Вы находитесь на странице: 1из 84

Dapus Aneurisma:

Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Pertanyaan Aneurisma:
Thaliah: Dari ke lima pemeriksaan diagnostik tersebut mana kah yang lebih jelas dalam
menggambarkan adanya aneurisma? Dan untuk pemeriksaan diagnostik aneurisma harus
menggunakan ke lima jenis pemeriksaan tersebut atau bisa hanya salah satu dari pemeriksaan
tersebut? Terima kasih
Tessa: Bagaimana nyeri yang dirasakan klien dengan aneurisma? Apakah sama dengan penyakit
yang memiliki tanda dan gejala nyeri atau nyeri yang dirasakan khas? Terima kasih
Senja Putrisia F. E. 131411131082

Senja Putrisia F. E. 131411131082

http://dokter-medis.blogspot.co.id/2014/02/cara-membaca-foto-rontgen-thorak-chest.html
19 FEBRUARY 2014
Cara membaca Foto Rontgen Thorak (Chest X-Ray) Dewasa

1. Perhatikan terlebih dahulu identitas pasien dan nomer rekam medis apakah sesuai atau tidak.
2. Perhatikan tanda R (right) dan L (left) apakah posisi foto rontgen sudah benar.
3. Apakah eksposure sinar X-ray cukup atau berlebih atau kurang. Eksposure yang cukup
ditandai dengan os vertebralis thorakalis tampak terlihat sampai thorakalis ke-5. Eksposure yang
berlebih akan menyebabkan hulangnya gambaran dari paru sehingga tidak bisa terbaca.
eksposure yang kurang akan menyebabkan paru tampak putih (radiolusen) sehingga tidak bisa
dibaca atau misdiagnosis.
4. Perhatikan posisi foto rontgen apakah berdiri atau berbaring. Bisa dilihat dari letak os
scapula.Jika os scapula di lateral maka posisi pasien berdiri. Posisi berdiri biasanya dengan
proyeksi posterior-anterior (PA). Posisi berbaring dengan proyeksi anterior-posterior (AP)
5. Perhatikan apakah foto thorak cukup inspirasi atau tidak. Inspirasi yang cukup bisa dilihat dari
batas diafragma di antara sela iga 5 dan 6.
5. Perhatikan jalan napas. Trakea tampak sebagai radioopage diantara os vertebralis. Normal
berada di tengah os vertebralis.
6. Perhatikan tulang-tulang clavicula, scapula, sternum dan iga. Apakah terdapat fraktur. Juga
lihat sela iga apakah simetris atau mengalami penyempitan atau pelebaran. sela iga yang
menyempit bisa disebabkan ateletaksis. Sela iga yang melebar bisa menggambarkan adanya
pneumothorak atau emfisema.
7. Lihat posisi diafragma apakah simetris. lihat sudut diafragma dengan sela iga (sudut
costophrenicus) kanan dan kiri. Normalnya kedua sudut costophrenicus tampak tajam. Jika
tumpul mungkin terdapat efusi pleura.
8. Lihat udara di lambung. Normal terdapat di sebelah kiri bawah foto rontgen thorak.
9. Perhatikan gambaran paru apakah terdapat radio opaque atau radio lusen. Gambaran radio
lusen dengan air fluid level bisa merupakan efusi plura atau kista paru. gambaran radio opaque
tanpa gambaran corakan pembuluh darah bisa merupakan pneumothorak. konfirmasi dengan
pemeriksaan fisik dan kalau perlu foto thorak lateral atau dekubitus.

Cara menilai Jantung pada Chest X-ray


1. Tentukan terlebih dahulu batas jantung kanan dan kiri. Batas jantung kanan normal sejajar
dengan garis parasternal kanan. batas jantung kiri normal kira-kira sejajar dengan garis mid
clavicula kiri.
Menentukan Cardiac-Thorasic Ratio

2. Tentukan rasio cardiac-thorasic (Cardiac Thoracic Ratio). Normal pada posisi berdiri <
50% dan pada posisi berbaring < 55%. Jika lebih dari itu dikatakan kardiomegali. Jika
terdapat kardiomegali, lihat batas kiri bawah jantung dengan diafragma. Jika tampak tertanam
(grounded) dengan sudut yang tumpul dapat dikatakan pembesaran ventrikel kiri. Jika
tampak membulat (rounded) dengan sudut yang tajam dapat dikatakan pembesaran
ventrikel kanan. Kardiomegali berbentuk sepatu boot (Boot shape) merupakan gambaran
khas penyakit jantung hipertensi, kardiomegali berbentuk tabung enlemeyer bisa jadi
gambaran kardiomiopati atau efusi perikard masif

1. aortic knuckle; 2. main pulmonal artery; 3. left appendage atrium 4. left ventricle; 5. right
atrium; 6. ascending aorta; 7. superior vein cava; 8. left atrium under carina; 9. right ventricle;
10. arcus aorta; 11. bifurcation pulmonal artery; 12. left atrium; 13. left ventricle
A.ascenden aorta, AA. arcus aorta, Az. azigous vein, LB. left border pulmonal arteri, PA. main
pulmonal artery, LA. left atrium, LV. left ventricle, RA. right atrium, S. superior vein cava, SC.
subclavia artery
3. Nilai struktur jantung, dari batas kiri jantung kita bisa tentukan dari atas ke bawah : arcus
Aorta-conus Pulmonalis-Atrium kiri-Left Ventrikel (disingkat APAL). Aorta yang menonjol /
prominen bisa jadi mengalami elongatio aorta. juga sering ditemukan kalsifikasi aorta. biasanya
pada pasien hipertensi kronik. Conus pulmonalis merupakan gambaran dari main arteri pulmonal
yang jika menonjol bisa jadi terdapat hipertensi arteri pulmonal seperti pada pasien mitral
stenosis, Atrial Septal Defect (ASD) dan Primary Pulmonal Hypertension (PPH). Atrium kiri jika
membesar akan tampak gambaran double contour yang terlihat di batas jantung kanan. Double
contour terbentuk dari gambaran atrium kanan dan atrium kiri yang membesar. Gambaran mitral
heart configuration merupakan perpaduan gambaran kardiomegali rounded dengan double
contour yang merupakan ciri khas dari mitral stenosis. Dari batas kanan jantung, kita bisa
tentukan vena kava superior, aorta ascendens dan atrium kanan.
4. Selain struktur jantung, kita juga harus menilai pembuluh darah yang terdapat di paru.
Kardiomegali berbentuk grounded dengan gambaran paru cefalisasi atau bat wing bisa jadi gagal
jantung kiri disertai edema paru. Kardiomegali berbentuk tabung enlemeyer dengan gambaran
paru yang bersih merupakan gambaran efusi perikard massif atau tamponade jantung.
Diposkan oleh/posting by iman haryana di 3:58:00 PM
1. Foto Thoraks
Terdapat hubungan lemah antara ukuran jantung pada foto toraks dengan
fungsi ventrikel kiri. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.
Kardiomegali mendukung diagnosis gagal jantung khususnya bila terdapat dilatasi
vena lobus atas. Foto rontgen adalah indicator penting untuk menentukan ukuran
jantung dan mendeteksi pembesaran. Yang paling umum digunakan adalah CTR
(cardiothoracic Ratio). Selain itu juga digunakan diameter tranversal jantung. CTR
adalah perbandingan diameter transversal jantung dengan diameter transversal
rongga thoraks. Rasio normalnya 50% (55% untuk orang Asia dan Negro). Rasio
ini meningkat pada orang tua dan pada neonates kadang mencapai 60%. Metode ini
tidak bisa dipakai pada orang yang letak jantungnya mendatar (horizontal) atau
vertical dan orang dengan pericardium penuh lemak (Malueka, 2008).
Penentuan CTR radiografi (RCTR) dilakukan sebagai berikut: Salah satu dari
tiga Ahli Radiologi diukur jarak dalam cm, menggunakan penggaris plastik standar
yang jelas, dari garis tengah tulang belakang horizontal untuk Aspek Kebanyakan
lateral puncak jantung. Prosedur ini dengan cara yang sama berulang-ulang dari
garis tengah tulang belakang pada aspek lateral atrium. Kedua pengukuran
ditambahkan dan dibagi dengan lebar terbesar dari dada horizontal, dari kiri ke
permukaan pleura yang tepat, diturunkan pada tingkat siluet hemidiaphragmatic kiri
(Gambar). Sebuah RCTR> 0,5 dianggap menunjukan kardiomegali (Miller et al,
2000).

𝐴+𝐵
CTR = 𝐶

Gambar 6 Rumus CTR (Miller et al, 2000)


1. Gambaran Radiologis Gagal jantung Kiri
Pada foto thoraks gagal jantung terlihat perubahan corakan vaskuler paru
1. Distensi vena di lobus superior, bentuknya menyerupai huruf Y dengan
cabang lurus mendatar ke lateral
2. Batas hilus pulmo terlihat kabur
3. Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal
4. Terdapat tanda-tanda edema pulmonum meliputi edema paru interstitial
dan alveolar.
5. Edema interstitial: edema ini menunjukkan septal line yang dikenal
sebagai Kerley’s line.

2. Gambaran radiologis Gagal Jantung Kanan


Beberapa tanda khas gagal jantung kanan adalah (Malueka, 2008) :
1. Vena cava superior melebar, terlihat sebagai pelebaran di suprahiler kanan
sampai ke atas
2. Vena azygos membesar sampai mencapai lebih dari 2 mm
3. Efusi pleura, biasanya terdapat di sisi kanan atau terjadi bilateral
4. Interlobar effusion atau fissural effusion. Sering terjadi pada fissure minor,
bentuknya oval atau elips. Setelah gagal jantung dapat diatasi, maka efusi
tersebut menghilang, sehingga dinamakan vanishing lung tumor sebab
bentuknya mirip tumor paru.
5. Kadang-kadang disertai dengan efusi pericardial

1. Foto Thorax
Cord tampak besar ke kanan kiri, konus pulmonalis menonjol,CTR 70 %, pulmo
tampak vaskuler pulmonalis meningkat dengan sepalisasi (+). Tampak parukanan
tertutupterselubung dari bawah sampai ICS 6 belakang kanan, tampak
terselubungan 12 hemithorax kanan bawah sampai tajam, sinus prenikokostalis
kanan tampak terselubung kiri tajam
Kesimpulan : Kardio megali dengan kongesti pulmonus, efusi pleura kanan
http://ciwincemoot.blogspot.co.id/2012/06/angina-pectoris-infark-miokard-akut.html

SINAR X-DADA & FLUOROSKOPI

Pemeriksaan sinar-x dilakukan untuk menentukan ukuran, kontur dan posisi jantung.
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya klasifikasi jantung dan pericardial dan
menunjukkan adanya perubahan fsikologis sirkulasi pulmonal. Pemeriksaan ini tidal membatu
diagnosis imfark miokardium akut, namun dapat menguatkan adanya komlikasi tertentu mis;
gagal jantung kongerstif). Pemasangan kateter, seperti pacu jantung atau kateter arteri pulmonal
dapat juga dilihat dari pemeriksaan sinar-x.

Pemerikasaan flourskopi dapat memberikan gambaran visual jantung pada luminescent


screen. Pemeriksaan ini memperlihatkan denyutan jantung dan pembuluh darah serta sangat tepet
untuk mengkaji kontur jantung yang tidak normal. Fluoroskopi adalah alat yang tepet untuk
penempatan dan pemasangan electrode pemacu intravena serta untuk membimbing pemasukan
kateter pada kateterisasi jantung.

Foto Rontgen Dada


Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi pada
pasien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan kadang – kadang tampak adanya
klasifikasi arkus aorta.

Interpretasi foto rontgen toraks tidak mudah dilakukan karena memerlukan pengetahuan
anatomi dan patologi, dan latihan pengenalan berbagai gambaran normal, dan dapat pengetahuan
mengenai kemungkinan perubahan-perubahan foto toraks yang terjadi pada proses-proses
patologis.

Interpretasi foto rontgen secara sistematik

Area Normal Abnormal

Mediastinum Trakea harus terletak di garis tengah. Mediastinum, termasuk


Trakea dapat berdeviasi oleh adanya trakea, dapat berdeviasi oleh
goiter atau massa mediastinum. Pada efusi pleura yang besar,
keadaan normal, trakea sedikit tension pneumotoraks, atau
berdeviasi ke kiri karena melewati kolaps paru. Rotasi pada
aortic knuckle (arkus aorta menjadi klien dapat membuat
lebih lebar dan tidak terlipat sesuai mediastinum tampak
umur karena hilangnya elastisitas). distorsi.

Hilus Hilus sebagian besar dibentuk oleh Limfadenopati atau arteri


arteri-arteri pulmonalis dengan pulmonalis yang besar akan
disertai vena-vena lobus atau paru. menyebabkan pembesaran
Hilus kiri terletak lebih tinggi hilus.
daripada yang kanan. Hilus kiri
berbentuk persegi sedangkan yang
kanan berbentuk huruf V

Jantung Bentuk jantung lonjong dengan Diameter kardiotoraks


apeks yang mengarah ke kiri. Batas merupakan cara yang baik
jantung kanan dibentuk oleh tepi untuk menentukan apakah
paling luar dari atrium kanan, dan jantungn membesar. Jika
batas jantung kiri oleh ventrikel kiri. ukuran jantung lebih dari
Tepi kiri dari ventrikel kanan kira- 50% dari diameter
kira satu jempol dari batas jantung transtoraks, maka terdapat
kiri (pada permukaan jantung, ini pembesaran. Klasifikasi
ditandai oleh arteri koronaria katup lebih jelas pada foto
desenden anterior kiri) lateral.

Diafragma Hemodiafragma yang tampak pada Jika hemodiafragma


foto frontal merupakan puncak dari rendah dan mendatar, maka
kubah diafragma yang terlihat secara mungkin terdapat emfisema.
tangensial. Banyak bagian paru pada Perhatian yang penuh harus
sudut konstofrenikus posterior yang ditunjukan pada daerah
tidak terlihat pada foto frontal. dibawah diafragma untuk
menentukan apakah terdapat
udara bebas dalam rongga
peritoneal.

Lapangan paru Perbedaan zona dapat dilihat dari Peningkatan transradiasi


densitasnya dan distribusi gambaran (tembus cahaya) paru terjadi
pembuluh darah. Apeks paru terletak pada keadaan hilangnya
di atas posisi klavikula. Transradiansi pembuluh darah paru seperti
pada kedua lapangan paru disebabkan pada emfisema.
oleh paru yang berisi udara. Bagian- Transradiasi paru
bagian yang berwarna keabu-abuan menghilang bila terdapatt
disebabkan oleh darah di dalam efusi atau konsolildasi.
pembuluh-pembuluh darah paru

Tulang dan Bayangan putting susu sring kali Udara pada jarinagn lunak
jaringan lunak terlihat pada zona bawah dan kira- dapat menyertai
kira 5 mm diameternya pneumotoraks atau tibul
setelah torakotomi.
http://kampus-kedokteran.blogspot.co.id/2011/10/edema-paru.html

Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray)
dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-
pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru
yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada.

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah
dari pulmonary edema dapat menunjukanopacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-
paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini
mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :


1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar 1 : Edema Intesrtitial


1. Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3 : Bat’s Wing


1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan
sebelumnya, contoh : emfisema).
http://nurseenynopilestari.blogspot.co.id/2014/04/kasus -pasien-
gangguan-fungsi-jantung-ns.html
Selasa, 01 April 2014
KASUS PASIEN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG-Ns. Gad Datak sp.MB
Tugas Kasus
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB) I
Kasus 1
Tn. S usia 53 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sakit kepala dan tengkuk terasa tegang
sejak 3 hari yang lalu dan minum obat bodrex yang dibeli di warung. 10 tahun yang lalu Tn. S
didiagnosa hipertensi tetapi pasien jarang mengontrolkan diri.
Menurut Tn. S mempunyai kebiasaan merokok sejak di bangku SMP dan suka makanan yang
berlemak. Orangtua (ibu) Tn. S meninggal karena hipertensi.
Hasil Pemeriksaan Fisik : Tekanan darah 160/110 mmHg, nadi = 80 x/menit, suhu = 36oC, dan
pernapasan = 20 x/menit.

2. Diskusikan dalam kelompok untuk membahas/menjawab hal-hal berikut dengan merujuk


pada referensi, yaitu :
a. Menurut The Sevent Report of The Joint National Committee On Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7), hipertensi Tn. S termasuk klasifikasi
yang mana?
b. Fokua anamnesa yang perlu digali pada Tn. S!
c. Identifikasi obat-obat hipertensi yang akan diberikan pada Tn. S!
d. Pemeriksaan diagnostik apa yang disarankan pada Tn. S dan alasannya!
e. Identifikasi Data Subjektif dan Data Okjektif pada Tn. S!
f. Susun dan buatlah diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan berdasarkan kasus
diatas!

