Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, rumah sakit


mempunyai peran penting dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat. Pertambahan jumlah rumah sakit terlihat begitu pesat.
Berdasarkan data dari kementerian kesehatan disebutkan bahwa pada tahun
2012 jumlah rumah sakit di Indonesia sebanyak 2.083 unit, sedangkan pada
tahun 2014 jumlah rumah sakit teregistrasi 2.520 unit, yang berarti dalam
waktu 2 tahun bertambah sekitar 21% (Kemenkes RI, 2016). Kondisi
tersebut menyebabkan akan terjadi persaingan di antara rumah sakit untuk
selalu berupaya memperbaiki pelayanan agar diminati masyarakat. Hal ini
memerlukan partisipasi semua pihak dalam rumah sakit, terutama oleh
karyawan. Rumah Sakit harus berusaha melakukan pemberdayaan
karyawannya.
Ketentuan akreditasi sebagai salah satu kewajiban rumah sakit harus
dilakukan setiap minimal 1 kali dalam tiga tahun seperti yang tercantum
dalam undang-undang no. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 40
ayat 1. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Hampir setiap tindakan medis di rumah sakit memliki
risiko yang perlu antisipasi seawal mungkin. Begitu banyak orang dan profesi
terlibat dalam penanganan pasien. Kegagalan dalam pengelolaan terhadap
kondisi tersebut, dapat meningkatkan risiko kejadian tidak diharapkan di
rumah sakit.
Sejak survei yang ditetapkan KARS pada tahun 2014, RSI Sultan Agung atas
berkat dari Allah SWT berhasil lulus akreditasi dengan peringkat Lulus
Paripurna. Dan peringkat Lulus Paripurna ini dipertahankan pada survey
akreditasi yang kedua pada tahun 2017. Proses persiapan yang dilakukan
melibatkan seluruh karyawan rumah sakit dan komponen pendukungnya.
Berbagai kendala terjadi terutama kebutuhan sarana parasarana yang belum
sesuai standar, termasuk upaya peningkatan partisipasi dan komitmen
karyawan.
Yang menjadi perhatian utama dalam memelihara penerapan standar
akreditasi adalah memastikan setiap civitas hospitalia comply terhadap
standar, dan hal menjadi tantangan yang menarik bagi Pimpinan Rumah Sakit.
Perlu ada kesamaan persepsi tentang manfaat akreditasi rumah sakit, agar
semua karyawan berperan aktif, dengan dorongan dan monitoring para
pimpinan. Menurut Robbins & Judge (2013) menyatakan bahwa persepsi
dapat berpengaruh langsung terhadap partisipasi. Partisipasi dapat
meningkatkan komitmen terhadap keputusan. Persepsi mempunyai peran
positif terhadap kinerja karyawan atau produktivitas kerja.
Sehingga pada makalah ini digambarkan peran manajemen RSI Sultan Agung
mendorong komitmen seluruh karyawan dalam mewujudkan lulus predikat
paripurna pada setiap survey akreditasi dan mempertahankan predikat tersebut
melalui model pendampingan akrditasi yang dilakukan terus menerus. Model
pendampingan ini mempunyai manfaat untuk monitoring terus menerus
terhadap standar akreditasi. Standar- standar yang dijadikan komponen
penilaian dalam survei akreditasi harus dipenuhi dan diimplementasikan
dalam jangka panjang atau terus menerus bukan hanya pada saat survei
akreditasi. Tidak semua rumah sakit dapat mempertahankan nilai akreditasi
paripurna karena lemahnya monitoring dan evaluasi seluruh standar
akreditasi, tidak adanya dokumentasi yang ter-up date dilapangan, dan tidak
adanya pendokumentasian regulasi yang berubah, untuk itu di rumah sakit
perlu adanya pendampingan akreditasi yang dilakukan oleh perorangan
(authorized person) dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien.
B. PERUMUSAN MASALAH.
Perumusan masalah adalah dalam penelitian ini menggambarkan hasil peran
manajemen terhadap pokja akreditasi yang ditetatapkan oleh manajemen RSI
Sultan Agung. Peran manajemen meliputi Perencanaan, Pelaksanaan dan
Penilaian (3P) terhadap pokja akreditasi. Masalah yang peneliti tetapkan
adalah pada penilaian yaitu menggambarkan hasil intervensi manajemen
menggunakan metode pendampingan pokja terhadap tingkat partisipasi,
komitmen dan kinerja tim pokja akreditasi.

