Вы находитесь на странице: 1из 34

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

K DENGAN RESIKO
PERILAKU KEKERASAN
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

\
Disusun Oleh:
Puspita Sari
Dita Retno Wulandari
Pujiati
Imas Meilia Hardiah
Ratih Yulianingsih
Resha Pahlevi
Alfiani
Putri Vidia Tamara
Maryam Zakiyyah M.
Jessita Putri Dhiary

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEPTEMBER 2018
2

Table of Contents
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4
A. Latar Belakang ..............................................................................................4
A. Tujuan ...........................................................................................................5
B. Sistematika Penulisan ...................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................6
A. Definisi ..........................................................................................................6
B. Etiologi ..........................................................................................................6
C. Manifestasi Klinik .........................................................................................8
D. Sumber Koping .............................................................................................9
E. Asuhan Keperawatan ....................................................................................9
BAB III TINJAUAN KASUS ..............................................................................13
A. Pengkajian ...................................................................................................13
1. Identitas dan Alasan Masuk ....................................................................13
2. Faktor Predisposisi ..................................................................................13
3. Fisik .........................................................................................................14
4. Psikososial ...............................................................................................14
5. Status Mental ...........................................................................................14
6. Kebutuhan Persiapan Pulang ...................................................................15
7. Mekanisme Koping .................................................................................15
8. Masalah Psikososial dan Lingkungan .....................................................16
9. Aspek Medik ...........................................................................................16
10. Daftar Diagnosa Keperawatan .................................................................17
B. Pohon Diagnosa ..........................................................................................17
C. Analisa Data ................................................................................................17
D. Diagnosa Keperawatan................................................................................18
E. Evaluasi .......................................................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................25
A. Pengkajian ...................................................................................................25
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................29
C. Rencana Keperawatan .................................................................................29
D. Implementasi dan Evaluasi .........................................................................29
BAB V PENUTUP ................................................................................................31
A. Kesimpulan .................................................................................................31
B. Saran ............................................................................................................31

2
3

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33


LAMPIRAN ..........................................................................................................34

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah
suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental, dan sosialyang tidak
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan jiwa sendiri, dalam
Undang-undang No. 3 Tahun 1966, dapat diartikan sebagai keadaan jiwa yang
sehat yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional
yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan
keadaan orang lain. Kesehatan jiwa pun dapat digambarkan bukan hanya
sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasaan sehat, sejahtera, dan
bahagia (well being), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat
merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu
mengatasi tantangan hidup sehari-hari (Effendi & Makhfudli, 2009).Banyak
orang tidak menyadari jika mereka mungkin mengalami masalah kesehatan
jiwa karena kehidupan yang semakin kompleks disaat mereka belum siap
menghadapi tekanan tersebut. Diperkirakan 26 juta penduduk di Indonesia
mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat (Depkes,
2008). Salah satu contoh gangguan kejiwaan adalah risiko perilaku kekerasan
(RPK).
Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006).
Resiko perilaku kekerasan terjadi ketika individu kesulitan mengungkapkan
kemarahan, kemarahan dipendam, atau pura-pura tidak marah. Kondisi ini
selanjutnya akan mempersulit individu dan mempengaruhi hubungan
intrapersonal individu dengan individu lain. Angka kejadian risiko perilaku
kekerasan (RPK) di Ruang Subadra menempati urutan kedua diagnosa
terbanyak yang terdapat di ruangan ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan data
diagnosa pasien selama 3 bulan terakhir, yaitu Juni, Juli, dan Agustus. Pada
bulan Juni, sekitar 39% pasien yang berada di ruangan ini memiliki diagnosa
risiko perilaku kekerasan (RPK)/ perilaku kekerasan (PK). Selanjutnya pada

4
5

bulan Juli, sekitar 23% pasien didiagnosa RPK/PK. Dan terakhir pada bulan
Agustus, 21,3% pasien didiagnosa RPK/PK.

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok memperoleh gambaran pengalaman langsung serta
mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada Tn K A
dengan diagnosa.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn K A di Ruang Subadra RSMM
Bogor
b. Mampu merumuskan diagnosa pada Tn K A di Ruang Subadra RSMM
Bogor
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada Tn K A di Ruang
Subadra RSMM Bogor
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada TN KA di Ruang
Subadra RSMM Bogor
e. Mampu melakukan evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan
pada Tn K A di Ruang Subadra RSMM Bogor
B. Sistematika Penulisan
1. Bab I: Pendahuluan yang memiliki rincian isi, yaitu (1)Latar Belakang,
(2)Tujuan, (3)Metode Penelitian, dan (4)sistematika penulisan
2. Bab II: Tinjauan Pustaka yang memiliki rincian isi, yaitu (1)Pengertian,
(2)Penyebab, (3)Tanda dan Gejala, (4)Rentang Respon, (5)Faktor
Predisposisi, (6)Faktor Presipitasi, (7)Sumber Koping, (8)Aspek Medis,
dan (9)Asuhan Keperawatan
3. Bab III: Tinjauan Kasus yang memiliki rinsian isi, yaitu (1)Pengkajian,
(2)Diagnosa Keperawatan, (3)Implementasi, dan (4)Evaluasi
4. Bab IV: Pembahasan yang memiliki rincian isi, yaitu (1)Pengkajian,
(2)Diagnosa Keperawatan, (3)Implementasi, dan (4)Evaluasi
5. Bab V: Penutup yang memiliki rincian isi, yaitu (1)Kesimpulan dan
(2)Saran.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria, 2009). Perilaku kekerasan
adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
melukai secara fisik maupun psikologis. Menurut Depkes RI tahun 2006,
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, ditujukan pada diri
sendiri maupun non verbal pada lingkungan. Perilaku kekerasan/ amuk
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik dan psikologis (berkolutz, 1993).