Kasus 2
Kasus Coronary Artery Disease (CAD)
Tn. O usia 45 tahun dirawat di ruang ICCU dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. 2 bulan yang
lalu Tn. O merasakan dada kiri terasa panas, menjalar hingga leher dan kepala, badan terasa
sering lemah, jari-jari ekstermitas bawah kadang-kadang terasa kesemutan dan dibawa oleh
keluarga ke poli jantung dan didiagnosa Coronary Artery Disease (CAD). Tn. O mempunyai
kebiasaan merokok dan minum kopi. Orang tua (ayah) meninggal karena stroke.
Tanda Vital : Tekanan darah 150/100 mmHg, nadi = 64 x/menit, RR = 20 x/menit, suhu = 36oC.
Terapi : Aspilet 1 x 2 tablet, ISDN 3 x 1 menit, Diazepam 3 x 1, captopril 3 x1.
Hasil Laboratorium : Hb 13,6 gr%; leukosit 10 rb/mm3; GDS 65; kreatinin 1,22; ureum 29; uric
acid 7,2 mg/dl; trigliserida 263 mg/dl; kolesterol 205 md/dl; LDL 134 mg/dl; HDL 38 mg/dl.
Hasil foto rontgen : LVH (CTR 57%)
Hasil EKG : sinus bradicardi, left ventricular hypertrophy, non specific ST abnormality.
Hasil Echocardiography : CAD disfungsi diastolic ringan.

2. Mendiskusikan pengkajian pada Tn. O!


a. Bagaimana proses munculnya rasa nyeri (pathofisiologi) rasa nyeri yang dikeluhkan oleh Tn.
O tersebut?
c. Idetifikasi factor resiko yang perlu dikaji pada Tn. O!
3. Mendiskusikan terapi dan pemeriksaan diagnostik pada Tn. O
Pertanyaan :
a. Implikasi keperawatan dari masing-masing terapi obat yang diberikan!
- Aspilet :
- ISDN :
- Diazepam :
- Captopril :
b. Identifikasi hasil laboratorium yang bermasalah!
c. Hasil pemeriksaan diagnostic :
- Foto Rontgen : LVH (CTR 57%)
- EKG : sinus bradicardi, left ventricularhypertrophy, non spesifik ST abnormality
- Echocardiography : CAD disfungsi diastolic ringan
4. Susunlah diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan pada Tn. O!

Kasus 3
Kasus Gagal Jantung
Tn. A usia 50 tahun, seorang supir, masuk ke ICCU dengan keluhan utama sesak nafas dan
berkurang jika posisi setengah duduk atau tidur menggunakan 2 bantal atau lebih, sesak napas
terkadang dirasakan pada malam hari batuk kadang-kadang. Pada didiagnosa : Decompensasi
Cordis
Tn. A mempunyai kebiasaan merokok. 5 tahun yang lalu Tn. A didiagnosa hipertensi, tetapi
pernah memeriksakan diri secara teratur. Orang tua Tn. A (ayah) menderita hipertensi dan DM.
Pada peneriksaan fisik ditemukan : tanda vital 140/90 mmHg, Hr 100 x/menit, RR 24 x/menit,
suhu 36oC Tb 160 cm, BB 75 kg, bunyi jantung S1 & S2 normal, murmur (-), gallop (+), JVP
meningkat, suara napas, wheezing -/-, ronchi +/+, akral dingin, CRT >2 detik, edema pedis
(2+/2+).
Hasil laboratorium : Hb 11,9 gr%: leukosit 5.200/menit3, GDS 100 md/dl, kolesterol 235 mg/dl,
trigliserida 251 mg/dl, HDL: 49 mg/dl, LDL 150 mg/dl, SGOT 32 U/L, natrium 144 mmol/L,
kalium 3.9 mmol/L, klorida 101 mmol/L.
Analisa gas darah (AGD) : pH7.437, PCO2 33.9, PO2 102, HCO3 22.8, O2 Sat 97.7, BE -0.3,
total CO2 23.9.
Hasil ECG : gelombang QRS membesar
Hasil foto thorax : + 75%
Hasil USG Jantung : LV dilatasi, mitral stenosis, aorta stenosis/aorta insufisiensi.
Terapi : Oksigen 3 ltr/menit, Infus D5% : 15 tts/mnt, inhalasi ventolin : bisolvon : NaCl 0,9%
(1:1:1), digoxin 1 x 1 tab, furosemin 1 x 40 mg, ceptopril 2 x 12,5 mg, Simvastatin 10 mg 1 x 1,
Antasida syrup 3 x1.

2. Mendiskusikan pengkajian pada Tn. A!


a.Bagaimana proses munculnya sesak napas (pathofisiologi) rasa nyeri yang dikeluhkan oleh Tn.
A tersebut?
b. Identifikasi factor resiko yang perlu dikaji pada Tn. A!
3. Mendiskusikan terapi dan pemeriksaan diagnostik pada Tn. A!
a. Implikasi keperawatan dari masing-masing terapi obat yang diberikan!
- Digoxin :
- Furosemid :
- Captopril :
- Simvastatin :
- Antasida :
- Inhalasi (ventolin : bisolvon : NaCl 0,9%)
b. Apa makna dari hasil pemeriksaan Laboratorium/diagnostic :
- Foto rontgen : CTR + 75%
- EKG : gelombang QRS membesar
- Mengapa perlu diperiksa AGD pada Tn. A?
4. Susunlah diagnosa dan rencana keperawatan pada Tn. A!

JAWABAN KASUS
Jawaban
Kasus I
A. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

B. Fokus anamnesa yang perlu di gali lagi pada Tn. S adalah Apakah Tn. S memiliki riwayat
penyakit hipertensi

C. Obat-obat hipertensi pada Tn. S


• Captopril Tablet 12,5 Mg X 100 Biji.
Captopril.
Generik : Captopril.
Hipertensi sedang sampai berat (sebagai dosis tunggal atau dikombinasi dengan diuretik), gagal
jantung kronis.
Efek Samping
Kemerahan pada kulit, gatal-gatal, demam, angiodema, hipertensi yang bersifat sementara,
gangguan saluran pencernaan, kehilangan sensasi rasa, proteinuria.
Dosis
Dosis awal : 2-3 kali sehari 12,5 mg, dapat dinaikkan sampai 25 mg 2-3 kali sehari
Kemasan
Tablet 12,5 mg x 100 biji.

1. Pemeriksaan penunjang
1) EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung
koroner atau aritmia
2) Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubngan dari sel-sel terhadap
terhadap volume cairan(viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkogulabilitas, anemia
3) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
4) Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
5) Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretic
6) Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
8) Asamm urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi
9) Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang melebar
10) Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah
terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Diklat PJT-RSCM, 2008).

2. Do = TD : 160/110 mmHg
N : 80 x/m
S : 36 oC
RR : 20 x/m
Ds = Pasien mengeluh sakit kepala dan tengkuk terasa tegang sejak 5 hari yang lalu

3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI


1. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO,
penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi
sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).
2. PENYEBAB
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Faktor penyebab hipertensi:
• Faktor keturunan
• Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah
maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan) dan ras ( ras
kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
• Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang
tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain
misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
3. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner &
Suddarth, 2002 ).
4. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan

6. PENGKAJIAN

1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan
penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,
sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : faktor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit
ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon

7. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
• Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a). Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b). Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c). Penurunan berat badan
d). Penurunan asupan etanol
e). Menghentikan merokok
f). Diet tinggi kalium
• Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a). Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain
b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus
220 – umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
• Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a). Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b). Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks

b. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )


Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
c. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1).
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON
DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA,
1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat
ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi :
1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
• Dosis obat pertama dinaikan
• Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
• Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
• Obat ke-2 diganti
• Ditambah obat ke-3 jenis lain
4. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
• Ditambah obat ke-3 dan ke-4
• Re-evaluasi dan konsultasi
d. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan
untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas
dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai
alat tensimeter
5. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
6. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
7. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah
9. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
10. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-
masalah yang mungkin terjadi
11. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
12. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
13. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
14. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
13. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Hasil yang diharapkan :


Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3. Batasi aktivitas
4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
6. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
2. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia
3. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
4. Amati adanya hipotensi mendadak
5. Ukur masukan dan pengeluaran
6. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
7. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

Hasil yang diharapkan :


Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD
dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium
dalam batas normal. Haluaran urin 30 ml/ menit. Tanda-tanda vital stabil
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan perawatan diri
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Intervensi keperawatan :
1. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
2. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
3. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping
atau efek toksik
4. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
5. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.
6. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
7. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
8. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
9. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
10. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis danTerapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimanamengatasinya ?, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan,
1996
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dandiet, Jakarta, Penerbit
Arcan, 1995
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi ,
Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998
Kasus II

1. Kemungkinan penyebab nyeri yang dirasakan Tn.O

Nyeri dada (angina) adalah ketidaknyamanan yang terjadi ketika tidak cukup darah yang kaya
oksigen mengalir ke otot jantung.Rasa sakit juga dapat terjadi di bahu, lengan, leher, rahang, atau
punggung (seperti pada Tn.O).Kondisi ini berawal dari kondisi dimana terdapat plak yang
terbentuk di dalam pembuluh darah jantung.Sedangkan pembuluh darah jantung berfungsi
menyuplai darah otot jantung dengan darah yang kaya mengandung oksigen. Dengan adanya
plak, maka arteri koroner menyempit sehingga aliran darah ke otot jantung akan berkurang.
Akibatnya suplai oksigen juga akan berkurang.
Tiga tipe angina :
a. Angina stabil : Tipe angina yang ditimbulkan oleh ketidak-seimbangan antara keperluan
jantung akan darah beroksigen dan jumlah yang tersedia. "Stabil", berarti aktivitas yang sama
menimbulkannya; terasa sama setiap kali; dan reda dengan istirahat dan/atau obat minum.
Angina stabil adalah tanda peringatan penyakit jantung, dan harus dievaluasi oleh dokter.Jika
pola angina berubah, maka dapat meningkat menjadi angina tak-stabil.
b. Angina tak stabil : Tipe angina ini dianggap sindrom koroner akut. Mungkin merupakan
gejala baru atau perubahan dari angina stabil.Angina mungkin muncul lebih sering, lebih mudah
muncul saat istirahat, terasa lebih parah, atau berlangsung lebih lama.Meskipun angina ini sering
dapat diredakan dengan minum obat, tetapi bersifat tak stabil dan mungkin meningkat menjadi
serangan jantung.Biasanya dibutuhkan pengobatan medis yang lebih mendalam, atau suatu
prosedur perlu dilakukan.Angina tak-stabil merupakan sindrom koroner akut, dan harus diobati
sebagai gawat-darurat.
c. Angina varian (kejang koroner) : Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu
aliran darah ke otot jantung (iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri koroner yang
signifikan, Namun, dua per tiga dari orang dengan angina varian mempunyai penyakit parah
dalam paling sedikit satu pembuluh, dan kekejangan terjadi pada tempat penyumbatan.Tipe
angina ini tidak umum dan hampir selalu terjadi bila seorang beristirahat - sewaktu tidur. Anda
mempunyai risiko meningkat untuk kejang koroner jika Anda mempunyai: penyakit arteri
koroner yang mendasari, merokok, atau menggunakan obat perangsang atau obat terlarang
(seperti kokain). Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi untuk jangka waktu panjang,
serangan jantung bisa terjadi.

2. Faktor resiko yang dapat digali lagi dari Tn.O antara lain:
Semakin banyak seseorang mempunyai faktor risiko, semakin tinggi risiko ia akan mengalami
penyakit jantung jantung koroner. Sebagian faktor risiko dapat dimodifikasi dan diobati sebagian
lagi tidak. Pengontrolan faktor risiko baik dengan modifikasi gaya hidup maupun dengan obat-
obatan, maka risiko terkena penyakit jantung koroner dapat diturunkan.
Faktor-faktor risiko tersebut adalah:
a. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
b. Kadar kolesterol darah
c. Kencing manis (diabetes melitus)
d. Overweight dan obesitas
e. Kebiasaan merokok
f. Inaktivitas fisik
g. Jenis Kelamin
h. Herediter
i. Usia
j. Stress
k. Hormon seks
l. Obat KB
m. Alkohol
n. Apo B / Apo A-1
o. Psikososial

3. Tujuan Pemeriksaan EKG


a. Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia),
b. Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel),
c. Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung,
d. Mengetahui adanya gangguan elektrolit,
e. Mengetahui adanya gangguan perikarditis

4. Implikasi Keperawatan terhadap Terapi yang Diberikan


Terapi Pemberian Obat dalam Asuhan Keperawatan
a. Pengertian
Menyiapkan dan memberikan obat / pngobatankepada pasien sesuai dengan program terapi
meliputi :jenis obat,dosis,waktu dancara – cara pemberiannyadengan jalan memasukkan obat
tertentu ke dalam jaringan tubuh.
b. Tujuan Pemberian Obat
1) Mempercepat reaksi dari cairan obat.
2) Mendapatkan reaksi setempat.
3) Membantu menegakkan diagnosa.
4) Mendapat kekebalan.
Peran Perawat Dalam Terapi Pemberian Obat
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah
satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses
pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan
memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana
keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu
(dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang
mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil
pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program
dokter
.
Prinsip Enam Benar
a. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang
identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika
pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari
cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu
diidentifikasi dari gelang identitasnya.
b. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing
(baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk
menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label
pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat
dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta,
ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat
harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
c. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik
ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting, karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4
mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus
tetap hati-hati dan teliti !
d. Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian
rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral,
sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2) Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti
usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena
(perset / perinfus).
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion,
krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti
konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp).
Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam
bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal
pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam
keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
e. Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
f. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus
dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat
Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1) Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak
atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang
berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh
beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
2) Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
3) Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan
dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh)
pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
Kesalahan Pemberian Obat
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang
mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua
sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi
obat yang benar pada rute yang salah.
Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi
dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu
diketahuinya.
Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit
diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien
mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting
untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes
melitus, dan lain-lain.
Mengapa Pasien Tidak Patuh dalam Meminum Obatnya ?
1. Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan
sehubungan dengan prognosisnya.
3. Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
4. Mahalnya harga obat.
5. Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas
pemberian obat itu kepada pasien.
Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk
pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu
memberikan KIE kepada pasien maupun keluarga tentang :
1. Nama obatnya.
2. Kegunaan obat itu.
3. Jumlah obat untuk dosis tunggal.
4. Jumlah total kali minum obat.
5. Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum
bersama susu)
6. Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
7. Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
8. Rute pemberian obat.
9. Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
10. Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada
terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.
11. Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
12. Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak

a. Aspilet
Aspilet merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin termasuk dalam kategori
obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID).NSAID memiliki efek anti-inflamasi,
analgesik, dan antipiretik, serta dapat menghambat agregasi trombosit.
Obat ini efektif untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan pencegahan sekunder
infark miokard.

Indikasi
1) Rheumatoid arthritis
2) Demam selama penyakit menular dan inflamasi
3) Untuk mengatasi nyeri
4) Neuralgia
5) Mialgia
6) Sakit kepala
7) Pencegahan penyakit berbasis trombosis dan emboli
8) Pencegahan primer dan sekunder infark miokard

Kontraindikasi
1) Pasien yang sensitif dengan aspirin
2) Asma
3) Tukak lambung
4) Perdarahan subkutan
5) Hemofilia
6) Trombositopenia
7) Pasien dengan terapi antikoagulan

Dosis

Untuk dosis melalui mulut (per oral) tergantung dari indikasi penggunaannya, misalnya:
1) Untuk antipiretik (penurun demam) dan analgesik (pereda nyeri) Dewasa: 3 x 500-1000
mg/hari
2) Pencegahan primer dan sekunder infark miokard 1 x 40-325 mg/hari (biasanya 160 mg)
3) Sebagai inhibitor agregasi trombosit 300-325 mg/hari

Efek samping

1) Sistem pencernaan: Mual, muntah, anoreksia, nyeri epigastrium, diare, luka erosif dan
ulseratif.
2) Sistem saraf pusat: Penggunaan jangka panjang mungkin dapat menyebabkan pusing, sakit
kepala, gangguan penglihatan reversibel, tinnitus, meningitis aseptik.
3) Sistem Hemopoietik: Trombositopenia dan anemia, namun jarang terjadi.
4) Sistem pembekuan darah: Perpanjangan waktu perdarahan.
5) Sistem urine: Dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal, gagal
ginjal akut, sindrom nefrotik, namun jarang terjadi.
6) Reaksi alergi: Ruam kulit, edema, bronkospasme, "aspirin triad" (kombinasi dari asma
bronkial, poliposis hidung kambuhan, sinus paranasal, intoleransi asam asetilsalisilat, dan obat-
obatan seri pirazolonic).
7) Efek samping lain: Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan sindrom Reye dan pada
penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan gejala gagal jantung kronis. (Sumber: Drugs-
About.com, Drugs.com(ir/ir))

b. ISDN
Deskripsi
- Sifat Fisikokimia : Isosorbid berbentuk kristal roset berwarna putih, sedikit larut dalam air
dan mudah larut dalam alcohol
- Keterangan : Isosorbid dinitrat merupakan nitrat organik yang mudah meledak, diperlukan
penambahan suatu bahan inert (mis, laktosa) agar bersifat non eksplosif.

