Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DI SUSUN OLEH
NURUL SETIYOWATI
NIM : 11172024
2018
BAB I
ANALISA JURNAL
A. JUDUL JURNAL
Pengaruh terapi kompres hangat dengan jahe terhadap perubahan intensitas nyeri pada
lansia yang menderita arthritis reumatoid di panti sosial tresna werdha puspakarma
mataram.
B. NAMA PENELITI
I Made Eka Santosa, Ainun Jaariah, Muhammad Arsani
D. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh terapi kompres hangat dengan pemberian
masase terapi jahe terhadap perubahan intensitas nyeri pada lansia yang menderita
arthritis reumatoid di Panti Sosial TresnaWerdha ”Puspakarma” Mataram.
E. TEMPAT PENELITIAN
Di Panti Sosial TresnaWerdha ”Puspakarma” Mataram
F. METODE PENELITIAN
Menggunakan rancangan penelitian two group pre-post test design. Tehnik
pengambilan sampel yaitu menggunakan tehnik total sampling, dengan jumlah sampel
sebanyak 24 responden. Analisa data menggunakan uji statistic t-test.
G. ANALISA JURNAL (PICO)
1. Problem
Populasi yang diambil adalah semua lansia yang mengalami nyeri artritis reumatoid di
Panti Sosial Tresna Werdha ”Puspakarma” Mataram yang berjumlah sebanyak 24 orang
2. Intervention
Peneliti menggunakan lembar observasi berupa Skala Bourbonai suntuk
mengukur intensitas nyeri saat Pre-Test dan Post-test dengan melihat respon
subyek; apabila responden terlihat berkomunikasi dengan baik maka termasuk
nyeri ringan, apabila responden terlihat mendesis, menyeringai, menunjukan
lokasi nyeri, dapat mendiskripsikan nyeri , dan bisa mengikuti perintah dengan
baik maka termasuk nyeri sedang, dan apabila responden tidak mengikuti
perintah tetapi dapat merespon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi
nyeri, tidak dapat mendiskripsikanya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi,
napas panjang maka termasuk nyeri berat.
Prinsip kerja kompres jahe adalah dengan cara memanaskan terlebih dahulu
rimpang jahe diatas api atau bara dan kemudian ditumbuk atau di parut dan
ditempelkan pada daerah persendian yang mengalami nyeri dan kemudian
dibungkus dengan menggunakan plastik untuk mengantisipasi agar jahe tidak
jatuh, kompres jahe ini dilakukan selama 20 menit selang 2 minggu rutin.
Selain itu kompres jahe dapat dilakukan dengan cara mengompres dengan air
rendaman jahe dan hasil maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit dan
mengganti air rendamannya setiap 2 menit.Kompres jahe memiliki kandungan
enzim siklo-oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada penderita asam
urat,selain itu jahe juga memiliki efek farmakologi yaiutu efek panas dan
pedas(zingerol dan oleoresin tinggi)dimana senyawa ini dapat meredakan rasa
nyeri,kaku dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air rebusan jahe merah dapat
menurunkan skala nyeri rata-rata 1,37 dengan standar deviasi 1,03. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa air rebusan jahe mengandung gingerol diduga dapat
memblok produksi prostaglandin sehingga dapat menurunkan nyeri sendi pada
penderita arthritis rheumatoid
3. Comparison
Hasil metode perbandingan dalam penanganan nyeri pada kasus RA pada lansia
adalah : bahwa terapi kompres hangat dengan jahe terhadap perubahan
intensitas nyeri pada lansia yang menderita arthritis rheumatoid dibanding
Model comfort fod for the soul (aspek relasasi dengan slow deep breath dan doa
diiringi alunan musik) “Peningkatan kenyamanan lansia dengan nyeri
rheumatoid arthritis melalui model Comfort Food For The Soul,Dhina
Widayati1, Farida Hayati” adalah lebih simple,ekonomis dan efisien.