B. Etiologi
1. Faktor presdiposisi
a. Teori biologi
Berdasarkan penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan
perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), lobus
temporal (untuk interprestasi indera penciuman dan memori) akan
menimbulakn mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak
menyerang objek yang ada.
1) Faktor neurologic
Komponen sistem saraf seperti synap, neurotransmitter,
dendrit, axon terminalis mempunyai atau mengahambat
rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat
agresif.

6
7

2) Faktor genetik
Adanya gen yang diturunkan melalui orang tua menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut penelitian genetik tipe
kkariotype XYY pada umunya dimiliki perilaku tindak kriminal.
3) Cyrcardian rhyt
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
menghalangi peningkatan cortisol terutama jam-jam sibuk. Pada
jam tertentu orang lebih mudah berperilaku agresif.
4) Biochemistry faktor
Peningkatan hormone androgen dan norephinephrin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan serebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor presdiposisi terjadinya perilaku
agresif.
5) Brain area disorder, Terjadi kerusakan pada area di otak
b. Teori psikologis
1) Teori psikoanalisis
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang.
a) Imitation, modeling and information
Menurut teori ini perilaku kekerasan bias berkembang
dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh,
model dan perilaku yang ditiru ddari media atau lingkungan
sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
b) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatmya.
2. Faktor presipitasi
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam konser, geng
b. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebuthan dasar dan kondisi sosial
ekonomi

7
8

c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta


tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan
d. Ketidaksiapan ibu merawat anaknya dan ketidakmampuan diri sendiri
sebagai seseorang yang dewasa
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkohol
f. Individu mengalami kehilangan, terjadinya perubahan dalam tahap
perkembangan

C. Manifestasi Klinik
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif

8
9

4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
a) Intelektual, Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
b) Spiritual, Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli
dan kasar.
c) Sosial, Menarikdiri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
d) Perhatian, Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. Sumber Koping
Sumber koping dibagi menjadi 4 (Yosep, 2011), yaitu:
1. Personal ability, meliputi: kemampuan untuk mencari informasi terkait
masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternatif,
kemampuan mengungkapkan/ konfrontasi perasaan marah, semangat
untuk menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan
interpersonal, mempunyai pengetahuan dalam pemecahan masalah secara
asertif, intelegensi dalam menghadapi stressor, identitas ego yang adekuat
2. Sosial support, meliputi: dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai
budaya
3. Material assets, meliputi: penghasilan yang layak, adanya benda atau
barang yang bisa dijadikan asset, mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, ampu menjangkau pelayanan kesehatan
4. Positive belief, meliputi: tidak adanya distress spiritual, adanya motivasi,
penilaian terhadap pelayanan kesehatan

E. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
2. Tujuan Keperawatan pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

9
10

b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan


c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/ menegdalikan perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
3. Tindakan Keperawatan pada klien Risiko Perilaku Kekerasan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan
yang lalu
c. Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika
terjadi penyebab perilaku kekerasan
d. Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
f. Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
g. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
h. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/
verbal
i. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual
j. Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh minum
obat
k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasan.
4. Strategi Pelaksanaan pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan
SP 1 :
1. Membina hubungan saling percaya,
2. Mengidentifikasi penyebab marah

10
11

3. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan


4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
5. Mengdientifikasi akibat perilaku kekerasan yang dlakukan
6. Menyebutkan cara megontrol perilaku kekerasan
7. Bantu klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
pertama (latihan tarik nafas dalam),
8. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan tarik napas dalam pada
jadual kegiatan harian.

SP 2 :
1. Evaluasi jadual kegiatan harian tentang mengendalikan perilaku
kekerasan dengan tarik nafas dalam.
2. Latih klien klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua (pukul bantal),
3. Menganjrkan klien memasukkan kegiatan pukul bantal dalam jadual
kegiatan harian.

