Вы находитесь на странице: 1из 20

REFRAT

PAPILOMA LARING

DISUSUN OLEH:
Nadia Izzati Salahuddin G99171031
Muhammad Taufiq Hidayat G99162052
Ulfa Puspita Rachma G99171043
Shafa Zuhurlia Dharmasakya G99172151
I Gusti Agung Anggia Noverina G99181036

PEMBIMBING:
dr. Novi Primadewi, Sp.THT.-KL(K)., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN


TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA, DAN LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/RSUD
DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak
dijumpai. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Papilloma tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter atau multipel
pada pita suara, tetapi dapat juga terletak di supraglotis dan kadang-kadang
di infraglotis. Penyakit ini cenderung kambuh sehingga disebut juga
recurrent respiratory papilomatosis, dapat tumbuh pada kedua pita suara asli
dan pita suara palsu. Papiloma ini dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
atau perubahan suara. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak-anak di
bawah usia 12 tahun yaitu juvenile-onset recurrent respiratory
papillomatosis (JORRP) dan bisa dijumpai pada usia 20-40 tahun yaitu
adult-onset respiratory papillomatosis (AORRP).
Gejala yang paling sering dijumpai adalah suara serak. Disamping
suara serak, sesak nafas, stridor dan batuk juga dapat ditimbulkan. Pada
infant, afonia atau suara tangis yang lemah merupakan tanda pertama.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan THT
(laringoskopi) serta pemeriksaan histopatologi. Tujuan pengobatan
papilloma laring adalah mempertahankan jalan nafas, memelihara kualitas
suara dan menghilangkan massa papilloma. Penanganannya berupa
pengangkatan papilloma secara bedah mikrolaring dan terapi adjuvant.
Pemberian radio terapi merupakan kontra indikasi karena mempunyai efek
karsinogenik.
Operasi mikrolaring ini membutuhkan anestesi umum yang
keamanannnya menyeluruh, dengan respirasi yang edekuat, melindungi
jalan nafas bawah dan dapat mengembalikan reflek-reflek pada akhir
operasi. Hal diatas memungkinkan operator mempunyai lapangan pandang
yang baik sehingga dapat mengeluarkan dengan seksama lesi dengan tingkat

2
ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah
dijelaskan, dibutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai papiloma laring.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi papiloma laring?
2. Bagaimana epidemiologi papiloma laring?
3. Apakah etiologi penyebab papiloma laring?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya papiloma laring?
5. Bagaimana manifestasi klinis papiloma laring?
6. Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan papiloma laring?
7. Apa saja diagnosis banding dari papiloma laring?
8. Bagaimana penatalaksanaan papiloma laring?
9. Apakah komplikasi yang dapat ditimbulkan papiloma laring?
10. Bagaimana prognosis dari papiloma laring?

C. TUJUAN
Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding dan pemeriksaan,
tatalaksana, komplikasi dan prognosis papiloma laring.

D. MANFAAT
1. Dalam bidang pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang
definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis dan pemeriksaan, tatalaksana, dan komplikasi papiloma
laring.
2. Dalam bidang pelayanan dapat digunakan sebagai dasar dalam usaha
preventif, kuratif dan rehabilitatif papiloma laring.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI LARING
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran pernafasan
berbentuk piramida triangular terbalik yang terletak setinggi cervicalis IV-
VI dengan batas atas berupa aditus laring dan batas bawah berupa kaudal
kartilago krikoid. Pada umumnya laring akan selalu terbuka, namun kadang
tertutup seperti saat menelan makanan (Ballenger, 2003).
Laring terbetuk dari sejumlah rangkaian kartilago, ligamentum, dan
otot-otot. Kartilago pada laring dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kartilago
mayor dan kartilago minor. Kelompok kartilago mayor terdiri dari kartilago
tiroidea, artilago krikoidea, kartilago aritenoidea. Sedangkan penyusun
kartilago minor adalah kartilago kornikulata Santorini, kartilago kunoiforme
Wrisberg, dan kartilago epiglotis (Ballenger, 2003).