Keuntungan lain dalam pemberian kompres hangat dan terapi massage jahe
yang dimana dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan
intensitas nyeri arthritis reumatoid pada lansia adalah pemberian therapy ini
secara non farmakologis yang relatif tidak menimbulkan efek samping apapun.
4. Outcome
Menunjukkan bahwa intensitas nyeri pada kelompok lansia sebelum diberikan
terapi kompres hangat sebagian besar yaitu dalam kategori nyeri ringan
sebanyak 4 responden (16,67%), nyeri sedang sebanyak 6 responden (25%), dan
nyeri berat 2 responden (8,33%).
Dan di dapatkan dari keseluruhan kelompok sebelum diberikan perlakuan dari
kategori nyeri ringan 8 responden (33,33%) nyeri sedang sebanyak 12
responden (50%) dan nyeri berat 4 responden (16,67%)
Kelompok lansia setelah diberikan terapi kompres hangat dan terapi masase
jahe berturut-turut dan diobservasi, pada kelompok lansia yang diberi kompres
hangat dalam kategori nyeri ringan sebanyak 8 responden (33,33%), nyeri
sedang sebanyak 4 responden (16,67%).
Pada kelompok lansia yang diberikan terapi masase jahe yaitu dalam kategori
nyeri ringan sebanyak 5 responden (20,83%), nyeri sedang sebanyak 7
responden (29,17%)
Dan di dapatkan dari keseluruhan kelompok responden setelah diberikan
perlakuan dari kategori nyeri ringan 13 responden (54,17%) nyeri sedang
sebanyak 11 responden (45,83%).
Terapi kompres hangat dengan pemberian masase terapi jahe adalah tindakan
perawatan yang secara ilmiah terbukti bisa menurunkan intensitas nyeri pada
pasien lansia yang menderita arthritis rheumatoid,dengan efek samping yang
minimal dikarenakan tindakan ini merupakan terapi non farmakologis
H. ANALISA JURNAL /EBN
Jurnal pendukung
1. Pengaruh pemberian Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Kepala
Hipertensi Pada Lansia Di Posyandu Lansia Karang Werdha Rambutan Desa
Burneh Bangkalan
Penelitian in dilakukan oleh Syiddatul B sebagai peneliti utama, penelitian ini
dilakukan pada Mei 2016 di Posyandu Lansia Karang Werdha Rambutan Desa
Burneh Bangkalan
2. Pengaruh pemberian kompres hangat (jahe) terhadap skala nyeri sendi pasien
artritis rheumatoid
Penelitian ini dilakukan oleh Enny Virda Yuniarti ,Skep,Ns,Mkes sebagai
peneliti utama dan dibantu oleh Ani Kharisma penelitian ini dilakukan pada
April tahun 2015 didesa Bulan Bleberan Kecamatan Jatirejo Mojokerto.
I. IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Untuk menambah pengalaman perawat dalam tindakan mandiri yang dapat
mengurangi intensitas nyeri pada lansia yang mengalami arthritis rheumatoid
2. Mengapikasikan kemampuan perawat dalam melakukan kompres hangat
dengan jahe
3. Menambah pengetahuan perawat tentang manfaat kompres hangat dengan jahe
4. Sebagai terapi non farmakologis untuk mengurangi nyeri pada lansia yang
menderita arthritis rheumatoid
5. Menambah informasi baru mengenai terapi komplementer untuk mengurangi
nyeri pada lansia yang menderita arthritis rheumatoid
KONSEP DASAR
A. KOMPRES JAHE
1. Definisi Jahe
Tanaman jahe (Zingiber officinale) telah lama dikenal dan tumbuh baik di
indonesia. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya
sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa
pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman.
