Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke
daerah yang lain.

Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses
penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi
rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menyuntik dengan suhu kamar
2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
5. Tusuklah kulit dengan cepat
6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul

25
Penyimpanan Insulin Eksogen

Bila belum dipakai :


Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti
di lemari pendingin, namun hindari freezer.

Bila sedang dipakai :


Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu,
tetapi janganlah terkena sinar matahari. Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi
percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya. Suntikkan dalam
bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2
waktu pemberian suntikkan. Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen
di tempat yang teduh dan gelap.

Efek samping penggunaan insulin


 Hipoglikemia
 Lipoatrofi
 Lipohipertrofi
 Alergi sistemik atau lokal
 Resistensi insulin
 Edema insulin
 Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75%
pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di
bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh
reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang
memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak
subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang
memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.

Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada
penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat
suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.

26
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah
pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit
kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan
intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi
kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang
ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.

Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,
kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin
menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini
perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.

Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini
ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol,
tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin
memperlihatkan efek hipoglikemik.

Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat


adrenoseptor ß, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek
hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.

Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang
berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga
OHO.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

27
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Penilaian hasil terapi


Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara
terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan
pemeriksaan 2 jam posprandial.
b. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau
hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat
digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C
dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM
yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa
darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang
diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah

28
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar
glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-
180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan
kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia
lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia
dan interaksi obat.

Penyulit Diabetes Melitus


Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL
b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemiapaling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat
berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu
kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal

29
kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada
pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan
memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula
berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang
glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien
dengan hipoglikemia berat
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan
penyebab menurunnya kesadaran.

Penyulit Kronik
1. Makroangiopati :
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi
- Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
- Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:
- Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
- Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB)
juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
- Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

30
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan
sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal,
perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk
mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik atau
gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

Pencegahan Diabetes Melitus


Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko tinggi.
Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita penyakit ini,
yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45 tahun), kegemukan,
tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat keluarga DM, dll. Upaya
yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk menghilangkan faktor-faktor
tersebut.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan
tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini bearti
mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan mengenai
DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk meningkatkan
kepatuhan berobat.
3. Pencegahan Tersier
Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin
sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah (80--325 mg)
dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai
penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar
disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafriadi, & Elysabeth. 2008. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
Jakarta.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Dabetes melitus Tipe 2 Di


Indonesia 2011. Jakarta

Price, S. A & Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC. Jakarta

Sherwood Lauralee, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 21. EGC. Jakarta.
EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, & M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta.

32

Вам также может понравиться

  • Rangkuman Soal Dan Pembahasan 1
    Rangkuman Soal Dan Pembahasan 1
    Документ49 страниц
    Rangkuman Soal Dan Pembahasan 1
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Soal TKP 3 New
    Soal TKP 3 New
    Документ11 страниц
    Soal TKP 3 New
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • PERDARAHAN PASCA SALIN Mega
    PERDARAHAN PASCA SALIN Mega
    Документ18 страниц
    PERDARAHAN PASCA SALIN Mega
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Soal Evaluasi
    Soal Evaluasi
    Документ3 страницы
    Soal Evaluasi
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Soal Evaluasi
    Soal Evaluasi
    Документ3 страницы
    Soal Evaluasi
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Permohonan Pencabutan SIP
    Permohonan Pencabutan SIP
    Документ1 страница
    Permohonan Pencabutan SIP
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Antonim Sinonim
    Antonim Sinonim
    Документ5 страниц
    Antonim Sinonim
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Fisik: Dewi Sri Juliana
    Pemeriksaan Fisik: Dewi Sri Juliana
    Документ28 страниц
    Pemeriksaan Fisik: Dewi Sri Juliana
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Akreditasi Lama UMJ
    Akreditasi Lama UMJ
    Документ3 страницы
    Akreditasi Lama UMJ
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Rekomendasi Kapus MH
    Rekomendasi Kapus MH
    Документ1 страница
    Rekomendasi Kapus MH
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Dokter Kontrak Kerinci
    Dokter Kontrak Kerinci
    Документ4 страницы
    Dokter Kontrak Kerinci
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Anestesi Pada Combustio
    Anestesi Pada Combustio
    Документ7 страниц
    Anestesi Pada Combustio
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет
  • Sle
    Sle
    Документ15 страниц
    Sle
    Astri Kartika Sari
    Оценок пока нет