Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya setiap negara yang berdaulat memiliki hukum atau aturan
yang kokoh dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada di dalamnya. Seperti
negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstrem hukum positif
untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang ada di Indonesia
adalah hukum perdata internasional yang nantinya akan dibahas lebih detail dan
mencantumkan contoh kasusnya.
Kemudian mengenai kedudukan Hukum Perdata Internasional di Indonesia,
terdapat permasalahan mengenai keperdataan yang mengaitkan anatara unsur-
unsur Internasional pada era globalisasi saat sekarang ini cukup berkembang
pesat,faktor non negara dan faktor individu mempunyai peran yang dominan, pada
hakekatnya pembangunan bangsa berpangkal pada pembangunan masyarakat
yang dimulai dengan pembangunan keluarga sebagai unit terkecil. Pembinaan
keluarga akan berlangsung dengan adanya pembinaan pengertian dan kesadaran
akan maksud dan tujuan, pemberian tuntutan dan pemberian daya kemampuan
untuk menjelaskan masalah-masalah dalam suatu rumah tangga akibat perkawinan
yang merupakan sarana tama untuk membentuk keluarga yag bahagia
Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada masyarakat atau
bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu
berada. Serta pergaulan asyarkatnya seperti halnya perkawinan Bangsa
Indonesiabukan saja dipengaruhi oleh ajaran agama yang ada.
Apabila suatu peristiwa demikian erat hubungannya dengan Negara Asing
lainnya, dan keadaan kaitan dengan Hukum Indonesia hanya sepintas lalu saja,
maa ada alasan yang cukup untuk memakai Hukum Asing itu. Dengan demikian,
maka perasaan keadilan dari orang-orang yang mencari penyelesaian dari
persoalan-persoalan hukumnya itu akan lebih dipenuhi.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Hukum perdata Internasional mengatur adanya perkawinan
berbeda negara?
b. Bagaimana kasus yang harus di selesaikan oleh Hukum Perdata
Internasioanl terkait adanya perkawinan berbeda negara ?
1.3 tujuan pembahasan
a. untuk mengetahui sejauh mana akibat hukum yang ditimbulkan terhadap
para pihak yang melakukan perkawinan berbeda negara.
b. untuk mengetahui pilihan hukum negara mana yang akan digunakan para
pihak.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 pengertian Hukum Perdata Internasional
Menurut Mochtar Kusuma Atmaadja, Hukum Perdata Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi batas Negara. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, cara membedakan
yang demikian itu lebih tepat daripada membedakan berdasarkan pelakunya (
subyek hukumnya ) dengan mengatakan bahwa H I ( public ) mengatur hubungan
antar Negara, sedangkan H P I antara orang perseorangan. Karena suatu Negara (
atau badan hukum public lainnya ) adakalanya melakukan hubungan perdata,
sedangkan orang perseorangan menuruthukum internasional modern adakalanya
dianggap mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum Internasional.
Menurut Prof. DR. S. Gautama, S.H, Hukum Perdata Internasional
keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum
manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-
hubungan atau peristiwa anatr warga negara pada suatu waktu tertentu
memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua
atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan uasa, tempat pribadi dan soal-
soal.
Dapat disimpulkan bahwa Hukum Perdata internasional adala hukum
nasional, bukanlah hukum Internasional. Sumber hukum Perdata Internasional
adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau
peristiwa-peristiwanya. Contohnya dalam kasus penikahan antar warga negara
satu dengan warga negara lain.
Masalah-masalah pokok yang dibahas dalam Hukum Perdata Internasional
adalah sebagai berikut :
a. hakim atau badan hukum peradilan manakah yang berwenang
menyelesaikan perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing
merupakan hukum acara dalam Hukum Perdata Internasional.
b. Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan masalah
Hukum Perdata Internasional.

