Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Definisi
Menurut JNC 7 (Joint National Committee 7), definisi dari hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Penentuan ini berdasarkan rata-rata dua kali
pengukuran tekanan darah pada posisi duduk. JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi
menjadi 2 grade dan terdapat kategori prehipertensi. Adanya kategori prehipertensi
ke dalam klasifikasi bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan, karena orang
pada kategori tersebut beresiko dua kali lipat lebih besar untuk menjadi
hipertensi.1
4.2. Klasifikasi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu: hipertensi
primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan
persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal, hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup lebih
dari 90% kasus hipertensi. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab
spesifiknya sudah dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pada endokrin,
penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah, atau berhubungan
dengan kehamilan.2
Klasifikasi hipertensi secara klinis menurut The Joint National Committee VII
Report (JNC VII Report), terdapat 4 klasifikasi hipertensi yaitu normal, prehipertensi,
hipertensi tingkat I, dan hipertensi tingkat II.1
Tabel 4.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC-VII Tahun 20031
Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 Atau 90-99

14
15

Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

4.3. Etiologi dan Faktor resiko


Sekitar 90% kasus hipertensi adalah jenis hipertensi esensial Hipertensi
esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan diduga berkaitan
dengan faktor genetik dan lingkungan pikososial. Sedangkan yang disebabkan
oleh gangguan ginjal, sistem endokrin dan penyakit vaskuler atau pembuluh darah
disebut hipertensi sekunder.3

Gambar 4.1: Faktor yang berperan dalam terjadinya hipertensi3


Keadaan hipertensi dapat terjadi karena adanya peningkatan aktivitas saraf
simpatis, yang akan menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah. Selain itu
jantung yang berfungsi memompa darah juga berperan dalam pengaturan tekanan
darah, maka jika terjadi gangguan pada jantung yang mengakibatkan peningkatan
curah jantung akan langsung berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Faktor
risiko hipertensi diantaranya adalah usia tua, jenis kelamin laki-laki, hiperkolesterol,
merokok dan konsumsi alkohol.4
Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi adalah: stres
psikososial, produksi berlebih vasokontriktor, asupan natrium (garam) yang berlebih,
meningkatnya sekresi renin yang akan mengakibatkan peningkatan angiotensin II dan
16

aldosteron, defisiensi vasodilator seperti nitrit oksida (NO), abnormalitas tahanan


pembuluh darah, resistensi insulin, dan obesitas.3
Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol 5,6
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi
lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup
tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60
tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah
seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat
ketika 50an dan 60an.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila
tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan
angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di
Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah
perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko
terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
17

hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita
mendapatkan penyakit tersebut 60%.
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-
50 tahun akan timbul tanda dan gejala.
Faktor yang dapat diubah/dikontrol 5,6

a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali
lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.
b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-
20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
18

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik


cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar
7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau
2400 mg/hari.
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan
volume darah.
c. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain
yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa,
sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi
kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka
asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah
kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin,
pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan
berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ
yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi
19

asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung
80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga
matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.
e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum
diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau
yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit.
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan
dalam menaikkan tekanan darah.
f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.
20

g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.
h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.
i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena
estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal
estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian
kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan
darah perempuan.
4.4. Patogenesis dan Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil perkalian dari curah jantung (cardiac
output) dengan resistensi perifer total. Sehingga, hipertensi merupakan akibat dari
peningkatan curah jantung dan atau resistensi perifer total. 7
Peningkatan curah jantung pada hipertensi hiperdinamik disebabkan oleh
peningkatan frekuensi denyut jantung atau volume ekstrasel yang menyebabkan
peningkatan aliran balik vena sehingga meningkatkan volume sekuncup (stroke
volume). Begitu pula peningkatan aktivitas simpatis dari sistem saraf pusat dan
atau peningkatan respons terhadap katekolamin, misalnya karena hormon kortisol
dan tiroid, dapat menyebabkan peningkatan curah jantung. 7
21

Hipertensi resistensi terutama disebabkan karena vasokonstriksi perifer


atau penyempitan pembuluh darah perifer lain, tetapi dapat juga akibat dari
peningkatan viskositas darah. Vasokonstriksi terutama berasal dari peningkatan
aktivitas saraf simpatis, peningkatan respons terhadap katekolamin atau
peningkatan konsentrasi angiotensin II. Mekanisme autoregulasi juga dapat
menyebabkan vasokonstriksi. Misalnya jika terjadi peningkatan curah jantung,
organ-organ misalnya ginjal, akan melindungi dirinya dengan cara vasokonstriksi
pembuluh darah. Selain itu, mungkin dapat terjadi pula hipertrofi otot
vasokonstriktor, dan akhirnya dapat menyebabkan kerusakan vaskular yang akan
meningkatkan resistensi perifer total. 7

