Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ANGKATAN LXXVI
ANGKATAN LXXVI
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
segala limpahan karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan rangkaian
kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan pada bulan
Januari sampai Februari 2013 dan laporan PKPA dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak dalam penyusunan laporan PKPA, sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Jahja Sentosa sebagai Direktur Utama PT. Sanbe Farma yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan Prakterk Kerja
Profesi Apoteker di PT. Sanbe Farma.
2. Ibu Prof. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
3. Bapak Parmanto, S.Si, Apt., selaku Manajer Produksi Sefalosporin PT. Sanbe
Farma Unit II dan Pembimbing.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Herman Suryadi, MS, Apt., selaku pembimbing industri PKPA di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi UI yang telah membantu
kelancaran dalam perkuliahan dan penelitian serta penyusunan laporan ini.
7. Karyawan dan staf PT. Sanbe Farma Unit II, Cimahi yang telah membantu
dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
ini.
iv
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati
menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
pengalaman dan pengetahuan yang penulis peroleh selama melakukan Praktek Kerja
Profesi Apoteker dapat memberikan manfaat bagi teman-teman sejawat dan
perkembangan dunia industri farmasi.
Penulis
22
BAB 4. PEMBAHASAN ........................................................................................
22
4.1 Manajemen Mutu...................................................................................
23
4.2 Personalia...............................................................................................
25
4.3 Bangunan dan Fasilitas ..........................................................................
33
4.4 Produksi. ................................................................................................
46
4.5 Pengawasan Mutu.... .............................................................................
53
4.6 Pemastian Mutu .....................................................................................
56
4.7 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ................................................................
v Universitas Indonesia
75
DAFTAR ACUAN...........................................................................................................................
76
LAMPIRAN.......................................................................................................................................
vi Universitas Indonesia
Halaman
Halaman
Halaman
ix Universitas Indonesia
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan
obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.1799, 2010).
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan penggunaannya yang dibuktikan
dengan adanya sertifikat CPOB (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1799, 2010).
Selain itu, industri farmasi juga wajib memiliki izin industri farmasi yang
diberikan oleh BPOM. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi yaitu
harus memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker Warga Negara
Indonesia (WNI) yang masing-masing berperan sebagai penanggung jawab bagian
pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu (Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.1799, 2010).
Apoteker memegang peranan penting dalam kinerja industri farmasi terutama
dalam pelaksaaan keseluruhan kegiatan, pengembangan produk dan menjamin
penerapan CPOB demi menghasilkan obat yang berkualitas serta sesuai dengan
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker bertujuan untuk:
a. Mengetahui dan memahami peranan dan tanggung jawab apoteker di industri
farmasi.
b. Mengetahui dan memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) di PT. Sanbe Farma Unit II, Cimahi.
c. Mengetahui dan memahami peranan dan tanggung jawab apoteker pada
bagian produksi sefalosporin di PT. Sanbe Farma Unit II, Cimahi.
Universitas Indonesia
Sedangkan yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiolosi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia.
2.2.2 Personalia
Sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel
yang terkualifikasi dalam jumlah memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab mereka masing-masing, dan
seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk Sumber daya manusia sangat penting
dalam pembentukan dan penerapan instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan (BPOM, 2006).
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani
tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.
Selain itu, diperlukan struktur organisasi serta tugas spesifik dan kewenangan dari
personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian
tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta
mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB
tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang
tercantum pada uraian tugas (BPOM, 2006).
Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian
Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi
utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala Bagian Produksi dan
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala Bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai dengan desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancang bangun dan kontruksi yang tepat. Permukaan peralatan yang bersentuhan
langsung dengan bahan atau produk tidak boleh bereaksi karena dapat merubah
identitas, mutu dan kemurnian produk yang dihasilkan, tidak boleh mencemari
produk, harus mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar
mesin/alat tersebut. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, dan
menguji harus diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi menurut
program dan prosedur yang tepat.
Pemasangan dan penempatan alat harus dapat mencegah terjadinya
kontaminasi silang dan cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja.
Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara harus dipasang dengan baik
sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Peralatan hendaknya
dirawat menurut jadwal agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah
pencemaran terhadap produk.
Universitas Indonesia
2.2.6 Produksi
Produksi yang dilaksanakan harus sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
sehingga menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Setiap bahan awal yang akan digunakan untuk produksi, harus memenuhi
spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang
terdapat pada spesifikasi. Produksi dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten. Segala proses yang terjadi dalam produksi harus dicatat. Terdapat
beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam produksi, yaitu pengadaan
bahan awal, validasi proses, pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran
bets atau lot, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, kegiatan
pengemasan, pengawasan selama proses, serta karantina dan penyerahan produk
jadi (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
dapat terjadi bila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan yang
mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan.
Konsekuensi yang diterima pabrik adalah terjadinya penundaan atau penghentian
pembuatan obat tersebut (BPOM, 2006).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah
keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang
bersangkutan (BPOM, 2006).
Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan antara
lain produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan dapat dikembalikan
ke dalam persediaan, produk kembalian yang dapat diproses ulang, serta produk
kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.
Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian
pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengujian mutu yang seksama. Obat
kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat
prosedurnya. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan
dilaporkan serta setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani
oleh pelaksana dan saksi (BPOM, 2006).
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian esensial dalam mengoperasikan suatu
industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Dokumentasi bertujuan
untuk memastikan bahwa setiap tugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas
mengenai tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya
salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan
komunikasi lisan saja (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Selain itu dibangun juga Gedung Obat Jadi (Finished Good Warehouse)
2 2
dengan luas bangunan 6.160 m (3 lantai) dan luas lahan 5.980 m dibangun pada
15 Universitas Indonesia
tahun 2003. Gedung Obat Jadi (GOJ) adalah tempat menyimpan obat jadi hasil
pengemasan dari unit I, II, dan III. GOJ dilengkapi dengan cool storage untuk
penyimpanan vaksin dan tempat khusus untuk penyimpanan obat psikotropika.
Bangunan unit III dan Caprifarmindo Laboratories mulai difungsikan pada
2
tahun 2005 yang berada di Cimareme dengan luas bangunan 29.000 m dan luas
2
lahan ± 200.000 m . Pembangunan unit III mengacu pada CPOB Australia, yang
menjadikannya industri farmasi pertama yang dikendalikan oleh SCADA
(Supervisory Computer Automatization Data Acquisition). Di unit III juga terdapat
WWTP (Water Waste Treatment Plant) juga untuk pengolahan limbah dari unit I
dan II. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT. Sanbe Farma juga
melakukan ekspor produksi ke Negara-negara Afrika, Sri Lanka, Pakistan,
Kamboja, Vietnam, Filipina dan Negara Asia lainnya.
Universitas Indonesia
f. Teamwork
PT. Sanbe Farma akan selalu bekerjasama dalam bertindak, percaya satu sama
lain baik dalam kerjasama nasional maupun internasional.
g. Kinerja
PT. Sanbe Farma menetapkan standar kinerja tertinggi dan pencapaian yang
lebih baik dari hari ke hari untuk memenuhi dan melampaui standar-standar
yang telah ditetapkan dengan semangat untuk meraih kemenangan.
h. Kepemimpinan
PT. Sanbe Farma akan memimpin dengan cara yang berbeda dan memotivasi
anggotanya tidak hanya dalam organisasi, tetapi juga di industri.
3.2.2 Misi
Untuk menjadi pemasok yang diakui oleh dunia dalam industri obat generic
dan OTC formulasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.4 Personalia
Dalam pelaksanaan kegiatan produksinya, PT. Sanbe Farma membutuhkan
tenaga kerja yang terlatih dan dalam jumlah yang memadai. Mereka harus
memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik dalam melaksanakan tugasnya, hal
ini dapat diketahui dari pemeriksaan kesehatan yang rutin dilakukan. Tanggung
jawab yang diberikan pada tenaga kerja sesuai dengan spesifikasi pekerjaan yang
dimiliki. Selain itu, tenaga kerja diberikan pelatihan mengenai dasar-dasar CPOB,
prosedur yang berkaitan dengan pekerjaan, dan pelatihan lain.
Secara garis besar sumber daya manusia (SDM) yang mengelola PT.