Gambar 1. Kartilago Laring (Paulsen dan Waschke, 2013)

4
Laring juga dibentuk oleh beberapa ligamentum yang
dikelompokkan menjadi ligamentum ekstrinsik dan ligamentum instrinsik.
Kelompok ekstrinsik terdiri dari membrane tirohioid, ligamentum tirohioid,
ligamentum tiroepiglotis, ligamentum hioepiglotis, ligamentum krikotrakeal
(Ballenger, 2003; Paulsen dan Waschke, 2013).

Gambar 2. Ligamentum Ekstrinsik Laring (Tucker, 1987)

Ligamentum intrinsik, terdiri dari membran quadrangularis,


ligamentum vestibular, konus elastikus, ligamentum krikotiroid media, dan
ligamentum vokalis (Ballenger, 2003; Paulsen dan Waschke, 2013).

Gambar 3. Ligamentum Instrinsik Laring (Tucker, 1987)

5
Otot-otot laring juga terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu otot-
otot ekstrinsik dan otot-otot instrinsik. Otot-otot ekstrinsik dibagi lagi
menjadi otot-otot suprahioid (otot-otot elevator laring) yang terdiri dari M.
Stilohioideus, M. Milohioideus, M. Geniohioideus, M. Digastrikus, M.
Genioglosus, M. Hioglosus. Kemudian otot-otot infrahioid (otot-otot
depresor laring) yang terdiri dari M. Omohioideus, M.
Sternokleidomastoideus, dan M. Tirohioideus. Kelompok ekstrinsik
berfungsi untuk menarik laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid
menarik laring ke atas (Ballenger, 2003).
Bagian dari otot-otot instrinsik dikelompokkan lagi menjadi otot-otot
aduktor (Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik, M. Krikotiroideus, M.
Krikotiroideus lateral) yang berfungsi menutup pita suara, otot-otot abduktor
(M. Krikoaritenoideus posterior) yang berfungsi untuk membuka pita suara,
dan otot-otot tensor (M. Tiroaritenoideus, M. Vokalis, dan M.
Krikotiroideus) yang berfungsi menegangkan pita suara (Ballenger, 2003).

Gambar 4. Otot-otot Laring (Paulsen dan Waschke, 2013)

Vaskularisasi laringterdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan


a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid

6
superior yang memperdarahi mukosa dan otot-otot laring (Ballenger, 2003;
Paulsen dan Waschke, 2013)
Arteri laringis inferior merupakan cabang dari arteri tidoid inferior.
Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot
serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Vena laringis superior dan
vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan inferior
dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior
(Ballenger, 2003).

Gambar 5. Vaskularisasi Laring (Paulsen dan Waschke, 2013)

Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus


Superior dan Nn. Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan
kanan. Cabang dari Nn. Laringeus superior yaitu cabang interna yang
bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus piriformis dan
mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati. Cabang eksterna yang
bersifat motoris, mempersarafi M. Krikotiroid dan M. Konstriktor inferior
(Ballenger, 2003; Paulsen dan Waschke, 2013).

7
Gambar 6. Persarafan Laring (Paulsen dan Waschke, 2013)

B. DEFINISI
Papiloma laring adalah suatu tumor jinak pada laring yang berasal
dari jaringan epitel skuamosa, sering dijumpai pada anak-anak dan
seringkali menimbulkan sumbatan jalan nafas yang dapat mengakibatkan
kematian. Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling
banyak dijumpai. Papiloma tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter
atau mutipel pada pita suara, tetapi dapat juga terletak di supraglotis dan
kadang-kadang di infraglotis.
Papiloma merupakan jenis tumor yang berkembang dengan cepat
dan mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali setelah pengangkatan
dan meluas kejaringan sekitarnya. Tumor ini dapat menyebar ke rongga
mulut, hidung, trakea dan paru.
Berdasarkan waktu terjadinya, papiloma laring terbagi dua:
1) Papiloma laring tipe juvenilis Papiloma laring tipe juvenilis
biasanya berupa lesi multipel dan mudah kambuh sehingga
membutuhkan eksisi yang berulang. Namun, papiloma tipe ini
dapat regresi secara spontan pada usia pubertas. Pada anak yang