C. TUJUAN PENULISAN
1) Tujuan Umum.
Menggambarkan pengaruh metode pendampingan pokja pada
implementasi standar akreditasi.
2) Tujuan Khusus.
Tujuan Khusus untuk menggambarkan :
a) Pengaruh metode pendampingan pada komitmen pokja.
b) Pengaruh metode pendampingan pada partisipasi pokja.
c) Pengaruh metode pendampingan pada kinerja pokja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Partisipasi
Gibson (2012) mengatakan bahwa partisipasi telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan bekerja. Ada sejumlah manfaat untuk organisasi
dan pribadi karyawan yang diperoleh dari partisipasi. Bila partisipasi
dikelola secara baik, maka akan dapat meningkatkan efektivitas,
meningkatkan prestasi, produktivitas dan kepuasan kerja. Menurut Dewi
(2006), partisipasi dapat menjadi salah satu cara untuk memotivasi orang,
disebabkan partisipasi lebih menekankan pada segi psikologis dalam arti
dengan melibatkan seseorang akan membuatnya ikut bertanggung jawab.
Menurut Robbins & Coulter (2012) partisipasi karyawan akan timbul dengan
melibatkan orang dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi
memungkinkan secara individu untuk mengungkapkan perasaannya,
meningkatkan kualitas proses, dan meningkatkan komitmen karyawan hingga
keputusan akhir. Karyawan yang mempunyai tingkat partisipasi kerja yang
tinggi akan berusaha mengenali dan memperhatikan jenis pekerjaan yang
dilakukannya. Tingkat partisipasi yang tinggi terkait dengan tingkat absensi
yang lebih sedikit dan tingkat pengunduran diri karyawan yang lebih rendah.

Menurut Kaswan (2015) partisipasi merupakan keterlibatan mental dan


emosional yang berarti keterlibatan bersifat menyeluruh pada diri seseorang.
Keterlibatan ini lebih bersifat psikologis dari pada fisik. Pada prinsipnya orang
lebih termotivasi, ketika dilibatkan untuk menetapkan tujuan bersama dalam
organisasi. Hal ini akan membuat orang tersebut mempunyai minat lebih besar
dalam ikut mengambil keputusan dan pemecahan masalah.
B. Komitmen
Komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana
seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut
(Robbins & Judge, 2013). Menurut Mowday et al., (1979), komitmen
organisasi didefinisikan sebagai berikut:
a. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;
b. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;
c. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Menurut Allen & Meyer (1990) terdapat tiga dimensi tentang komitmen
organisasional, yaitu antara lain :
1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan
keterlibatan karyawan di dalam suatu organisasi. Keterkaitan
emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar
dan nilai-nilai organisasi, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut
berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi
akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong
organisasi dalam mencapai misinya.
2. Komponen normatif merupakan perasaan karyawan tentang kewajiban
yang harus ia berikan kepada organisasi. Kewajiban untuk tetap tinggal
dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari pihak lain.
Karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat
peduli terhadap apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari
organisasi tempatnya bekerja. Karyawan seperti ini akan merasa
enggan untuk mengecewakan atasannya dan khawatir akan dicap
buruk oleh rekan kerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut.
3. Komponen continuance (kelanjutan) komponen berdasarkan persepsi
karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia
meninggalkan organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam
sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang
telah mereka investasikan di organisasi tersebut, misalnya senioritas,
kesempatan promosi, perencanaan pensiun, hubungan dengan rekan
kerja. Karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan
memilih untuk tetap tinggal dalm organisasinya dikarenakan tidak
ingin mengambil risiko kehilangan hal-hal tersebut. Setiap komponen
memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif
tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan tetap
menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan tingkat
continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena
mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen
normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka
merasa harus melakukannya.

C. Kinerja
Satuan kinerja yang sudah ditetapkan terlebih dulu merupakan prestasi atau
capaian prestasi sebagai sarana untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam melakukan suatu pekerjaan (Kirom, 2015). Kinerja juga diartikan
sebagai performance (Hassan & Echols, 2003).
Kinerja individu dengan kinerja organisasi atau perusahaan sebagai hal saling
terkait satu sama lain. Pencapaian hasil kerja secara perorangan atau
sekelompok orang dalam organisasi dalam periode waktu tertentu yang
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya serta searah
tujuan organisasi disebut sebagai kinerja (Soemohadiwidjoyo, 2015). Menurut
Torang (2013) menggambarkan bahwa kinerja karyawan ditunjukkan dalam
bentuk kuantitas dan atau kualitas hasil kerja baik secara individu atau
kelompok yang sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan dalam
organisasi.
Menurut Robin & Judge (2013), kinerja berkaitan dengan umur, jenis kelamin,
dan masa kerja. Bangun (2012) menyampaikaan pendapat bahwa pengukuran
kinerja dapat dilakukan dengan metode tertentu yang meliputi kuantitas,
kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran, kemampuan bekerja
sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptip. Dan desain
penelitian adalah observasional.
B. POPULASI & SAMPEL.
1) Populasi penelitian adalah seluruh tim pokja akrediatasi RSI Sultan Agung
Semarang sesuai SK Tim Akreditasi No. /SK/RSI-SA/ /2018.
2) Sampel penelitian adalah : ketua tim, wakil ketua dan sekretaris masing-
masing pokja akreditasi yang berjumlah 44 orang.
3) Waktu penelitian adalah : bulan Juni – Juli 2018.
C. DEFINISI OPERASIONAL & PENGUKURAN VARIABEL