Sanbe Farma terbagi menjadi :
1. Tenaga Profesional
Merupakan tenaga kerja yang bekerja sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Tenaga profesional ini diantaranya adalah apoteker, sarjana
farmasi, sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana teknik dan sebagainya.
2. Tenaga Semi Profesional
Merupakan tenaga kerja yang mempunyai pendidikan yang setara seperti
assisten apoteker, analis kimia dan sebagainya.
3. Tenaga Non Profesional
Merupakan tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan setara dengan
Sekolah Menengah Atas (SMA).
Semua tenaga kerja harus memahami petunjuk secara tertulis atau
Standard Opration Procedure (SOP). agar proses pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara umum, pengaturan jam kerja
dilakukan dengan efektif dan efisien selama 8 jam dan lima hari kerja dan waktu
istirahat selama 30 menit yang terbagi dalam beberapa kelompok. Pengaturan jam
kerja dalam sehari dibagi dalam 3 shift yaitu shift 1 pukul 07.00-15.30, shift 2
pukul 15.00-22.00 dan shift 3 pukul 21.30-07.30.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.2 Personalia
Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan
adalah personalia yang menanganinya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Setiap
personil hendaklah memahami prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan
memperoleh pelatihan yang berkesinambungan.
Universitas Indonesia
4.2.3 Pelatihan
Seluruh karyawan PT Sanbe Farma Unit II baik karyawan lama maupun
karyawan baru, terutama yang berhubungan langsung dengan kegiatan pembuatan
Universitas Indonesia
obat atau berada di area pembuatan obat harus mendapatkan pelatihan cara pembuatan
obat yang baik (CPOB) serta pelatihan yang sesuai dengan tugas yang diberikan
secara berkala. Training ini akan dikontrol dengan training attendance list dan
Sebagai evaluasi dilakukan test secara berkala. Hasil pelatihan selanjutnya akan
didokumentasikan dalam training record dan dimasukkan kedalam personal file.
Pelatihan yang dilakukan diberikan oleh orang yang terkualifikasi baik dari dalam
maupun dari luar PT. Sanbe Farma.
4.3 Bangunan
Universitas Indonesia
dan umum yang bekerja sama dengan Rentokil guna mencegah bersarangnya
binatang.
masuk ke header distribusi untuk didistribusikan ke user point pada lantai 2 (area
produksi penisilin) dan lantai 4 (area produksi sefalosporin) untuk khusus produksi
sediaan non steril.
Pada compressed air untuk produk steril, dari header distribusi akan masuk ke
buffer tank untuk menstabilkan tekanan (100-110 Pa), lalu masuk ke air dryer
dominick hunter dengan dua pre filter dan satu after filter (khusus untuk mesin
kompresi injeksi filling 2, sedangkan untuk mesin injeksi filling 1 baik pre maupun
after filter masing-masing 1. Kemudian selanjutnya compressed air akan masuk ke
mesin dominick hunter lalu disaring dengan membran filter/disposable filter dan
injector filter, sehingga dihasilkan compressed air dengan kualitas OFDA yang siap
digunakan untuk produk steril.
a. Sistem Tata Udara / Air Handling System (AHS)
Beberapa kondisi lingkungan yang menjadi faktor kritis dalam menentukan
mutu suatu produk obat antara lain adalah suhu, kelembaban relatif (RH), kontaminasi
partikel. Sehingga berdasarkan CPOB 2006, setiap industri farmasi diwajibkan
memiliki suatu Sistem Tata Udara atau AHS (Air Handling System). AHS akan
mengontrol suhu ruangan, kelembaban relatif, tingkat kebersihan dari partikel (sesuai
yang dipersyaratkan untuk setiap ruangannya), serta tekanan udara. Sistem Tata Udara
atau AHS yang biasanya digunakan dalam industri farmasi sendiri adalah HVAC
(Heating, Ventilating, and Air Conditioning) yang dapat mengontrol suhu, partikel,
kelembapan maupun laju aliran udara.
Berdasarkan keperluan jenis sediaan yang diproduksi, sistem HVAC di PT.
Sanbe Farma Unit II dibedakan menjadi tiga, yakni untuk area non steril, area steril,
dan area khusus untuk produksi sediaan Claneksi. Adapun persyaratan untuk masing-
0
masing ruangan tersebut, antara lain suhu 19-27 C, RH 45-55%, dan tekanan 5-20 Pa
untuk ruangan produksi non steril. Untuk ruang produksi steril mempersyaratkan suhu
0
18-23 C , RH 35-45%, dan tekanan sebesar 10-30Pa. Sedangkan khusus untuk ruang
0
produksi non steril sediaan Claneksi mempersyaratkan suhu < 20 C, Rh < 20% dan
tekanan 5-20 Pa. Untuk tiap-tiap area tersebut dibedakan menjadi dua unit, yakni
indoor unit dan outdoor unit. Baik area non steril maupun area steril memiliki
Universitas Indonesia
tahapan awal pada outdoor unit yang sama, yang menjadi pembeda keduanya adalah
pada proses di indoor unit. Adapun sistem HVAC di PT. Sanbe Unit II diperlukan
dalam kegiatan pengendalian suhu, partikel, tekanan, dan kelembaban.
b. AHU (Air Handling Unit)
HVAC terdapat AHU (Air Handling Unit) yang digunakan untuk mengatur
kondisi udara yang dibutuhkan. AHU memiliki bagian-bagian, seperti :
Filterisasi
Didalam AHU terdapat 3 jenis filter yaitu pre filter dengan efisiensi 65% -
75%. Setiap satu minggu sekali filter ini dicuci dan dibersihkan kemudian digunakan
kembali. Penggantian filter dilakukan berdasarkan perbedaan tekanan antar ruangan
proses produksi (ΔP). Apabila ΔP sebelum dan sesudah pengukuran memiliki selisih
68 – 250 Pa maka filter harus diganti.
Medium filter dengan efisiensi 99,9%. Filter ini hanya digunakan satu kali
pemakaian. Penggantian filter dilakukan berdasarkan perbedaan tekanan antar
ruangan proses produksi (ΔP). Apabila ΔP sebelum dan sesudah pengukuran memiliki
selisih 250 – 500 Pa maka filter harus diganti.
HEPA filter yang terdapat dalam AHU menggunakan tipe H13 dengan efisiensi
99,99 % pada ukuran partikel 0,3 µ m. Filter ini digunakan satu kali pakai.
Penggantian filter dilakukan berdasarkan perbedaan tekanan antar ruangan proses
produksi ( P). Apabila ΔP sebelum dan sesudah pengukuran memiliki selisih 250 –
600 Pa maka filter harus diganti.
Filter yang sudah tidak terpakai lagi harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang (dekontaminasi antibiotik) dengan cara direndam di dalam bak yang berisi air
dan dicampur dengan natrium bikarbonat 2% selama 15-30 menit. Parameter yang
digunakan untuk penggatian filter apabila tekanan yang didistribusikan di dalam
ruangan produksi lebih tinggi dari range yang sudah ditentukan.
Cooling coil
Digunakan untuk mengatur suhu ruangan agar lebih rendah namun
dibutuhkan bantuan dari compressor yang berisi gas freon. Freon dalam bentuk gas
panas ini akan dikompresi masuk ke kondensor untuk diubah menjadi cairan panas
Universitas Indonesia
dan kemudian melewati thermalexpansion valve yang akan mengubah freon menjadi
cold liquid.
Blower
Digunakan untuk mendorong udara ke dalam ducting pada proses distribusi
udara yang telah dikondisikan.
Universitas Indonesia
sebesar 0,3-5. Setiap jam dilakukan pengecekan pH dan konduktivitas oleh bagian
QC. Purified water ini digunakan untuk pencucian botol non steril.
c. Water For Injection (WFI)
Pengolahan WFI berasal dari tangki purified water, menggunakan pompa
diambil sebanyak 1.000 L yang selanjutnya dilakukan destilasi (penyulingan).
Pertama-tama PW dilewatkan pada pre heater kemudian memasuki tahapan heating.
Di dalam proses heating ini, air didestilasi sebanyak tiga kali. Destilasi pertama
menggunakan panas kering dan destilasi kedua dan ketiga menggunakan panas basah.