8
menderita papilomatosis laring di bawah usia 3 tahun, memiliki
risiko sebesar 3,6 kali untuk dioperasi lebih dari 4 kali tiap tahun.
2) Papiloma laring tipe senilis Papiloma laring tipe senilis biasanya
berupa lesi tunggal dengan tingkat rekurensi rendah dan kurang
bersifat agresif, tetapi memiliki risiko pre kanker yang tinggi.

C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian papiloma laring sering dijumpai anak-anak 80%
pada usia kelompok usia di bawah 7 tahun, sedangkan pada orang dewasa
20-40 tahun. Menurut Lee, di Amerika Serikat terdapat 1500 sampai 2500
kasus baru setiap tahunnya. Pada anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3
kasus per 100.000 populasi dan pada dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi.
Peneliti dari Denmark mendapatkan angka insiden pada anak-anak sama
dengan di Amerika Serikat. Menurut jenis kelamin, perbandingan juvenile-
onset recurrent respiratory papillomatosis (JORRP) pada laki-laki dan
perempuan sama banyak sedangkan adult-onset respiratory papillomatosis
(AORRP) lebih sering dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 4:1
(Novialdi dan Rosalinda, 2010).

D. ETIOLOGI
Etiologi papiloma laring belum diketahui dengan pasti. Diduga
penyebab papilloma laring berupa “Human Papilloma Virus” (HPV) tipe
6,11 dan menginfeksi sel-sel epithel. Diperkirakan penyebaran penyakit ini
adalah pada saat lahir dari ibu yang terkena “genital warts”. Pada mukosa
sel normal yang berdekatan dengan papilloma, juga mengandung DNA virus
yang bisa teraktifasi menjadi lesi rekuren. Papilloma pada anak lebih sering
multipel dan kambuh daripada dewasa. Sedangkan papilloma pada dewasa
biasanya tunggal tetapi cenderung berubah menjadi ganas dengan dijumpai
subtipe yang spesifik yaitu HPV 16. Pada pasien dengan papilloma laring,
mukosa normalnya terdapat HPV pada 20% kasus, sebaliknya pada mukosa
jalan nafas yang normal ditemukan HPV pada 4% kasus.

9
Teori lainnya yang dikemukakan adalah teori faktor hormonal dan
beberapa faktor penyebab papiloma laring yaitu sosial ekonomi rendah dan
hygene yang buruk. Infeksi saluran nafas kronik dan kelainan imunologis.
Papiloma laring dapat tergantung pada hormon, dimana akan beregresi saat
hamil atau pada pubertas, jika menetap hingga dewasa, cenderung kurang
agresif dan lebih lambat kambuh. Perubahan menjadi ganas tanpa radiasi
adalah jarang dan biasanya terjadi pada pasien tua dengan riwayat merokok
dan papiloma yang lama.

E. PATOFISIOLOGI
Papiloma laring disebabkan oleh infeksi HPV, terutama HPV tipe 6
dan 11. Tipe HPV lainnya yang berhubungan dengan papiloma laring
meliputi tipe 16, 18, 31 dan 33. Namun, HPV juga ditemukan pada mukosa
laring normal. Prevalensi HPV yang dideteksi pada mukosa laring normal
adalah sebesar 25%.
Human papilloma virus merupakan virus DNA, tidak berkapsul
dengan kapsid ikosehedral dan DNA double-stranded. Di dalam sel yang
terinfeksi, DNA HPV mengalami replikasi, transkipsi dan translasi menjadi
protein virus. Protein ini akan membentuk virion HPV baru yang dapat
menginfeksi sel lainnya. Sel yang terinfeksi HPV akan mengalami
proliferasi pada lapisan basal.
Respon imun tubuh berperan dalam pathogenesis terbentuknya lesi
HPV. Pada papiloma laring, nuclear factor-kappa beta (NF-кβ) merupakan
mediator utama yang terlibat dalam regulasi respon imun selular (Th1) dan
humoral (Th2). Respon imun selular merupakan faktor yang paling penting
dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi HPV. Malfungsi respon imun
selular menyebabkan papiloma laring, sebaliknya defek imunitas humoral
tidak berhubungan dengan penyakit ini. Rekurensi tumor dapat terjadi akibat
DNA HPV yang menetap pada mukosa normal.