SP 3 :
1. Evaluasi jadual kegiatan harian tentang mengendalikan perilaku
kekerasan dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal,
2. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan (mengungkapkan rasa
marah) secara sosial/ verbal (menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik),
3. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan cara verbal ke dalam
jadwal kegiatan harian.

SP 4 :
1. Evaluasi jadual kegiatan harian tentang mengendalikan perilaku
kekerasan dengan tarik nafas dalam, pukul bantal, dan cara verbal,
2. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(beribadah dan berdoa),
3. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan spiritual dalam jadual
kegiatan harian.

11
12

SP 5 :
1. Evaluasi jadual kegiatan harian tentang mengendalikan perilaku
kekerasan dengan tarik nafas dalam, pukul bantal, cara verbal, dan
spiritual,
2. Jelaskan dan bantu klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan
obat (bantu klien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
[benar nama klien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat], disertai penjelasan manfaat
obat dan akibat berhenti minum obat,
3. Menganjurkan klien memasukkan minum obat secara teratur ke dalam
jadwal kegiatan harian.

12
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas dan Alasan Masuk
Tn.K laki-laki usia 21 tahun masuk RSMM pada tanggal 31
Agustus 2018, diantar oleh temannya dalam keadaan banyak luka. Klien
sebelumnya mengkonsumsi tramadol 25 butir sehingga dalam pengaruh
sedatif, klien mengamuk dan memukul warga di daerah Gunung Putri,
Bogor, yang memancing emosi warga dan akhirnya klien dipukuli.Klien
berasal dari Lampung dan merantau ke Bogor dengan tujuan untuk
bekerja di tempat steam motor yang dijanjikan temannya. Klien merantau
ke Bogortanpa persetujuan dari orang tua dengan membawa uang orang
tua yang diambil tanpa sepengatahuan orang tuanya. Klien memilih
merantau ketempat temannya karena klien lebih nyaman berkumpul
dengan temannya dibandingkan dengan keluarga. Sejak kelas 1 SMP
klien memiliki riwayat minum minuman keras dan konsumsi obat
terlarang. Penyebab awalnya adalah klien putus cinta dan banyak pikiran.
Ayah klien memiliki sifat keras dalam mendidik anaknya, sehingga klien
tumbuh menjadi anak yang mudah marah, menyelesaikan sesuatu tanpa
pikir panjang dan mudah memukul orang lain.Pada tanggal 4September
2018 pasien dipindahkan dari ruangan kresna ke keruangan subadra
dengan keadaan klien terdapat tanda lebam kebiruan diarea wajahnya.

2. Faktor Predisposisi
Klien sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa bahkan
dari keluarganya pun tidak memiliki riwayat yang mengalami gangguan
jiwa. Klien menceritakan saat SMP kelas 1 pernah mengikuti tawuran dan
sering berkelahi untuk membela adiknya yang sering di bully serta
mengalami tindakan kekerasan dari ayahnya. Klien mengenal minuman
keras sejak kelas 1 SMP semester 1 serta konsumsi obat terlarang
tujuannya supaya senang, tenang dan melupakan semua masalahnya.Klien

13
14

pernah putus cinta dan mengalami depresi. Dari data diatas muncul
diagnosa resiko perilaku kekerasan.

3. Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik klien didapatkan TD: 110/70, N:
82x/menit, RR: 18x/menit, S: 36,50C. Klien mengeluh pusing dan
mengantuk sehingga badan terasa lemas sehingga tidak mengikuti
kegiatan, tidak ada nyeri dan sesak.

4. Psikososial
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adik nya laki-
laki semua dan masih sekolah dan klien memiliki peran sebagai kakak
yang memiliki tanggung jawab terhadap adiknya. Klien dirumah tinggal
bersama semua keluarga nya, tetapi di tempat rantau klien tinggal bersama
temannya. Klien mendapat didikan yang keras dari ayahnya dan sering
dipukul serta pernah diusir dari rumah. Sehingga klien lebih nyaman
bersama teman dibandingkan keluarga. Dari data tersebut muncul diagnosa
koping keluarga inefektif. Dengan kejadianklien masuk RSMM, klien
merasa bodoh karena telah mecoba meminum minuman keras dan
memakai obat-obatan.Klien malu jika pulang ke kampung karena
tetangganya sudah tahu bahwa dirinya masuk rumah sakit jiwa, klien
merasa dirinya merupakan anak yang nakal dan menyesal serta ingin
merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, dan berharap bisa segera
mengikuti program rehabilitasi. Orang yang paling terdekat dengan klien
adalah ibu kandungnya, klien tidak pernah mengikuti kegiatan masyarakat
tetapi tidak ada hambatan dalam berhungan dengan orang lain. Dalam
kegiatan keagamaan klien mepercayai adanya Allah dan meyakini agama
islam, klien melaksanakan shalat tetapi belum 5 waktu dan mengatakan
malas shalat. Diagnosa keperawatan yang uncul adalah Harga Diri
Rendah.