Air dari proses heating ini membentuk uap air panas dengan suhu 70-80°C. Setelah
itu, uap air panas dialirkan menuju tahap cooling dengan dua tahap destilasi. Tahap
destilasi pertama, uap air panas dikelilingi oleh purified water kemudian pada tahap
kedua, uap air dikelilingi oleh drinking water. Dengan adanya proses pendinginan
(cooling) ini, uap air panas akan menjadi tetestetes air yang disebut sebagai water for
injection. WFI ini akan disimpan di dalam tangki berukuran 500 L dengan suhu 70°C,
masing-masing untuk ruang penisilin dan sefalosporin.
Reservoir purified water PT Sanbe Farma Unit II menggunakan loop system
yang terpisah antara lantai 1 dan 2 (penisilin) serta lantai 3 dan 4 (sefalosporin).
Looping system berfungsi untuk mensirkulasi air secara terus-menerus selama 24 jam
dan harus dilengkapi dengan TOC (Total organic carbon) monitor untuk memantau
jumlah senyawa karbon yang terdapat di dalam air.
d. Uap Air (Steam Water)
Bahan baku pembuatan uap air (steam) di PT. Sanbe Farma Unit II adalah
drinking water dengan boiler model fire cup, bahan bakar yang digunakan adalah
solar karena konversi energi solar cukup baik. Bahan boiler terbuat dari carbon steel
yang akan menjadi lebih tahan lama/awet apabila pHnya dijaga 10,5-11,5. Boiler
terdiri dari dua bagian yaitu fire side (dalam) dan water side (luar). Proses perubahan
air menjadi uap air adalah sebagai berikut; drinking water dilewatkan pada water
softener berisi resin kationik yang berfungsi untuk menghilangkan dan/atau
2+ 2+
menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion Ca dan Mg yang
menyebabkan tingginya tingkat kesadahan air. Apabila resin telah jenuh maka harus
Universitas Indonesia
difiltrasi dengan air garam. Indikasi dari jenuhnya resin dapat dilihat dari nilai
konduktivitas yang tinggi. Proses kimia yang terjadi dapat dijelaskan melalui rumus
di bawah ini:
2+
R-(SO3Na)2 + Ca → R-(SO3)Ca + 2 Na
2+
R-(SO3Na)2 + Mg →R-(SO3)Mg + 2
Na Regenerasi dengan air garam menjadi
R-(SO3)2 Ca + 2NaCl →R-(SO3Na)2 + CaCl2
R-(SO3)2 Mg + 2NaCl→R-(SO3Na)2 + MgCl2
Setelah itu air menuju ke boiler dengan disuntik oleh cairan scale inhibitor
utuk mencegah terjadinya pembentukan kerak. Di PT. Sanbe Farma Unit II sendiri,
air boiler digunakan untuk proses sterilisasi menggunakan autoclave (steam).
4.3.3.3 Listrik
PT. Sanbe Farma Unit II memiliki gardu listrik tersendiri dari PLN dan dua
buah genset sendiri yang digunakan apabila terjadi pemutusan listrik oleh PLN untuk
memenuhi kebutuhan listrik sehingga kegiatan produksi tidak terpengaruh oleh
pemadaman listrik tersebut.
4.4 Produksi
PT. Sanbe Farma Unit II memproduksi sediaan steril maupun non steril khusus
antibiotik beta laktam penisilin dan sefalosporin. Sediaan sefalosporin yang dihasilkan
dibagi menjadi beberapa jenis sediaan :
Produk Steril (Dry Injection)
a. Dofacef i. Bactirom q. Caprenem 0.5
b. Taxegram 0,5 j. Ceforim r. Caprenem 1
c. Taxegram 1 k. Pelastin s. Caprocef
d. Anbacim l. Merosan 0,5 t. Caprifim
e. Terfacef m. Merosan 1 u. Pelascap
Universitas Indonesia
Caplet
a. Anbacim 500
Capsule
a. Cefat 250 e. Sporetik 50
b. Cefat 500 f. Sporetik 100
c. Forifek 500 g. Cefadroxil 500
d. Cefacef 100 h. Roksicap 500
Universitas Indonesia
tersebut diterjemahkan oleh bagian IC untuk melakukan pengadaan bahan baku yang
dibutuhkan.
Bagian PPC membuat MPS (Monthly Production Schedule) berdasarkan data
stok akhir bulan sebelumnya. MPS kemudian disusun kembali menjadi target per
mingguan untuk dijalankan oleh bagian produksi. Untuk meihat target yang ditetapkan
sudah tercapai atau mengalami hambatan, maka dibuat suatu pertemuan mingguan
untuk evaluasi.
Selain itu, bagian PPC juga bertugas mengatur penomoran bets disetiap
produk yang akan diproduksi. Nomor Bets adalah penandaan yang terdiri dari
gabungan huruf dan angka , yang merupakan tanda pengenal suatu bets. Nomor bets
digunakan untuk penelusuran kembai riwayat lengkap pembuatan bets tersebut
termasuk seluruh tahap produksi, pengawasan dan distribusi. Tanggung jawab sistem
penomoran bets, batas daluarsa dan tanggal produksi diberikan kepada:
a. Supervisor PPIC bertanggung jawab untuk mengeluarkan nomor bets pada
catatan produksi bets.
b. Manajer PPIC bertanggung jawab dalam meyakinkan bahwa pengeluaran
nomor bets dilaksanakan dengan baik
c. Supervisor Gudang Bahan Baku, Produksi dan Pengemasan bertanggung
jawab untuk meyakinkan bahwa penulisan nomor bets, batas daluarsa, dan
tangga produksi pada setiap tahap produksi dan pengemasan, baik kemasan
primer ataupun sekunder, sesuai dengan catatan produksi bets.
d. Departemen Quality Control (QC) bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa penomoran bets, batas daluarsa, dan masa produksi pada produk sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Universitas Indonesia
b. Digit kedua berupa huruf yang menunjukkan bahwa pembuatan suatu produk
obat, dengan mengikuti aturan sebagai berikut :
c. Digit ketiga, keempat, kelima dan keenam berupa susunan angka yang
menunjukkan nomor Tugas Pembuatan (TP) berdasarkan alokasi setiap unit
produksi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2) Penimbangan (Weighing)
Ruang penimbangan dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow) disertai
dengan dust collector untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi antar bahan. Bahan
baku yang ditimbang harus sudah berstatus “RELEASED”. Proses penimbangan ini
selalu dilakukan oleh petugas GBB dan double check oleh koordinator produksi
dengan pengamatan dari bagian IPC untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
penimbangan. Setelah bahan ditimbang, dilakukan serah terima bahan baku dari
bagian GBB ke bagian produksi. Bahan baku ini selanjutnya disimpan di ruang hasil
penimbangan.
3) Pencampuran (Mixing)
Bahan baku yang telah diserahterimakan dari GBB ke produksi siap untuk
diproses lebih lanjut pada proses pencampuran. Mesin pengayak dan pencampur telah
dilengkapi dengan dust collector. Setelah pengayakan selesai, bahan baku ditimbang
kembali untuk dimasukkan ke dalam mesin pencampur. Semua bahan baku yang
selesai diayak, akan dicampur dalam drum mixer selama durasi waktu yang tercantum
dalam bets record. Setelah selesai dicampur, bahan tersebut ditimbang dan akan
disampling oleh IPC sebanyak 25 gram (campuran dari bahan yang diambil pada
bagian atas, tengah, bawah) diserahkan ke bagian QC untuk diperiksa.
Bahan yang telah selesai dicampur, dimasukkan ke dalam kantong plastik
(fles), kemudian dimasukkan ke dalam tong yang disegel dan kemudian diberi label
identitas “PRODUCT STATUS” yang ditempel sticker “SAMPLING” dan selanjutnya
ditempel label “RELEASED” untuk dicetak setelah lulus hasil pemeriksaan oleh
bagian QC Hasil pencampuran bahan baku akan disimpan di ruang hasil
pencampuran.
4) Pencetakan (Compressing)
Massa bahan baku yang siap dicetak dibawa ke ruang pencetakan tablet untuk
dicetak. Metode pencetakan yang digunakan adalah metode slugging atau granulasi
kering karena zat aktif merupakan antibiotik yang tidak tahan dengan keadaan lembab
atau air. IPC melakukan pemeriksaan pada saat awal, tengah, dan akhir proses
pencetakan. Pengujian yang dilakukan IPC meliputi keseragaman ukuran, keragaman
Universitas Indonesia
bobot, kekerasan, waktu hancur, dan kerapuhan. Bagian IPC juga mengambil
beberapa tablet untuk dikirim ke QC untuk dilakukan evaluasi uji disolusi dan
keseragaman kadar obat di laboratorium QC. Tablet yang telah diambil tidak boleh
dikembalikan ke bets yang bersangkutan.