10
Gambar 7. Proses infeksi HPV pada Laring

Pada tipe juvenile diduga transmisi pada saat peripartum (partus


spontan) dari seorang ibu yang terinfeksi “genital warts”. Alasan mengapa
JORRP berkembang hanya beberapa persen dari anak-anak yang dilahirkan
secara Caesar oleh ibu yang terinfeksi HVP masih belum dapat dimengerti,
namun terdapat beberepa faktor yang memicu perkembangan HVP yaitu :
1. Status imunologi dari anak tersebut
2. Lamanya waktu kelahiran
3. Jumlah virus pada jalan lahir
4. Cara kelahiran
5. Adanya Riwayat trauma

Pada papilloma orang dewasa, cara transmisi virus dengan cara


kontak seksual, 10% dari lelaki dan perempuan yang berada masa “sexual
active” dengan dan tanpa gejala klinik, dijumpai adanya infeksi laten HPV
pada penis dan serviks

11
Mekanisme virus :
Sekali transmisi masuk melalui saluran nafas, Virus HVP akan
menetap lapisan basal mukosa, dimana virus DNA masuk kedalam sel
dan memproduksi Asam Ribonukleat (RNA) untuk memproduksi virus
protein, sama seperti mekanisme replikasi pada virus lain. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya transformasi dari mukosa menjadi formasi
papilloma.
Pada tahun 1993, Kashima melaporkan peningkatan resiko
papilloma pada saluran nafas terjadi pada epitel skuamosa atau
terjadinya metaplasia skuamos.

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya tumor.
Gejala yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara. Suara serak
merupakan gejala dini dan keluhan yang paling sering dikemukakan apabila
tumor tersebut terletak di pita suara. Papilloma laring dapat membesar,
kadang-kadang dapat mengakibatkan sumbatan jalan nafas yang
mengakibatkan stridor dan sesak. Timbulnya sesak merupakan suatu tanda
bahwa telah terjadi sumbatan jalan nafas bagian atas dan biasanya diperlukan
tindakan trakeostomi (Ridley, 2008).
Sumbatan pada saluran nafas dapat dibagi menjadi 4 bagian menurut
kriteria jakson yaitu:
1. Jakson I ditandai dengan sesak, stridor (ngorok) inspirasi ringan,
penarikan pada sela iga
2. Jakson II sesuai dengan gejala jakson I tetapi diperberat dengan retraksi
supra dan infra klavikula, sianosis ringan dan pasien tampak gelisah.
3. Jakson III sesuai dengan gejala jakson II ditambah dengan retraksi
interkostal, epigastrium dan sianosis lebih berat
4. Jakson IV, sesuai dengan gejala jakson III ditambah dengan wajah yang
tegang dan terkadang gagal napas
(Ridley, 2008).

12
G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN

Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan:


1) Anamnesis.
Adanya suara parau sampai afonia. Suara serak merupakan gejala yang
paling sering dikeluhkan. Pada papilloma yang besar bisa terjadi stridor
sampai sesak nafas.
2) Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan THT lengkap, meliputi laringoskopi indirek dengan kaca
laring, laringoskopi direct, kaku dan serat optik. Pada Laringoskopi
indirek dan direk, secara makroskopik dapat terlihat papiloma laring
berupa lesi eksofitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau
kemerahan dan mudah berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah
kambuh, tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan, letak dapat
diadaerah glottis, sub ataupun supraglotis.

