Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 HIV
II.1.1 Definisi HIV
HIV/AIDS disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penderita mengalami
penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai
macam penyakit lain. Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang
terjadi melalui proses hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik
yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke anak dalam
kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui. Menurut Tuti Parwati (1996),
AIDS didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit dengan
karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan merupakan manifestasi
stadium akhir infeksi virus “HIV (Human Immunodeficiency Virus)”
II.1.2 Epidemiologi
Kasus HIV di Kabupaten Magelang pada Tahun 2016 adalah 62 orang yang terdiri
dari 55 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Jumlah kasus baru penderita HIV
di kabupaten magelang per tahun 2016 sebanyak 62 orang, dengan 55 diantaranya
pria dan 7 wanita. (Dinkes, 2016).
II.1.3 Etiologi
Penyakit HIV disebabkan oleh virus HIV1 dan HIV2, sejenis virus yang tergolong
dalam retrovirus. Pertama kali diisolasi oleh Montagnier dengan sebutan
Lymphadenpathy Associated virus untuk kemudian disepakati secara internasional
pada tahun 1986 menjadi HIV. sel target virus ini adalah sistem kekebalan tubuh
yakni sel limfosit T karena memiliki reseptor untuk virus HIV yakni CD4. Didalam
limfosit, virus akan berkembang dan merusak daya kerja dari sel limfosit T. Karena
bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus
5
sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan
mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium
hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar
utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia
jaringan otak.
7
secara serial (strategi tiga serial) menunjukkan hasil reaktif. Stadium klinis ini
berguna untuk memandu tatalaksana penderita HIV secara komprehensif dan
berkesinambungan.
Ada tiga faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu sebagai berikut.
i) Faktor ibu.
a. Kadar HIV dalam darah ibu (viral load): merupakan faktor yang paling utama
terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak: semakin tinggi kadarnya, semakin besar
kemungkinan penularannya, khususnya pada saat/menjelang persalinan dan masa
menyusui bayi.
b. Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khususnya bila jumlah sel CD4
di bawah 350 sel/mm3, menunjukkan daya tahan tubuh yang rendah karena banyak
sel limfosit yang pecah/rusak. Kadar CD4 tidak selalu berbanding terbalik dengan
9
viral load. Pada fase awal keduanya bisa tinggi, sedangkan pada fase lanjut
keduanya bisa rendah kalau penderitanya mendapat terapi anti-retrovirus (ARV).
c. Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah serta kekurangan zat gizi
terutama protein, vitamin dan mineral selama kehamilan meningkatkan risiko ibu
untuk mengalami penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kadar HIV dalam
darah ibu, sehingga menambah risiko penularan ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama kehamilan: IMS, misalnya sifilis; infeksi organ
reproduksi, malaria dan tuberkulosis berisiko meningkatkan kadar HIV pada darah
ibu, sehingga risiko penularan HIV kepada bayi semakin besar.
e. Masalah pada payudara: misalnya puting lecet, mastitis dan abses pada payudara
akan meningkatkan risiko penularan HIV melalui pemberian ASI.
iii) Faktor tindakan obstetrik : Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak
terjadi pada saat persalinan, karena tekanan pada plasenta meningkat sehingga bisa
menyebabkan terjadinya hubungan antara darah ibu dan darah bayi. Selain itu, bayi
terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan
risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah sebagai berikut.
a. Jenis persalinan: risiko penularan pada persalinan per vaginam lebih besar
daripada persalinan seksio sesaria; namun, seksio sesaria memberikan banyak
risiko lainnya untuk ibu.
10
b. Lama persalinan: semakin lama proses persalinan, risiko penularan HIV dari ibu
ke anak juga semakin tinggi, karena kontak antara bayi dengan darah/ lendir ibu
semakin lama.
c. Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat jam.
d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep meningkatkan risiko penularan
HIV.
11
penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien maka informasi kasus
dari diri klien dapat diketahui.
- Mempertahankan hubungan relasi konselor dan klien yang efektif
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan
mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi prilaku
beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam
menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.
- Testing merupakan salah satu komponen dari VCT
WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat
digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa
diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor
lain yang disetujui oleh klien.