5) Penyalutan
Penyalutan bertujuan untuk melindungi zat aktif sediaan dari proses
penguraian karena ketidakstabilan zat aktif terhadap kondisi lingkungan. Proses
penyalutan adalah sebagai berikut: tablet dipanaskan, lalu disemprot dengan larutan
penyalut kemudian dicek bobot dan terakhir dilakukan pemolesan agar mengkilat.
Setelah itu tablet disortir secara visual. Mesin penyalut yang digunakan terdiri dari
cabinet yang didalamnya terdapat spray gun yang dapat menyemprotkan larutan
penyalut dan exhaust fan untuk menyedot debu larutan yang tersisa. Contoh obat yang
proses produksinya menggunakan penyalutan film adalah Anbacim kaplet.
6) Penyetripan
Penyetripan dilakukan di ruang penyetripan, tablet/kaplet yang selesai dicetak
dan disalut akan dikemas dengan kemasan primer yang proses pengemasan primernya
dilakukan oleh bagian produksi/pengolahan. Sebelum proses penyetripan berlangsung,
bagian produksi harus mengirimkan sample hasil print pada Polycellonium yang
meliputi nomor bets, HET (Harga Eceran Tertinggi), Expired Date obat. Contoh strip
kosong (tanpa obat) ini diperiksa kebenaran hasil printingnya oleh bagian IPC dan
selanjutnya di attach ke bets record untuk dokumentasi. Selama penyetripan
berlangsung, IPC memeriksa keadaan fisik strip seperti apakah ada strip
Universitas Indonesia
yang kosong, penandaan tinta pada kemasan, kebocoran strip dan sebagainya. Hasil
penyetripan akan dibawa ke ruang hasil penyetripan dan diberi label identitas
“QUARANTINE” sambil menunggu hasil pemeriksaan dokumen catatan pengolahan
bets dan pemeriksaan kualitas obat dari bagian QC. Setelah ada label “RELEASED”
maka produk dapat dibawa ke bagian pengemasan untuk dikemas dengan kemasan
sekunder.
Pembuatan tablet dan kaplet secara keseluruhan dapat diuraikan seperti di atas,
untuk beberapa jenis kaplet seperti Claneksi, mulai dari proses penimbangan sampai
penyetripan harus dilakukan di ruangan yang telah diatur suhu dan kelembaban
ruangan. Semua mesin yang akan digunakan selama proses produksi diletakkan dalam
0
satu ruangan yang suhunya diatur harus dibawah 20 C dan kelembaban (RH) juga
diatur tidak lebih dari 20%.
Setiap akan memulai proses produksi, bagian IPC dan pengawas produksi
akan memeriksa kebersihan ruangan, suhu dan kelembaban ruangan, kebersihan alat,
dan label identitas produk yang akan diproses. Setiap tahap kegiatan produksi hasilnya
akan di catat ke dalam catatan pengolahan bets yang nantinya akan diperiksa
kelengkapan dan kecocokan dokumen. Penggunaan ruangan dan peralatan dicatat
dalam log book (buku harian) supaya lebih mudah dalam pengawasannya.
b. Proses Pembuatan Kapsul
1) Bahan baku
Bahan baku disimpan di Gudang Bahan Baku (GBB) dan diberi label
“QUARANTINE” kemudian di catat di buku penerimaan bahan baku. Petugas GBB
menginformasikan bagian QC bahwa bahan baku telah diterima, sehingga QC dapat
melakukan sampling dan pengujian sesuai dengan prosedur yang berlaku. Bahan baku
diberi label “SAMPLING”.
2) Penimbangan
Ruang penimbangan dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow) disertai
dengan dust collector untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi antar bahan (mix
up). Bahan baku yang ditimbang harus sudah berstatus “RELEASED”. Proses
penimbangan ini selalu dilakukan oleh petugas GBB dan double check oleh
Universitas Indonesia
petugas produksi dengan pengamatan dari bagian IPC untuk meminimalisir terjadinya
kesalahan dalam penimbangan. Setelah bahan ditimbang, dilakukan serah terima
bahan baku dari bagian GBB ke bagian produksi. Bahan baku ini selanjutnya
disimpan di ruang hasil penimbangan.
3) Pencampuran
Setelah mendapat label “RELEASED” dari QC, maka bahan siap untuk
diproses lebih lanjut yaitu pencampuran. Mesin pengayak dan pencampur telah
dilengkapi dengan dust collector. Setelah pengayakan selesai, bahan baku ditimbang
kembali untuk dimasukkan ke dalam mesin pencampur. Semua bahan baku yang
selesai diayak, akan dicampur dalam drum mixer selama beberapa waktu.
Pencampuran bahan baku menggunakan drum mixer berkapasitas antara 200-300 liter.
Setelah selesai dicampur, bahan tersebut ditimbang dan akan disampling oleh IPC
sebanyak 25 gram (campuran dari bahan yang diambil pada bagian atas, tengah,
bawah) diserahkan ke bagian QC untuk diperiksa.
Bahan yang telah dicampur, dimasukkan ke dalam kantong plastik (fles),
kemudian dimasukkan ke dalam tong dan kemudian diberi label identitas
“QUARANTINE” dan akan diberi label “RELEASED” untuk di-filling setelah ada
hasil pemeriksaan oleh bagian QC. Hasil pencampuran bahan baku akan disimpan di
ruang hasil pencampuran.
4) Pengisian
Setelah mendapatkan label “RELEASED” oleh bagian QC, massa siap isi
yang disimpan di ruang hasil pencampuran dibawa ke ruangan pengisian kapsul.
Mesin yang digunakan untuk pengisian kapsul adalah Automatic Capsule Filling
Machine. Selama proses pengisian kapsul, IPC melakukan pemeriksaan keseragaman
bobot (20 kapsul) setiap 15 menit sekali, waktu hancur kapsul kosong, dan kapsul
yang telah terisi pada awal, tengah dan akhir proses pengisian. IPC juga mengambil
42 kapsul isi yang dikirim ke bagian QC untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Selama proses pengisian, kapsul yang selesai diisi akan melewati metal
detector untuk deteksi ada tidaknya cemaran logam kemudian dibersihkan
menggunakan air curtain untuk membersihkan debu yang masih menempel
Universitas Indonesia
dipermukaan kapsul dan memisahkan kapsul yang kosong. Kapsul kemudian dihitung
dengan menggunakan counter untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik (fles).
Kapsul yang dihitung dimasukkan dalam plastik kecil yang biasanya satu plastik kecil
berisi 1000 kapsul. Setelah selesai, plastik kecil tersebut dimasukkan ke dalam tong
dan disimpan di ruang hasil pengisian kapsul. Tong tersebut diberi label
“QUARANTINE” sambil menunggu hasil pemeriksaan oleh QC.
5) Penyetripan
Penyetripan dilakukan di ruang penyetripan, kapsul akan dikemas dengan
kemasan primer yang proses pengemasan primernya dilakukan oleh bagian
produksi/pengolahan. Sebelum proses penyetripan berlangsung, bagian produksi harus
mengirimkan sample hasil print pada Polycellonium yang meliputi nomor bets, HET
(Harga Eceran Tertinggi), expired Date obat. Contoh strip kosong (tanpa obat) ini
diperiksa kebenaran hasil printingnya oleh bagian IPC dan selanjutnya di attach ke
bets record untuk dokumentasi. Selama penyetripan berlangsung, IPC memeriksa
keadaan fisik strip seperti apakah ada strip yang kosong, penandaan tinta pada
kemasan, kebocoran strip dan sebagainya.
Hasil penyetripan akan dibawa ke ruang hasil penyetripan dan diberi label
identitas “QUARANTINE” sambil menunggu hasil pemeriksaan dokumen catatan
pengolahan bets. Setelah mendapatkan label “RELEASED” maka produk dapat
dibawa ke bagian pengemasan untuk dikemas dengan kemasan sekunder.