Golongan/Kelas Terapi
Obat Kardiovaskuler
Indikasi
Pencegahan dan pengobatan angina pektoris; untuk gagal jantung kongestif; untuk mengurangi
rasa nyeri, disfagia dan spasme pada esofagus dengan reflak gastroesofagus.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian


Dosis dewasa (untuk lanjut usia harus diberikan dosis harian terendah dan selanjutnya dititrasi).
Oral : Angina : 5-40 mg, 4 kali sehari, atau 40 mg setiap 8-12 jam, sediaan sustained release.
Sublingual: 2.5-5 mg setiap 5-10 menit, maksimum 3 dosis selama 15-30 menit, juga dapat
digunakan 15 menit sebelum melakukan aktivitas untuk mencegah terjadinya serangan
(profilaksis).
Gagal jantung kongestif : dosis awal : 20 mg, 3-4 kali sehari. Dosis target : 120-160 mg/hari
dalam dosis terbagi, digunakan secara kombinasi dengan hidralazin.
Spasme pada esofagus (unlabeled use) : 5-10 mg sebelum makan. Sublingual : 2.5 mg setelah
makan.

Stabilitas Penyimpanan
Simpan dalam temperatur kamar, sekitar 25°C. Hindari cahaya. Tutup wadah rapat-rapat dan
jangan gunakan obat bila telah melampaui tanggal kadaluwarsa.

Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap isosorbid dinitrat atau komponen lain dalam formulasi; hipersensitif
terhadap nitrat organik; penggunaan bersama penghambat phosphodiesterase-5 (PDE-5)
(sildenafil, tadalafil, or vardenafil); glaukoma angle-closure( peningkatan tekanan intraocular);
trauma kepala atau perdarahan serebral (peningkatan tekanan intrakranial); anemia berat.

Efek Samping
Kardiovaskuler: Hipotensi, hipotensi postural, pallor, kolaps kardiovaskuler, takikardi, syok,
kemerahan, edema perifer. SSP: sakit kepala (paling sering), pusing (karena perubahan tekanan
darah), tidak bisa tidur.
Gastrointestinal: Mual, muntah, diare.
Genitourinari: inkontinensia urin.
Hematologi: Methemoglobinemia (jarang, bila overdosis).
Neuromuskuler & skelet: Lemah/letih. Mata: Pandangan kabur.
Insiden hipotensi dan efek yang tidak diharapkan akan meningkat bila digunakan bersama
sildenafil (Viagra®).
Efek samping lain(1-10% paisne) : bengkak, CHF, hipertensi, takikardi, aritmia, hypotensi,
miocardial infark, demam, infeksi,sepsis, perubahan berat badan, asma, sindrom seperti flu,
hipergikemi, hipoglikemi, pneumonia, depresi pernafasan.

Peringatan
Dapat terjadi hipotensi yang berat.Gunakan hati-hati pada hipovolemia, hipotensi,dan infark
ventrikel kanan. Selain hipotensi, juga disertai bradikardi paradoksal dan angina pektoris. Dapat
juga terjadi hipotensi postural. Dapat terjadi toleransi terhadap nitrat, diperlukan dosis yang tepat
untuk meminimalkan efek ini. Keamanan dan efikasi tidak diketahui bila digunakan pada pasien
anak-anak. Nitrat dapat memperparah angina yang disebabkan oleh kardiomiopati
hipertropik.Hindari penggunaan bersama sildenafil.

Informasi Pasien
Minum obat sesuai petunjuk dan jangan minum obat lain tanpa sepengetahuan dokter. Jangan
menghentikan obat dengan tiba-tiba dan simpan obat dalam wadah aslinya. Jangan minum
alkohol berlebihan karena dapat menyebabkan hipotensi yang berlebihan. Dapat menyebabkan
hipotensi postural (minum obat sambil duduk dan hati-hati sewaktu bangkit dari posisi duduk
atau berbaring); sakit kepala, pusing, lemah, atau pandangan kabur (hati-hati mengendarai
kendaraan bermotor atau menjalankan mesin), mual atau muntah (makan porsi sedikit namun
lebih sering). Bila nyeri dada, segera minum obat, laporkan bila mengalami sakit kepala akut,
jantung berdebar-debar, pusing dan tidak bisa tidur, lemah otot.

Monitoring Penggunaan Obat


Kaji kondisi pasien yang memerlukan perhatian (mis, hipovolemia, hipotensi, dan infark
ventrikular kanan). Kaji adanya potensial interaksi dengan obat-obat lain yang diminum pasien.
Dapat terjadi toleransi dan diperlukan dosis yang tepat untuk meminimalkan toleransi. Kaji
efektivitas terapi dan efek yang tidak diharapkan (mis, hipotensi, toleransi) pada interval
penggunaan yang teratur. Pada penghentian obat, lakukan secara bertahap. Informasikan pada
pasien cara penggunaan, kemungkinan efek samping dan melaporkan efek yang tidak
diharapkan.

c. Diazepam
Diazepam termasuk obat dengan kelas terapi antiansietas, antikonvulsan, dan
sedatif.Indikasi dari diazepam adalah untuk status epileptikus, ansietas atau insomnia, konvulsi
akibat keracunan, kejang demam, dan untuk spasme otot.Diazepam dikontraindikasikan pada
pasien yang hipersensitifitas terhadap diazepam atau komponen lain dalam formulasi (misalnya
hipersensitif terhadap benzodiazepin yang masih ada dalam formulasi), glaukoma, anak-anak di
bawah 6 bulan (per oral), atau di bawah 30 hari (parenteral), ibu hamil, insufisiensi pulmonar
akut depresi pernapasan, kondisi fobia dan obsesi.Efek samping dari penggunaan diazepam
antara lainmengantuk, kelemahan otot, ataksia, gangguan mental, amnesia, ketergantungan,
depresi pernapasan, bingung, kadang nyeri kepala, vertigo, hipotensi.

d. Captopril
Captopril adalah grup obat yang disebut angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, yang
bekerja dengan cara mengurangi zat kimia yang menyempitkan pembuluh darah.

Indikasi:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung kongestive, masalah ginjal
yang disebabkan oleh diabetes, dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup setelah serangan
jantung.

Dosis:
1. Dosis awal: 6.25-12.5 mg melalui mulut (per oral), 3 kali sehari.
2. Sesuaikan dosis secara bertahap berdasarkan reaksi yang muncul.
3. Dosis rumatan: 25-50 mg melalui mulut (per oral), 2-3 kali sehari atau 75 mg melalui mulut
(per oral), 2 kali sehari
4. Dosis maksimum: 150 mg/hari

Efek Samping:
Efek CV (hipotensi, angioedema); Efek CNS (kelelahan, sakit kepala); Efek GI (gangguan
perasa); Efek lainnya (batuk kering;upper resp tract symptomps); Efek dermatologis (ruam
kulit,erythemamultiforme, toxic epidermal necrolysis); Reaksi hipersensitif; efek ginjal
(kerusakan ginjal); gangguan electrolyte(hyperkalemia, hyponatremia); gangguan darah.

Instruksi Khusus:
1. Pasien dengan HF dan mereka yang kekurangan garam atau air (mengalami diuretik atau
dialisis) mungkin mengalami hipotensi selama tingkatan awal terapi ACE inhibitor. (Mulai
pengobatan hanya dalam pengawasan ahli; pada pasien ini gunakan dosis rendah dan pastikan
pasien dalam posisi terlentang)
2. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan dosis secara bertahap jika dosis yang lebih rendah
tersebut sudah dapat diterima.
3. Hindari pada pasien dengan aortic stenosis atau outflow tract obstruction dan biasanya harus
dihindari pada pasien yang diduga memiliki penyakit renovaskuler aktual (actual renovascular
disease).
4. Tidak boleh diberikan pada pasien jika pasien tersebut pernah mengalami efek samping yang
mengancam nyawa (angioedema atau gagal ginjal) selama pemberian obat sebelumnya, pasien
hipotensif yang berada pada risiko sedang dari syok kardiogenik.
5. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat keturunan atau idiophatic
angioedema.
6. Periksa tekanan darah (BP), fungsi ginjal dan elektrolit 1-2 minggu setelah penambahan tiap
dosis, pada waktu 3 bulan kemudian lakukan setiap 6 bulan. (Diperlukan lebih banyak
pengawsaan pada pasien yang pernah atau yang baru mengalami disfungsi ginjal)
7. NSAIDs harus dihindari karena hal tersebut bisa menutup manfaat dan meningkatkan efek
samping dari ACE inhibitor dan mungkin secara sinergis membahayakan fungsi gin
(ir/ir)
5. Hasil permeriksaan laboratorium yang bermasalah

Hasil laboratorium :
Hb 13,6 gr%
13,0 – 16,0 (L) (normal)
Leukosit 10 rb/mm3
5,0 – 10,0 rb/mm3 (normal)
GDS 65
< 150 mg/dl (normal)
kreatinin 1,22
70 – 160 U/L (L) (normal)
ureum 29
10 – 50 mg/dl (normal)
uric acid 7,2 mg/dl
2,4 – 5,7 mg/dL (L) (normal)
trigliserida 263 mg/dl
120 – 190 mg/dl (normal)
Kolesterol 205 mg/dl
150 – 200 mg/dl (normal)
LDL 134 mg/dl
62 - 130 mg/dl (normal)
HDL 38 mg/dl
35 – 55 mg/dl (L) (normal)

6. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


Hasil foto rontgen:
LVH (CTR 57%)
Hasil EKG:
sinus bradikardi (irama jantung normal, namun lambat)
left ventricular hypertrophy
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung, hal ini
merupakan respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah.
Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekananafterload. Stimulus
mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel
miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem
renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.
non specific ST abnormality

Hasil Echocardiography:
CAD disfungsi diastolic ringan
disfungsi/gangguan relaksasi diastolik atau pengisian ventrikel, biasanya dikaitkan dengan
kekakuan dinding ventrikel/cardiac remodelling. Akibatnya pengisian diastolik menjadi tidak
optimal dan volume sekuncup yang tidak adekuat.Dapat mengakibatkan disfungsi sistolik.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN


1) Nyeri yang berhubungan dengan adanya hambatan aliran darah
dalam arteri yang mensuplai jantung yang ditandai dengan Tn. O mengeluh sakit dada di
bagian kiri, dada kiri terasa panas, menjalar hingga leher dan kepala.
Rencana keperawatan :
a. Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyeri dada
R : nyeri dan peurunan curah jantung dapat merangsang system saraf simpatis untuk
mengeluarkan sejumlah besar norepinefrin, yang meningkatkan agregasi trombosit dan
mengeluarkan tromboxane A2. Ini vasokontriktor poten yang menyebabkan spasme artei koroner
yang dapat mencetus, mengkomplikasi dan/atau memperlama serangan angina memanjang.Nyeri
tak bisa ditahan menyebabkan respon vasovagal, menurunkan TD dan frekuensi jantung.
b. Kaji dan catat respon klien/efek obat
R : memberikan informasi tentang kemajuan penyakit. Alat dalam evaluasi keefektifan intervensi
dan dapat menunjukkan kebutuhan perubahan program pengobatan.
c. Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu, tangan, atau lengan (khususnya pada sisi
kiri).
R: nyeri jantung dapat menyebar, contoh nyeri sering lebih ke permukaan dipersarafi oleh
tingkat saraf spinal yang sama.
d. Pantau kecepatan/irama jantung.
R : pasien angina tidak stabil mengalami peningkatan disritmia yang mengancam hidup secara
akut, yang terjadi pada respon terhadap iskemia dan/atau stress.

2) Curah jantung, menurun yang berhubungan dengan gangguan pada frekuensi/irama dan
konduksi elektrikal yang ditandai dengan Tn. O merasakan badan terasa sering lemah, jari-jari
ekstremitas bawah kadang-kadang terasa kesemutan.
Rencana keperawatan :
a. Auskultasi bunyi napas dan bunyi jantung. Dengarkan mur-mur.
R : S3, S4 atau krekels dapat tejadi dengan dekompensasi jantung atau beberapa obat (khususnya
penyekat beta). Terjadinya mur-mur dapat menunjukkan katup karena nyeri dada.
b. Dorong pelaporan cepat adanya nyeri untuk upaya pengobatan sesuai indikasi.
R: intervensi sesuai waktu menurunkan konsumsi oksigen dan kerja jantung dan mencegah dan
meminimalkan komplakasi jantung.
c. Berikan oksigen tambahan sesuai kebutuhan.
R: meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk memperbaiki kontraktilitas,
menurunkan iskemia, dan kadar asam laktat.

3) Ansietas yang behubungan dengan ancaman terhadap atau perubahan status kesehatan
yang ditandai dengan citra diri sebagai orang tak berpengaruh pada keluarga atau masyarakat.
Rencana keperawatan :
a. Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, contoh menolak, depresi dan marah. Biarkan
pasien/orang terdekat mengetahui ini sebagai reaksi normal. Catat pernyataan masalah, contoh
“serangan jantung tak dapat dielakkan”
R : perasaan tidak diekspresikan dapat menimbulkan kekacauan internal dan efek gambaran diri.
Pernyataan masalah menurunkan tegangan,mengklarifikasi tingkat koping, dan memudahkan
pemahaman perasaan. Adanya bicara tentang diri negative meningkatkan tingkat cemas dan
eksaserbasi serangan angina.
b. Dorong keluarga dan teman untuk menganggap pasien seperti sebelumnya.
R : meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluarga dan kerja tidak berubah.
c. Beritahu pasien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan
akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
R : mendorong pasien untuk mengontrol tes gejala (contoh, tak ada angina dengan tingkat
aktivitas tertentu), untuk meningkatkan kepercayaan pada program medis dan mengintegrasika
kemampuan dalam persepsi diri.
d. Berikan sedative, tranquilizer sesuai indikasi.
R : mungkin diperlukan untuk membantu pasien rileks sampai secara fisik mampu untuk
membuat strategi koping adekuat.

4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan informasi tidak akurat/kesalahan


interpretasi yang ditandai dengan pernyataan masalah.
Rencana keperawatan :
a. Dorong untuk menghindari factor/situasi yang sebagai pencetus episode angina, contoh
stress emosional, kerja fisik, makan terlalu banyak/berat, terpajan pada suhu lingkungan ekstrem.
R : dapat menurunkan insiden/beratnya episode iskemik.
b. Kaji pentingnya control berat badan, menghentikan merokok, perubahan diet dan
olahraga.
R : pengetahuan factor resiko penting memberikan pasien kesempatan untuk membuat perubahan
kebutuhan.
c. Diskusikan dampak penyakit sesuai pola hidup yang diinginkan dan aktivitas, termasuk
kerja, menyetir, aktivitas seksual, dan hobi. Memberikan informasi, privasi, atau konsultasi
sesuai indikasi.
R : pasien enggan melakukan/melanjutkan aktivitas biasanya karena takut serangan
angina/kematian. Pasien harus menggunakan nitrogliserin secara profilaktif sebelum beraktivitas
yang diketahui sebagai pencetus angina.
d. Tunjukkan/dorong pasien untuk memantau nadi sendiri selama aktivitas, jadwal/aktivitas
sederhana, hindari regangan.
R : membiarka pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang dapat dimodifikasi untuk
menghindari stress jantung dan tetap dibawah ambang angina.
e. Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina, contoh menghetikan
aktivitas, pemberian obat bila perlu, penggunaan teknik relaksasi.
R : menyiapkan pasien pada kejadian untuk menghilangkan takut yang mungkin tidak tahu apa
yang harus dilakukan apabila terjadi serangan.
f. Kaji ulang obat yang diresepkan untuk mengontrol/mencegah serangan angina.
R : angina adalah kondisi rumit yang sering memerlukan banyak penggunaan obat untuk
menurunkan kerja jantung, memperbaiki sirkulasi koroner, dan mengontrol terjadinya serangan.
g. Tekankan pentingnya mengecek dengan dokter kapan menggunakan obat-obat yang
dijual bebas.
R : obat yang dijual bebas mempunyai potensi penyimpangan.
h. Diskusikan ASA sesuai indikasi.
Mungkin diberikan secara profilaksis untuk menurunkan agregasi trombosit dan memperbaiki
sirkulasi koroner.
i. Kaji ulang gejala yang dilaporkan pada dokter, contoh peningkatan frekuensi/lamanya
serangan, perubahan respon pada obat.
R : pengetahua tentang apa yang akan terjadi dapat menghindari masalah yang tak perlu terjadi
untuk alasan yang tidak penting atau menunda tindakan terhadap gejala penting.