No Nama variabel definisi Skala data


1. Pendampingan Pertemuan setiap pokja -
dengan manajemen
(Direktur) sesuai dengan
jadwal yang disusun oleh
sekretaris tim akreditasi
menggunakan timeline
untuk penilaian tiap
standar akreditasi
2. Partisipasi Persepsi responden Skala Likert yaitu :
penelitian untuk 1 Sangat Tidak
menjawab 5 pertanyaan Setuju
pada kuesioner tentang 2 Tidak Setuju
keterlibatan pokja dalam 3 Ragu-ragu
proses dan manfaat 4 Setuju
akreditasi 5 Sangat Setuju
3. Komitmen Persepsi responden Skala Likert yaitu :
penelitian untuk 1 Sangat Tidak
menjawab 5 pertanyaan Setuju
2 Tidak Setuju
pada kuesioner tentang
3 Ragu-ragu
keterlibatan pokja dalam 4 Setuju
menjalankan standar 5 Sangat Setuju
akreditasi

4. Kinerja Persepsi responden Skala Likert yaitu :


penelitian untuk 1 Sangat Tidak
menjawab 5 pertanyaan Setuju
pada kuesioner tentang 2 Tidak Setuju
observasi terhadap target 3 Ragu-ragu
4 Setuju
kinerja karyawan RSI
5 Sangat Setuju
Sultan Agung

D. PENGUMPULAN DATA.
Pengumpulan data menggunakan data primer dan data skunder. Rinciannya
adalah sebagai berikut :
1) Data Primer.
Data Primer dikumpulkan dengan cara meminta dari subyek penelitian
mengisi kuesioner. Proses pengisian kusioner dilakukan di tempat
kerja pada unit kerja masing-masing.
2) Data Sekunder.
Data sekunder diperoleh dari sekretaris tim akreditasi.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan memperoleh data primer menggunakan kusioner
yang dibuat berdasarkan skala Likert.
F. TEKNIK ANALISIS.
Teknik analisis penelelitian menggunakan deskriptif frekuensi.
G. KERANGKA KONSEP & KERANGKA PENELITIAN
FREKUENSI KUALITAS DOKUMEN
PENDAMPINGA  Re-desain standar pokja
N  Bukti implementasi

PERSONIL PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI


PENDAMPING POKJA STANDAR
AKRDITASI

WAKTU
KUALITAS SDM POKJA
PENDAMPINGAN  Partisipasi pokja
 Komitmen pokja
 Kinerja pokja

Kerangka Konsep

IMPLEMENTASI
STANDAR AKRDITASI
PENDAMPINGAN
 Partisipasi pokja
POKJA  Komitmen pokja
 Kinerja pokja

Kerangka Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut :
1. Gambaran distribusi frekuensi variabel komitmen pokja.

Variabel Hasil
STS TS R S SS
1. Standar prosedur yang sudah 3% 10% 11%
ditetapkan rumah sakit wajib dipatuhi
2. Semua karyawan wajib 5% 16%
mempertahankan status lulus
paripurna 2 tahun berikutnya
3. Harus mendukung semangat mencapai 2% 5% 12%
hasil lulus terbaik pada re-akreditasi
berikutnya
4. Belajar dan berbagi adalah dukungan 3% 14%
kuat bagi organisasi untuk
mempertahankan kelulusan akreditasi
5. Implementasi akreditasi dimulai dari 3% 16%
diri sendiri, unit, bagian / instalasi dan
direktorat masing-masing
5% 26% 65%
Sumber : olah data
Tabel 1.
Distribusi komitmen pokja

Berdasrkan tabel 1, hasil analisis data menunjukkan bahwa komitmen pokja


terhadap pendampingan akreditasi, prosentase teringgi adalah 65% sangat setuju,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pendampingan mempunyai pengaruhterhadap
komitmen bagi pokja akreditasi.

2. Gambaran distribusi frekuensi variabel partisipasi pokja.


Variabel Hasil
STS TS R S SS
1. Standar prosedur yang sudah 12% 12%
ditetapkan rumah sakit wajib dipatuhi
2. Semua karyawan wajib 2% 19%
mempertahankan status lulus
paripurna 2 tahun berikutnya
3. Harus mendukung semangat mencapai 19%
hasil lulus terbaik pada re-akreditasi
berikutnya
4. Belajar dan berbagi adalah dukungan 17%
kuat bagi organisasi untuk
mempertahankan kelulusan akreditasi
5. Implementasi akreditasi dimulai dari 3% 16%
diri sendiri, unit, bagian / instalasi dan
direktorat masing-masing
17% 83%
Sumber : olah data
Tabel 2.
Distribusi partisipasi pokja

Berdasrkan tabel 2, hasil analisis data menunjukkan bahwa partisipasi pokja


terhadap pendampingan akreditasi, prosentase teringgi adalah 83% sangat setuju,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pendampingan mempunyai pengaruh terhadap
partisipasi bagi pokja akreditasi.
3. Gambaran distribusi frekuensi variabel kinerja pokja.