Setiap akan memulai proses produksi, bagian IPC dan pengawas produksi
akan memeriksa kebersihan ruangan, suhu dan kelembaban ruangan, kebersihan alat,
dan label identitas produk yang akan diproses. Setiap tahap kegiatan produksi dan
hasilnya akan di catat ke dalam catatan pengolahan bets yang nantinya akan diperiksa
kelengkapan dan kecocokan dokumen. Penggunaan ruangan dan peralatan dicatat
dalam log book (buku harian).
c. Proses Pembuatan Dry Syrup
1) Persiapan
Pencucian botol menggunakan mesin cuci botol dengan memakai aqua
demineralisata. Mesin tersebut mempunyai sistem rotary dalam proses pencuciannya.
Universitas Indonesia
awal, tengah, dan akhir proses pengisian, bagian IPC akan memeriksa keseragaman
bobot, hasil sealing PP cap sebanyak masing-masing 20 botol.
Proses penyortiran dry syrup juga dilakukan selama proses pengisian yaitu
dengan melihat apakah ada botol yang rusak atau cacat, PP cap yang jelek, dan ada
atau tidaknya pengotor di dalam botol. Setelah proses pengisian selesai, botol-botol
tersebut disimpan di dalam tong untuk kemudian disimpan di ruang hasil pengisian
dry syrup. Tong tersebut disimpan dengan diberi label identitas “QUARANTINE”
sambil menunggu label “RELEASED” dari QC untuk dikemas dengan kemasan
sekunder.
Untuk proses pembuatan dry syrup Claneksi, semua tahap proses produksi
(penimbangan, pencampuran, pengisian, dan penutupan botol) dilakukan di ruang
0
khusus yang sudah diatur RH (< 20 %) dan suhu ruangan (<20 C).
Setiap akan memulai proses produksi, bagian IPC dan pengawas produksi
akan memeriksa kebersihan ruangan, suhu dan kelembaban ruangan, kebersihan alat,
dan label identitas produk yang akan diproses. Setiap tahap kegiatan produksi dan
hasilnya akan di catat ke dalam catatan pengolahan bets yang nantinya akan diperiksa
kelengkapan dan kecocokan dokumen. Penggunaan ruangan dan peralatan dicatat
dalam log book (buku harian).
b. Penyortiran
Vial, rubber stopper dan alucap yang diterima dari gudang bahan kemas disortir
kembali dengan memeriksa kelayakan kemasan. Pemeriksaan dilakukan
Universitas Indonesia
secara manual yang meliputi kejernihan vial, pengecekan permukaan rubber stopper
dan alucap.
c. Pencucian
Vial, rubber stopper dan alucap yang telah disortir, akan dicuci dengan
menggunakan mesin pencuci yang berbeda, sesuai dengan jenis kemasan yang akan
dicuci. Air yang digunakan untuk pencucian sebelumnya telah diperiksa oleh bagian
IPC. Setelah dicuci vial disimpan untuk proses penirisan, rubber stopper dan alucap
juga dilakukan proses pencucian. Pencucian kemasan primer diakhiri dengan
pembilasan menggunakan WFI.
d. Sterilisasi
Setelah dicuci, vial dimasukkan ke dalam oven untuk proses sterilisasi.
0
Sterilisasi vial dilakukan di dalam oven selama satu setengah jam dengan suhu 250 C.
Untuk rubber stopper dan alucap proses sterilisasi menggunakan autoklaf selama 45
0
menit dengan suhu 121 C. Setelah disterilisasi, rubber stopper, dan alucap disimpan
0
dalam oven untuk proses pengeringan selama 1 jam dengan suhu 130 C. Oven yang
digunakan untuk penyimpanan vial, rubber stopper, dan alucap yang sudah steril
menggunakan sistem double door, artinya oven dapat dibuka dari ruangan yang
berbeda yaitu pintu dapat dibuka dari ruang pencucian vial, rubber stopper, dan
alucap steril dapat diambil di ruang unloading vial di ruang steril.
e. Pengisian
Proses pengisian injeksi dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF).
Sebelum proses pengisian dilakukan, IPC melakukan pemeriksaan kebersihan, suhu
dan RH ruangan, kebersihan mesin, kebersihan vial, dan keadaan fisik bahan baku.
Bahan baku aktif yang diterima PT. Sanbe Farma Unit II adalah bahan baku yang
sudah steril.
Proses pengisian dilakukan di ruangan steril khusus untuk pengisian injeksi
kering. Setelah vial dan bahan baku “RELEASED” untuk pengisian, dan mesin siap
digunakan, proses pengisian dapat dimulai. Proses pengisian diawali dengan pengisian
bahan baku ke mesin, pemeriksaan bobot (penimbangan), penutupan vial
Universitas Indonesia
dengan rubber stopper, kemudian terakhir penutupan vial dengan alucap. Setelah
proses pengisian selesai, injeksi kering disimpan di dalam rak tertutup untuk dibawa
ke ruang penyortiran untuk disortir.
f. Penyortiran (Visual Inspection)
Semua vial yang sudah diisi, akan disortir dengan memeriksa volume, bintik
warna, keadaan kemasan (rubber stopper dan alucap), dan label. Setelah disortir,
injeksi kering diberi label “QUARANTINE” sambil menunggu proses “RELEASED”
dari QC. Kategori pemeriksaan yang dilakukan adalah keseragaman bobot
(penyimpangan dan berat rata-rata), sterilitas dan potensi, kadar air dan susut
pengeringan serta pirogen dan toksisitas.
Setelah proses penyortiran selesai, injeksi tersebut disimpan di ruang hasil
pengisian injeksi yang diberi label “QUARANTINE” sambil menunggu
“RELEASED” dari bagian QC untuk proses pengemasan sekunder.
Pengujian yang dilakukan Quality Control di PT. Sanbe Farma Unit II dibagi
menjadi 3 macam pengujian yaitu Pengujian Fisika-Kimia, Mikrobiologi, dan
Stabilitas.
Universitas Indonesia
mentah seperti buku catatan laboratorium (log book) juga disimpan. Kesalahan
penulisan dikoreksi dengan cara yang tepat sehingga data awal tidak terhapus.
Instrument yang digunakan untuk analisis, antara lain :
a. Fume hood (lemari asam)
b. Timbangan
c. Dissolution tester
Dissolution tester merupakan alat uji disolusi sediaan padat, alat ini dikalibrasi
dengan dua macam tablet kalibrator yaitu tablet asam salisilat (non-
disintegrating type) dan tablet prednison (disintegrating type). Kalibrasi
dengan tablet kalibrator ini dilakukan setiap enam bulan sekali dan
dikualifikasi tiap tahun.
d. Atomic Absorption Spectrophotometer
Atomic Absorption Spectrophotometer berguna untuk menghitung kadar Na,
K, Ca dan logam yang lain yang terdapat dalam produk.
e. TOC analyzer (untuk menganalisis kandungan karbon organik WFI)
TOC analyzer merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis karbon
organik yang terdapat dalam air dan dapat juga digunakan untuk mengukur
cemaran karbon pada cleaning validation. Kadar karbon organik yang
diperbolehkan maksimum 0,5 ppm.
f. Pencatat suhu dan kelembaban (thermohygrometer)
Pencatat suhu dan kelembaban berguna untuk memonitor suhu dan
kelembaban ruangan sehingga dapat diketahui jika terjadi penyimpangan.
g. Spectrophotometer IR (FTIR)
Spectrophotometer IR digunakan untuk uji identifikasi bahan baku dan bahan
kemas.
h. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
HPLC digunakan untuk identifikasi dan pengujian kadar zat aktif dalam bahan
baku dan sediaan obat.
i. Gas Chromatography (GC)
GC digunakan untuk menguji bahan-bahan dari produk yang mudah menguap.