Jahe adalah tumbuhan tahunan dengan tinggi 50-100 cm. Tumbuhan ini
memiliki rimpang tebal berwarna coklat kemerahan. Daunnya sempit berbentuk
lanset dengan panjang tangaki 10-25 cm dan terdapat daun kecil pada dasar
bunga. Mahkota bunga bentuk corong, panjang 2-2,5 cm, berwarna ungu tua 31
dengan bercak krem-kuning. Kelopak bunga kecil, berbentuk tabung dan
bergerigi tiga (Ross, 1999). Berdasarkan bentuk, warna dan ukuran rimpang,
ada 3 jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe putih besar/jahe badak, jahe putih kecil
atau emprit dan jahe sunti atau merah secara umum ketiga jahe tersebut
mengandung pati, minyak atsiri, serat,sjumlah kecil protein, vitamin, mineral,
dan enzim proteolik yang disebut Zingibain (Denyer et al 1994 dalam Hernani
dan Winarti, 2010). Tanaman jahe memiliki beberapa sebutan, antara lain
gember (Aceh), halia (Gayo). Goraka (Manado). halia, sipadao (Minangkabau),
lai (Sunda), jahe (Jahe), jae (Madura), lia tana’,lia (Gorontalo), gihoro, gisoro
(Ternate). (Heyne, 1987). Di luar negeri dikenal dengan nama ginger, red ginger
(Inggris), sunthi (Kanada), adrak, sunthi (Hindi) Djahe (Belanda) (Ross,1999;
Khare, 2007).
2. Kandungan Kimia
Jahe mengandung minyak atsiri (1-3%), oleoresin, dan protease. Oleoresin jahe
mengandung banyak zat aktif dan sebagian besar memberikan efek rasa pedas,
yaitu gingerol (Monografi ekstrak, 2004 ; Singh, Kpoor, Singh, P., Heluani,
Lampasona, & Catalan, 2008) Minyak atsirinya terdiri dari monoterpen seperti
geranial (citral a) dan neral (citral b) dan sesquiterpen seperti bisabolone,
zingiberen dan sesquithujen. Gingerol, shogaol, dan paradol merupakan
senyawa identitas dalam jahe merah yang dikenal memiiki berbagai macam
aktivitas
biologis termasuk sebagai antiinflamasi, shogaol dan zingeron banyak terdapat
pada jahe yang sudah menjadi serbuk, sebaliiknya jumlahnya sedikit pada jahe
yang masih segar. Gingerol memiliki gugus fenol yang bersifat termolabil,
sehingga bila terkena panas dan udara maka akan berubah menjadi shogaol dan
zingerol. Shogaol bisa berubah menjadi paradol (Sing et all, 2008).
Kandungan jahe bermanfaat untuk mengurangi nyeri osteoarthritis karena jahe
memiliki sifat pedas, pahit dan aromatic dari oleoresin seperti zingeron,
gingerol 32 dan shogaol. Oleoresin memiliki potensi antiinflamasi dan
antioksidan yang kuat. Kandungan air dan minyak tidak menguap pada jahe
berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin
menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga sirkulasi
perifer (Swarbrick dan Boylan, 2002) Hasil penelitian Nasuda et al.1995 dan
Kim et all. 2005 menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami dalam jahe
cukup tinggi. Beberapa senyawa, termasuk gingenol, shagaol dan zingeron
memberikan aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan, anti
inflamasi, analgesik, antikarsinogenik dan kondiokton. Penelitian tentang
manfaat jahe adalah Jolad, (2004) meneliti kandungan rizoma jahe segar dan
Wohlmuth, (2005) meneliti kandungan zat aktifnya dari oleoresin yang terdiri
dari giingerol, sungaol dan zingeberence yang merupakan homolog dari fenol
melalui proses pemanasan. Degradasi panas dari gingerol menjadi gingerone,
shogaol dan kandungan lain terbentuk dengan pemanasan rimpang kering dan
segar pada suhu pelarut air 100 C (Badreldin, 2007). Komponen jahe mampu
menekan inflamasi dan mampu mengatur proses biokimia yang mengaktifkan
inflamasi akut dan kronis seperti osteoarthritis dengan menekkan pro-inflamasi
sitokinin dan cemokin yang diproduksi oleh sinoviosit, condrosite, leukosit dan
jahe ditemukan secara efektif menghambat ekspresi cemokin (Phan, 2005).