Gambar 8. Papilloma pada pita suara sebelah kiri

Gambar 9. Bilateral papilloma


Pada anak-anak dapat dipertimbangkan pemakaian “flexible
fibreoptic nasopharyngoscopy”.

13
3) Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
Papilloma menunjukkan cabang-cabang fibrovaskular yang ditutupi oleh
lapisan "well- differentiated stratified squamous epithelium" yang tebal
yang sering parakeratotik pada permukaannya. Mitosis dan focal
keratosis sering dijumpai. “Squamous metaplasia”, “dysplasia” atau
“squamous cell carcinoma” merupakan tanda - tanda akan adanya
keganasan.7
4) Videolaringostroboskopi
5) Analisis suara
6) Pemeriksaan penunjang lain.
Identifikasi HPV dapat dilakukan dengan pemeriksaan imunohistokimia,
isolasi DNA virus, teknik hibridisasi in situ dan polymerase chain
reaction (PCR).

H. PENATALAKSANAAN

Ada beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma laring,


semuanya mempunyai prinsip sama yaitu mengangkat papiloma,
mengurangi sumbatan nafas dan menghindari rekurensi.
1) Bedah
Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan jaringan
normal untuk mencegah penyulit seperti stenosis laring. Prosedur bedah
ditujukan untuk menghilangkan papiloma dan/atau memperbaiki dan
mempertahankan jalan napas.
Beberapa teknik yang digunakan antara lain: trakeostomi,
laringofissure, mikrolaringoskopi langsung, mikrolaringoskopi dan
ekstirpasi dengan forseps, mikrokauter, mikrolaringoskopi dengan
diatermi, mikrolaringoskopi dengan ultrasonografi, kriosurgeri,
microdebrider dan carbondioxide laser surgery.
Pada kasus papiloma laring yang berulang, terapi bedah pilihan
adalah pengangkatan tumor dengan laser CO2. Di luar negeri

14
penggunaan laser lebih sering dilakukan untuk mengatasi penyakit ini,
karena ketepatan pemotongan dan kontrol hemostatik yang lebih baik.
Perawatan yang baik harus dilakukan supaya tidak merusak lapisan
epitel yang normal pada laring, karena jaringan parut pada pita suara
dapat menyebabkan suara serak yang bersifat permanen. Khusus untuk
type papilloma dewasa, saat ini telah diperkenalkan ablasi papilloma
menggunakan PDL (pulsed-dye laser). Biasanya dapat dilakukan di
klinik menggunakan laryngoscope flexible tanpa harus ke ruangan
operasi. Prosedur dilakukan di atas kursi pemeriksaan, dapat
menghabiskan waktu sekitar 5-15 menit, umumnya tidak sakit, dan dapa
diulangi bila diperlukan. Resiko anastesi umum dapat dihindari. Sinar
laser yang digunakan hanya tertuju pada papilloma tanpa merusak
jaringan epitel yang normal pada laring. Penderita dapat kembali bekerja
dan melakukan aktivitas normal segera setelah prosedur selesai.

Gambar 10. Efek penggunaan PDL, papiloma yang terkena sinar


laser berubah menjadi putih.
2) Medikamentosa
Pemberian obat (medikamentosa) pernah dilaporkan baik
digunakan secara sendiri maupun bersama-sama dengan tindakan
bedah. Obat yang digunakan antara lain antivirus, hormon
(dietilstilbestrol), steroid, dan podofilin topikal. Terapi medikamentosa
ini tidak terlalu bermanfaat.