12
kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan
yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki
kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan VCT, layanan pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/AIDS.
Di klinik VCT
Klien diberi informasi mengenai prosedur termasuk pilihan untuk menunggu selama 2
jam dan menerima hasil tes pada hari yang sama
13
Selama proses pemeriksaan sampel dilakukan diskusi dan demonstrasi penggunaan kondom
b. HIV testing
Pada umumnya, tes HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibody dalam darah
seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka di dalam darah akan
terbentuk protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi adalah suatu zat yang
dihasilkan sistem kekebalan tubuh manusia sebagai reaksi untuk membendung
serangan bibit penyakit yang masuk. Pada umumnya antibodi terbentuk di dalam
darah seseorang memerlukan waktu 6 minggu sampai 3 bulan tetapi ada juga
sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di
dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV.
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent Assay
14
(ELISA), Rapid Test dan Western Immunblot Test. Setiap tes HIV ini memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Sensitivitas adalah kemampuan tes untuk
mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah sedangkan spesifisitas adalah
kemampuan tes untuk mendeteksi antibodi protein HIV yang sangat spesifik
- Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA)
Tes ini digunakan untuk mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV.
Tes ELISA ini dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing.
Hasil positif pada ELISA belum dapat dipastikan bahwa orang yang diperiksa telah
terinfeksi HIV karena tes ini mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas
rendah. Oleh karena itu masih diperlukan tes pemeriksaan lain untuk
mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan
hasil positif, masih ada dua kemungkinan orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi
HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.
- Rapid test
Penggunaan dengan metode rapid test memungkinkan klien mendapatkan hasil tes
pada hari yang sama dimana pemeriksaan tes hanya membutuhkan waktu 10 menit.
Metode pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah jari dan air liur. Tes ini
mempunyai sensitivitas tinggi (mendekati 100%) dan spesifisitas (>99%). Hasil
positif pada tes ini belum dapat dipastikan apakah dia terinfeksi HIV. Oleh karena
itu diperlukan pemeriksaan tes lain untuk mengkonfirmasi hasil tes ini.
- Western Immunoblot Test
Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Western blot digunakan sebagai tes konfirmasi untuk tes HIV lainnya karena
mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi untuk memastikan apakah terinfeksi HIV
atau tidak.
15
Gambar 2. Alur Strategi Tes HIV ((VCT Toolkit : HIV Voluntary Counseling
and Testing 2004)
c. Post-test counseling
Post-test counseling adalah diskusi antara konselor dengan klien yang
bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan
hasil tes, menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman mental emosional
klien, membuat rencana dengan menyertakan orang lain yang bermakna dalam
kehidupan klien, menjawab, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti
dijalani dengan menurunkan perilaku berisiko dan perawatan, dan membuat
perencanaan dukungan.
16
Gambar 3. Alur Post-test Counseling (VCT Toolkit : HIV Voluntary Counseling
and Testing 2004)
17
memanfaatkan layanan VCT jika dia tahu informasi mengenai layanan VCT dan
mau menggunakan layanan VCT untuk tujuan yang bermanfaat. Dengan demikian
pemanfaatan layanan VCT adalah sejauh mana orang yang pernah melakukan
perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS merasa perlu menggunakan layanan
VCT untuk mengatasi masalah kesehatannya, untuk mengurangi perilaku beresiko
dan merencanakan perubahan perilaku sehat.
18
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan
pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka
digunakan metode matriks untuk menentukan/ memilih pemecahan terbaik.
6) Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA
(Plan Of Action atau rencana kegiatan).
7) Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan
masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan
menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat
dipecahkan.(12)
Penentuan
Identifikasi
Penyebab
Masalah
Masalah
Memilih
Monitoring Penyebab
Dan Evaluasi Yang Paling
Mungkin
Menentukan
Penyusunan
Alternatif
Rencana
Pemecahan
Penerapan
Masalah
Penetapan
Pemecahan
Masalah
Terpilih
2. Efisiensi pogram
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (Cost). Kriteria cost
(C) diberi nilai 1-5. Bila cost- nya makin kecil, maka nilainya mendekati 1.
Skor :
20