5) Nyeri akut yang berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner yang ditandai dengan keluhan nyeri dada dengan/tanpa penyebaran.
Rencana keperawatan :
a. Pantau/catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal, dan respon
hemodinamik (contoh meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkram dada, napas cepat,
frekuensi jantung berubah.
R : variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri yang terjadi sebagai temuan
pengkajian. Kebanyakan pasien dengan IM akut tampak sakit, distraksi, dan berfokus pada nyeri.
Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda hingga
nyeri hilang. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan
cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan
jantung dan TD.
b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi; intensitas (0-10);
lamanya; kualitas; dan penyebaran.
R : nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien untuk
menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
c. Kaji ulang riwayat angina sebelumny, nyeri menyerupai angina atau nyeri IM.
R : dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi
komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau parikardiris.
d. Bantu melakukan tekhnik relaksasi, misalnya napas dalam/perlahan , perilaku distraksi,
visualisasi, bantu berimajinasi.
R : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
e. Periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah memberikan obat narkotik.
R : hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkoik.masalah ini
dapat menyebabkan kerusakan pada miokardia pada adanya kegagalan ventrikel.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai instruksi dokter bila diperlukan.
R : meningkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokadia dan mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.

6) Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan efek obat depresan jantung (penyekat-β,
antidisritmia) yang ditandai dengan kelemahan umum.
Rencana keperawatan :
a. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi. Hubungkan dengan laporan nyeri dada/ napas pendek.
R : kecenderungan menentukan respon pasie terhadap aktivitas dan dapat mengindikasikan
penurunan oksigen miokardia yang memerlukan penurunan tingkat aktivitas kembali/tirah
baring. Perubahan program obat dan penggunaan oksigen tambahan.
b. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri / respon hemodinamik.
R : menurunkan kerja miokardia/konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.
c. Batasi pengunjung pada pasien.
R : pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen , seperti mengedan
saat defakasi.
R : aktivitas menahan napas dan menunduk dapat mengakibatkan bradikardi, juga menurunkan
curah jantung, dan takikardi dengan peningkatan TD.
e. Kaji ulang gejala yang menunjukkaan tidak toleran terhadap aktivitas atau memerlukan
pelaporan pada perawat/dokter.
R : palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada, atau dispnea dapat mengindikasikan
kebutuhan perubahan program olah raga atau obat.
f. Rujuk keprogram rehabilitasi jantung bila diintruksikan.
R : memberikan dukungan/pengawasan tambahan berlanjut dan berpartisipasi proses
penyembuhan dan kesejahteraan.

7) Perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan/penghentian aliran darah, contoh


vasokontriksi, hipovolemia/kebocoran, dan pembentukan tromboemboli.
Rencana keperawatan :
a. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu. Contoh, cemas, bingung,
letargi, pingsan.
R : perfusi serebal secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
b. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingim/lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R : vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
c. Kaji tanda homan (nyer pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
R : Indikator trombosis vena dalam.
d. Dorong latihan kaki aktif/pasif. Hindari latihan isometrik.
R : menurunkan statis vena, meningkatkan arus balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebits. Namun latihan isometrik dapat sangat mempengaruhi curah jantung dengan
meningkatkan kerja miokardia dan konsumsi oksigen.
e. Pantau pernafasan, catat kerja pernapasan.
R : pompa jantung gagal dapat menyebabkan distres pernapasan. Namun dispnea tiba-
tiba/berlanjut menunjukkan koplikasi tromboemboli paru.
f. Kaji fungsi gastrointestinal, catat anoreksia, penuruan/tidak ada bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
R : penurunan aliran darah ke mesentri dapat mengakibatkan disfungsi gastrointtestinal, contoh
kehilangan peristaltik. Masalah potensial/aktual karena penggunaan analgesik, penurunan
aktivitas dan perubahan diet.
g. Pantau pemasukan dan catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis sesuai indikasi.
R : penurunan pemasukkan/mual terus menerus dapat menyebabkan penurunan volume
sikulasi, yang berdampak negatif pada perusi dan fungsi organ. Berat jenis mengukur status
dehidrasi dan fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3. Marilynn E. Doenges, Marry Frances


Moorhouse, Alice C. Geissler.

Kasus III
a. Patofisiologi Sesak Napas
1. Oksigenasi jaringan berkurang
Penyakit yang menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke jaringan berkurang seperti
perdarahan
2. Kebutuhan oksigen meningkat
Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba akan memerlukan oksigen yang lebih banyak
untuk proses metabolisme
3. Kerja pernapasan meningkat
Otot pernapasan dipaksa bekerja lebih kuat karena adanya penyempitan saluran pernapasan
4. Rangsangan pada sistem syaraf pusat penyakit-penyakit menyerang sistem syaraf pusat
5. Penyakit nonmuskuler
Penyakit yang menerang diafragma

b. Hipertensi

Implikasi Keperawatan terhadap Terapi yang Diberikan


Terapi Pemberian Obat dalam Asuhan Keperawatan
a. Pengertian
Menyiapkan dan memberikan obat / pngobatankepada pasien sesuai dengan program terapi
meliputi :jenis obat,dosis,waktu dancara – cara pemberiannyadengan jalan memasukkan obat
tertentu ke dalam jaringan tubuh.
b. Tujuan Pemberian Obat
1) Mempercepat reaksi dari cairan obat.
2) Mendapatkan reaksi setempat.
3) Membantu menegakkan diagnosa.
4) Mendapat kekebalan.
Peran Perawat Dalam Terapi Pemberian Obat
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah
satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses
pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan
memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana
keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu
(dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang
mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil
pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program
dokter.
Prinsip Enam Benar
a. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang
identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika
pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari
cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu
diidentifikasi dari gelang identitasnya.
b. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing
(baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk
menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label
pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat
dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta,
ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat
harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
c. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik
ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting, karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4
mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus
tetap hati-hati dan teliti !
d. Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian
rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral,
sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2) Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti
usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena
(perset / perinfus).
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion,
krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti
konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp).
Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam
bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal
pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam
keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
e. Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
f. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus
dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat
Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1) Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak
atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang
berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh
beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
2) Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
3) Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan
dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh)
pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
Kesalahan Pemberian Obat
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang
mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua
sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi
obat yang benar pada rute yang salah.
Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi
dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu
diketahuinya.
Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit
diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien
mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting
untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes
melitus, dan lain-lain.
Mengapa Pasien Tidak Patuh dalam Meminum Obatnya ?
6. Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
7. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan
sehubungan dengan prognosisnya.
8. Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
9. Mahalnya harga obat.
10. Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas
pemberian obat itu kepada pasien.
Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk
pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu
memberikan KIE kepada pasien maupun keluarga tentang :
13. Nama obatnya.
14. Kegunaan obat itu.
15. Jumlah obat untuk dosis tunggal.
16. Jumlah total kali minum obat.
17. Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum
bersama susu)
18. Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
19. Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
20. Rute pemberian obat.
21. Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
22. Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada
terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.
23. Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
24. Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak

1. Digoxin
Deskripsi:
Digoxin diperoleh dari daun tumbuhan digitalis (daun-daunan yang dipakai sebagai obat
memperkuat jantung). Digoxin membantu membuat detak jantung lebih kuat dan dengan irama
yang lebih teratur.
Komposisi :
Tiap tablet mengandung digoksin 0,25 mg.
Kemasan :
Botol berisi 100 tablet
Kotak berisi 10 strip @ 10 tablet
Mekanisme Kerja Obat :
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata. Mekanisme
kerja digoksin melalui 2 cara, yaituefek langsung dan tidaklangsung. Efek langsung yaitu
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi
berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+ -ATPasedan peningkatan arus masuk ionkalsium
keintra sel. Efektidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan
sensitivitas jantung terhadap neurotransmite
Indikasi :
Untuk payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium proksimal dan flutter atrium.
Kontra indikasi :
BlokAVtingkat 2 dan blok AVtotal.
Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma Wolff - Parkinson - White.
Fibrilasi ventrikel.
Hipersensitif terhadap digoksin dan penderita dengan riwayat intoleransi terhadap preparat
digitalis.

Posologi :
Dewasa:
Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis terbagi.
Untuk digitalisasi cepat dimulai2 - 3 tablet, diikuti 1 -2 tablet tiap 6-8 jam sampai tercapai
digitalisasi penuh. Untuk digitalisasi lambat dan dosis penunjang 1/2-2 tablet
sehari (1/2 - 1 tablet pada usia lanjut), tergantung pada berat badan dan kecepatan
bersihan kreatinin.
Dosis harusdikurangi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
Anak-anak dibawah 10 tahun :
0.025 mg/kg BB sehari dalam dosis tunggalatau terbagi.
Peringatan dan Perhatian :
• Dosis lebih rendah pada pasien dengan berat badan rendah.usia lanjut, hipokalemia dan
hipotiroid. Setelah pemberian selama 14 hari, dosis hams diturunkan dan disesuaikan dengan
respon pasien. Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan menyusui.
• Hati-hati pemberian pada penderita gagal jantung yang menyertai glomerulonefritis akut,
karditis berat, gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat, hipokalsemia, hipomagnesemia,
aritmia atrium yang disebabkan keadaan hipermetabolik, penyakit nodus SA, Sindroma Wolff -
Parkinson - White, perikarditis konstriktif kronik, bayi neonatus dan bayi prematur. Blok AV
tidak lengkap pada pasien dengan serangan Stokes - Adams dapat berianjut menjadi Blok AV
lengkap. Jangan digunakan untuk terapi obesitas atau takikardia sinus, kecuali jika disertai
gagal jantung.
• Digoksin dapat menimbulkan perubahan ST-T yang pgsitjf semu pada EKG selama
testlatihan. Anoreksia, mual, muntan dan aritmia dapat merupakan gejala penyerta gagal jantung
atau gejala-gejala keracunan digitalis. Bila timbul keracunan digitalis maka pemberian obat
digitalis dandiuretik dihentikan.
Efek Samping :
Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakitkepala.
Gejala toksik pada jantung : kontraksi ventrikel prematur multiform atau unifocal,takikardia
ventrikular, desosiasi AV, aritmia sinus, takikardia atrium dengan berbagai derajat blokAV.
Gejala neurologik : depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi, gelisah, vertigo, bingung
dan halusinasi visual.
Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan berbagai gangguan visus.
Ginekomastia, ruam kulit makulopopularatau reaksikulit yang lain.
Interaksi Obat :
Kuinidin, verapamil, amiodarondan propafenon dapat meningkatkan kadar digitalis. Diuretik,
kortikosteroid, dapat menimbulkan hipokalemia, sehingga mudah terjadi intoksikasi digitalis.
Antibiotik tertentu menginaktivasi digoksin melalui metabolisme bakterial di usus bagian bawah.
Propantelin, difenoksilat, meningkatkan absorpsi digoksin. Antasida, kaolin-peptin, sulfasalazin,
neomisina, kolestiramin, beberapa obat kanker, menghambat absorpsi digoksin.
Simpatomimetik, meningkatkan resiko aritmia. Beta - bloker, kalsium antagonis, berefek aditif
dalam penghambatan konduksiAV.

Cara Penyimpanan :
Simpan di tempat sejuk dan kering, dalam wadah tertutup rapat.
2. Furosemide
Indikasi
Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti:
Edema karena gangguan jantung.
Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati.
Supportive measures pada edema otak.
Edema yang disebabkan luka bakar.
Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang.
Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
Komposisi
Tiap tablet mengandung furosemida 40 mg
Tiap ml injeksi mengandung furosemida 10 mg

Cara Kerja Obat


Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai diuretik. Mekanisme kerja
furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal.
Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi
tekanan darah yang normal.
Dosis
Tablet
Edema dan hipertensi pada orang dewasa dan anak – anak :
Dewasa :
sehari 1 – 2 kali, 1 – 2 tablet.
Dosis maksimum adalah 5 tablet sehari.
Dosis pemeliharaan adalah 1 tablet selang 1 hari.
Anak – anak:
Sehari 1 – 3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari.

Injeksi
Dewasa atau > dari 15 tahun : dosis awal : 20 – 40 mg i.v. atau i.m.
Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan 20 mg tiap interval waktu 2 jam
sampai diperoleh hasil yang memuaskan.
Dosis individual : 20 mg, 1 - 2 kali sehari.
Edema paru – paru akut
Dosis awal : 40 mg i.v.
Bila diperlukan dapat diberikan dosis lanjutan 20 – 40 mg setelah 20 menit.
Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan)
20 – 40 mg furosemida diberikan sebagai tambahan dalam infus elektrolit.
Selanjutnya tergantung pada eliminasi urin, termasuk penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang.
Pada keracunan karena asam atau basa, kecepatan eliminasi dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan keasaman atau kebasaan urin.
Bayi dan Anak – anak < 15 tahun
Pemakaian parenteral hanya diberikan pada kondisi yang mengancam jiwa.
i.v. atau i.m. : sehari 1 mg/kg bb, maksimum 20 mg sehari.
Selanjutnya terapi parenteral harus secepatnya diganti secara oral.
Peringatan dan Perhatian
Pemberian furosemida pada pasien diabetes melitus, gula darah dan urin harus diperiksa secara
teratur.
Pemberian perlu pengawasan ketat dan dosis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Dianjurkan untuk memulai dosis kecil.
Perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap susunan elektrolit untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan.
Pasien diharuskan melapor bila terjadi gejala penurunan level serum kalium (diare, muntah,
anoreksia).
Penderita yang diketahui sensitif terhadap sulfonamida dapat menunjukkan reaksi alergi dengan
furosemida.
Hindari penggunaan pada penderita edema paru – paru dan tekanan darah menurun sebagai
akibat dari infark miokard, diuresis berlebih karena dapat menimbulkan shock.

Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti : mual, muntah, diare, ruam kulit, pruritus
dan penglihatan kabr, pemakaian furosemida dengan dosis tinggi atau pemberian dengan jangka
waktu lama dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit.
Hiperglikemia.
Reaksi dermatologik seperti : urtikaria dan eritema multiforma.
Gangguan hematologik seperti : agranulositosis, anemia, trombositopenia.

Kontraindikasi
Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerolunefritis akut, insufisiensi ginjal akut,
wanita hamil dan pasien yang hipersensitif terhadap furosemida.
Anuria.
Ibu menyusui.

3. Captrofil
Captopril
. Kemasan & No Reg :
• Captopril 12,5 mg tablet (1 box berisi 5 strip @ 10 tablet), No. Reg : GKL0608511410B1.
• Captopril 25 mg kaptab (1 box berisi 5 strip @ 10 kaptab), No. Reg : GKL0408511304A1.
• Captopril 50 mg tablet (1 box berisi 5 strip @ 10 tablet), No. Reg : GKL0408511410A1.

Farmakologi :
Captopril merupakan penghambat yang kompetitif terhadap enzim pengubah angiotensin-I
menjadi angiotensin-II / angiotensin converting enzyme (ACE). Captopril mencegah terjadinya
perubahan dari angiotensin-I menjadi angiotensin II, salah satu senyawa yang dapat menaikkan
tekanan darah. Captopril dan metabolitnya diekskresi terutama melalui urin. Eliminasi waktu
paruh Captopril meningkat dengan menurunnya fungsi ginjal dimana kecepatan eliminasi
berhubungan dengan bersihan kreatinin.

Indikasi :
• Pengobatan hipertensi ringan sampai sedang. Pada hipertensi berat digunakan bila terapi
standar tidak efektif atau tidak dapat digunakan.
• Pengobatan gagal jantung kongestif, digunakan bersama dengan diuretik dan bila mungkin
dengan digitalis.

Kontra Indikasi :
• Penderita yang hipersensitif terhadap Captopril atau penghambat ACE lainnya (misalnya
pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat ACE lainnya).
• Wanita hamil atau yang berpotensi hamil.
• Wanita menyusui.
• Gagal ginjal.
• Stenosis aorta.