Universitas Indonesia
j. pH meter
k. Conductivity meter
l. Liquid particle counter
Liquid particle counter berguna untuk menghitung partikel yang tidak terlihat
oleh mata. Dengan alat ini akan didapatkan informasi mengenai ukuran dan
jumlah partikel yang terdapat dalam suatu sampel. Pengukuran jumlah partikel
dilakukan dibawah LAF.
m. Osmometer
n. Polarimeter
o. Titrator
Titrasi yang sering dilakukan antara lain yakni titrasi asam basa, titrasi bebas
air dan argentometri.
a. Uji Bioburden
Bioburden adalah kandungan mikroorganisme bakteri, jamur, kapang, yeast
dalam produk sebelum dilakukan sterilisasi akhir (dalam satuan Colony
Forming Unit (CFU)).
b. Uji Sterilitas
Uji sterilitas dilakukan terhadap bahan baku, bahan kemas dan produk jadi
berdasarkan Farmakope yang ditetapkan (FI, USP, BP, dsb).
c. Uji Endotoksin Bakteri
Endotoksin bakteri adalah molekul lipopolisakarida, yang merupakan
komponen dinding sel bakteri gram negatif, yang dapat menimbulkan respon
pirogenik (demam). Endotoksin dapat dideteksi dengan menggunakan LAL
(Limulus Amebocyte Lysate) test. Pengujian endotoksin dilakukan terhadap
bahan kemas, bahan baku, bulk product, dan produk jadi (pada sediaan oral
dan parenteral).
d. Total Viable Count
Total viable count adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui jumlah
total mikroorganisme pada sampel. Pengujian ini dilakukan terhadap bahan
awal dan bahan kemas.
e. Uji Potensi Antibiotik
Uji potensi antibiotik dilakukan dengan metode difusi dengan mengukur
diameter zona hambatan yang terbentuk, uji ini digunakan untuk melihat
diameter zona hambat yang terbentuk diukur dan dibandingkan antara sampel
dan baku/ standfar.
f. Pemantauan Air, Udara dan Personel
Pemantauan air, udara dan personel dilakukan untuk menjamin kualitas produk
yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Memenuhi Syarat) maka akan ditangani secara cepat dengan mengikuti alur sebagai
berikut:
QA
Keputusan Dan
Eksekusi Perbaikan
Saran Perbaikan
Studi deviasi dilakukan apabila terjadi permasalahan pada prodk yang telah
dipasarkan maupun sedang dalam proses produksi. Studi Produk bermasalah,
Pembuatan laporan oleh bagian QC dan QA, Keputusan dan saran perbaikan
Investigasi oleh Bagian Produksi, Eksekusi perbaikan
IPC (In Process Control) sendiri yang merupakan bagian dari QC melakukan
pemeriksaan pada semua proses produksi. Bagian IPC merupakan bagian dari
departemen produksi yang bertugas melakukan pengawasan dan pengujian terhadap
tahap-tahap kritis proses pembuatan obat untuk menjamin kualitas produk yang
dihasilkan. Pengujian yang dilakukan oleh bagian IPC terkoordinasi dengan pengujian
yang dilakukan oleh bagian QC. Tugas pokok bagian IPC, meliputi :
1) Memastikan bahwa line clearance telah dilakukan terhadap setiap proses
produksi dan pengemasan. Line clearance merupakan kegiatan pemeriksaan untuk
mencegah terjadinya mix up.
2) Memantau atau mengontrol tahap-tahap proses pembuatan obat
3) Melakukan sampling sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Dilakukan juga pemantauan terhadap finished goods retained sample.
Retained sample diambil untuk setiap bets, jumlah produk yang diambil harus cukup
Universitas Indonesia
untuk digunakan dalam dua kali analisis. Finished goods retained sample disimpan
sampai satu tahun setelah kedaluwarsanya. Jika retained sample pada masa-masa
penyimpanan satu tahun setelah kedaluwarsanya masih baik, maka dapat digunakan
sebagai acuan untuk menambah masa kedaluwarsa produk dengan didukung oleh data
uji stabilitas produk tersebut.
jumlah bets yang diproduksi, production records trends (termasuk hasil produksi dan
IPC), laboratory release testing records trends, stability testing records trends,
product and material specifications and test methods, compliance to relevant
regulatory commitment and policy documents, jumlah produk yang di-reject, rework,
reprocess, jumlah finished goods yang released, terjadinya out of specification,
adanya deviation report, change control records (termasuk perubahan metode
analisis), complaint trends, operational excellence, environmental monitoring,
production record, validation studies, products complaints, product recall, return
goods (berhubungan dengan quality defects), retained sample examination, critical
equipment and utilities performance serta supplier performance.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
a. Audit level 1
Merupakan Self inspection yang dilaksanakan oleh personil dari masing-
masing departemen sebagai penilaian internal system mutu dan prosedur.
Masalah yang ditemukan pada proses self inspection harus diinvestigasi untuk
segera diambil tindakan perbaikannya. Self inspection dilakukan setiap satu
bulan sekali oleh masing-masing departemen.
b. Audit level 2
Audit level ini disebut juga internal audit. Audit ini dilaksanakan oleh tim
independen yang telah ditetapkan dari perusahaan. Tim auditor terdiri dari
personil berbagai departemen yang telah mendapat sertifikat sebagai auditor
dari departemen QA. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang auditor
adalah mempunyai pengetahuan yang memadai tentang CPOB, berpengalaman
dalam prosedur dan system operasiona yang ada di perusahaan tersebut, dan
telah mengikuti training sebagai auditor dan terkualifikasi. Seorang auditor
tidak dapat melakukan internal audit di departemennya sendiri. Findings pada
saat proses audit harus segera ditindaklanjuti dengan pembuatan CAPA
records oleh penanggung jawab kegiatan dimana terdapat temuan tersebut.
Internal audit dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.
c. Audit level 3
Audit eksternal adalah audit yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan,
misalnya BPOM, PIC/S, perusahaan yang melakukan toll in, dan regulatory
authorities dari negara-negara tujuan ekspor.
4.8 Dokumentasi
Dokumentasi pada PT. Sanbe Farma Unit II semua proses yang akan
dijalankan harus sesuai dengan instruksi rinci dan jelas kemudian
mendokumentasikan pada catatan pengolahan dan pengemasan batch. Dokumen ini
akan diperiksa oleh bagian Quality Control (QC) untuk meluluskan produk jadi dan
kemudian disimpan sebagai riwayat lengkap dari setiap batch produk sehingga
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dengan jadwal produksi yang disetujui. Perintah produksi terdiri dari perintah untuk
pengambilan bahan awal, pengambilan bahan kemas primer dan pengambilan bahan
kemas sekunder yang diserahkan kepada manager produksi untuk produksi dalam satu
minggu, baru setelah itu dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait. Untuk
meminimalkan terjadinya revisi jadwal bulanan yang telah ditetapkan dan disetujui,
dilakukan rapat koordinasi mingguan.
Berdasarkan BPPB yang dikeluarkan, dilakukan penyesuaian data stock bahan awal
dan bahan kemas untuk rencana stock tiga sampai enam bulan yang akan digunakan
oleh bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi (PPC) untuk menyusun rencana
produksi tiga bulanan.
BPPB yang dimintakan persetujuan ke Plant Manager serta PPIC Manager
dan selanjutnya diinformasikan ke bagian pembelian (purchasing) untuk dilakukan
pengadaan. Bagian pembelian mengeluarkan PO (Purchase Order) ke bagian
manufacturing berdasarkan BPPB. Copy PO akan diserahkan ke gudang lewat PPIC
sebagai informasi sudah ditindaklanjuti bagian pembelian dan informasi bagian
gudang untuk kedatangan barang. IC terbagi menjadi empat bagian, yaitu WD
(Warehouse Department), GBB (Gudang Bahan Baku), GBK (Gudang Bahan Kemas)
dan GOJ (Gudang Obat Jadi).
a. WD (Warehouse Department)
Berperan dalam hal pemesanan barang ke pemasok. Pemesanan dilakukan
berdasarkan data pemesanan kebutuhan sebelumnya. Pemesanan dilakukan minimal
untuk tiga bulan mendatang, kecuali bila terjadi pemesanan produk dalam jumlah
besar dan ketersediaan bahan yang terdapat di gudang minimal.
b. GBB (Gudang Bahan Baku)
Bertugas untuk menerima bahan baku yang digunakan dalam produksi saja.
GBB berada di lantai satu, dua (golongan Penisilin) dan empat (golongan
Sefalosporin). GBB lantai satu adalah tempat penerimaan semua bahan baku dari
pemasok. Disini dilakukan pemeriksaan bahan awal oleh bagian QC mengenai
spesifikasi barang berdasarkan CoA (Certificate of Analysis) dan kesesuaiannya
dengan pemesanan. Pada GBB lantai satu ini, status barang masih karantina.