Gambar 4.2. Prinsip terjadinya hipertensi 7

Sebagian besar hipertensi adalah hipertensi primer, di mana tidak ditemukan


penyebabnya. Komponen genetik, jenis kelamin perempuan, dan penduduk di
perkotaan lebih beresiko terkena hipertensi. Stress psikologis kronis karena pekerjaan
atau dasar kepribadian dapat memicu hipertensi. Intake garam yang tinggi juga
berperan penting dalam terjadinya hipertensi. 7
Pada hipertensi sekunder, penyebab dari hipertensi dapat diketahui. Hipertensi
renalis merupakan salah satu bentuk yang sering terjadi. Setiap iskemia ginjal,
misalnya karena koarktasio aorta atau stenosis arteri renalis dan penyempitan arteriol
dan kapiler ginjal, akan menyebabkan pelepasan renin dari ginjal. Renin akan
22

mengubah angiotensinogen di dalam plasma menjadi angiotensin I. Angiotensin I


akan diubah oleh ACE (angiotensin converting enzyme) menjadi angiotensin II.
Angiotensin II ini bersifat vasokonstriktor kuat dan juga merangsang pelepasan
aldosterone dari korteks adrenal, yang nantinya akan menyebabkan retensi natrium
dan peningkatan curah jantung. Kedua aksi inilah yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Hipertensi renalis juga dapat disebabkan karena penyakit ginjal seperti
glomerulonefritis yang mengurangi massa ginjal fungsional, serta tumor pensekresi
renin. 7
Hipertensi karena hormonal dapat disebabkan karena beberapa penyebab.
Misalnya pada sindroma Cushing, di mana terdapat peningkatan konsentrasi
glukokortikoid pada plasma. Glukokortikoid akan meningkatkan sensitisasi terhadap
katekolamin yang akan meningkatkan resistensi perifer dan curah jantung, sehingga
menyebabkan hipertensi. Hiperaldosteronisme primer (Sindroma Conn) karena tumor
di korteks adrenal yang mensekresi aldosterone, berefek pada retensi natrium yang
akan meningkatkan curah jantung.7
Hipertensi neurogenik disebabkan karena penyakit di otak, misalnya
ensefalitis, edema serebri, dan tumor otak, yang akan menyebabkan perangsangan
sistem saraf simpatis.7

Gambar 4.3. Akibat hipertensi 7


23

Gambar 4.4. Penyebab hipertensi 7


Akibat dari hipertensi yang paling penting adalah akibat dari aterosklerosis
pada pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler akhirnya menyebabkan iskemia di
berbagai organ dan jaringan. Di otak, hipertensi dapat menyebabkan perdarahan
24

otak, di arteri besar dapat menyebabkan aneurisma yang akhirnya dapat menjadi
ruptur. Iskemia ginjal akan menyebabkan lingkaran setan, di mana iskemia ginjal
akan menyebabkan pelepasan renin yang nantinya akan memperparah hipertensi. 7
4.5. Diagnosis
Gejala klinis spesifik pada pasien hipertensi yaitu nyeri kepala yang dirasakan
pada pagi hari dan terlokalisir di oksipital. Gejala non spesifik hipertensi yaitu
pusing, palpitasi, kelemahan, dan impotensi. Gejala yang timbul pada hipertensi
sekunder tergantung penyakit yang mendasari.8
Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu. Tujuan
dari evaluasi pasien adalah mengetahui target organ damage terkait hipertensi yang
mempengaruhi pilihan terapi, mengetahui life style serta faktor-faktor resiko
kardiovaskular atau kelainan lainnya, dan menemukan penyebab sekunder.9
Banyak penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Namun ada juga yang
keluhan seperti hypertensive headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan
terlokalisir di regio oksipital), berdebar, sesak saat aktivitas ataupun keluha mudah
lelah dan impotensi. 9 Perlu juga menanyakan riwayat :8,9
a. Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya
b. Terapi antihipertensi sebelumnya
c. Gejala yang mengindikasikan penyebab sekunder
d. Faktor lifestyle: intake lemak, garam, alkohol, rokok, aktivitas fisik,
kenaikan berat badan
e. Riwayat disfungsi neurologis, gagal jantung, PJK
f. Pemakaian obat-obat yang meningkatkan tekanan darah seperti
kontrasepsi oral, steroid, NSAID, dekongestan nasal
g. Keberadaan faktor resiko CVS : hipertensi, merokok, obesitas (IMT ≥
30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus,
mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit, umur (> 55
tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita), riwayat keluarga dengan
penyakit jantung prematur (< 55 tahun untuk laki-laki, < 65 tahun
untuk wanita).
25

Pemeriksaan tekanan darah merupakan cara diagnosa yang utama. Alat yang
digunakan adalah manometer merkuri (gold standart) dengan manset yang sesuai
(panjang ± 80% lingkar lengan, lebar ± 40% lingkar lengan) dan stetoskop.
Manometer aneroid dan elektronik cenderung kurang akurat. Pasien harus
diistirahatkan ± 5 menit dengan posisi duduk di kursi, kaki di atas lantai, pakaian
ketat dilepas, lengan disangga sehingga posisinya setinggi jantung dan hindari
percakapan selama pemeriksaan. Pemriksaan fisik yang lain juga diperlukan. Tidak
disarankan melakukan berbagai macam pemeriksaan lain kecuali jika tekanan darah
tidak dapat dikontrol. Secara umum, sebelum memulai terapi perlu dilakukan
pemeriksaan dasar meliputi UL, DL, serum elektrolit, profil lipid, gula darah, EKG,
BUN & kreatinin, Foto thorax.8,9
Tabel.4.2 Temuan klinis untuk mencari kemungkinan penyebab sekunder dan
kerusakan organ target.10