3
c. Sejauh mana suatu peradilan harus memperhatikan dan mengakui putusan
hukum asing.
2. 2 Titik Pertalian atau Titik Taut
Pengertian titik tau setiap negara memiliki makna dan pengertian yang
berbeda - beda. Hal atau keadaan yang menyebakan berlakunya stelsel hukum
atau fakta di dalam suatu peristiwa hukum Perdata Internasional yang
menunjukkan titik pertalian atau titik taut antara perkara itu dengan suatu negara
tertentu. Titik taut dibagi menjadi dua yaitu
a. Titik Taut Primer merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah
sesuatu perselisihan hukum merupakan soal Hukum Perdata Internasional
atau bukan.
b. Titik taut Sekunder merupakan faktor yang menentukan hukum yang
dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan.
2.3 Pilihan Hukum dan Pemakaian Hukum Asing
Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak
bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas untuk memilih sendiri hukum
yang harus digunakan untuk kontrak mereka. Mereka hanya bebas untuk memilih
hukum tertentu tapi mereka tidak bebas untuk menentukan sendiri atau membuat
perundang-undang.
Adapun Batasan pilihan hukum adalah yaitu :
1. Para pihak bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki
tetapi kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum
2. Pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum
3. Hanya dilakukan dalam bidang hukum kontrak.
Macam-macam pilihan hukum secara tegas dinyatakan dalam clausula
perjanjian hukum yang dipilih dalam kontrak yang telah dibuat oleh para pihak.
Pilihan hukum ini memberikan kepastian hukum. Pilihan hukum
dianggap,merupakan pilihan hukum yang dianggap sang hakim menerima telah
terjadi suatu pilihan hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka.
Bahwa Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mempunyai
batasan yang lebih sempit tentang perkawinan campuran, yaitu bahwa perkawinan

4
campuran itu adalah perkawinan antara seorang warga negara Indonesia (WNI)
dengan warga negara asing (WNA).
Pengertian tersebut diterjemahkan oleh Sudargo Gautama sebagai perkawinan
antara orang-orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda
dinamakan perkawinan campuran.1
Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok Tanah Air dan kelas
masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah
menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat
kaya dan orang Indonesia. Menurut survey yang dilakukan oleh Mixed Couple
Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan
menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman
kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat
pena. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga
kerja dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia
sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini
diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di indonesia.
Perkawinan dengan perbedaan kewarganegaraan (Campuran) bukanlah hal
yang asing lagi saat ini. Terutama dengan keadaan dan perkembangan masyarakat
yang terjadi saat ini. Bahkan permasalahan mengenai perkawinan yang di dalam
perkara tersebut terdapat unsure-unsur perdata internasional telah terjadi dari dulu.
Persoalan hukum mana yang harus dipergunakan untuk status personil seseorang
yang merupakan salah satu pokok persoalan fundamental dalam ajaran-ajaran
HPI. Prinsip nasionalitas ini berlaku untuk syarat materil perkawinan yang harus
dipenuhi oleh para pihak dikaitkan dengan masalah status personal warga
negaranya.

1Sudargo Gautama(b), Himpunan Perundang-undangan Hukum Perdata Internasional Sedunia (Asing-


Indonesia), cet. 1, ( Bandung : 1978), hlm. 10

5
Seperti telah kita saksikan, disini terdapat perbedaan paham sejak dahulu
hingga kini, yang tidak dapat diatasi. Dua aliran terpenting mereka yang
pro hukum personal. Pertama, aliran “personnalistis”, mereka yang mengaitkan
status seseorang kepadahukum nasionalnya di satu pihak. Kedua, pihak
‘territorialistis’ yang sebaiknya memakai sebagai titik taut hukum domisili
seseorang. Status personal adalah kelompok kaidah-kaidah yang mengikuti
seseorang dimanapun ia pergi.2
Sistem-sistem HPI dari Negara-negara di dunia ini dapat dibagi dalam salah
satu kelompok ini, walaupun terdapat pula hukum -sistem kompromis yang
bersifat campuran dalam pelaksanaannya. Dan seperti telah kita uraikan secara
mendalam dalam bagian dari Hukum Perdata Internasional, maka para pemuka
dari masing-masing aliran ini tidak akan dapat meyakinkan satu sama lain.

2Sudargo Gautama(a), Hukum Perdata Internasional Indonesia Buku Ketujuh, (Bandung : Pernerbit Alumni,
1981), hlm. 2.