5. Status Mental
Penampilan klien rapi dan dapat memakai pakaian yang sesuai
secara mandiri.Ketika wawancara, klien menjawab pertanyaan seperti

14
15

berfikir dahulu dan berbicara lambat serta nada bicara tinggi dengan
ekspresi muka datar serta aktivitas motoriknya tegang, mata melotot. Klien
merasa sedih dan merasa ingin cepat pulang untuk berkumpul dengan
keluarganya. Respon klien dalam keadaan labil, saat melakukan
wawancara klien terlihat curiga, dan mengulang-ngulang jawaban yang
sama. Dari tanda-tanda tersebut diagnosa yang muncul yaitu resiko
perilaku kekerasan. Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat,
dan orang. Kesadaran klien pun kompos mentis, tidak ada gangguan
memori jangka panjang maupun jangka pendek dan konsentrasi klien
mudah beralih jika ada stimulasi eksternal sehingga mudah terdistraksi.
Klien sadar dan paham mengenai penyakit yang klien alami saat ini.

6. Kebutuhan Persiapan Pulang


Untuk persiapan pulang klien membutuhkan bantuan makan
minimal, bantuan BAB dan BAK minimal, bantuan mandi
minimal,bantuan berpakaian atau berhias minimal, bantuan penggunaan
obat minimal, serta istirahat dan tidur pun kebutuhannya cukup terpenuhi
yaitu dengan tidur malam 10 jam dan tidur siang 2 jam. Saat pulang klien
membutuhkan perawatan kesehatan lanjutan dan sistem pendukung (
keluarga, teman,komunitas ). Setelah klien berada dirumah klien mampu
mempersiapkan makanan sendiri, menjaga kerapihan rumah, mencuci
pakaian sendiri, dapat mengatur keuangannya sendiri, serta kegiatan diluar
rumah seperti berbelanja,dan berpergian dilakukan sendiri.

7. Mekanisme Koping
Adaptasi klien dalam mengatasi masalah menggunakan koping
yang maladaptif seperti meminum-minuman keras dan penyalahgunaan
obat. ketika klien disekolah klien sering mendapatkan banyak masalah
karena sering berkelahi. Dirumah, ayahnya mendidik klien dengan keras
baik secara verbal dan fisik dengan memukul, keadaan tersebut yang
menyebabkan klien memiliki sikap yang keras serta juga membuat klien
merasa tidak nyaman dirumah yang membuat selalu berada diluar rumah

15
16

karena lebih nyaman dengan teman-temannya. Sehingga diagnosa yang


muncul adalah Koping keluarga inefektif.

8. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Masalah dengan dukungan kelompok yaitu ayah nya selalu
memukul klien saat klien salah, membuat klien tidak betah di rumah dan
lebih merasa nyaman saat berkumpul bersama temannya. Dalam
mengambil keputusan klien lebih menerima pendapat dari teman daripada
keluarga dan muncul diagnosa koping keluarga inefektif. Klien tidak
memiliki masalah dalam hubungan sosial tetapi lingkungan klien sangat
mempengaruhi sikap klien yang maladaptif (tempramen).Masalah dengan
pendidikan yaitu klien sering tawuran dan berantem dengan temannya di
sekolah karena klien mudah emosi dan tersinggung. Masalah dengan
pekerjaan yaitu klien di lampung tidak memiliki pekerjaan, karena klien
ingin memiliki penghasilan sendiri sehingga klien merantau ke bogor
untuk bekerja ditempat yang dijanjikan temannya, namun selama bekerja
ditempat tersebut klien banyak fikiran dan terpengaruh oleh ajakan
temannya untuk meminum alkohol dan penyalahgunaan obat (tramadol 25
butir) sampai klien dapat memukul warga muncul diagnosa resiko perilaku
kekerasan.Klien merasa bodoh telah meminum minuman keras, merasa
dirinya nakal, dan malu jika pulang kerumah karena lingkungan nya sudah
tahu dirinya masuk ke rumah sakit jiwa.Muncul diagnosa harga diri
rendah. Tidak ada masalah dengan perumahan, tidak ada masalah dengan
ekonomi dan pelayanan kesehatan. Klien lulusan SMK teknik mesin dan
setelah lulus klien menjalani pendidikan dipesantren selama 6 bulan di
Tasik.