Dosis :
• Hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2 kali sehari, yang dapat
ditingkatkan selang 2–4 minggu, hingga diperoleh respon yang memuaskan. Dosis maksimum
50 mg, 2 kali sehari.
Diuretik tiazida dapt ditambahkan jika belum diperoleh respon yang memuaskan. Dosis diuretik
dapat ditingkatkan selang 1–2 minggu hingga diperoleh respon optimum atau dosis maksimum
dicapai.
• Hipertensi berat.
Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bertahap menjadi maksimum 50 mg ,
3 kali sehari.
Captopril harus digunakan bersama obat anti hipertensi lain dengan dilakukan penyesuaian dosis.
Dosis Captopril jangan melebihi 150 mg sehari.
• Gagal jantung.
Captoril digunakan bila terapi dengan diuretik tidak memadai untuk mengontrol gejala-gejala.
Dosis awal 6,25 mg atau 12,5 mg dapat meminimalkan efek hipotensif sementara. Dosis
pemeliharaan 25 mg, 2–3 kali sehari, dapat ditingkatkan bertahap dengan selang paling sedikit 2
minggu. Dosis maksimum 150 mg sehari.
• Usia lanjut
Dianjurkan penggunaan dosis awal yang rendah, mengingat kemungkinan menurunnya fungsi
ginjal atau organ lain pada penderita usia lanjut.
• Anak-anak
Dosis awal 0,3 mg/kg berat badan sampai maksimum 6 mg/kg berat badan perhari dalam 2–3
dosis, tergantung respon.

Efek Samping :
• Proteinuria, peningkatan ureum darah dan kreatinin.
• Idiosinkrasi, rash, terutama pruritus.
• Neutropenia, anemia, trombositopenia.
• Hipotensi.

Interaksi Obat :
• Obat-obat imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada pengguna Captopril
dengan gagal ginjal.
• Suplemen potassium atau obat diuretik yang mengandung potassium, dapat terjadi
peningkatan yang berarti pada serum potassium.
• Probenesid, dapat mengurangi bersihan ginjal dari Captopril.
• Obat antiinflamasi non steroid, dapat mengurangi efektivitas antihipertensi.
• Obat diuretik meningkatkan efek antihipertensi Captopril.
• Captopril dilaporkan bekerja sinergis dengan vasodilator perifer seperti minoxidil.

4. Simvastatin

.Kemasan& No Reg :
Simvastatin 10 mg (1 box berisi 3 strip @ 10 tablet), No. Reg : GKL0108504917A1.

Farmakologi :
Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik) dan merupakan
hasil sintesa dari hasil fermentasi Aspergillus terreus. Secara invivo simvastatin akan dihidrolisa
menjadi metabolit aktif. Mekanisme kerja dari metabolit aktif tersebut adalah dengan cara
menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase),
dimana enzim ini mengkatalisa perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang
merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol.

Indikasi :
• Terapi dengan “lipid-altering agents” dapat dipertimbangkan penggunaannya pada individu
yang mengalami peningkatan resiko “artherosclerosis” vaskuler yang disebabkan oleh
hiperkolesterolemia.
• Terapi dengan “lipid-altering agents” merupakan penunjang pada diet ketat, bila respon
terhadap diet dan pengobatan non-farmakologi tunggal lainnya tidak memadai.
• Penyakit jantung koroner.
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner dan hiperkolesterolemia, simvastatin
diindikasikan untuk :
o Mengurangi resiko mortalitas total dengan mengurangi kematian akibat penyakit jantung
koroner.
o Mengurangi resiko infark miokardial non fatal.
o Mengurangi resiko pada pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi miokardial.
• Hiperkolesterolemia.
Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer (Tipe IIa
dan IIb).
Rekomendasi umum :
Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, agar disingkirkan terlebih dahulu penyebab
sekunder dari hiperkolesterolemia (seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol, hipotiroid,
sindrom nefrotik, disproteinemia, penyakit hati obstruktif, terapi dengan obat lain, alkoholism),
dan lakukan pengukuran profil kolesterol total, kolesterol HDL dan trigliserida (TG).

Kontra Indikasi :
• Hipersensitif terhadap simvastatin atau komponen obat.
• Penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase serum yang menetap yang tidak jelas
penyebabnya.
• Wanita hamil dan menyusui.

Dosis :
Pasien harus melakukan diet pengurangan kolesterol sebelum dan selama pengobatan dengan
simvastatin.
• Dosis awal yang dianjurkan 5-10 mg sehari sebagai dosis tunggal pada malam hari. Dosis
awal untuk pasien dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5 mg sehari. Pengaturan
dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu sampai maksimum 40 mg sehari
sebagai dosis tunggal malam hari. Lakukan pengukuran kadar lipid dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu dan dosis disesuaikan dengan respon penderita.
• Pasien yang diobati dengan immunosupresan bersama HMG Co-A reduktase inhibitor, agar
diberikan dosis simvastatin terendah yang dianjurkan.
• Bila kadar kolesterol LDL turun dibawah 75 mg/dl (1,94 mmol/l) atau kadar total kolesterol
plasma turun dibawah 140 mg/dl (3,6 mmol/l) maka perlu dipertimbangkan pengurangan dosis
simvastatin.
• Penderita gangguan fungsi ginjal : tidak diperlukan penyesuaian dosis, karena simvastatin
tidak diekskresikan melalui ginjal secara bermakna. Walaupun demikian, hati-hati pemberian
pada insufisiensi ginjal parah, dosis awal 5 mg sehari dan harus dipantau ketat.
• Terapi bersama obat lain : simvastatin efektif diberikan dalam bentuk tunggal atau bersamaan
dengan “bile-acid sequestrants”.

Efek Samping :
• Abdominal pain, konstipasi, flatulens, astenia, sakit kepala, miopati, rabdomiolisis. Pada
kasus tertentu terjadi angioneurotik edema.
• Efek samping lain yang pernah dilaporkan pada golongan obat ini :
o Neurologi : disfungsi saraf cranial tertentu, tremor, pusing, vertigo, hilang ingatan,
parestesia, neuropati perifer, kelumpuhan saraf periferal.
o Reaksi hipersensitif : anafilaksis, angioedema, trombositopenia, leukopenia, anemia
hemolitik.
o Gastrointestinal : anoreksia, muntah.
o Kulit : alopecia, pruritus.
o Reproduksi : ginekomastia, kehilangan libido, disfungsi ereksi.
o Mata : mempercepat katarak, optalmoplegia.

Peringatan dan Perhatian :


• Selama terapi dengan simvastatin harus dilakukan pemeriksaan kolesterol secara periodik.
Pada pasien yang mengalami peningkatan kadar serum transaminase, perhatian khusus berupa
pengukuran kadar serum transaminase harus dilakukan jika terjadi peningkatan yang menetap
(hingga 3 kali batas normal atas) pengobatan segera dihentikan.
• Dianjurkan melakukan tes fungsi hati sebelum pengobatan dimulai, 6 dan 12 minggu setelah
pengobatan pertama, dan berikutnya secara periodik (misalnya secara semianual).
• Hati-hati penggunaan pada pasien alkoholism dan / atau yang mempunyai riwayat penyakit
hati.
• Pada penggunaan jangka panjang dianjurkan melakukan tes laboratorium secara periodik tiap
3 bulan untuk menentukan pengobatan selanjutnya.
• Terapi dengan simvastatin harus dihentikan sementara atau tidak dilanjutkan pada penderita
dengan miopati akut dan parah atau pada penderita dengan resiko kegagalan ginjal sekunder
karena rabdomiolisis atau terjadi kenaikan “creatinin phosphokinase” (CPK).
• Penderita agar segera memberitahukan kepada dokter apabila terjadi nyeri otot yang tidak
jelas, otot terasa lemas dan lemah.
• Simvastatin tidak diindikasikan dimana hipertrigliseridemia merupakan kelainan utama
(misalnya hiperlipidemia tipe I, IV dan V).
• Keamanan dan efektivitas pada anak-anak dan remaja belum pasti.

Interaksi Obat :
• Pemakaian bersama-sama dengan immunosupresan, itrakonazol, gemfibrozil, niasin dan
eritromisin dapat menyebabkan peningkatan pada gangguan otot skelet (rabdomiolisis dan
miopati).
• Dengan antikoagulan kumarin dapat memperpanjang waktu protrombin.
• Antipirin, propanolol, digoksin

5. Antasida
Antasid adalah zat yang berfungsi untuk menetralisir asam lambung.
Antasid digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan pencernaan yaitu maag. Maag
bisa disebakan jika makan terlalu banyak atau jika makan terlalu cepat. Seseorang yang
menderita maag, cairan dalam lambungnya akan menjadi lebih asam.
Reaksi yang terjadi disebut netralisasi. Hal ini karena tablet adalah basa dan cairan dalam perut
yang asam.
Antasida digunakan untuk meredakan rasa perih akibat kandungan asam yang berlebihan pada
lambung seperti yanng terjadi pada penderita tukak lambung.
Cara kerja
Antasida secara langsung akan menetralisir keasaman, peningkatan pH, atau secara reversibel
mengurangi atau menghalangi sekresi asam lambung oleh sel untuk mengurangi keasaman di
perut.
Rasa pedih terasa ketika asam klorida lambung mencapai saraf di mukosa saluran cerna. Lalu
saraf tersebut mengirim sinyal rasa sakit ke sistem saraf pusat. Hal ini terjadi pada bagian saraf
yang terkena asam.
Indikasi
Antasida yang diminum untuk meredakan sakit maag, gejala utama penyakit gastroesophageal
refluks, ataupun gangguan asam pencernaan. Pengobatan dengan antasida dan hanya ditujukan
untuk gejala ringan saja. Pengobatan ulkus akibat keasaman yang berlebihan mungkin
memerlukan antagonis reseptor H2 atau pompa proton untuk menghambat asam, dan mengurangi
H. pylori.
Efek samping
Efek samping yang terjadi ada seseorang bisa bervariasi. Efek samping yang umumnya terjadi
adalah sembelit, diare, dan kentut terus-menerus.
Berkurangnya keasaman perut dapat menyebabkan mengurangi kemampuan untuk mencerna dan
menyerap nutrisi tertentu, seperti zat besi dan vitamin B. Kadar pH yang rendah di perut
biasanya membunuh bakteri yang tertelan, tetapi antasida meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi karena kadar pHnya naik. Hal ini juga bisa mengakibatkan berkurangnya kemampuan
biologis dari beberapa obat. Misalnya, ketersediaan hayati ketokonazol (antijamur) berkurang
pada pH lambung yang tinggi (kandungan asam rendah).
Peningkatan pH dapat mengubah kemampuan biologis obat lain, seperti tetrasiklin dan
amfetamin. Ekskresi obat-obatan tertentu juga dapat terpengaruh. Perpaduan tetracycline dengan
aluminium hidroksida dapat menyebabkan mual, muntah, dan ekskresi fosfat, sehingga
kekurangan fosfat.
Merek antasid
• Alka-Seltzer - NaHCO3 dan / atau KHCO3
• Andrews antacid - CaCO3 MgCO3
• Brioschi - NaHCO3
• Equate - Al (OH) 3 dan Mg (OH) 2
• Gaviscon - Al (OH) 3
• Maalox (cair) - Al (OH) 3 dan Mg (OH) 2
• Maalox (tablet) - CaCO3
• Milk of Magnesia - Mg (OH) 2
• Pepto-Bismol (Dewasa)- C7H5BiO4
• Pepto-Bismol (Anak-anak) - CaCO3
• Rennie (tablet) - CaCO3 MgCO3
• Rolaids - CaCO3 dan Mg (OH) 2
• Tums - CaCO3
• Mylanta - berisi Al (OH) 3
• Eno - NaHCO3, asam sitrat, Na2CO3
• Gelusil (tersedia dalam bentuk tablet dan sirup)

6. Bisolvon Tablet
Indikasi:
Obat batuk pengencer dahak.
Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif terhadap komponen obat ini
Deskripsi:
Bekerja sebagai mukolitik untuk meredakan batuk berdahak, Bisolvon bekerja dengan
mengencerkan sekret pada saluran pernafasan dengan jalan menghilangkan serat-serat
mukoprotein dan mukopolisakarida yang terdapat pada sputum sehingga lebih mudah
dikeluarkan.
Jenis:
Table

b. Kompleks QRS

Sejumlah kompleks QRS beserta tatanamanya.


Lihat juga: Sistem konduksi listrik jantung
Kompleks QRS adalah struktur EKG yang berhubungan dengan depolarisasi ventrikel. Karena
ventrikel mengandung lebih banyak massa otot daripada atrium, kompleks QRS lebih besar
daripada gelombang P. Di samping itu, karena sistem His/Purkinje mengkoordinasikan
depolarisasi ventrikel, kompleks QRS cenderung memandang "tegak" daripada membundar
karena pertambahan kecepatan konduksi. Kompleks QRS yang normal berdurasi 0,06-0.10 s (60-
100 ms) yang ditunjukkan dengan 3 kotak kecil atau kurang, namun setiap ketidaknormalan
konduksi bisa lebih panjang, dan menyebabkan perluasan kompleks QRS.
Tak setiap kompleks QRS memuat gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Menurut
aturan, setiap kombinasi gelombang-gelombang itu dapat disebut sebagai kompleks QRS.
Namun, penafsiran sesungguhnya pada EKG yang sulit memerlukan penamaan yang pasti pada
sejumlah gelombang. Beberapa penulis menggunakan huruf kecil dan besar, bergantung pada
ukuran relatif setiap gelombang. Sebagai contoh, sebuah kompleks Rs akan menunjukkan
defleksi positif, sedangkan kompleks rS akan menunjukkan defleksi negatif. Jika kedua
kompleks itu dinamai RS, takkan mungkin untuk menilai perbedaan ini tanpa melihat EKG yang
sesungguhnya.
• Durasi, amplitudo, dan morfologi kompleks QRS berguna untuk mendiagnosis aritmia
jantung, abnormalitas konduksi, hipertrofi ventrikel, infark otot jantung, gangguan elektrolit, dan
keadaan sakit lainnya.
• Gelombang Q bisa normal (fisiologis) atau patologis. Bila ada, gelombang Q yang normal
menggambarkan depolarisasi septum interventriculare. Atas alasan ini, ini dapat disebut sebagai
gelombang Q septum dan dapat dinilai di sadapan lateral I, aVL, V5 dan V6.
• Gelombang Q lebih besar daripada 1/3 tinggi gelombang R, berdurasi lebih besar daripada
0,04 s (40 ms), atau di sadapan prekordial kanan dianggap tidak normal, dan mungkin
menggambarkan infark miokardium.
AGD adalah Pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah
yang berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisma.
Tujuan diperiksanya AGD pada Tn.A yaitu :
1. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
2. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
3. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2.
4. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan
secret yang ditandai dengan Tn.A mengeluh sesak nafas dan berkurang jika posisi setengah
duduk atau tidur menggunakan 2 bantal atau lebih.
Rencana keperawatn :
a. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, missal mengi, krekels, ronki.
R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/ tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronchitis) ;
bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tak nya bunyi nafas (asma berat).
b.Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
R :Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama distress.
c.Diskusikan dengan pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
R:Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi .
d.Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R:Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea.
e. Memberikan air hangat.
R :Hidrasi air membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas yang ditandai Tn.A mengeluh sesak
napas dan berkurang jika posisi setengah duduk atau tidur menggunakan 2 bantal atau lebih.
Rencana keperawatan :
a.Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
R:Mengetahui pergerakan dada simetris atau tidak.pergerakan dada tidak simetris
mengindikasikan terjadinya gangguan pola nafas.
b.Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
R:Penggunaan otot bantu nafas mengindikasikan bahwa suplai O2 tidak adekuat.
c.Kolaborasi pemberian Oksigen dan px GDA
R:Pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat.GDA untuk mengetahui
konsentrasi O2 dalam darah.
d.Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi, pernafasan).
R:Tanda vital menunjukan keadaan umum pasien. Pada pasien dengan gangguan pernafasan
TTV meningkat maka perlu dilakukan tindakan segera.
3.Sindrom perawatan diri berhubungan dengan sesak nafasyang ditandai Tn.A mengeluh sesak
napas dan berkurang jika posisi setengah duduk atau tidur menggunakan 2 bantal atau lebih.
Rencana keperawatan :
a.Observasi kemampuan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
R:Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
b.Pertahankan dukungan,sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
R:Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan
membantu pasien secara konsisten.
c.Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
R:Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong pasien untuk
berusaha secara kontinu