Meskipun untuk semua bahan baku diterima disini, namun untuk penempatan bahan
aktif penisilin dan sefalosporin ditempatkan pada ruangan terpisah. Hal ini ditujukan
untuk memperkecil resiko terjadinya kontaminasi silang atau pencampuran.
Pengeluaran bahan baku, berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out). Setelah bahan baku diterima, maka bahan diperiksa
kembali oleh QC. Apabila bahan telah disetujui QC untuk digunakan dalam proses
Universitas Indonesia
produksi dan telah dilakukan penimbangan, maka bahan baku sudah bisa
diserahterimakan ke bagian produksi.
Stock Opname dilakukan setiap satu bulan sekali, untuk memeriksa kesesuaian
bahan baku dalam administrasi dengan kondisi fisiknya. Tempat penyimpanan bahan
baku berdasarkan suhu terbagi menjadi empat:
Suhu kamar
Suhu 25°C (misalnya bahan baku cair, seperti alkohol dan bahan pembantu
yang tidak terpengaruhi oleh suhu).
Suhu AC
Suhu 18°C – 25°C dan kelembaban tidak terlalu diperhitungkan (≤75%),
misalnya untuk bahan aktif dan bahan lainnya yang terpengaruhi oleh suhu
tapi tidak terpengaruhi oleh kelembaban.
Suhu khusus
Suhu 18°C – 25°C, kelembaban 40% - 60%.
Suhu dingin
Suhu 2°C – 8°C, hanya untuk klavulanat.
c. Gudang Obat Jadi (GOJ)
Gudang obat jadi merupakan tempat penyimpanan berbagai jenis obat untuk
manusia dan hewan yang diproduksi oleh P.T. Sanbe Farma Unit I, II, III dan P.T
Caprifarmindo. Semua produk jadi yang tersimpan di GOJ merupakan produk yang
telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu untuk kemudian didistribusikan. GOJ
terbagi menjadi GOJ retur (pengembalian barang) dan GOJ barang yang akan dikirim.
GOJ retur memiliki tempat khusus yang terpisah dan terkunci. Retur dapat berasal
dari distributor dan konsumen. Retur bisa dikarenakan kemasan yang rusak atau cacat,
ketidaklengkapan kemasan (misalnya tidak adanya brosur) atau karena obat yang telah
berubah warna dan tidak sesuai spesifikasinya. Retur bisa diajukan langsung ke
pabrik, dengan menyerahkan bukti retur yang ditandatangani oleh pihak yang
bersangkutan, kemudian pabrik akan menggantikannya dengan barang yang baru.
Universitas Indonesia
validasi, acuan dokumen yang digunakan dan struktur organisasi yang melaksanakan
kegiatan validasi tersebut.
Kualifikasi yang dilakukan di PT. Sanbe Farma meliputi kualifikasi desain,
kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi
dilakukan untuk memastikan alat maupun ruangan yang digunakan memenuhi standar
atau tidak.
satu atau beberapa batch bahkan seluruh obat jadi dari mata rantai distribusi.
Penarikan kembali seluruh obat dapat menyebabkan penghentian sementara atau
tetap terhadap pembuatan obat tersebut.
Konsumen
Marketing Product Department QA
Universitas Indonesia
dilakukan pengangkutan salep dan minyak dari air limbah hasil produksi dengan
menggunakan sekat.
Lagoon
Universitas Indonesia
Nilai pH yang harus tertera pada alat pH meter 6,5-8,5 barulah limbah akan secara
otomatis masuk ke tangki anaerob.
Pada bak Anaerob (non oksigen) akan dilakukan pengolahan limbah dengan
menggunakan bakteri anaerob yang bekerja tanpa membutuhkan oksigen, oleh sebab
itu bak ini didesain secara tertutup sehingga tidak terdapat rongga udara untuk
menjaga agar oksigen tidak masuk. Proses anaerobik ini ini berguna untuk
menurunkan COD (Chemical Oxygen Demand). Pada bak ini terdapat sekat-sekat
untuk menambah waktu kontak dan pencampuran yang lebih baik antara bakteri
dengan air limbah. Waktu detensi (didiamkan) air limbah pada bak ini adalah 48 jam,
setelah itu air limbah akan dibuang ke bak EQ II.
Pada bak EQ II, untuk menghindari shock loading atau bakteri mati maka
terdapat pengadukan udara dengan oksigen terhadap air limbahnya. Pada bak EQ II,
selain berasal dari bak anaerobik juga terdapat tambahan suplai limbah yang berasal
dari ruang administrasi (dari feed septic tank) untuk mengambil kandungan Nitrogen
(N) dan Posfor (P) sebagai kebutuhan nutrisi bakteri aerob. Pada bak ini, waktu yang
dibutuhkan untuk menyetarakan COD + 9 jam dibantu dengan diffuser udara untuk
pengadukannya. Setelah itu air limbah akan dipompakan ke bak Aerasi.
Bak Aerasi berfungsi sebagai tempat pengolahan air limbah secara biologis
dengan menggunakan bakteri aerob (terdapat bakteri yang menguntungkan). Pada bak
ini digunakan bakteri aerob, sehingga dalam prosesnya suplai oksigen merupakan hal
terpenting yang harus disediakan agar pengolahan dapat berjalan lancar. Oksigen
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri, jika warna air limbah semakin coklat maka
semakin baik (bakteri semakin aktif). Suplai oksigen untuk metabolisme
mikroorganisme ini dilakukan dengan memberikan udara ke dalam bak melalui
diffuser dengan menggunakan blower. Bak ini merupakan pusat bakteri biologi aktif
untuk memakan sisa polutan dari limbah bak EQ II sehingga kandungan COD akan
turun sekitar 80%. Untuk memenuhi kebutuhan mekanisme nutrien pada bakterinya
maka pada bak ini diberikan vitamin berupa urea 46% dan TSP 19%, serta sebagai
makanan tambahannya berupa glukosa (gula putih) sesuai kebutuhan. Kemudian air
limbah akan overflow ke bak sedimentasi.
Universitas Indonesia
Pada bak Sedimentasi akan terjadi pemisahan lumpur aktif dari air hasil
olahannya (air supernatant). Untuk mempercepat sedimentasi maka ditambahkan
koagulan yang diinject secara otomatis. Kemudian supernatan hasil pemisahan
dialirkan ke selokan yang ada pada bagian atas sedimentasi ke bak Klorinasi secara
overflow. Pada bak Klorinasi terdapat sekat-sekat untuk pengadukan air limbah
dengan chlorine 5-10% (kapur) yang berfungsi untuk menghilangkan zat warna dan
membunuh bakteri patogen. Air limbah yang keluar kemudian akan overflow ke bak
Filtrasi.
Bak Filtrasi air akan direaksikan dengan kaporit, disirkulasi selama 1 jam
kemudian akan dipompakan masuk ke media carbon dan sand filter. Adapun carbon
disini berfungsi untuk mengikat residu chlorine hasil dari proses penambahan kaporit
pada tanki klorinasi. Sedangkan sand filter berfungsi untuk menyaring lumpur aktif
yang terbawa air. Selanjutnya air akan masuk ke Lagoon.
Lagoon merupakan bak kontrol yang berfungsi untuk menampung dan
mengontrol kualitas air hasil olahan sebelum dibuang ke badan penerima air. Pada
Lagoon ini diberikan ikan Mas sebagai indikator apakah proses pengolahan limbah
sempurna atau tidak. Jika ikan mas tersebut mati maka limbah masih mengandung zat
berbahaya. Air yang dihasilkan dari Lagoon ini selanjutnya digunakan untuk
menyiram tanaman, dan berbagai keperluan pabrik lainnya dan selebihnya akan
overflow ke saluran outlet pabrik menuju selokan masyarakat.
Adapun sisa-sisa endapan hasil sedimentasi akan diambil dengan pompa ulir
(screw pump) kemudian akan dimasukkan ke bak Sludge holding yang akan dicampur
dengan polimer/polielektrolit untuk mengikat lumpur agar tidak pecah, kemudian
dilakukan filter press, lalu dijemur dan selanjutnya dikeringkan atau dibakar, lalu
kemudian dibuang ke WPLI (Wahana Pemusnah Limbah Industri).
dianjurkan adalah 7-9, kecuali untuk bak Aerasi ada pada rentang 6.5-8.5. Alat
yang digunakan adalah pH portable. Pengontrolan dilakukan setiap 2 kali
dalam seminggu.
b. COD (Chemical Oxygen Demand) untuk mengecek jumlah oksigen yang
dibutuhkan dalam mereduksi polutan/pencemar dalam limbah secara kimiawi.