9. Aspek Medik
Psikotik Akut dengan terapi yang diberikan Rizperidon 2 mg per
12 jam, Chlozapin 10 mg per 24 jam.

16
17

10. Daftar Diagnosa Keperawatan


a. Risiko perilaku kekerasan
b. Halusinasi pendengaran
c. Koping individu tidak efektif

B. Pohon Diagnosa

Resiko Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

Koping Keluarga Inefektif

C. Analisa Data

Data Diagnosa Keperawatan


Data subjektif:
1. Merasa kesal jika ada faktor pencetus
kemarahannya
2. Jika ada orang yang membuat dirinya kesal,
klien langsung melakukan tindak kekerasan
fisik pada orang tersebut.
3. Sering melakukan tindakan kekerasan sebelum
masuk RSMM

Data objektif:
1. Klien memukuli 2 orang yang ditemuinya,
kemudian warga memukulinya dan
mengikatnya
2. Berkata kasar ketika emosinya terpancing
Resiko perilaku kekerasan
3. Terdapat luka lebam di mata sebelah kanan
4. Ada bekas ikatan di pergelangan tangan
5. Terdapat bekas luka sayatan di lengan kiri
akibat tawuran
6. Terlihat tegang ketika berbicara mengenai
masalahnya dan tentang keluarganya.
7. Ketika pembagian makanan, klien sering
mengambil jatah makanan temannya secara
paksa
8. Meminta paksa uang jajan temannya
9. Berbicara dengan nada suara keras
10. Emosi labil
11. Tampak masih bingung dan kacau

17
18

12. Pandangan tajam


13. Perhatian mudah beralih
14. Gelisah ketika diajak berbicara
15. Agitasi

Data subjektif:
1. Mengatakan dirinya bodoh karena telah
mencoba obat-obatan terlarang dan minuman
keras.
2. Malu jika pulang ke kampung, karena tetangga
sudah tahu dirinya masuk RSJ
Harga Diri Rendah
3. Merasa dirinya nakal
4. Mengatakan malas sholat dan kegiatan olahraga
pagi

Data objektif:
1. Tampak malas-malasan
2. Penurunan produktivitas

Data subjektif:
1. Mendapat didikan keras dari ayahnya sejak
kecil, baik dalam segi verbal maupun fisik.
2. Sering dipukuli ketika nakal hingga diusir oleh
ayahnya.
3. Klien mengatakan lebih nyaman berada di dekat Koping Keluarga Inefektif
dengan teman-temannya dibandingkan dengan
keluarganya

Data objektif:
Tidak terkaji

D. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Koping individu inefektif

18
19

E. Evaluasi

Catatan Perkembangan
Implementasi Evaluasi

Tanggal: 5 September 2018 S:


Jam : 09.00 WIB 1. Mengatakan senang diajak ngobrol
2. Sudah bisa cara yang diajarkan
Data
Subjektif O:
1. Merasa kesal jika ada faktor 1. Antusias
pencetus kemarahannya 2. Kooperatif saat ditanya
2. Jika ada orang yang membuat 3. Bisa menyebutkan kembali cara
dirinya kesal, klien langsung yang diajarkan dan
melakukan tindak kekerasan mempraktikannya
fisik pada orang tersebut.
3. Sering melakukan tindakan A:
kekerasan sebelum masuk Resiko perilaku kekerasan masih ada
RSMM
P:
Objektif Klien:
1. Klien memukuli 2 orang yang 1. SP 1 Resiko Perilaku Kekerasan:
ditemuimya, kemudian warga latih kemampuan tarik napas dalam
memukulinya dan mengikatnya 2x/hari (jam 05.00 dan 12.00)
2. Berkata kasar ketika emosinya Perawat:
terpancing 1. Validasi kemampuan
3. Terdapat luka lebam di mata sebelah
kanan
4. Ada bekas ikatan di pergelangan
tangan
5. Terdapat bekas luka sayatan di
lengan kiri akibat tawuran
6. Terlihat tegang ketika bicara
mengenai masalahnya dan tentang
keluarganya.
7. Ketika pembagian makanan, klien
sering mengambil jatah makanan
temannya secara paksa
8. Meminta paksa uang jajan temannya
9. Berbicara dengan nada suara
keras
10. Emosi labil
11. Tampak masih bingung dan
kacau
12. Pandangan tajam
13. Perhatian mudah beralih
14. Gelisah ketika diajak berbicara

19
20

15. Agistasi

Dx Keperawatan:
Resiko perilaku kekerasan

Tindakan :
1. Risiko perilaku kekerasan/SP1 :
Mengkaji penyebab PK, tanda
gejala PK, PK yang pernah
dilakukan, akibat PK, dan cara
mengontrol PK, membantu cara
mengontrol fisik 1 tarik napas
dalam.