15
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh karena papilloma
dapat berubah menjadi ganas.
3) Imunologis
Pengobatan imunologi untuk papilloma laring biasanya hanya
merupakan terapi suportif yaitu dengan menggunakan interferon.
4) Terapi Fotodinamik
Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalam tatalaksana
papilomatosis laring rekuren. Terapi ini menggunakan
dihematoporphyrin ether (DHE) yang tadinya dikembangkan untuk
terapi kanker. Jika diaktivasi dengan cahaya dengan panjang gelombang
yang sesuai (630 nm), DHE menghasilkan agen sitotoksik yang secara
selektif menghancurkan sel-sel yang mengandung substansi tersebut,
terapi fotodinamik efektif menghilangkan lesi endobronkial, tetapi tidak
untuk lesi parenkim.

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Nodul pita suara
a) Anamnesis
Biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara (korda
vokalis) dalam waktu yang lama dengan gejala suara parau
dan kadang – kadang disertai batuk. Biasanya dijumpai pada
orang yang berprofesi sebagai guru atau penyanyi. Sehingga
kelainan ini disebut juga dengan singer’s node.
b) Pemeriksaan fisik :
Dijumpai nodul pada pita suara sebesar kacang hijau atau
lebih kecil, berwarna keputihan.
c) Pemeriksaan patologi anatomi:
Tampak epitel gepeng berlapis yang mengalami proliferasi
dan disekitarnya terdapat jaringan yang mengalami
kongesti.

16
2. Keratosis laring
a) Anamnesis:
Gejala yang ditimbulkan penyakit ini adalah suara parau
yang persisten. Selain itu bisa juga ditemukan adanya
perasaan yang mengganjal di tenggorokan.
b) Pemeriksaan fisik:
Tampak bercak putih (leukoplakia) pada pita suara
c) Pemeriksaan patologi anatomi
Tampak mukosa laring mengalami pertandukan.
3. Karsinoma laring
a) Anamnesis:
Suara serak yang disebabkan oleh lesi yang mengenai pita
suara. Disusul oleh sesak nafas yang disebabkan oleh
tertutupnya jalan nafas oleh tumor dan batuk yang
bercampur darah karena adanya ulserasi pada tumor, serta
penurunan berat badan.
b) Pemeriksaan fisik:
Terdapatnya masa pada pita suara dengan permukaan yang
tidak rata, pada pemeriksaan umum di dapati pembengkakan
kelenjer – kelenjer limfe regional di leher.
c) Pemeriksaan patologi anatomi:
Gambaran karsinoma sel skuamousa yang memperlihatkan
pembentukkan sejumlah keratin, yang bersifat difus atau
papiler.

J. KOMPLIKASI
Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuh spontan
ketika pubertas; tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus, dan paru, diduga
akibat tindakan trakeostomi, ekstirpasi yang tidak sempurna.
Progresifitas papilloma menjadi skuamosa sel karsinoma (SCC)
dapat terjadi, tetapi hal ini jarang. Perubahan menjadi SCC ditandai juga

17
dengan adanya penyebaran ke paru. Komplikasi dari penyakit dan
pembedahan termasuk stenosis glottis posterior, web glottis anterior atau
stenosis ( paling sering 20-30% kasus ), stenosis subglotis atau trakea
stenosis. Komplikasi intraoperatif termasuk pneumothorak dan perasaan
terbakar pada saluran nafas, yang dapat terjadi akibat trauma pada trakea dan
paru. Perbaikan pembedahan tehadap komplikasi ditunda sampai keadaaan
penyakit membaik untuk beberapa tahun.
Papilloma laring seringkali menyebabkan distres pernapasan atau
stridor. Penyakit ini juga dapat menyebar ke trakea dan paru-paru sehingga
menyebabkan obstruksi, infeksi, hingga gagal napas. Pada anak-anak,
pertumbuhan lesi yang cepat seringkali mengancam saluran pernapasan
atas dan membutuhkan eksisi segera untuk mencegah asfiksia. Pada orang
dewasa kasus ini umumnya tidak begitu agresif. Bagaimanapun, kasus ini
dapat mengalami tranformasi menjadi keganasan, terutama pada pasien
yang sedang dalam terapi radiasi atau pada kasus-kasus papiloma laring
yang sudah menyebar ke paru. (Mandell et al, 2015)