Variabel Hasil
STS TS R S SS
1. Parameter pada akreditasi merupakan 12% 12%
target capaian kinerja
2. Dengan akreditasi, asuhan pasien 2% 19%
menjadi aman
3. Disiplin pada jam kerja adalah 19%
implementasi nilai akreditasi
4. Hal yang paling penting pada proses 17%
pelayanan adalah regulasi
5. Segala proses yang pelayanan rumah 3% 16%
sakit harus diketahui atau dilaporkan
ke pemilik organisasi
17% 83%
Sumber : olah data
Tabel 3.
Distribusi kinerja pokja
Berdasarkan tabel 3, hasil analisis data menunjukkan bahwa kinerja pokja
terhadap pendampingan akreditasi, prosentase teringgi adalah 83% sangat setuju,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pendampingan mempunyai pengaruh terhadap
kinerja bagi pokja akreditasi.

B. PEMBAHASAN

a. Hasil analisis data menunjukkan bahwa komitmen pokja terhadap


pendampingan akreditasi pada tabel 1, prosentase teringgi adalah 65%
sangat setuju. Dapat disimpulkan bahwa pendampingan mempunyai
pengaruh terhadap komitmen bagi pokja akreditasi. Fenomena ini dapat
terjadi karena seorang karyawan yang memiliki persepsi bahwa akreditasi
dapat membawa manfaat bagi perkembangan rumah sakit tempat dia
bekerja akan meningkatkan keinginannya untuk tetap loyal dan taat
terhadap ketentuan organisasi. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kalkavan & Kaltrinli (2014) dan Madi et
al., (2012) yang menunjukkan bahwa persepsi berpengaruh positif pada
komitmen organisasional.

b. Hasil analisis data menunjukkan bahwa komitmen pokja terhadap


pendampingan akreditasi pada tabel 2, prosentase teringgi adalah 83%
sangat setuju. Dapat disimpulkan bahwa pendampingan mempunyai
pengaruh terhadap komitmen bagi pokja akreditasi. Fenomena ini dapat
terjadi karena seorang karyawan yang memiliki persepsi bahwa akreditasi
akan membawa manfaat bagi perkembangan rumah sakit tempat dia
bekerja, maka akan meningkatkan keinginan karyawan tersebut untuk
berpartisipasi dalam proses persiapan akreditasi. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wantouw et al., (2014)
yang menunjukkan bahwa persepsi berpengaruh positif pada
partisipasi.
c. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kinerja pokja terhadap
pendampingan akreditasi pada tabel 3, prosentase teringgi adalah 83%
sangat setuju. Dapat disimpulkan bahwa pendampingan mempunyai
pengaruh terhadap kinerja bagi pokja akreditasi. Fenomena ini dapat
terjadi karena seorang karyawan yang ikut berpartisipasi dalam proses
persiapan akreditasi akan meningkatkan kinerjanya. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhatti & Qureshi
(2007) dan Chughtai (2008) yang menunjukkan bahwa partisipasi
berpengaruh positif pada kinerja.
BAB V
KESIMPULAN – SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu
1. Metode pendampingan mempunyai pengaruh pada perbaikan
implementasi standar akreditasi. Sehingga model ini cocok diterapkan di
RSI Sultan Agung untuk peningkatan kualitas pokja tim akreditasi untuk
melaksanakan 3P ( perencanaan, pelaksanaan dan penilaian ) dokumen
standar akreditasi.
2. Pendampingan berpengaruh pada partisipasi pokja akreditasi, komitmen
pokja dan pada kinerja pokja. Sehingga model pendampingan ini
mempunyai manfaat meningkatkan mutu personil pokja untuk menjadi
pribadi yang selalu siap diberdayakan untuk persiapan akreditasi,
implementasi standar akreditasi maupun evaluasi pelaksanaan
implementasi akreditasi.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu
penelitian ini masih mempunyai kelemahan pada : berapa kali frekuensi
pendampingan harus dilakukan, siapa saja yang mempunyai hak untuk
mendampingi dan kapan dilaksanakan waktu pendampingan yang baik.
Penelitian ini belum memformulasikan pada hal-hal tersebut sehingga
penelitian lanjutan dapat dilakukan oleh peneliti berikutnya.

Вам также может понравиться