RTL :
SP 2 Resiko Perilaku Kekerasan:
mengontrol PK dengan cara fisik 2
(pukul bantal)

Tanggal : 6 September 2018 S:


Jam : 09.00 WIB 1. Mengatakan senang diajak ngobrol
2. Sudah bisa cara yang diajarkan
Data :
Subjektif O:
1. Merasa kesal jika ada faktor pencetus 1. Antusias
kemarahannya 2. Kooperatif saat ditanya
2. Jika ada orang yang membuat 3. Bisa menyebutkan kembali cara
dirinya kesal, klien langsung yang diajarkan dan
melakukan tindak kekerasan fisik mempraktikannya
pada orang tersebut.
A:
Objektif Resiko perilaku kekerasan masih ada
1. Berkata kasar ketika emosinya
terpancing
2. Terdapat luka lebam di mata sebelah P:
kanan Klien:
3. Ada bekas ikatan di pergelangan 1. SP 2 Resiko Perilaku Kekerasan:
tangan latih kemampuan pukul bantal
4. Terdapat bekas luka sayatan di dalam 2x/hari (jam 13.00 dan
lengan kiri akibat tawuran 18.00)
5. Terlihat tegang ketika bicara Perawat:
mengenai masalahnya dan tentang 1. Validasi kemampuan
keluarganya.
6. Ketika pembagian makanan, klien
sering mengambil jatah makanan
temannya secara paksa
7. Meminta paksa uang jajan temannya
8. Berbicara dengan nada suara

20
21

keras
9. Emosi labil
10. Pandangan tajam
11. Tampak masih bingung dan
kacau
12. Perhatian mudah beralih
13. Gelisah ketika diajak berbicara
14. Agitasi

Dx Keperawatan:
Resiko perilaku kekerasan

Tindakan :
Risiko perilaku kekerasan/SP2 :
mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, melatih pasien mengontrol
PK dengan cara fisik 2 (memukul
batal), menganjurkan klien
memasukan dalam jadwal kegiatan
harian

RTL :
SP 3 Resiko Perilaku Kekerasan:
mengontrol PK dengan cara minum
obat

Tanggal: 7 September 2018 S:


Jam : 09.30 WIB 1. Klien mengatakan kondisinya sudah
lebih baik, perasaannya tenang, dan
Data : ingin cepat pulang
Subjektif O:
1. Klien sudah tidak mendengar 1. Kontak mata (+)
suara-suara bisikan lagi yang 2. Bicara jelas
membuatnya kesal 3. Klien mampu menyebutkan obat-
obatan yang diminumnya
Objektif A:
1. Berkata kasar ketika emosinya Resiko Perilaku Kekerasan masih ada
terpancing
2. Terdapat luka lebam di mata sebelah P (9) :
kanan Klien:
3. Ada bekas ikatan di pergelangan 1. SP 3 Resiko Perilaku Kekerasan :
tangan Anjurkan minum obat 2x/ hari
4. Terdapat bekas luka sayatan di (Risperidone 2 mg dan clozapine 10
lengan kiri akibat tawuran mg jam 08.00 dan Risperidone 2
5. Berbicara dengan nada suara mg jam 18.00)
keras Perawat :
6. Emosi labil 1. Validasi kemampuan
7. Kontak mata (+)

21
22

8. Bicara jelas
9. Afek baik

Dx. Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

Tindakan :
RPK SP-3 Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien, Mengajarkan
klien cara mengontrol marah dengan
minum obat, Memasukan kegiatan
dalam jadwal kegiatan harian klien

RTL :
SP 4 Resiko Perilaku Kekerasan:
mengontrol PK dengan cara spiritual

Tanggal: 8 September 2018 S:


Jam : 11.00 WIB 1. Mengatakan senang diajak ngobrol
2. Masih belum mampu menjalankan
Data : sholat 5 waktu
Subjektif 3. Tidak mau membuat RTL sholat 5
1. Klien sudah tidak mendengar waktu
suara-suara bisikan lagi yang 4. Mengontrol marah dengan istigfar
membuatnya kesal saja

Objektif O:
1. Ada bekas ikatan di pergelangan 1. Kontak mata ada
tangan 2. Kooperatif saat ditanya
2. Terdapat bekas luka sayatan di 3. Bisa menyebutkan kembali cara
lengan kiri akibat tawuran yang diajarkan dan
3. Berbicara dengan nada suara mempraktikannya
keras
4. Emosi labil A:
5. Kontak mata (+) Resiko perilaku kekerasan masih ada
6. Bicara jelas
7. Afek baik P:
Klien:
Dx Keperawatan: 1. SP 4 Resiko Perilaku Kekerasan :
Resiko perilaku kekerasan latih kemampuan spiritual istigfar
3x/ hari (jam 08.00, 12.00 dan
Tindakan : 18.00)
Risiko perilaku kekerasan/SP4 : Perawat:
mengevaluasi jadwal kgiatan harian 1. Validasi kemampuan
pasien, melatih pasien mengontrol
PK dengan cara spiritual,
menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

22
23

RTL :
SP 5 Resiko Perilaku Kekerasan :
melatih klien mengontrol PK dengan
cara verbal.