3. Kegunaan
Jahe memiliki banyak kegunaan. Penelitian untuk menguji aktivitas
farmakologi maupun untuk mengisolasi komponen aktif sudah banyak
dilakukan dan semakin berkembang. Pada pengobatan tradisional China dan
India, jahe merah digunakan untuk mengatasi penyakit batuk, diare, mual, asma,
gangguan pernapasan, sakit gigi, dan arthritis reumatoid, dyspepsia, dan
morning sickness. Beberapa efek farmakologi yang sudah diuji baik pada hewan
coba maupun 33
secara in vitro adalah anti oksidan, antiemetik, antikanker, antinfalamasi akut
maupun kronik, antipireti, dan analgesik (Joanne, Anderson, Phillipson, 2007;
Ross,1999)
4. Kompres Jahe
Kompres jahe dapat menurunkan nyeri reumathoid artritis (Santoso, 2013).
Mengompres berarti memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan
cairan atau alat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian tubuh tertentu yang
memerlukannya (Poltekes Kemenkes maluku, 2011 dalam Fanada, 2012).
Komponen utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang
dikenal sebagai gingerol. Pada suhu tinggi gingerol akan berubah menjadi
shogaol yang memiliki efek panas dan pedas dibanding gingerol (Misrah, 2009).
Efek panas dan pedas pada jahe inilah yang dapat meredakan nyeri, kaku dan
spasme otot pada arthritis reumatoid. Sehingga jahe juga dapat digunakan untuk
mengobati penyakit, jahe juga banyak mempunyai khasiat seperti antihelmetik,
antirematik, dan peluruh masuk angin. Jahe mempunyai efek untuk menurunkan
sensasi nyeri juga meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami
kerusakan, penggunaan panas pada jahe selain memberikan reaksi fisiologis,
antara lain : meningkatkan respon inflamasi (Utami, 2005)
Prinsip kerja kompres jahe adalah dengan cara memanaskan terlebih dahulu
rimpang jahe diatas api atau bara dan kemudian ditumbuk atau di parut dan
ditempelkan pada daerah persendian yang mengalami nyeri dan kemudian
dibungkus dengan menggunakan plastik untuk mengantisipasi agar jahe tidak
jatuh, kompres jahe ini dilakukan selama 20 menit selang 2 minggu rutin.
Selain itu kompres jahe dapat dilakukan dengan cara mengompres dengan air
rendaman jahe dan hasil maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit dan
mengganti air rendamannya setiap 2 menit.Kompres jahe memiliki kandungan
enzim siklo-oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada penderita asam
urat,selain itu jahe juga memiliki efek farmakologi yaiutu efek panas dan
pedas(zingerol dan oleoresin tinggi)dimana senyawa ini dapat meredakan rasa
nyeri,kaku dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh darah.
B. PROSEDUR KOMPRES JAHE
Prosedur kerja persiapan alat dan bahan menurut (An, 2010) adalah sebagai
berikut :
a. Alat
1. Parutan jahe
2. Baskom kecil
3. Handuk kecil
b. Bahan
1. Jahe 100gram
2. Air secukup nyac.
c. Cara kerja
Untuk pelaksaan kompres hangat jahe dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut
1. Inform consent
2. Siap kan jahe 100 gram.
3. Cuci jehe dengan air sampai bersih
4. Parut Jahe
5. Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 40-500Csecukup nya
6.Masukan handuk kecil ke dalam air hangat tersebut kemudian tunggubeberapa
saat sebelum handuk di peras
7. Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa nyeriklien.
8. tambahkan parutan jahe di atas handuk tersebut.
