Вы находитесь на странице: 1из 6

FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME

20.37 Anshari88 1 comment

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
Aliran Progressivisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang dengan
pesat pada permulaan abad ke XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang
didorong oleh terutama aliran naturalisme dan experimentalisme, instrumentalisme,
evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama progressivisme sering disebut
salah satu dari nama-nama aliran tadi. Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan
dengan pengertian "the liberal road to cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel
(lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin mengetahuidan menyelidiki
demi pengembangan pengalaman. Progressivisme disebut sebagai naturalisme yang mempunyai
pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan kenyataan
spiritual dari supernatural).
Oleh sebab itu akan dikaji lebih jauh bagaimana dasar konsep progressivisme yang terus
berkembang, yang mana hasil tersebut akan menjadi bahan acuan pembaharuan-pembaharuan
pendidikan dalam setiap bidangnya.
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME
A. Latar Belakang
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama
dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat. Banyak guru yang
ragu-ragu terhadap gerakan ini, kerena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey,
sebagai reaksi teriadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey..
Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan
kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.
Gerakan progresif terkenai hias karena reaksinya terhadap formalime dan sekolah tradisional
yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil
yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan
imbauannya kepada guru-guru : "Kami mengharapkan perubahan, serta kemqjuan yang lebih
cepat setelah perang dunia pertama". Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan
pendidikan progresivisme rnerupakan semacam kendaraan mutahhir, untuk digelarkan.
Dengan melandanya "adjusment" pada tahun tiga puluhan, progresivisme melancarkan
gebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih diutamakan adalah
perkembangan individual, yang mencakup berupa cita-cita, seperti "cooperation", "sharing", dan
"adjusment", yaitu kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian (memberikan
andil) dalam semua kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Pada tahun 1944 gerakan ini dibubarkan dan memilih ganti nama menjadi "American
Educational Fellowship". Gerakan progresif mengalami kemunduran setelah Rusia berhasil
meluncurkan satelit pertamanya, yaitu "Sputnik". Selanjumya cara kerja dan perkumpulan ini
lebih menunjukkan karya-karya individual, seperti George Axtelle, William O. Stanley, Ernest
Bayley, Lawrence B. Thomas, dan Frederick C. Neff.. [1]
B. Aliran Progressivisme
Aliran Progressivisme ini adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang dengan
pesat pada permulaan abad ke XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang
didorong oleh terutama aliran naturalisme dan experimentalisme, instrumentalisme,
evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama progressivisme sering disebut
salah satu dari nama-nama aliran tadi. Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan
dengan pengertian "the liberal road to cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel
(lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin mengetahuidan menyelidiki
demi pengembangan pengalaman. Progressivisme disebut sebagai naturalisme yang mempunyai
pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan kenyataan
spiritual dari supernatural).
Naturalisme dapat menjadi materialisme karena memandang jiwa manusia dapat menurun
kedudukannya menjadi dan mempunyai hakikat seperti unsur-unsur materi. Dan progressivisme
identik dengan experimentalisme berarti aliran ini menyadari dan memperaktekkan bahwa
experiment (percobaan ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori dan suatu
ilmu pengetahuan. Disebut juga dengan instrumentalisme karena aliran ini menganggap bahwa
potensi intelegensi manusia (merupakan alat, instrument) sebagai kekuatan utama untuk
menghadapi dan memecahkan problem kehidupan manusia. Dengan sebutan lain yakni
environtalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup sebagai medan tempat untuk
berjuang menghadapi tantangan dalam hidup baik lingkungan fislk maupun lingkungan sosial.
Manusia diuji sejauh mana berinteraksi dengan lingkungan, menghadapi realita dan perubahan.
Sedangkan disebut sebajai aliran pragmatisme dan dianggap aliran ini pelaksana terbesar dari
progressivisme dan merupakan petunjuk bahwa pelaksanaan pendidikan lebih maju dari
sebelumnya. Dari pemikiran yang demikian ini maka tidaklah heran kalau pendidikan
progressivisme selalu menekankan akan tumbuh dan berkembangnya pemikiran dan sikap
mental, baik dalam pemecahan masalah maupun kepercayaan kepada diri sendiri bagi peserta
didik. Progres atau kemajuan menimbulkan perubahan dan perubahan menghasilkan
pembaharuan. Juga kemajuan adalah di dalamnya mengandung nilai dapat mendorong untuk
mencapai tujuan. Kemajuan nampak kalau tujuan telah tercapai. Dan nilai dari suatu tujuan
tertentu itu dapat menjadi alat jika ingin dipakai untuk mencapai tujuan lain lagi. misalnya
faedah kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.[2]
Adapun tokoh-tokoh Progressivisnie ini antaia lain:
1. William James; lahir di New York, 11 Januari 1842 dan meninggal di Choruroa, New
Hemshire tanggal 26 Agustus 1910. Beliau adalah seorang psychologist dan seorang filosuf
Amerika yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat
berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal
dikalangan umum Amerika sebagai penulis yang sangat brillian, dosen serta penceramah
dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme.
2. Dewey, lahir di Burlington, Vermont, pada tanggal 20 Oktober 1859 dan meninggal di
New York tanggal 1 Januari 1952. Beliau juga termasuk salah seorang bapak pendiri filsafat
Pragmatisme. Dewey mengembangkan Pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi
meskipun demikian, namanya sering pula dihubungkan terutama sekali dengan versi pemikiran
yang disebut instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan
dengan problema pendidikan yang konkrit, baik teori maupun praktek. Dan reputasi (nama baik)
internasionalnya terletak dalam sumbarngan pikirannya terhadap filsafat pendidikan
Progressivisme Amerika.
3. Hans Vaihinger;
4. Ferdinant Schiller dan Georges Santayana.[3]
C. Ciri-ciri Utama
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan
mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.
Berhubung dengan itu progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak
otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mem punyai kesulitan untuk mencapai
tujuan-tujuan (yang baik), karena kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya
kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Padahal semuanya itu adalah
ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres.
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi inti perhatian progresivisme, maka beberapa
ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme
merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan. Kelompok ini meliputi: Ilmu hayat,
Antropologi, Psikologi dan Ilmu Alam.[4]
D. Asas Belajar Menurut Pandangan Aliran Progressivisme
Pandangan mengenai belajar, filsafat progressivisme mempunyai konsep bahwa anak didik
mempuyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan
dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan anak didik memiliki potensi akal dan kecerdasan
dengan sifat kreatif dan dinamis, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan
memecahkan problema-problemanya.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-
63). Artinya disini sebagai proses pertumbuhan dan proses dimana anak didik dapat mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu dinding pemisah antara
sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.
Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya
berintegrasi dengan lingkungan sekitar.
Filsafat progressivisme menghendaki isi pendidikan dengan bentuk belajar "sekolah sambil
berbuat" atau laerning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Tegasnya, akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui
bahwa sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan pengetahuan)
akan tetapi sekolah juga berfungsi sebagai transfer of value atau pemindahan nilai-nilai, sehingga
anak menjadi trampil dan berintelektual baik secara fisik maupun psikis.
John Locke (1632-1704) mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya ditujukan untuk
kepentingan pendidikan anak. Sekolah dan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan
kepentingan anak (Suparlan, 1984: 48). Kemudian Jean Jacques Rosseau (1712-1778),
menyatakan anak harus dididik sesuai dengan alamnya; jangan dipandang dari sudut orang
dewasa. Anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri,
yaitu berlainan sekali dengan alam orang dewasa (Ahmadi, 1992: 34-35).
Beranjak dari ketiga pendapat di atas, berarti sekolah sebagai wiyata mandala (lingkungan
pendidikan) sebagai wadah pembinaan dan pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh
kembangkan segenap potensi-potensi baik itu bakat, minat dan kemampuan-kemampuan lain
agar berkembang kearah maksimal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas
pendidikannya.[5]
E. Pandangan Mengenai Kurikulum
Dewey menyatakan bahwa "thr good school is cocerned with every kind of learning that helps
student, young and old, to grow" (2: 124). "sekolah yang baik ialah yang memperhatikan dengan
sunguh-sungguh semua jenis belajar (dan bahannya) yang membantu murisd, pemuda dan orang
dewasa, untuk berkembang."[6]
Sikap progresivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan
sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai
pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur.
Landasan pikiran ini akan diuraikan serba singkat. Yang dimaksud dengan pengalaman yang
edukatif adalah peng alaman apa saja yang serasi tujuan menurut prinsip-prinsip yang digariskan
dalam pendidikan, yang setiap proses belajar yang ada membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak didik. Oleh karena tiada standar yang universal, maka terhadap kurikulum
haruslah terbuka kemungkinan akan adanya peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini
dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan
sifat-sifat dan kebutuhannya masing-masing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Oleh karena sifat kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi
ini, maka jenis yang memadai adalah kurikulum yang "berpusat
pada pengalaman".
Selain jenis ini, menurut progresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe yang disebut
"Core Curriculum", ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum.
Core curriculum maupun kurikulum yang bersendikan peng alaman perlu disusun dengan teratur
dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan agar pendidikan dapat mempunyai proses
sesuai dengan tujuan, tidak mudah terkait pada hal-hal yang insidental dan tidak penting. Maka,
jelaslah bahwa lingkungan dan penga laman yang diperlukan dan yang dapat menunjang
pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan ke arah yang telah ditentukan. Kurikulum
yang memenuhi tuntutan ini di antaranya adalah yang di susun atas dasar teori dan metode
proyek, yang telah diciptakan oleh William Heard Kilpatrick.[7]