Tanggal: 10 September 2018 S:


Jam : 15.30 WIB 1. Mengatakan senang diajak ngobrol
2. Berjanji tidak akan melakukannya
Data : lagi dan berbicara sopan kepada
Subjektif orang lain
1. Marah ketika Tn.A mematikan O:
TV yang sedang ia tonton. 1. Antusias
2. Mengatakan “woy jangan 2. Kooperatif saat ditanya
dimatiin goblok!” kepada Tn.A 3. Bisa menyebutkan kembali cara
yang diajarkan dan
DO: mempraktikannya
1. Pandangan mata tajam
2. Tangan menggenggam pintu besi A:
Resiko perilaku kekerasan masih ada
Dx Keperawatan:
Resiko perilaku kekerasan P:
Klien:
Tindakan : 1. SP 5 Resiko Perilaku Kekerasan :
Risiko perilaku kekerasan/SP2 : latih kemampuan verbal 2x/ hari
mengevaluasi jadwal kgiatan harian (jam 16.00 dan 08.00)
pasien, melatih pasien mengontrol Perawat :
PK dengan cara verbal, 1. Validasi kemampuan
menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

RTL :
Evaluasi kembali latihan cara
mengontrol PK (Tarik napas dalam,
pukul bantal, berbicara yang baik,
spiritual, dan obat)

Tanggal: 12 September 2018 S:


Jam : 17.00 WIB 1. Mengatakan senang diajak ngobrol
2. Rencana setelah keluar dari RSMM
Data : akan kembali ke tempat rehabilitasi
Subjektif di Tasikmalaya
1. Mengatakan dirinya bodoh karena 3. Ingin mengembalikan kepercayaan
telah mencoba obat-obatan dan orangtua
minuman keras. 4. Ingin membahagiakan kedua
2. Malu jika pulang ke kampung, orangtua dengan ajin beribadah
karena tetangga sudah tahu dirinya 5. Ingin membuktikan kepada

23
24

masuk RSJ tetangga di kampung bahwa dirinya


3. Merasa dirinya nakal sudah berubah
4. Mengatakan malas sholat dan
kegiatan olahraga pagi O:
1. Antusias
DO: 2. Kooperatif saat ditanya
1. Tampak malas-malasan 3. Bisa menyebutkan kembali cara
2. Penurunan produktivitas yang diajarkan dan
mempraktikannya
DX Keperawatan:
Harga diri rendah A:
Harga Diri Rendah teratasi
Tindakan :
Harga diri rendah/SP1 : P:
mengidentifikasi kemampuan dan Klien:
aspek positif yang dimiliki pasien, 1. SP 1 Harga diri rendah : latih
membantu pasen menilai kemampuan positif 1 bermain bola
kemampuannya yang masih dapat 2x/ hari (jam 09.00 dan 15.30)
digunakan, membantu pasien Perawat :
memilih kegiatan yang akan dilatih 1. Validasi kemampuan
sesuai dengan kemampuan pasien,
melatih pasien sesuai kemampuan
yang dipilih, memberikan pujian
yang wajar terhadap keberhaslan
pasien dan menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal kegiatan
harian

RTL :
SP 2 Harga Diri Rendah : melatih
kemampuan selanjutnya.

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas adanya kesenjangan ataupun


keterkaitan antara teori dan kasus pada Tn. KA dengan resiko perilaku kekerasan
di ruang SubadraRumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor. Pembahasan ini
disusun sesuai tahap-tahap proses keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Tn. K (21 tahun) masuk ke RSMM pada tanggal 31 Agustus 2018.
Klien merantau dari Lampung ke Bogor tanpa sepengetahuan keluarga
dengan tujuan untuk bertemu dengan temannya. Klien masuk RSMM karena
memukuli 2 orang warga, kemudian dikeroyok oleh warga sekitar. Klien
mengatakan sebelum memukuli warga, dirinya membeli obat tramadol 50
butir, kemudian obat tramadol tersebut diminum sebanyak 25 butir, setelah
itu klien merasa perasaannya senang, namun setelah 1 – 2 jam klien
mendengar suara- suara bisikan yang isinya menjelek-jelekan dirinya dan
keluarga, sehingga klien merasa gelisah dan sangat sensitif ketika melihat
orang lain, hingga akhirnya klien memukuli 2 orang warga, kemudian
dikeroyok oleh warga disekitar. Klien di diagnosis mengalami gangguan
psikotik akut. Gangguan psikotik akut ini dapat terjadi akibat pengaruh obat
(Stuart, 2016)
Berdasarkan usianya, klien berada pada tahap usia dewasa awal
(adolescence), pada tahap ini perkembangan psikososialnya berada pada
tahap keintiman vs isolasi. Individu memiliki keinginan dan kesiapan untuk
menyatukan identitasnya dengan orang lain, sehingga biasanya pada tahap ini
seseorang sudah memiliki orang yang berarti dalam hidupnya, seperti
pasangan hidup atau sahabat yang paling dekat. Apabila seseorang tidak
mendapatkan kepuasan pada tahap perkembangan ini, maka ada
kecenderungan seseorang mengalami masalah intimasi, yaitu isolasi dan
dapat juga beraksi agresif(Semiun, 2010). Berdasarkan data yang didapatkan,
klien merupakan pribadi yang gemar berkumpul dengan teman-temannya.