K. PROGNOSIS
Angka rekurensi pada kasus papiloma laring cukup tinggi, sehingga
disebut juga Recurrent Respiratory Papillomatosis. Pasien biasanya harus
menjalani lebih dari satu kali pembedahan. Pada beberapa pasien,
pembedahan harus dilakukan setiap beberapa minggu sekali untuk menjaga
jalan napas tetap terbuka. Sedangkan sisanya menjalani pembedahan
setahun sekali, atau bahkan lebih jarang. Beberapa pasien mebutuhkan
bantuan tabung trakeostomi untuk bernapas, sehingga seringkali pasien
mengalami kesulitan untuk berbicara. (National Institute of Deafness and
other Communication Disorders, 2017)

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Papilloma laring merupakan tumor jinak laring yang disebabkan oleh


infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Penyakit ini cenderung kambuh
sehingga disebut juga recurrent respiratory papillomatosis.

2. Di Amerika Serikat terdapat 1500 sampai 2500 kasus baru setiap tahunnya.
Pada anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000 populasi
dan pada dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi.

3. Papiloma laring terdiri dari tipe juvenilis yang biasanya berupa lesi multipel
dan mudah kambuh sehingga membutuhkan eksisi yang berulang, serta
papiloma laring tipe senilis yang biasanya berupa lesi tunggal dengan
tingkat rekurensi rendah dan kurang bersifat agresif, tetapi memiliki risiko
pre kanker yang tinggi.
4. Gejala yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara. Suara serak
merupakan gejala dini dan keluhan yang paling sering dikemukakan apabila
tumor tersebut terletak di pita suara. Papiloma laring dapat mengakibatkan
sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak bahkan hingga
membutuhkan trakeostomi.
5. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laringoskopi direk dan indirek, flexible fibreoptic nasopharyngoscopy, serta
biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
6. Tatalaksana papiloma laring berprinsip untuk mempertahankan jalan napas,
memelihara kualitas suara dan menghilangkan massa papilloma.
Pengobatan utama papilloma laring adalah “surgical removal” secara bedah
mikrolaring dengan alat-alat operasi yang konvensional atau alat-alat yang
canggih seperti laser CO2 dan mikrodebrider dan terapi adjuvant.

19
DAFTAR PUSTAKA

John EB, Raphael D, dan Martin JB (2015). Principles and Practice of Infectious
Diseases. 8th Edition. Elsevier.
Lee JH, Smith RJ (2005). Reccurent respiratory papillomatosis: pathogenesis to
treatment. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2005;13:354-9
Mclay JE, Assitant Profesor, Department Of Otolarnyngology. Recurrent
Respiratory Papillomatosis. University of Texas Southwestern Medical School.
Are available at : www.emedicine.medscape.com
National Institute of Deafness and other Communication Diseases (2015). Recurrent
Respiratory Papillomatosis or Laryngeal Papillomatosis.
https://www.nidcd.nih.gov/health/recurrent-respiratory-papillomatosis.
Diakses pada 17 Agustus 2018.
Novialdi dan Rosalinda R (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Papilomatosis
Laring pada Dewasa. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang.
University of Pittsburgh Medical Center. Anatomy of The Larynx. Are available at
: www.pitt.edu/ensen/voice/anatomy2.html
Ridley R (2008). Recurrent respiratory papillomatosis. Grand Rounds Presentation.
University of Texas Dept of Otolaryngology; 2008.p.1-11
Siti Hajar HT (2010). Anastesi Umum pada Penatalaksanaan Papiloma Laring
secara Bedah Mikrolaring. Bagian Anastesiologi dan Reanimasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soepardi EA, Iskandar N (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Penerbit : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 2007.hal.94-198
Supriyanto B, Amalia L (2004). Papiloma Laring pada Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta;
2004.144;8-1

20

Вам также может понравиться