9. Pengompresan dilakukan selam 20 menit
10. Setelah selasai bereskan semua peralatan yang telah dipakai. Sebaik
kompres hangat jehe dilakukan dua kali dalam sehari pagi dan soreagar
mendapatkan hasil yang optimal.
D. NYERI
a. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan
b. Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielin dari syaraf perifer.
c. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan
pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang
timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1) Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
2) Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri
yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri
yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Keterangan :
Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut.
Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah.
Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu
informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri
trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian
numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau
satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan
saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi
klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
E. RHEUMATOID ARTHRITIS
a. Pengertian Rheumatoid Arthritis Kata berasal dari dua kata Yunani. Pertama,
Arthron yang berarti sendi. Kedua it is yang berarti peradangan. Secara harfiah,
arthritis berarti radang sendi. Rheumatoid Arthritis merupakan inflamasi
kronisyang paling sering ditemukan pada sendi.Pengertian Rheumatoid Arthritis
menurut para ahli, sebagai berikut (Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian )biasanya sendi tangan dan kaki( mengalami
peradangan,sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhir
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi,mengatakan bahwa, rheumatoid
arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis
dikarakteristikkan olehinflamasi dari membran sino/ial dari sendi
diartroidial.&(Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi non bakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis, yang bersifat menyerang berbagai
sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas, biasanya terjadi destruksi sendi
progresif walaupun episode peradangansendi dapat mengalami masa remisi
b. Masa remisi : hilangnya secaralengkap atau partial dari tanda-tanda dan gejala
penyakit sebagai responterhadap pengobatan, masa dimana penyakit dibawah
kontrol. Remisitidak selalu berarti kesembuhan.etiologi dari Rheumatoid Arthritis
sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah
mekanisme,imunitas antigen antibody, faktor metabolik, dan infeksi
Faktor autoimun atau mekanisme imunitas antigen antibodi(seperti interaksi Ig+
dari imunoglobulin dengan rhematoid faktor. Rheumatoid Factor merupakan
antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA dan sekitar 567 indi/idu yang
mengalami RA juga memiliki nilai R4 yang positif. Kelemahan R4 antara lain
karena nilai R4 positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya,
infeksi kronik, dan bahkan terdapat pada kurang lebih 67 populasi sehat terutama
individu usia lanjut. Oleh karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang
timbul pada a%al penyakit sangat dibutuhkan. Anticyclic citrullinated antibody
merupakan penanda baru yang berguna dalamdiagnosis RA. Walaupun memiliki
keterbatasan, R4 tetap banyak digunakan sebagai penanda RA dan penggunaan R4
bersama-sama antibodi sangat berguna dalam diagnosis RA. faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difteroid yang
menghasilkan antigen kolagen tipe dari tulang radagn sendi.Hipotesis terbaru
tentang penyebab penyakit ini adalah faktor genetik yang mengarah pada
perkembangan penyakit setelah terjangkit beberapa penyakit virus. Klasifikasi
Rheumatoid Arthritis mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi :
Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 5 kriteriatanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, palingsedikit dalam
waktu $ minggu
Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 6 kriteriatanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, palingsedikit dalam
waktu $ minggu. & probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat
& kriteria tanda dan geala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
palingsedikit dalam waktu 5 minggu.
Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu
c. Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun yang dijelaskan sebelumnya terutama
terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim enzim
dalam sendi,tersebut akanmemecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran synovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang dan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan
turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Rheumatoid arthritis
berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya
serangan.Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selan*utnyatidak terserang lagi. >amun pada s ebagian kecil indi/idu ter*adi
progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan teradi
vaskulitis.
Manifestasi klinis dan gambaran klinis Rheumatoid Arthritis sangat bervariasi,
bergantung pada keluhan yang ada, distribusi, stadium, dan progresisitas penyakit.