DAFTAR PUSTAKA
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=30030
http://st284602.sitekno.com/article/12254/peran-perawat-dalam-pemberian-obat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrokardiogram
SENIN, 19 OKTOBER 2009
Resume KKD Radiologi 2009

http://panji1102.blogspot.co.id/2009/10/resume-kkd-radiologi-2009.html

Gameshark Radiologi – H. Panji Irawan

Thorax PA
1. CTR < 50%
a. Non spesifik
- tampak corakan bronkovaskular meningkat di kedua lapang paru = bronkitis akut
- tampak corakan bronkovaskular meningkat di kedua lapang paru, diafragma letak rendah,
jantung teardrop = bronkitis kronis
- tampak bercak eksudat menyebar di basal paru kanan = bronkopneumonia kanan
- tampak bercak eksudat menyebar di basal paru kanan-kiri = BP duplex
- tampak perselubungan homogen dengan garis Ellis di Lobus inferior hemithorax kanan, disertai
bercak eksudat di parahiller kanan = bronkopneumonia + efusi pleura (pleuropneumonia)
- tampak bercak eksudat di lobus media kanan&inferior paru dengan batas tegas di fisura minor
= pneumonia lobaris kanan
- tampak kavitas multipel berdinding tipis di basal paru kanan (dengan/tanpa air fluid level) =
pneumonia stafilokokus kanan
- tampak kavitas berdinding tebal di basal paru kanan (dengan/tanpa air fluid level di dalamnya)
disertai bercak eksudat di sekelilingnya = abses paru kanan
- tampak bercak kasar di lobus superior kanan = pneumonia aspirasi (pada anak kecil)
- tampak bercak eksudat tersebar halus merata di kedua lapang paru tanpa fokus primer =
alveolitis/bronkiolitis

b. 1. Proses Spesifik Aktif


- tampak bercak infiltrat di apex kanan = Proses spesifik aktif kanan
- tampak kaverna berdinding tebal (dengan/tanpa air fluid level) di apex paru kanan = proses
spesifik aktif kanan
- bisa terdapat infiltrat di kedua paru
- bisa terdapat kaverna besar
- dapat disertai pneumothorax, efusi pleura, atelektasis
- dapat spreading bronkogenik (tersebar di seluruh lapang paru, kasar), spreading hematogen
(tersebar di seluruh lapang paru, halus)

b. 2. Proses Spesifik inaktif


- kalsifikasi
- fibrosis
- residual cavity
- Schwarte (lobus superior), Plaque (perselubungan homogen dg/tanpa efek efek tarikan di apical
lobus superior)
- Tuberculoma

c. Efek tarikan
- Atelektasis (kanan) = tampak perselubungan homogen di apex paru kanan disertai efek tarikan
(pada ) sampai dengan fisura minor
- Schwarte + Fibrosis (kiri) = tampak perselubungan homogen di apex paru kanan disertai efek
tarikan (pada )
- Bronkiektasis = tampak gambaran Honeycomb dengan fibrosis disekitarnya
- Fibrosis
d. Efek dorongan
- Pneumothorax (kanan)= tampak gambaran hiperlusent tanpa corakan bronkovaskuler di
lateral/seluruh hemithorax kanan, disertai gambaran paru kanan yang kolaps ke arah hilus, efek
dorongan (jantung, dll) kontralateral dan pelebaran sela iga

- Efusi pleura (duplex) = tampak perselubungan homogen di sinus costofrenicus kanan&kiri


dengan garis Ellis Dammeseou (garis meniscus bila efusi sedikit)

- Pneumothorax + Efusi Pleura = tampak gambaran hiperlusent tanpa corakan bronkovaskuler di


hemithorax kanan, disertai gambaran paru kanan yang kolaps ke arah hilus, sinus costofrenikus
tumpul dengan garis meniscus (hidropneumothorax kanan)

2. CTR > 50%


- LVH et causa Cardiomiopati = CTR > 50%, batas kiri jantung > 2/3 hemithorax kiri, pinggang
jantung normal, (tanpa kumis terbalik, tanpa koma terbalik, tanpa bercak transudat)

- impending decomp et causa Cardiomiopati = CTR > 50%, batas kiri jantung > 2/3 hemithorax
kiri, pinggang jantung normal, dengan kumis terbalik, koma terbalik, (tanpa bercak transudat di
basal paru kanan)

- Decompensatio cordis kiri et causa Cardiomiopati = CTR > 50%, batas kiri jantung > 2/3
hemithorax kiri, Apex tertanam, kumis terbalik, koma terbalik, bercak transudat di basal paru
kanan
- impending decomp et causa kelainan katup mitral = CTR > 50%, batas kiri jantung > 2/3
hemithorax kiri, pinggang jantung (mendatar/mencembung), gambaran kumis terbalik, koma
terbalik, (tanpa bercak transudat di basal paru kanan)

- Decompensatio cordis kiri et causa kelainan katup mitral = CTR > 50%, batas kiri jantung >
2/3 hemithorax kiri, pinggang jantung (mendatar/mencembung), gambaran kumis terbalik, koma
terbalik, bercak transudat di basal paru kanan

- konfigurasi mitral = Pinggang jantung mendatar/mencembung, corakan bronkovaskular


meningkat

- Uremic lung = CTR > 50%, batas kiri jantung > 2/3 hemithorax kiri, tampak bercak kesuraman
cranialisasi di hemithorax kanan & kiri simetris halus membentuk gambaran batwings (Tanpa
kumis terbalik, tanpa koma terbalik)

BNO
B=
jumlah udara usus meningkat (meteorismus) -> distensi usus = Coil spring, Hearing bone
(suspect ileus) -> stepladder (ileus obstruktif) -> free air sickle pada diafragma kanan (ileus
perforasi)
Distribusi udara tidak normal (sentinel loop, udara di usus halus)
Peritoneal Fatline (menghilang pada peritonitis), Psoas line
Kalsifikasi = cholelithiasis (batu multipel, mozaic di luar pelviocalices)
N = Contour ginjal (tampak/tidak tampak/tampak sebagian), nefrolith (dalam contour ginjal),
uretrolith

Menilai batu = densitas (opaque/lusent), bentuk (bundar/oval), struktur (lamelar/radiar), jumlah,


letak

LS = aligment, spur, corpus vertebra, celah sendi menyempit/tdk

IVP 7 = kontras belum mengisi = penuruan fungsi ekskresi


nefrolith (di dalam pelviocalices)

IVP 15 = kontras belum mengisi ureter = penurunan fungsi ekskresi


Hidroureter, hidronefosis (grade 1 = Tumpul, grade 2 = Flattening, grade 3 = Clubbing, grade 4
= Kistik)
Striktur (tepi ireguler), peristaltik (tepi reguler)
(batu = suspect)
Kingking/tidak

IVP 30 = v. urinaria penuh


Pada saluran atas tetap dinilai pelebarannya krn apa?
IVP – PM = fungsi miksi baik/tidak (ada tidaknya sisa kontras di vesica urinaria)

IVP 120 menit belum mengisi vesica urinaria = gangguan fungsi ekskresi

Colon inloop
kontras mengisi sampai ileum terminalis
Haustra terlihat (baik/tidak baik)
Filling defect = Ca colon (annular, polipoid, fungiting)
Indentasi (massa di luar organ yang mendesak), contoh splenomegali
Additional defect = divertikel/divertikulosis
String sign = pada post evakuasi, gambaran colitis kronik

Schuller
1. Mastoiditis akut
d = perselubungan homogen sebagian pd mastoid aircell kanan/dg pneumatisasi
k = mastoiditis akut

2. Mastoiditis kronis
d = perselubungan homogen pd seluruh mastoid air cell kanan dengan gambaran sklerotik
(dengan/tanpa kolesteatom)
k = mastoiditis kronis kanan (dg/tanpa kolesteatom)

Eislerr untuk Fraktur Mandibula (mentum, corpus, angulus, procesus)

Tulang dan sendi


f = cruris AP
d = tampak periosteal reaction&osteolitik pd tibia kanan 1/3 (proksimal/distal) disertai soft tissue
swelling
k = osteomielitik akut kanan

f = cruris AP
d = tampak kloaka, involucrum, squester pada 1/3 (proksimal/distal) tibia kanan
k = osteomielitik kronis kanan

Osteoporosis = korteks menipis, densitas menurun, trabekula berkurang

f = Pelvis
d = bergesernya caput femur kanan dari acetabulum ke inferior medial
k = dislokasi coxae kanan ke medioinferior

f = columna vertebralis cervicalis


d = cervical tegak
k = muscle spasme
f = cranial
d = discontinuitas os. Frontal
k = fraktur cranii

f = pelvis
d = simpisis pubis meregang
k = simfisiolisis
(biasa pd wanita postpartum)

f = pedis
d = diskontinuitas
k = fraktur os tarsal

f = pedias
d = diskontinuitas komplit digiti 5, posisi buruk, terdapat kalus
k = fraktur digiti 5 pedis

f = cruris kiri AP LATERAL = seharusnya OBLIQUE agar tdk superposisi


d = diskontinuitas komplit os fibula&os tibia 1/3 distal, posisi buruk, tdk terdpt kalus
k = fraktur os fibula&os tibia

f = cruris kiri
d = terpasang plate&screw os tibia 1)3 distal&terdapat diskontinuitas os fibula 1/3 distal, posisi
baik,tidak terdapat kalus
k = fraktur os fibula 1/3 distal, posisi baik, baru

f = cruris kiri
d = diskontinuitas komplit os fibula 1/3 distal, posisi baik, tdk terdapat kalus
k = fraktur cruris kiri

f = cruris kiri
d = diskontinuitas komplit os fibula 1/3 distal, posisi baik, terdapat kalus (1 bulan kemudian)
k = fraktur os fibula 1/3 distal, posisi baik, sudah lama, struktur tulang normal

f = femur
d = diskontinuitas komplit os femur, posisi buruk, tdk terdpt kalus = fraktur femur
d = diskontinuitas komplit os femur, terpasang gips = imobilisasi
d = terpasang pen&wire dg posisi baik = reposisi

f = femur
d = diskontinuitas komplit os femur 1/3 proximal, posisi buruk, tdk ada kalus
k = fraktur os. Femur

f = wrist (AP lateral)


d = diskontinuitas caput radius distal&procesus styloideus ulna distal lepas
k = fraktur colles

f = manus (AP - oblique)


d = hilangnya os. Phalanx distal kiri pd digiti 1 & terdpt soft tissue swelling
k = fraktur amputasi

f = manus (AP-oblique)
d = diskontinuitas inkomplit metakarpal 4 di 1/3 distal, posisi baik, tdk ada calus
k = fraktur metacarpal 4 baru

f = artikulasio cubiti (oblique - lateral)


d = terpasang pen di os radius, posisi baik
k = reposisi fraktur os. Radius

f = humerus (AP oblique)


d = diskontinuitas komplit 1/2 os. Humerus, posisi buruk, tdk ada kalus
k = fraktur os humerus baru

f = thorax AP
d = diskontinuitas costae posterior 4-8, terdpt hiperlusen di soft tissue
k = fraktur costae posterior 4-8 dengan emfisema subkutis

f = gelang bahu/shoulder
d = diskontinuitas os skapula dextra, tdk terdpt kalus
k = fraktur os scapula dextra, baru

f = shoulder AP
d = diskontinuitas komplit 1/3 os clavikula kiri, posisi buruk, calus (-). Terpasang pen di os.
Clavicula dg posisi baik
k = reposisi fraktur os. Clavicula

f = cranium lateral
d = diskontinuitas os frontal sampai os. Pareital
k = fraktur linear os. Frontal&os. Parietal

f = manus & pedis (AP oblique)


d = pedis -> digiti 1&2 fuse, jumlah jari 4
k = syndactily
d = manus -> digiti 2&3 fuse
k = syndactily

f = pedis (AP - oblique)


d = jumlah digiti ada 6
k = polidactily
f = cruris kanan (AP - lateral)
d = terdapat lesi osteolitik, reaksi periosteal, soft tissue swelling pada 1/3 tengah os. Tibia
k = osteomielitis akut tibia kanan

f = pedis kanan-kiri (AP - oblique)


d = permukaan sendi MTP joint 1 kanan tidak rata, sela sendi menyempit, soft tissue swelling,
tophi
k = gouthy artritis
gout = pedis unilateral
RA = manus bilateral, tidak ada soft tissue swelling
TBC = coxae & vertebra
OA = permukaan sendi tidak rata, sela sendi menyempit di genue, coxae

F = os. Humerus kiri AP oblique


D = struktur tulang normal, terdapat diskontinuitas komplit pada ½ os. Humerus kiri, posisi
buruk, tidak terdapat kalus
K = fraktur os humerus kiri, 1/3 medial, posisi buruk, baru

F = lumbosacral AP-lateral
D = corpus vertebra L3 kecil
K = kompresi vertebra L3

F = lumbosakral AP-Lateral
D = struktur tulang normal, diskus menyempit
K = Hernia Nucleus Pulposus

F = antebrachii
D = diskontinuitas inkomplit di ½ os. Radius & os. Ulna, posisi baik, tidak ada kalus, struktur
tulang baik, garis epifisis masih ada
K = fraktur Greenstick

F = Lumbosacral lateral
D = tampak L3 bergeser ke anterior
K = spondilolistesis

Radiologi Digestivus - dr. Sigit

Jenis foto
1. BNO
Udara usus = normal di gaster&colon, usus kecil tdk boleh ada udara, klo ada udara =
meteorismus/kembung
foto polos abdomen 1 posisi (puasa dl) utk kholik abdomen, utk traktus urinarius
d = terdpt struktur moderately radioopaque sebelah kiri setinggi L3 medial psoas line, terdpt spur
dg lipping (L2, L3, L4)
k = batu ureter kiri setinggi L3 & spondilosis (degeneratif)
Batu/kalsifikasi
PSOAS line = batu di medial psoas line (batu ureterolith), batu di lateral psoas line (batu
nefrolith)
peritoneal fat line = menghilang pd peritonitis
d = peritoneal fat line menghilang&dinding usus menebal
k = peritonitis

Contour ginjal&proyeksi saluran anatomi

2. BNO 3 posisi
utk akut abdomen, ileus obstruktif, ileus paralitik, perforasi
- supine = terdpt Coil spring appereance (bila 1), terdpt Hearing bone sign (bila >1). Tanda dari
ileus paralitik
- lateral left decubitus = terdpt air fluid level, bila ada multiple air fluid level akan membentuk
gambaran stepladder. Tanda dari ileus obstruktif
- tegak = terdpt free air sickle di subdiafragma kanan. Tanda perforasi/pneumoperitoneum.
Biasanya krn appendisitis, thypoid, ulcus gaster/duodenum

3. OMD/Oesofagus-Mag-Duodenum
- berdiri
- supine
- prone/setengah duduk

4. Colon in Loop
- polos/plain
- kontras spot/bagian perbagian
- overall
- post evakuasi

Mukosa usus
Ukuran usus
awalnya BNO dulu, spot 3 foto, overall
indikasi = divertikel (additional defect), colitis (filling defect)
d = barium mengisi seluruh colon dengan lancar sampai ileum terminalis, terdapat additional
defect pada colon caecum, haustra baik.
k = divertikel, (klo ada banyak = divertikulosis)

5. CT Scan
6. USG
Hepar
Vesica Felea
Lien
Pancreas
fatty liver = hiperechoic (putih)
abses hepar = dinding tebal dengan air fluid level
batu empedu = gambaran massa (hiperechoic bulat dengan posterior accoustic shadow)
kholesistitis akut = dinding tebal, terdapat batu (hiperechoic bulat dengan posterior accoustic
shadow)
kholesistitis kronik = dinding tebal dengan bentuk deformitas

Foto kontras
Esofagogram = biasa dilakukan pd bayi baru lahir, muntah2 terus saat diberi ASI
d = kontras mengisi esofagus setinggi/sampai cervical 4
k = striktur esofagus

Gambaran anatomi gaster


Intestinum tenue
Colon
Rektosigmoid

Kasus
1. Fatty liver (USG)
2. Hepatitis (USG)
3. Abses hepar (USG)
4. Striktura Esophagus, penyempitan lumen esofagus dengan batas ireguler setinggi Cervical (?)
5. Ileus
6. Perforasi (free air sickel pd diafragma kanan)
7. Cholecystitis
8. NEC (ga ada fotonya)
9. Colitis kronik = dilihat saat post evakuasi, tampak String sign
10. Divertikel = additional filling/defect
11. Peritonitis = peritonel fatline menghilang

Radiologi Traktus Urinarius

Jenis foto
1. BNO
Contour ginjal
Batu/kalsifikasi

f = BNO
d = jumlah udara usus meningkat, distribusi udara usus tidak normal, tampak gambaran sentinel
loop.
Tampak batu (jumlah, bentuk, struktur, lokasi) radioopaque, berjumlah 1, bentuk bulat di contour
ginjal kanan
k = nefrolith kanan dengan distensi abdomen

f = BNO
d = gambaran batu radioopaque bentuk (lonjong/oval), struktur (lamelar/radier), jumlah 1 dlm
rongga pelvis di linea mediana
k = vesicurelith

2. IVP
- 7 menit
Fungsi ekskresi - Pelviocalices
Nephrogram
-15 menit
Pelviocalices
Ureter
- 30 menit
Ureter
Vesika urinaria
- Post miksi = Evaluasi pengosongan
- 60/120 menit

3. Cystografi
4. RPG/retrograde pyelografi
5. CT Scan
6. USG
Ginjal
Vesika Urinaria
Prostat

Kasus
1. Batu urinarius
2. BPH
3. Striktur Ureter
4. Ruptur ginjal/ureter/buli

F = ivp 30 menit
D = Tampak gbran batu radioopaque di kiri. Pelviocalises&ureter kiri tdk terisi kontras
K = batu ginjal kiri dg gang.fungsi ekskresi