Angka COD ini mencerminkan banyaknya polutan organik dalam air limbah.
Pada bak EQ 1, bak EQ 2 dan bak anaerob merupakan kategori High Range
dengan nilai COD di atas 150 mg/L. Untuk bak aerob, EQ DI, dan Lagoon
merupakan kategori Low Range dengan nilai COD yang diijinkan adalah <
100 mg/L.
c. BOD (Biological Oxygen Demand) : untuk mengecek jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam mereduksi polutan/pencemar dalam
limbah. Pengontrolan atau pengecekan dilakukan tiap 5 hari sekali.
d. MLSS (Mixer Liquor Suspension Solid) berguna untuk menentukan umur
bakteri. Sampel diambil dari bak aerasi.
e. Sludge Volume (SV) : menunjukkan kandungan lumpur dalam bak Aerasi.
Pengujiannya dilakukan dengan pengamatan volume lumpur yang terendapkan
setelah air dari bak Aerasi yang didiamkan 30 menit dalam corong ukur 1000
ml. Pengontrolan SV dilakukan dua kali dalam seminggu.
f. Sludge Volume Index (SVI) : volume dalam ml yang diperoleh dari 1 gram
lumpur aktif setelah mengendapkan selama 30 menit. Rentang nilai yang
dianjurkan adalah 80-150 ml/L. Pengontrolan SV dilakukan dua kali dalam
seminggu.
g. Disolved Oxygen (DO) : untuk mengecek jumlah oksigen yang terlarut dalam
air yang dibutuhkan oleh bakteri dalam bak Aerasi untuk menguraikan
pencemar dalam air limbah. Rentang yang dianjurkan adalah 2-8 mg/L. Alat
yang digunakan adalah DO portable. Pengontrolan DO dilakukan tiga kali
seminggu.
Universitas Indonesia
Pengolahan limbah padat seperti tablet atau material yang tidak bisa digunakan
maka dibakar menggunakan insenerator, jika berupa salep, tidak dapat dibakar
sehingga hanya bisa dibuang ke WPLI (Wahana Pemusnah Limbah Industri).
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sanbe
Farma Unit II adalah sebagai berikut :
a. Secara umum, PT. Sanbe Farma Unit II telah menerapkan prinsip-prinsip
CPOB dan telah menunjuk apoteker untuk menjadi manajer Bidang Produksi,
Bidang Pemastian Mutu (Quaity Assurance), dan Bidang Pengawasan Mutu
(Quality Control) agar masing-masing dapat memberikan keputusan yang
bersifat objektif.
b. PT. Sanbe Farma Unit II juga telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) disetiap aspek dan rangkaian proses produksi, yaitu aspek
manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan
hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu,
penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk
kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
kualifikasi dan validasi untuk menghasilkan produk yang bermutu, aman, dan
berkhasiat.
c. Tempat produksi di PT. Sanbe Farma Unit II untuk produk Cephalosphorin
dan Penisilin telah dipisahkan agar tidak terjadi kontaminasi silang dan produk
yang dihasilkan bermutu, aman, dan berkhasiat.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
a. Prinsip-prinsip CPOB yang telah diterapkan hendaknya senantiasa
ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan
mutu produk yang dihasilkan.
73 Universitas Indonesia
b. PT. Sanbe Farma Unit II diharapkan membuat suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja. Agar ketika ada kejadian yang menyangkut keselamatan kerja
dapat dengan mudah dicari penyebab dan dapat diatasi dengan cepat.
c. Kedisiplinan personel perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan terutama dalam menaati peraturan, mengisi dokumen atau log
book pada saat sebelum dan sesudah bekerja.
d. Pengisian dokumen rekonsiliasi produk sebaiknya diperketat agar kehilangan
produk dapat diminimalkan.
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Petunjuk
Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indoensia.
Universitas Indonesia
President
Quality
Operationa
l
Research &
Manajer
Development
Orang/personil
Koridor Pengemasan
R.Ganti Steril 1
R.Ganti Steril 2
Koridor produksi
Mengganti sepatu rumah dengan sepatu kerja yang berwarna biru tua
78
BARANG
Primer Sekunder
Gudang bahan Supplier
baku
Steril Non Steril
Gudang bahan
Penimbangan Botol dry polycellonium kemas Lift barang
Produksi Pengemasan
kemas kemas
Pengemasan
Gudang bahan
Lift barang Lift barang
kemas
Area produksi
79
Laporan praktek..., Willy Hermawan, FF UI, 2013
Lampiran 5. Alur Proses Produksi
Penerimaan bahan kemas
Penerimaan bahan baku
Diterima
Diterima
Gudang packing primer Gudang packing sekunder
Gudang Bahan Baku
Pencucian Pencucian
Pengeringan Sterilisasi
Pencampuran Pencampuran
Pencampuran
Penyetripan Penyetripan
Gudang Obat Jadi Gudang Obat Jadi Gudang Obat Jadi Gudang Obat Jadi
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................iii
BAB PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................................8
4.1 Pembahasan...............................................................................................8
DAFTAR ACUAN....................................................................................................10
LAMPIRAN..................................................................................................................11
ii
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui nilai OEE pada mesin filling DI Shun-Yi 1 dan
Shun-Yi 2.
b. Untuk mengetahui persentase rasio faktor OEE pada mesin filling DI
Shun-Yi 1 dan Shun-Yi 2.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
b. Performance Ratio
Performance ratio merupakan suatu nilai yang menggambarkan
kemampuan dari peralatan dalam memberikan output. Terdapat tiga
faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance ratio,
yaitu ideal run rate, total pieces, operation time.
Keterangan :
1. Ideal run rate= kecepatan ideal rata-rata mesin
dalam mengasilkan produk yang baik dan
memenuhi syarat.
2. Total pieces= jumlah seluruh produk yang dihasilkan.
3. Operation time= waktu penggunaan mesin
pada waktu efektif kerja.
c. Quality Ratio
Quality ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan
peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.
Keterangan :
1. Good pieces = jumlah produk yang memenuhi syarat
2. Total pieces = jumlah seluruh produk yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
METODOLOGI PENGKAJIAN
7 Universitas Indonesia
4.1 Pembahasan
Tujuan dari perhitungan six big losses ini adalah untuk mengetahui nilai
efektivitas keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness). Dalam hal ini, untuk
mengetahui nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada mesin Shun-Yi 1
dan 2 dilakukan pengukuran pada tiga rasio utama atau faktor yang
mempengaruhinya, yaitu nilai availability, performance, quality mesin tersebut.
8 Universitas Indonesia
99,9%. Nilai quality tersebut diperoleh berdasarkan produk yang memenuhi syarat
dari keseluruhan total produk yang diproduksi. Semakin banyak produk yang
memenuhi syarat maka semakin baik nilai quality nya dan apabila semakin banyak
produk yang tidak memenuhi syarat maka nilai qualitynya semakin tidak baik.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
a. Nilai efektif keseluruhan (Overall Equipment Effectivness/OEE) pada
mesin Shun-Yi 1 dan 2 diperoleh persentase sebesar 21,69% dan 45,85%.
5.2 Saran
Diperlukan beberapa perbaikan terhadap tahapan proses-proses kritis yang
dapat mempengaruhi nilai availability, performance, dan quality. Dalam hal ini,
dapat dilakukan perawatan/perbaikan yang tepat terhadap mesin Shun-Yi 1 dan 2
secara rutin secara efektif dan efisien agar terhindar dari breakdown mesin yang
tidak diinginkan. Perbaikan metode kerja, yaitu metode sampling yang lebih
efektif agar tidak membuang banyak waktu. Sedangkan untuk bahan baku dengan
proses produksi yang panjang lebih diperhatikan manajemen waktunya dalam hal
persiapan vialnya. Pelatihan rutin terhadap tiap personil/operator dalam
pelaksanaan program Total productive Maintenance (TPM) untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam produksi dan perawatan mesin.
10 Universitas Indonesia
11 Universitas Indonesia