4.6. Tatalaksana
Tujuan dari terapi menggunakan obat antihipertensi adalah untuk
mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Target
tekanan darah adalah < 140/90 mmHg disertai dengan penurunan risiko penyakit
kardiovaskular. Pada pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal, target tekanan
darah adalah <130/80 mmHg. Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik
26

lebih sulit dibandingkan dengan menurunkan tekanan diastole. Walaupun kontrol


tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada penderita hipertensi, mayoritas
membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan melakukan modifikasi
gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang tidak
sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.1
4.6.1. Non-Farmakoterapi
Semua pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi perlu
dinasehati mengenai perubahan gaya hidup, seperti menurunkan kegemukan,
asupan garam (total <5 g/hari), asupan lemak jenuh dan alkohol ( pria<21 unit dan
perempuan<14 unit per minggu), banyak makan buah dan sayuran ( setidaknya 7
porsi/hari), tidak merokok, dan berolahraga teratur. Semua ini terbukti dapat
merendahkan tekanan darah dan dapat menurunkan penggunaan obat-obatan.8
Gaya hidup yang sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan
darah dan termasuk dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat
menurunkan atau menunda insiden dari hipertensi, dan meningkatkan efek dari
obat antihipertensi, dan penurunan risiko kardiovaskular.7
Tabel 4.3 Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi 1
27

4.6.2. Farmakoterapi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 8: 12
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
c. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
d. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).

Tabel 4.4Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi Menurut ESH 13

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung Gout Kehamilan
(Thiazide) kongestif, usia lanjut,
isolated systolic
hypertension, ras
afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi ginjal,
gagal jantung
kongestif
Gagal jantung
Diuretika (anti kongestif, pasca infark Gagal ginjal,
aldosteron) miokardium hiperkalemia
penyekat β Angina pectoris, pasca
infark myocardium
gagal jantung Asma, Penyakit
kongestif, kehamilan, penyakit paru pembuluh darah
takiaritmia obstruktif perifer,
menahun, A-V intoleransi
block glukosa, atlit
atau pasien yang
aktif secara fisik
28

Calcium Usia lanjut, isolated Takiaritmia,


Antagonist systolic hypertension, gagal jantung
(dihydropiridine) angina pectoris, kongestif
penyakit pembuluh
darah perifer,
aterosklerosis karotis,
kehamilan
Angina pectoris,
aterosklerosis karotis,
takikardia
Calcium supraventrikuler A-V block,
Antagonist gagal jantung
(verapamil, kongestif
diltiazem)
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, disfungsi hiperkalimea,
ventrikel kiri, pasca stenosis arteri
infark myocardium, renalis
non-diabetik nefropati, bilateral
nefropati DM tipe 1,
proteinuria
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbumiuria
diabetic, proteinuria,
hipertrofi ventrikel
Angiotensi II kiri, batuk karena
reseptor ACEI Kehamilan,
antagonist (AT1- hiperkalemia,
blocker) stenosis arteri
renalis
bilateral
α-Blocker Hyperplasia prostat Hipotensi Gagal jantung
(BPH), hiperlipidemia ortostatis kongestif
29

Adapun Tatalaksana hipertensi menurut hipertensi dapat dilihat pada diagram


dibawah ini :

Gambar 4.5 Diagram Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC 8 12


30

Gambar 4.6 Pemilihan Obat untuk Pasien Hipertensi 13


Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah: 13
a. Diuereti dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. ARB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
31

Gambar 4.7 Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.13


4.7. Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala
pada hipertensi essensial. Kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala
dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal,
mata,otak, dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,
migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.4, 14
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan
kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari
perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri
disfungsi diastolik, dan gagal jantung.15
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan
hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada
hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik.15
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering
terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah
harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.15
32

4.8. Prognosis
Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterole-
mia, intoleransi glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari
penyakit hipertensi esensial pada lansia. Semakin muda seseorang terdiagnosis
hipertensi pertama kali, maka semakin buruk perjalanan penyakitnya apalagi bila
tidak ditangani.6,11
Di Amerika serikat, ras kulit hitam mempunyai angka morbiditas dan mortalitas
empat kali lebih besar dari pada ras kulit putih. Prevalensi hipertensi pada wanita pre-
menopause tampaknya lebih sedikit dari pada laki-laki dan wanita yang telah
menopause. Adanya faktor resiko independen (seperti hiperkolesterolemia, intoleransi
glukosa dan kebiasaan merokok) yang mempercepat proses aterosklerosis
meningkatkan angka mortalitas hipertensi dengan tidak memperhatikan usia, ras dan
jenis kelamin. 6,11

Вам также может понравиться