F = Bno
D = Jumlah udara usus sangat bertambah,tampaik hering bone
k = Suspect ileus obstruktif

f = ivp 15 menit
d = pelebaran pelviocalises kiri, kingking di pangkal ureter kiri
k = ureter kingking dg hidronefrosis kiri

f = IVP 7 menit
d = kontras tdk mengisi pelviocalices kanan dg gambaran batu memenuhi pelviocalises
k = batu Stockhorn dlm ginjal kanan
f = IVP 15 menit
d = pelebaran pelviocalises kiri dg penyempitan lumen ureter tepi ireguler. Tampak batu multipel
mozaic diluar pelviocalises kanan
k = hidronefrosis et causa striktur uretra. Cholelithiasis

f = IVP 30 menit
d = tampak gambaran sklerotik dengan spur formation/lipping
k = spondiloartrosis/spondilosis (krn proses degeneratif)

F = cystogram
D = mukosa v. Urinaria ireguler, tampak additional filling, tampak identasio
K = cystitis oleh krn BPH&divertikel

F = IVP 7 menit
D = tampak pelviocalises kiri normal, tampak bayangan batu berbentuk corong dg contour ginjal
kanan membesar
K = batu pelvis renalis kanan dg gangguan ekskresi& suspect hidronefrosis

derajat hidronefrosis
normal = cupping lancip tajam
1. Cupping tumpul = sumbatan parsial
2. Cupping rata/flattening
3. Clubbing/mencembung
4. Kistik/Medulla tdk terlihat lagi

Sistem Respirasi - dr. L. Kristanto

Densitas
1. Very opaque/sangat putih = logam
2. Moderately radioopaque = tulang, kalsifikasi, batu
3. Intermediate = soft tissue, jantung, pembuluh darah, payudara
4. Moderately radiolusent = lemak, udara usus, udara paru, kartilago
5. Very lusent/sangat hitam = udara bebas

Densitas paru normal = moderately radiolusent

Foto thorax ideal


1. PA = paling baik, krn jantung berada di depan, bila dg AP tdk bs membedakan pembesaran
jantung fisiologis/patologis, film di dada, sinar horizontal dr punggung
2. Tegak = sifat air akan mencari tempat terendah
3. Inspirasi = diafragma turun kebawah (costae VI), lapangan paru > lapang, jantung terdorong
keatas
4. Endorotasi max = terlihat lengkungan costa I berbentuk 'love sempurna', tulang clavicula
terlihat bagus, skapula tidak menutupi lapangan paru

Posisi foto thorax lain


1. AP = tidak perlu inspirasi dalam, dilakukan pd pasien yg tdk dpt berdiri, pasien dlm posisi
berbaring, film di punggung, sinar vertikal dr dada
2. Lateral = utk mengetahui letak sesuatu lebih jelas, seperti massa, Corpus alienum, analisa
jantung, cairan, tumor
3. Lateral dekubitus = utk evaluasi cairan yang sedikit < 200 cc pada efusi pleura
4. Top lordotik = utk membaca apex, contoh = infiltrat pd TB yang tidak begitu jelas dengan foto
PA, clavikula tidak ikut difoto
5. CT-scanning
membuat potongan transversal/axial, longitudinal, coronal. Utk mengetahui kelainan
spesifik/lebih mendetail, dipotong per cm
6. Bronchografi
hampir tidak pernah dilakukan, termasuk radiologi intervensional, selang dimasukkan ke bronkus
primer lalu dimasukan kontras, skrng sudah tdk dilakukan krn tergantikan dg CT scan

Pembacaan foto
1. Hemithorax, dibagi hemithorax kiri dan kanan
moderately radiolusent (hitam krn ada udara di jaringan paru)
intermediate (putih krn soft tissue jantung)
parenkim paru&pleura tdk terlihat
2. Corakan bronkovaskuler, = gambaran a.pulmonalis&percabangannya. Dilihat 1/3 lateral,
apabila makin ke lateral makin berkurang = normal. Apabila meningkat = penyakit kronis.
Apabila menghilang = curiga kolaps paru
3. Hilus = tempat keluar masuknya pembuluh darah, kelenjar limfe, bronkus, vena. Wajib dibaca
pada anak2, curiga TB anak (pembesaran KGB bisa dg/tanpa infiltrat, TB milier bs merupakan
infeksi primer). Pada dewasa = pembesaran vena pulmonalis pd decomp cordis. Penyakit paru
akibat kerja = Pnemokoniosis

d = fibrosis disekitar bronkovaskular, nodul tersebar dikedua lapang paru, kelenjar hilus
membesar dg kalsifikasi egg shell, penebalan pleura, paru emfisematus
k = Pneumokoniosis

4. Sinus Costofrenicus. Normal tajam, bila tumpul = ada garis Ellis Damessoe, tanda efusi pleura
jenis cairan = eksudat, transudat, hemothorax, chilothorax
bila meningkat sedikit = sinus costofrenicus tumpul dengan garis meniscus cairan
bila meningkat cukup banyak = perselubungan homogen di basal dengan permukaan cekung dari
lateral atas ke medial bawah (Garis Ellis Dammeseou)

d = tampak perselubungan homogen di sinus costofrenicus kanan&kiri dengan garis Ellis


Dammeseou
k = efusi pleura duplex

5. Diafragma. Normal berbentuk lengkung, diafragma kanan lebih tinggi dr kiri,berada di iga VI,
dibawah iga VI = penyakit kronis/tanda-tanda emfisema
6. Pleura. Normal tidak terlihat, yang masih mungkin terlihat = pleura minor
7. Trakea. Terlihat garis lusent, normal berada ditengah vertebra lurus/tinea mediana, apabila
tidak lurus = kemungkinan terkena efek tarikan
bifurcatio trachealis setinggi thoracal V
8. Tulang-tulang. Intak/tidak, bila destruksi = Tumor Pancoast
9. Penamaan lapangan, batas kanan dan kiri
(gambar)

Kasus-kasus
1. TB paru dewasa & anak
A. Minimal lession
1. Aktif
- infiltrat pada 1 paru, sedikit, tidak luas, ada di apex, lobus superior, apical lobus lain/diatas
fissura minor
infiltrat = sebukan sel radang di parenkim paru, belum menular, bila sudah di bronkus bisa
menular
- kaverna/kavitas kecil
2. Inaktif = tanpa sisa

B. Moderately advance
- infiltrat pada 1 paru, luas (aktif)
- infiltrat pada 2 paru/duplex (aktif)
- kaverna besar (aktif)
- kalsifikasi, fibrosis, residual cavity (inaktif)

- Pneumothorax (aktif)
- Aktif bisa mengenai pleura (efusi pleura/hidropneumothorax/pleurisy TB)
- Schwarte, Plaque (inaktif)

- Atelektasis (aktif)
inaktif tidak meninggalkan sisa

- Bronkiektasis (aktif), Honeycomb apperance = inaktif (pelebaran ireversibel


bronkus&percabangannya krn radang kronis, cincin&kartilago rusak)
- inaktif = kelainan menetap/fibrosis

- Spreding bronchogenik = tersebar di seluruh lapangan paru, kasar tidak merata (aktif)
- Spreading hematogenik = TB Milier/tersebar di seluruh lapangan paru, halus merata (aktif)
- Tuberkuloma = sel perkejuan dlm paru (inaktif)

C. Far advance
- Destroyed lung

TB pada anak
2. TB paru dengan Pleurasy/Hidrothorax
eksudat = keruh, Rivalta (+)
eksudat supuratif = pus/Piothorax, krn bakteri nonspesifik
infiltrat = xantochrom/Putih kekuningan
chylothorax = putih susu, bendungan di kelenjar limfe
hemothorax = darah (fraktur iga)
Xerosanguinis = seperti cucian daging/keganasan
transudat = bening seperti air, pada DBD, Decomp cordis kiri, gagal ginjal, Rivalta (-)

Foto Thorax PA
d = tampak paru kanan kolaps, hemithorax kanan menjadi lebih lusent tanpa corakan
bronkovaskuler, sinus costofrenikus tumpul dengan air fluid level (bukan garis Ellis)
k = hidropneumothorax kanan

3. TB paru dengan Pneumothorax


d = gambaran paru kanan menjadi hiperlusen tanpa corakan bronkovaskuler, paru kolaps ke arah
hilus, jantung terdesak ke sisi paru kiri, sela iga kanan melebar, diafragma letak rendah
k = pneumothorax kanan

d = tampak paru kanan kolaps, hemithorax kanan hiperlusen tanpa corakan bronkovaskuler,
diafragma letak rendah, sela iga melebar, tampak kavitas di lobus superior kanan, tampak
infiltrat paru kiri
k = TB duplex dengan pneumothorax

d = radiolusent tanpa corakan bronkovaskuler di lateral/seluruh hemithorax, gambaran paru yang


kolaps ke arah hilus, efek dorongan kontralateral, pelebaran sela iga
k = Pneumothorax

d = gambaran paru kanan menjadi hiperlucent tanpa corakan bronkovaskuler, paru kolaps ke arah
hilus, jantung terdesak ke sisi paru kontralateral, sela iga melebar, diafragma letak rendah
k = pneumothorax kanan

4. TB paru dengan AIDS


gambaran jd tidak spesifik, fokus infeksi bisa dimana saja,tidak harus di apex/lobus superior,
fokus infeksi bisa di lobus media/inferior

5. Bronkitis akut & kronis


Foto Thorax PA
d = CTR < 50%,tampak corakan bronkovaskular meningkat di kedua lapang paru (1/3 lateral
lapangan paru corakannya besar2)
k = bronkitis akut

Foto thorax PA
d = tampak corakan brokovaskular meningkat di basal kedua lapang paru, gambaran paru
menjadi hiperlusent (lebih hitam), diafragma letak rendah, jantung teardrop
k = bronkitis kronis

Foto thorax PA
6. Emphysema
d = gambaran paru menjadi hiperlusent, diafragma letak rendah, jantung teardrop
k = emphysema

7. Asma bronkiale
bisa gambaran bronkitis kronis/emfisema. Merupakan penyakit yang berdiri sendiri dengan
patologi penyakit alergi
bronkitis asmatis=bronkitis yg disertai wheezing/gejala asma saat terkena infeksi bronkus
d = gambaran paru hiperlusen, diafragma menurun
k = paru emfisematus

8. Bronkiolitis
sesak, asidosis, tingkat kematian tinggi pada anak2
Thorax PA
d = tampak bercak kesuraman tersebar halus (berupa eksudat) merata di seluruh lapang pandang
paru kanan&kiri, CTR < 50%
k = alveolitis/bronkiolitis
(termasuk golongan penyakit Pneumonia)

9. Pneumonia aspirasi
biasa pada bayi sering tersedak saat makan& bisa pada aspirasi mekoneum/amnion
pada pasien dewasa=post trauma, hilang kesadaran, tenggelam, stroke
foto thorax AP
d = tampak bercak kasar di lobus superior kanan
k=pneumonia aspirasi

10. Pneumonia
Bronchopneumonia = bercak kesuraman difus/bercak eksudat tidak teratur/acak2an
Foto Thorax PA
d = bercak kesuraman di basal paru kanan/parakardial kanan, CTR < 50%
k = bronkopneumonia kanan

Foto Thorax PA
d = bercak kesuraman basal paru kanan&kiri, CTR < 50%
k = bronkopneumonia duplex
Pneumonia lobaris
konsolidasi yg cepat di satu lobus/segmen paru, biasa krn Pneumococcus

Foto Thorax PA
d = CTR< 50%, tampak bercak eksudat di lobus medial&inferior hemithorax kanan dengan batas
jelas di fissura minor
k = pneumonia lobaris kanan

Stafilococcus = pembentukan kavitas-kavitas


d = tampak bercak kesuraman di basal paru kanan disertai cavitas-cavitas berdinding tipis,
dengan/tanpa air fluid level
k = pneumonia stafilokokus kanan

cavitas = dinding tipis, bisa disertai air fluid level


caverne = dinding tebal, proses spesifik aktif
residual cyst = dinding tipis, proses spesifik inaktif
eksudat = serbukan sel radang yg dibentuk oleh kuman nonspesifik di basal/medial paru
infiltrat = serbukan sel radang yang dibentuk oleh kuman spesifik di apex/lobus superior
transudat = cairan hasil transudasi/keluarnya cairan dari intra ke ekstra tanpa sel

d = tampak perselubungan homogen di Lobus inferior dan lobus medial hemithorax kanan,
tampak bercak kesuraman di parahiller kanan, CTR<50%
kesan = pleuropneumonia
pleuropneumonia = bronchopneumonia + efusi pleura

11. Bronkiektasis
corakan bronkovaskuler meningkat dan kasar, paru emfisematus, tampak gambaran honeycomb
di basal, disertai bercak kesuraman disekitarnya, kadang ada airfluid level di dlm rongga/kavitas

d = tampak gambaran honeycombs di lobus superior hemithorax kiri, CTR<50%, tampak


jaringan fibrotik, diafragma letak rendah
k = bronkiektasis kiri

12. Atelektasis
bayangan suram homogen, kesuraman densitas tinggi, efek tarikan (mediastinum, diafragma,
fisura paru) ke arah atelektasis, sela iga menyempit
d = tampak perselubungan homogen hampir diseluruh hemithorax kanan, trakea tertarik ke
kanan, jantung tertarik ke kanan, sela iga menyempit, diafragma tertarik ke atas
k = atelektasis

13. Abses paru


kavitas dinding tebal, batas tidak teratur, air fluid level di dlmnya, bercak eksudat di
sekelilingnya

Radiologi Kardiovaskuler - dr. Kristanto

Jenis Foto
Harus Thorax PA
Lateral utk menentukan lokasi kelainan
CT Scan
Pembacaan foto
1. Bentuk&ukuran jantung CTR = CardioThoracicRatio, membandingkan lebar jantung terlebar
dg thorax terlebar
CTR normal < 50%
CTR prominen = 50%
CTR > 50% kardiomegali

2. Situs
berada di hemithorax kiri
basis di kanan, apex di kiri
dextrocardia = kebalikannya

3. Batas jantung
kanan = atrium kanan, aorta ascenden, v. Cava superior
kiri = arkus aorta, pinggang jantung konkaf (tonjolan a. Pulmonalis), apeks jantung = ventrikel
kiri

4. A. Pulmonalis&corakan bronkovaskuler
vena pulmonalis dpt melebar pada kongesti = kumis terbalik
arteri Pulmonalis = dpt melebar pada kongesti (koma terbalik)

5. Pembesaran jantung
- pericardial efusi = menyeluruh/jantung kendi

- pembesaran lokal
Foto Thorax PA
1. Buat garis horizontal rongga thorax
2. Buat garis linea mediana
3. Bagi menjadi 3 bagian

Foto Thorax Lateral


- buat garis antara basis jantung - daerah tertinggi jantung
- bagi menjadi 3 bagian

segitiga Holtzneck = ruang di mediastinum posterior, memberi gambaran radiolusent yg dibatasi


oleh aorta desenden dg columna vertebralis

atrium kanan = bentuk setengah bulatan, melebihi 1/3 diafragma atau 1/3 medial hemithorax
kanan
atrium kiri = pinggang jantung mendatar/mencembung
ventrikel kanan = melebihi 2/3 medial hemithorax kiri,apex terangkat ke atas, menempel ke
sternum / > 1/3 lateral
ventrikel kiri = melebihi 2/3 medial hemithorax kanan&apex tertanam, segitiga Holtznecht
mengecil
Kasus
1. Essential Hipertensi&Secondary
Hipertensi = LVH

2. Heart Failure
decomp kiri = pembesaran jantung kiri, bendungan v. Pulmonalis (kumis terbalik), bendungan a.
Pulmonalis (koma terbalik)

Cardiomyopathy -> akibat hipertensi lama, jantung kiri melemah

Cardiomyopathy -> Penyakit jantung koroner -> obstruksi a. Coronaria -> MCI -> decomp

Cardiomyopathy
1. LVH et causa hipertensi -> kongesti ventrikel -> kongesti vena pulmonalis = kumis
terbalik/inverted Moustache -> kongesti arteri pulmonalis = koma terbalik/inverted coma
- terjadi transudasi dari pembuluh darah ke jaringan parenkim paru -> tekanan hidrostatik
meningkat -> edema paru/interstitial
- terjadi transudasi ke cavum pleura = efusi pleura transudat

2. LVH et causa Renal failure


hipoalbuminemia -> transudasi cairan ke jaringan alveolus/edema alveolar = Bercak Batwing
(simetris kanan&kiri) ''Uremic Lung''
tidak terjadi kongesti vena pulmonalis&arteri pulmonalis/tidak ada kumis terbalik, tidak ada
koma terbalik