6
2.4 contoh Kasus Perkawinan dan Penyelesaian Sengketa
Kasus Posisi
Manohara Odelia Pinot adalah model belia kelahiran Jakarta, 28 Februari
1992. Lahir dari seorang ibu keturunan bangsawan Bugis, Daisy Fajarina dan
ayah berkebangsaan Perancis, Reiner Pinot Noack. Manohara Odelia Pinot di usia
yang masih sangat muda, 16 tahun, ia menikah dengan seorang pangeran asal
Malaysia Barat, Tengku Muhammad Fakhry Petra.
Hal ini bermula dari pertemuan Manohara dengan Tengku Fakhry di bulan
Desember 2006. Mereka dipertemukan dalam acara jamuan makan malam. Dari
situlah, sang pangeran jatuh hati. Meski terpaut selisih usia, namun akhirnya
kedua insan ini berpacaran dengan seijin ibunda Manohara, Daisy.
Tak lama setelah itu, Tengku Fakhry menyatakan keinginannya untuk
memperistri mantan kekasih Ardie Bakri ini. Pada 17 Agustus 2008, Manohara
beserta keluarga berangkat ke Malaysia atas undangan keluarga Tengku Fakhry.
Tengku Fakhry akhirnya menikahi Manohara yang saat itu masih berusia 16
tahun. Pernikahan yang diadakan di Malaysia ini sempat terganjal akibat usia
Manohara yang masih di bawah umur dan tidak ada wali serta surat dari KBRI
setempat. Namun, pada akhirnya pernikahan inipun tetap terlaksana
Pada akhir 2008 Manohara kabur lewat Singapura ke Jakarta dari tempat
kediamannya di Malaysia. Menurut penuturan Manohara kepada ibunya, Daisy, ia
mengalami perlakukan tak menyenangkan dari suaminya serta tidak tahan dengan
sikap kasar Tengku Fakhry kepadanya, akhirnya Manohara memilih kabur.
Selama kabur, Manohara tinggal di rumah kontrakan keluarganya di daerah
Jakarta Selatan. Pada tanggal 17-18 Maret 2009 Nenek Manohara dan Dewi pergi
ke kedutaan Indonesia guna meminta bantuan. Pada tanggal 30 Mei 2009 Sultan
Kelantan mengalami serangan jantung, dan langsung dirujuk ke Singapura.
Manohara dan keluarga kerajaan berangkat ke Singapura. Menurut rencana,
Manohara bersama keluarga kerajaan akan berada di Singapura selama lima hari.
Pada taggal 31 Mei 2009 Akhirya Manohara pun pulang bersama Daisy dan Dewi
ke Indonesia. Manohara tiba di Indonesia pada Minggu (31/5) pukul 07.30 WIB.
Sidang gugatan cerai Tengku Muhammad Fakhry terhadap Manohara
Odelia Pinot akan berlangsung pada Minggu 2 Agustus 2009. Mano belum tahu

7
akan datang atau tidak pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Syariah Islam
Malaysia itu.
Pengadilan Tinggi Malaysia, Minggu ( 13/12/2009 ) memenangkan gugatan
pangeran Kelantan, Mohammad Fakhry, suami Manohara. Pengadilan
memerintahkan Manohara kembali ke suaminya dan membayar hutan 1,1 juta
ringgit Malaysia atau Rp.3 milyar lebih. Pengacara Fakhry, Zainul Rijal Abu
Bakar, mengatakan Pengadilan Tinggi Islam negara bagian Kelantan utara
memerintahkan Manohara agar “setia” dengan kembali pada suami dan
mengembalikan uangnya, guna memecahkan segala permasalahan, kurang dari 14
hari, di mana pangeran akan disumpah sebagai raja Kelantan, pada 3 Januari 2010.
Pangeran sangat senang dengan hasil keputusan itu, kata Zainul. Pengadilan
memerintahkan Manohara mengembalikan uang dalam 30 hari. Jika tidak, ia
dapat dinyatakan tidak “setia” dan pangeran takkan diwajibkan membayar setiap
biaya perawatannya. Artinya, perkawinan harus berakhir dengan perceraian pada
masa depan, dan Manohara takkan memperoleh kompensasi perceraian
disebabkan ketidaksetiaan.
Analisa Kasus
Pernikahan terjadi antar warga negara Indonesia Manohara Odelia Pinot
dengan warga negara Malaysia Mohammad Fakhry. Pernikahan diadakan di
Malaysia. Maka Pengadilan yang mengurus perceraian adalah Pengadilan
Malaysia.
1. Hakim atau Pengadilan yang berwenang
Pengadilan yang berwenang adalah pengadilan negara Indonesia berdasarkan
prinsip:
a. The basis principal : Manohara masih berumur 16 tahun saat menikah
dengan kewarganegaraan Indonesia.
b. Tempat pernikahan atau terjadinya perbuatan adalah di Malaysia, namun
apabila pernikahan ini sudah didaftarkan maka di Indonesia pun sudah
diakui.
c. Berdasarkan Forum actoris, pihak penggugat disini adalah Manohara.
Dimana manohara sebelum menikah tinggal bersama Ibunya di Indonesia.