Gejala terjadi adi pada beberapa sendi sehingga disebut poliarthritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalahsendi tangan, pergelangan tangan,
sendi lutut, sendi siku, pergelangankaki, sendi bahu, serta sendi panggul, dan
biasanya bersifat bilateral simetris. Stadium awal biasanya ditandai dengan
gangguankeadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek,
sedikit panas, dan anemia, anoreksia, takikardi, biasanya berupa kaku sendi
terutama pada pagi hari ,morning stiffness( biasanya berlangsung tidak lebih dari 3
menit, pembengkakan, nyeri, hiperemi dangangguan gerak pada sendi
metakarpoalangeal
d. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Sedimentasi eritrosit meningkat,anemia sel darah merah dan komponen
menurun dan leukositosis
2. Pemeriksaan radiologi dengan foto roentgen
Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi,cairan sinovial
menuntukkan adanya proses radang aseptik, cairan darisendi dikultur dan bisa
diperiksa secara makroskopik. Cairan berwarna keruh seperti susu atau kuning
gelap, dan mengandung banyak selinflamasi seperti leukosit dan komplemen
e. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1. meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. Memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas terapi di mulai dengan pendidikan
pasien mengenai penyakitnyadan penatalaksanaan yang akan dilakukan
sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter
atau tim pengobatan yang merawatnya.
f. Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya penyakit rheumatoid
arthritis antara lain tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat
badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen
bisa menJadi pilihan,terutama yang mengandung Omega.
F. REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi V. Rineka Cipta: Jakarta.
Arikunto,S.2006.Prosedur penelitian suatu pendekatan peraktek.Jakarta:Rineka
medika
Brunner & Suddarth. (2004). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 1. Jakarta:
EGC
Chayatin,M., Santoso. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi Edisi
2. Salemba Medika: Jakarta.
Darmojo, B. (2006). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan UsiaLanjut) Edisi Ke-3, Balai
Pustaka FKUI, Jakarta.
Hegner,B.R., Caldwell,E. 2003. Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Ed.6. EGC: Jakarta.
Hidayat, A.A. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep dan proses
keperawatan. jakarta : salemba mediak
Irianto,K. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Paramedis, Bandung: Yrama
Widya.
Kenworthy. (2002). Common Foundation Studies in Nursing , Third Edition, Churchill
Livingstone, USA
Kozier,B., Berman,A. 2009. Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis.Ed. 5. EGC:
Jakarta.
Lukito, 2007. Jahe dan hasil olahannya.jakarta: pustaka sinar harapan.
Lukman., Ningsih,N. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskletal, Salemba Medika: Jakarta.
Maheshwari H.2002.Pemanfaatan obat alami: Potensi dan prospek pengembangan
(online). http:// rudct.tripod.com./sem2_012/hera_maheshwari.htm
Mubarak, Wahit Iqbal dan Chayatin, Nurul, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. Rev. Rineka Cipta:
Jakarta
G. LAMPIRAN JURNAL ASLI
1. Jurnal Utama
Pengaruh terapi kompres hangat dengan jahe terhadap perubahan intensitas nyeri pada
lansia yang menderita arthritis reumatoid di panti sosial tresna werdha puspakarma
mataram
I Made Eka Santosa, Ainun Jaariah, Muhammad Arsani
Staff Pengajar STIKES Mataram
2. Jurnal Pendukung
Pengaruh pemberian Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Kepala Hipertensi
Pada Lansia Di Posyandu Lansia Karang Werdha Rambutan Desa Burneh Bangkalan
Syiddatul B
Stikes Insan Se Agung Bangkalan
3. Jurnal Pendukung
Pengaruh pemberian kompres hangat (jahe) terhadap skala nyeri sendi pasien artritis
rheumatoid
Enny Virda Yuniarti,S.Kep.Ns.,M.Kes Ani Kharisma
Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto Jawa Timur
4. Jurnal Pembanding
Peningkatan kenyamanan lansia dengan nyeri rheumatoid arthritis melalui model
comfort food for the soul
Dhina widayati, farida hayati
STIKES Karya Husada Kediri