3. DHF
Peningkatan permeabelitas pembuluh darah -> kapiler bocor/lebih mudah dilewati cairan ->
transudasi -> udema interstitial, tapi hanya pada paru kanan, krn lebih banyak vaskularisasinya
drpd kiri, namun yg lebih mencolok adalah proses terjadinya efusi pleura yang lebih dominan
drpd kongesti vena-arteri pulmonal

4. Kelainan mitral
secara rontgen tdk dpt dibedakan et causa MS/MR -> perlu echo
MR -> LVH -> Kongesti -> LAH = pinggang jantung mendatar/mencembung -> kongesti vena
Pulmonal = kumis terbalik -> kongesti arteri pulmonal = koma terbalik
MS -> LAH = pinggang jantung mendatar/mencembung -> kongesti vena pulmonalis = kumis
terbalik -> kongesti arteri pulmonalis = koma terbalik

3. Edema Paru interstitial


ada kumis terbalik/kongesti vena, ada koma terbalik/kongesti arteri, + bercak kesuraman di
lapangan paru
= tanda decomp cordis
kalau belum ada edema paru interstitial tapi ada kumis terbalik, ada koma terbalik
f = Thorax PA
d = CTR> 50%, batas jantung kiri > 2/3 hemithorax kiri,tampak bercak kesuraman di hemithorax
kanan&kiri membentuk gambaran batwings
k = uremic lung

f = thorax PA
d = CTR > 50%, batas kiri jantung > 2/3 hemithorax kiri, pinggang jantung menghilang, bersak
kesuraman di basal paru, gambaran kumis terbalik, koma terbalik
k = decomp kiri et causa kelainan katup mitral

f = thorax PA
d = CTR> 50%, batas jantung kiri > 2/3 hemithorax kiri, Apex tertanam, bercak kesuraman di
basal paru
k = decomp kiri et causa kardiomiopati

f = thorax PA
d = CTR> 50%, batas jantung kiri > 2/3 hemithorax kiri, gambaran kumis terbalik, koma terbalik
k = impending decomp

Radiologi Mata THT Gigi

Jenis foto
Orbita
Waters -> sinus2
Schuller
Eisller -> mandibula
Panoramic -> gigi geligi
CT scan

Pembacaan
Struktur tulang
Waters
1. Kavum nasi
2. Concha
3. Sinus-sinus

Schuller = mastoid air cell utk mastoiditis


Schuller = os cervical/gigi geligi tdk jd konsen foto
lateral = os cervical/gigi geligi termasuk

Eissler utk fraktur mandibula


Panoramic = gigi geligi (ga keluar)

Kasus
Sinusitis
Mastoiditis
1. Mastoiditis akut =
f = Schuller
d = perselubungan sebagian pd mastoid aircell kanan/dg pneumatisasi
k = mastoiditis akut

2. Mastoiditis kronis =
f = Schuller
d = perselubungan homogen pd seluruh mastoid air cell kanan dengan sklerotik (dengan/tanpa
kolesteatom)
k = mastoiditis kronis kanan (dg/tanpa kolesteatom)

Adenoid Hipertrofi
f = lateral
d = massa densitas jaringan lunak/intermediate
k = adenoid hipertrofi

Fraktur Mandibula/Orbita/Os. Nasal

f = Eislerr kanan
d = tampak diskontinuitas pada (mentum/korpus/angulus/prosesus) mandibula kanan
k = fraktur mandibula kanan

SPN - dr. Revalita

normal = lusent, dinding sebagai pembatas

I. AP = orbita = Caldwell
orbita = bisa melihat fraktur cranium& os. Orbita

II. Waters
bisa melihat ruang2 ke 4 sinus
concha nasalis&septum = lebih jelas dg pemeriksaan fisik
mulut mendongak -> sinus spenoid dpt terlihat/terbuka

sinus2
1. Sinus frontal
2. Sinus maxillaris
3. Sinus ethmoid
4. Sinus sphenoid

III. True Lateral


mencari sella tursica, diatas sella tursica ada os. Sphenoid

sinusitis
1. Dinding sinus menebal/penebalan mukosa
2. Airfluid level
3. Perselubungan seluruh sinus

paling sering sinusitis menyerang sinus Maxillaris, krn paling besar, bentuk seperti kantung baju
dengan muara sempit
pansinusitis bila sinus yg terkena > 2 sinus

f = waters
d = terdapat penebalan dinding mukosa pd sinus maxillaris kanan. Terdapat gambaran airfluid
level pd sinus maxillaris kiri
k = sinusitis maxillaris duplex

f = waters
d = terdpt penebalan dinding mukosa pd sinus maxilaris kanan
k = sinusitis maxilla kanan

utk menilai perselubungan sinus maxillaris, bandingkan dengan densitas orbitanya, bila masih =
orbita, berarti msh normal

f = waters
d = penebalan dinding mukosa pd sinus maxillaris kanan, sinus frontalis kiri kecil
k = sinus frontalis kanan rudimenter dg sinusitis maxillaris kanan

concha hipertrofi = perselubungan homogen di concha

f = waters
d = Terdpt pembesaran concha cavum nasi kanan
k = concha hipertrofi kanan

f = waters
d = tampak perselubungan densitas jaringan lunak dg batas tdk jelas
k = suspect keganasan

f = Caldwell
d = sunray apperance di os. Cranium parietal kanan
k = osteosarkoma

Radiologi SSP

Jenis foto
1. Cranium = PA & lateral
2. Kolumna vertebralis = AP, lateral, oblique (utk foramen intervertebralis)
3. Mielografi. Pungsi lumbal L3-L4 (ga keluar ujian)
4. CT scan&mielografi bs digabung pemeriksaannya
Kranium
1. Struktur tulang. Diskontinuitas (linear, impresi, diastasis/pelebaran sutura)
2. Kalsifikasi. Fisiologis = falx cerebri menebal, patologis = toxoplasma di cortex cerebri
3. Vaskular marking = pada dewasa, digital marking = pada anak2

Columna vertebralis
1. Allignment. Normal = baik, spondilolistesis = manju columna vertebralisnya

2. Struktur tulang. Normal sejajar, bila ada spur = mengarahnya ke sendi


3. Sela intervertebral
4. Jaringan lunak. Pseudofusiform = abses

CT scan cranium. Lokasi lobus2nya di sebut


1. Cerebellum/hemisphere
2. Cerebellum
3. Sistem ventrikel
4. Cysterna
5. Pons
6. Gyrii&sulci
gyrus yg keluar, sulcus yg masuk
7. Duramater&ruang arachnoid

lapisan2 dari superfisial ke profundus


1. Subkutan
2. Tulang
3. Epidural
4. Duramater
5. Subdural
6. Arachnoid
7. Subarachnoid
8. Piamater

kasus
1. TIA
2. infark cerebri
3. hemoraghic intracerebral
4. hemoraghic subarachnoid
5. hematoma subdural/epidural
6. hidrocephalus
7. tumor primer/sekunder
8. HNP
9. abses cerebri
Sistem Reproduksi - Endokrin (dr. Cecil)

Jenis foto
1. HSG
indikasi = infertilitas
waktu optinum = 9-10 post menstruasi atau tdk haid
utk hindari kemungkinan hamil&ekstravasasi kontras ke PD yg terbuka refluks (perdarahan)
kontraindikasi = perdarahan, kehamilan, infeksi di genitalia
Foto 2x (sblm ada spill, stlh ada spill -> tumpahan kontras ke cavum abdomen)

Yang dibaca
1. Cavum uterii
2. Tuba falopii
3. Spill

Memasukan kontras melalui canalis servicis sampai kavum uteri-tuba fallopii, ada efek terapi
kalau ada sumbatan -> spill (-), dengan kontras dapat membuka sumbatan

2. Sella tursika
proyeksi harus True Lateral
Ukuran/bentuk normal = 1x1
Struktur tulang
- menilai ada/tdknya erosi dorsum sela = dinding kasar
- menilai ada/tdknya destruksi prosesus clinoideus

3. USG
Uterus
Ovarium
Thyroid
Pancreas
Testis
Mammae = menggunakan transducer ke 4 area mammae.
Hiperechoic
Anechoic = hitam/cairan
Hipoechoic
USG abdomen reproduksi, vesica urinaria harus penuh

4. Mammografi
posisi foto = cranio-caudal&oblique. Jaringan ditekan 4-5 cm agar Scatter&blurring hilang

5. CT-scan

Kasus
1. Infertilitas

Foto HSG
d = kontras mengisi ke kavum uteri & kedua tuba, spill (+) di 2 tuba
k = tuba paten bilateral

Foto HSG
d = kontras mengisi cavum uteri, tuba kanan&kiri, spill (+) di tuba kanan, pembesaran tuba kiri,
spill (-) di tuba kiri
k = hidrosalpinx tuba kiri non paten, tuba kanan paten

foto HSG
d = kontras mengisi cavum uteri&tuba kanan kiri, pembesaran di tuba kanan kiri, spill (-) kanan
kiri
k = tuba non paten bilateral, hidrosalpinx bilateral

foto HSG
d = kontras mengisi cavum uteri, tuba kanan kiri, spill (+) di tuba kanan kiri
k = kelainan kongenital uterus bicornu dg tuba paten bilateral

foto HSG
d = kontras mengisi cavum uteri dg filling defect di fundus uteri, kontras mengisi kedua tuba
k = massa fundus uteri

2. FAM
Mammografi = hiperdens, berbatas rata tegas, terdapat Halo, bercak kalsifikasi kasar
USG = hipoechoic homogen, batas tegas rata, lateral echoic shadow, posterior enchancement

Ca Mammae
Mammografi
- primer = massa hiperdens dg batas stellata/komet, ada mikrokalsifikasi
- sekunder = retraksi kulit / papilla kepadatan asimetris. Pembesaran kelenjar limfe axiler, tidak
terdapat Halo

USG = massa berbatas ireguler, massa echo heterogen, dengan Posterior Acoustic Shadow

3. Kista mammae
Mammografi = hiperdens rata berbatas tegas
USG = anechoic, lateral echoic shadow, posterior enhancement

Abses mammae
Mammografi = hiperdens, batas tebal tidak rata, tidak berbatas tegas
USG = hipoechoic dg debris, dinding tebal tidak begitu rata, lateral echoic shadow, posterior
enchancement
4. Goiter/struma
5. Thyroid Cyst
6. Mioma uteri
7. Kista ovarium
8. Hidrokel testis
9. Epididimitis

Radiologi Jantung
10:24 PM jantung, kedokteran 2 comments
http://www.berbagimanfaat.com/2010/05/radiologi-dan-patologi-klinik.html

RADIOLOGI DAN PATOLOGI KLINIK KARDIOVASKULAR

Radiologi

Cardiac imaging

Modalitas yang dapat digunakan dalam pencitraan jantung, diantaranya:

1. Chest X-Ray

2. Ekokardiografi

3. Nuclear medicine

4. Computed Tomography (CT)

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

6. Cardiac arteriography

Chest X-Ray (Foto toraks)

Foto toraks adalah pencitraan tubuh melalui penyinaran tubuh pasien dengan radiasi ionisisasi berenergi tinggi
(sinar-X) Perbedaaan penyerapan sinar radiasi oleh berbagai jaringan tubuh membentuk gambaran (bayangan) yang
berbeda di film foto toraks. Untuk jaringan yang berat struktur atomnya rendah (seperti pada paru-paru) maka sinar
radiasinya ditransmisikan secara baik ke film, oleh karena itu akan tampak gambaran berwarna warna hitam (radio
lusen). Sedangkan Untuk jaringan yang berat struktur atomya sangat tinggi seperti pada tulang, sinar radiasi akan
diserap dan diblok maka sinar ditransmisikan tidak sempurna/tidak ditransmisikan sama sekali sampai ke film
sehingga tidak menghasilkan gambaran di film atau menghasilkan gambaran yang transparan (radio opaq). Jantung
mudah dibedakan dari paru-paru karena jantung mengandung darah dengan densitas air lebih besar dibandingkan
udara. Karena darah melemahkan x-ray lebih kuat dibandingkan dengan udara, jantung relatif tampak berwarna putih
(namun kurang putih jika dibandingkan dengan tulang).

Analisis foto toraks untuk penyakit jantung:


o Pembesaran jantung: bentuk dan ukuran

o Tampak keseluruhan: Cardiothoracic ratio (CTR) > 50%

o Pembesaran ruang-ruang jantung tertentu

o Gambaran pericardial yang mencolok

o Perubahan paru-paru yang dihubungkan dengan penampakan jantung

o Analisis mediastinumàukuran dan lokasi aorta dan vena sistemik yang besar (vena cava superior dan inferior)

o Perubahan pembuluh darah besaràapakah ditemukan kalsifikasi, perpanjangan, atau aneurisma

o Penampakan posisi dari pacemaker

o Anomali ekstrakardial yang diasosiasikan dengan penyakit jantung

Radiologi foto polos normal jantung :

• Diameter keseluruhan kurang dari setengah diameter transversal toraks.

• Jantung pada toraks berada pada tiga perempat ke kiri dan seperempat ke kanan dari tulang belakang.

• CTI (Cardio Thoraxic Index/Ratio )= 40-50%

1. Atrium Kanan

Perbesaran atrium kanan biasanya tidak terbatas (isolated) kecuali dengan adanya atresia tricuspid congenital atau
kelainan Ebstein. Atrium kanan dapat melebar dengan adanya hipertensi pulmonal atau regurgitasi tricuspid. Batas
kanan jantung melebihi sepertiga diafragma.

2. Ventrikel Kanan

Tanda klasik pembesaran ventrikel kanan adalah jantung boot-shaped dan pemenuhan (filling in) ruang udara
retrosternal. Pemenuhan tersebut disebabkan oleh pergeseran letak transversal apeks ventrikel kanan saat ventrikel
kanan melebar. Pembesaran ventrikel kanan sering terjadi pada penyakit katup mitral setelah terjadi hipertensi
pulmonal. Jantung membesar ke kiri dengan apeks terangkat (di atas diafragma) dan segmen pulmonal ( arteri dan
vena pulmonalis) menonjol.

3. Atrium Kiri

Pembesaran atrium kiri ditandai dengan :

a. Pelebaran left atrial appendage di mana biasanya tampak sebagai cembungan fokal dalam keadaan normal
terdapat cekungan di antara arteri pulmonalis kiri dan batas kiri ventrikel kiri pada penampakan frontal.
b. Akibat pembesaran atrium kiri, mengangkat left main stem bronchus sehingga akan melebarkan sudut karina.

c. Akibat pembesaran atrium kiri secara posterior, aorta torakalis tengah membengkok sampai rendah ke arah kiri.

4. Ventrikel Kiri

Tanda khas nya adalah kontur apeks yang jelas mengarah ke bawah, yang dibedakan pada pergeseran letak
transversal seperti pada pembesaran ventrikel kanan. Apabila ada pembesaran ventrikel kiri, pada posisi lateral
tampak sebagai tonjolan posterior, di bawah tingkatan annulus mitral. Jantung membesar ke kiri dengan apeks
menekan/tertanam di diafragma, segmen pulmonal tidak menonjol.

5. Arteri pulmonalis

Pembesaran terlihat dengan hilus kiri yang jelas pada penampakan frontal dan prominent pulmonary outflow tract
pada penampakan lateral.

6. Aorta

Pada foto dada frontal, pelebaran aorta terlihat sebagai sebuah tonjolan mediastinum tengah kearah kanan. Terdapat
juga tonjolan pada anterior mediastinum pada penampakan lateral, dibelakang dan superior terhadap pulmonary
outflow tract. Pelebaran aortic root yang sering terlihat pada hipertensi sistemik lama yang tidak terkontrol.

Pada PA pencitraan ventrikel kanan kurang baik, lebih baik pencitraan ventrikel kanan pada gambaran lateral
jantung. Gambaran PA sering dikombinasikan dengan gambaran lateral sehingga menghasilkan penampakan 3
dimensi otot jantung. Gambaran PA lebih dipilih ketimbang gambaran AP, tetapi pada pasien2 yang terdapat di ruang
ICU/ tidak dapat beranjak dari tempat tidur, gambaran AP lebih dipilih. Gambaran PA lebih dipilih karena bayangan
sentral (penampakan jantung) lebih jelas terlihat/didefinisikan, gambaran paru-paru tidak begitu jelas sehingga tidak
mengganggu penampakan jantung dan ruang perikardial, dan radiasi pada jaringan payudara dapat dikurangi.
Pencitraan PA masih lebih baik daripada AP karena dapat memberi gambaran ukuran jantung yang mendekati
aslinya, berbeda dengan cara AP yang menghasilkan ukuran jantung yang lebih besar

Вам также может понравиться