F. Pandangan Progressivisme Terhadap Budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan menifestasinya, dikenal
sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan
berubah. Filsafat progressivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah dan
membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan
zaman, sekaligus menolong manusia menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk
memasuki zaman modern (progresif).
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan perubahan-
perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan
kuilitas hidup yang semakin terus maju. Kenyataan menunjukkan bahwa pada zaman purbakala
manusia hidup di pohon-pohon atau gua-gua. Hidupnya hanya bergantung dengan alam. Alamlah
yang mengendalikan manusia. De ngan sifatnya yang tidak iddle curiousity (rasa keingintahuan
yang terus berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya telah dapat mengubah alam
menjadi sesuatu yang berguna.
Dengan rangsangan-rangsangan dari lingkungannya terutama lewat pendidikan potensi-potensi
manusia akan berkembang, maka potensi-potensi untuk berpikir, berkreasi, berbudaya, berbudi
dan sebagainya dapat berkembang pula.
Filsafat progressivisme yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang
dapat memecahkan problematika hidupnya, telah mempengaruhi pendidikan, di mana dengan
pembaharuan-pembaharuan pendidikan telah dapat mempengaruhi manusia untuk maju
(progress). Sehingga semakin tinggi tingkat berpikirnya manusia maka semakin tinggi pula
tingkat budaya dan peradaban manusia. Akibatnya anak-anak tumbuh menjadi dewasa,
masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang komplek dan maju.[8]
G. Perkembangan Aliran Progressivisme
Meskipun pragmatisme-progressivisme sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas pada
pertengahan abad ke 19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh ke belakang
sampai pada zaman Yunani purba. Misalnya Heraclitus (± 544 - ± 484), Socrates (469 - 399),
Protagoras (480 - 410), dan Aristoteles mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai
unsur-unsur yang ikut menyebabkan terjadinya sikap jiwa yang disebut prag matisme-
progressivisme. Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama dari realita ialah
perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini, semuanya berubah-ubah, kecuali asas per
ubahan itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan epistemologi dengan axiologi. la
mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari
dengan kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia untuk
melakukan kebajikan (perbuatan yang baik). la percaya bahwa manusia sanggup melakukan yang
baik.
Dalam asas modern - sejak abad ke-16 - Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel
dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang pikiran dalam proses terjadinya aliran
pragmatisme-progressivisme. Francis Bacon memberikan sumbang an dengan usahanya untuk
memperbaiki dan memperhalus motode experimentil (metode ilmiah dalam pengetahuan alam).
Locke dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa kebaikan
berada di dalam manusia melulu karena kodrat yang baik dari para manusia. Menurut Rousseau
manusia lahir sebagai makhluk yang baik. Kant memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan
kepribadian manusia, memberi martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel
mengajarkan, bahwa alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan
gerak, dalam proses perubahan dm penyesuaian yang tak ada hentinya.
Dalam abad ke 19 dan ke 20 ini tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat.
Tkinas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena
kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap yang dogmatis, terutama
dalam agama. Charles S. Peirce mengemuka kan teori tentang pikiran dan hal berpikir: pikiran
itu hanya berguna atau berarti bagi manusia apabila pikiran itu "bekerja", yaitu memberikan
pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berpikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk
berbuat. Perasa an dan gerak jasmaniah (perbuatan) adalah manifestasi-manifestasi yang khas
dari aktivitas manusia dan kedua hal itu tak dapat di pisahkan dari kegiatan intelek (berpikir).[9]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Konsep dasar progresivisme adalah didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.
Diantara tokoh-tokoh Progressivisnie yaitu: William James, Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant
Schiller dan Georges Santayana.
DAFTAR PUSTAKA
● Sadullah, Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2007.
● Indar, Djumberansyah. Filsafat Pedidikan. Surabaya: Karya Abditama, 1994.
● Jalaluddin, dkk. Filsafat Pedidikan Manusia. : Media Pratama.
● Barnadib, Imam. Filsafat Pedidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
● Noor Syam, Muhammad. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.
Surabaya: Usaha Nasional, 1988.
● Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa, 1995.

[1] Drs. Uyoh Sadullah, M. Pd. Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandumg: ALFABETA, 2007)
hal. 141-142
[2] Drs. H. M. Djumberansyah Indar, M.Ed. Filsafata pendidikan, (Surabaya: Karya Abditama,
1994) hal. 131-132
[3] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Drs. Abdullah Idi, M.ed. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan
Pendidikan, ( : Media Pertama)
[4] Prof. Imam Barnadib, MA. Ph.D. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode (Yogyakarta: Andi
Offset, 1990) hal. 28
[5] Prof. Dr. Jalaluddin dkk, op.cit., hal
[6] M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1998) hal. 252
[7] Prof. Imam Barnadib, op.cit., hal. 36
[8] Prof. Dr. H. Jalaluddin, op.cit., hal.
[9] Drs. Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Angkasa, 1975) hal. 22-24

Вам также может понравиться