8
d. Berdasarkan The principal of effectiveness, karena yang saat ini lebih
diperhatikan adalah gugatan untuk perceraian, sehingga apabila Manohara
tinggal di Indonesia, akan lebih efektif mengurus perceraian di Indonesia.
2. Hukum yang berlaku adalah hukum Malaysia. Hal ini berdasarkan prinsip
dalam status personal, yaitu dimana pernikahan tersebut berlangsung. Serta
asas-asa Hukum Perdata Internasional dalam hukum keluarga menyatakan
bahwa syarat materil syahnya perkawinan berdasarkan asas Lex Loci
Celebrationis artinya didasarkan pada tempat dimana perkawinan diresmikan
atau dilangsungkan, begitu juga syarat sah perkawinan secara formal juga di
tentukan berdasarkan pada tempat dilangsungkannya perkawinan. Kemudian
akibat dari perkawinan itu harus tunduk terhadap system Hukum tempat
perkawinan diresmikan (Lex Loci celebrationis). Dalam fakta hukum yang
didapat pernikahan diadakan di Malaysia, sehingga hukum yang diberlakukan
dalam proses perceraian adalah hukum Malaysia.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarakan uraian Penulis diatas, maka dapat ditarik poin-poin penting
yang penulis dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa dalam hal warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri,
sepanjang mengenai hal-hal yang termasuk bidang status personalnya, tetap
berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional Indonesia. Sebaliknya,
menurut jurisprudensi yang didukung oleh penulis-penulis, maka juga bagi orang-
orang asing yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia,
dipergunakan hukum nasional mereka sepenjang persoalan-persoalan itu termasuk
bidang status personal. Perkawinan dalam hal ini termasuklah ke dalam ranah
status personal.
Kesimpulan kasusnya, yaitu :
a. Pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Indonesia.
b. Yang menjadi titik taut primer kasus ini sehingga merupakan kasus perdata
internasional adalah karena terdapat unsur asing, dimana terjadi pernikahan
antara dua orang yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Pihak istri
berkewarganegaraan Indonesia dan pihak suami berkewarganegaraan
Malaysia. Dengan subjek yang berbeda kewarganegaraan berbeda ini
menunjukkan perkara masuk ranah HPI. Selain itu pernikahan yang diadakan
di Malaysia.
c. Klasifikasi kasus ini dalam hukum perdata internasional adalah hukum
personal. Dalam penulisan ini, lebih melihat kepada proses perceraian antara
kedua belah pihak. Dan sangat jelas bahwa pernikahan merupakan perkara
yang masuk ke dalam kualifikasi hukum personal.
d.Yang menjadi titik taut sekunder (titik taut penentu) kasus ini untuk menentukan
hukum mana yang berlaku adalah berdasarkan prinsip dalam status personal,
yaitu dimana pernikahan tersebut berlangsung. Serta asas-asa HPI dalam
hukum keluarga menyatakan bahwa syarat materil syahnya perkawinan
berdasarkan asas Lex Loci Celebrationis.

10
e. Lex cause kasus dalam kasus ini adalah Hukum Malaysia. Karena dalam fakta
hukum yang didapat pernikahan diadakan di Malaysia, sehingga hukum yang
diberlakukan dalam proses perceraian adalah hukum Malaysia.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran apabila terjadi
perkawinan campuran yang berbeda Negara, sehasrusnya terlebih dahulu di lihat
pada status kewarganegaraan dan apabila terjadi sengketa para pihak harus bisa
benar-benar mengetahui pilihan hukum mana yang harus di ambil dan
dipergunakan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudargo Gautama. 1981. Hukum Perdata Internasional Indonesia Buku


Ketujuh. Bandung. Penerbit Alumni.
2. Sudargo Gautama. 1978. Himpunan Perundang-undangan Hukum Perdata
Internasional Sedunia (Asing-Indonesia.cetakan. 1. Bandung,
3. http://giesbluesky.blogspot.com/2010/09/resume-hukum-perdata
internasional.html
4. http://roufibnumuthi.blogspot.com/2012/09/analisi-kasus-perceraian-
manohara.html

12

Вам также может понравиться