25
26

Klien mengatakan dirinya lebih nyaman berkumpul dengan teman-temnnya


dibandingkan dengan keluarganya karena klien mendapat didikan yang keras
sejak kecil. Klien seing dipukuli ayahnya ketika dirinya berbuat kesalahan.
Klien mulai mengonsumsi minuman dan obat-obatan terlarang sejak kelas 1
SMP, masa tersebut merupakan tahap seseorang berada pada tahap usia
remaja. Remaja merupakan golongan yang rentan untuk melakukan
penyalahgunaan obat-obatan. Hal ini disebabkan oleh sifat remaja yang
dinamis, selalu ingin mencoba, mudah putus asa, dan mudah terpengaruh
sehingga mudah terjerat pada perilaku menyimpang(Gunarsa,
2008).Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan data bahwa, klien
melampiaskan kekesalannya dengan mengonsumsi obat-obatan dan minuman
terlarang karena kesal dengan perlakuan kasar ayahnya dan ada masalah
dengan wanita idamannya. Dalam hal ini menandakan bahwa, klien memiliki
mekanisme koping yang maladaptif ketika menghadapi suatu permasalahan.
Seseorang yang mengonsumsi obat-obatan atau minuman terlarag biasanya
memiliki harga diri yang rendah(Pradhana, 2015). Selain itu, faktor
lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam menggunakan obat-obatan atau minuman terlarang(Mahmudah &
Priescisilia, 2016).
Obat tramadol yang dikonsumsi klien merupakan obat analgetik yang
bekerja langsung pada otak dengan mengeluarkan senyawa kimia untuk
mengurangi rangsangan nyeri. Penggunaan tramadol biasanya terbatas,
dimana dosis harian orang dewasa tidak melebihi 400 mg/hari dan pada lansia
tidak melebihi 300 mg/hari. Penggunaan tramadol yang berlebihan dapat
menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan dan menimbulkan efek
samping bahkan efek overdosis yang berbahaya bagi tubuh. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan dari konsumsi tramadol seperti mual muntah,
sakit kepala, lelah, mengantuk, mulut kering, diare atau konstipasi. Jika sudah
pada tahap overdosis maka dapat muncul gejala seperti kejang-kejang, nyeri
kepala hebat, atau pernapasan melambat serta tidak teratur. Hal ini tentu
sangat berbahaya bagi tubuh. Jika seseorang telah sampai pada tahap
ketergantungan dengan obat tramadol, penghentian konsumsi tramadol tiba-

26
27

tiba dapat menyebabkan munculnya gejala putus obat seperti halusinasi dan
gangguan tidur(Tjay & Rahardja, 2007). Penggunaan obat-obatan berlebihan
atau minuman terlarang memiliki banyak konsekuensi yang berbahaya,
peristiwa yang sering terjadi, misalnya kecelakaan dan kekerasan. Pengguna
zat cenderung mengabaikan diri sehingga hal ini dapat menimbulkan penyakit
fisik dan gangguan jiwa (Stuart, 2016).
Gangguan psikotik merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, orang tersebut
tidak menyadari yang dialami orang lain tentang hal yang sama dan ajaib
mengapa orang lain tidak bereaksi dengan cara yang sama, misalnya terdapat
reaksi waham, halusinasi, atau perilaku kacau (Stuart, 2016). Salah satu jenis
dari gangguan psikotik adalah gangguan psikotik akut, memiliki onset yang
akut (dalam 2 minggu), kesembuhan yang sempurna biasanyaterjadi dala 2-3
bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari, danhanya
sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan
yangmenetap dan berhendaya. Gejala psikotik akut(Stuart, 2016),
diantaranya:
1. Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
2. Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
3. Kebingungan atau disorientasi
4. Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri,
kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau
lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa
alasan
Dalam gangguan psikotik, perlu diperhatikan faktor psikodinamik,
yaitu stresor pencetus dan lingkungan interpersonal klien.Penggunaan zat
psikoaktif merupakan penyebab yang umum dari sindroma psikotik (Stuart,
2016). Gangguan psikotik yang di alami klien Tn. K disebabkan karena
pengaruh penggunaan zat psikoaktif. Perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
klien merupakan pengaruh dari tanda dan gejala gangguan psikotik, yaitu
halusinasi. Klien mengatakan mendengar suara-suara bisikan yang menjelek-
jelekan dirinya dan keluarga, hal ini dapat memicu terjadinya perilaku agresif.

27
28

Kemarahan yang mucul merupakan respon menaggapi ancaman yang


dirasakan, baik berupa ancaman fisik atau lebih sering merupakan ancaman
konsep diri. Kemarahan hanya salah satu kemungkinan respon emosional
terhadap stres. Beberapa orang mungkin berespon depresi atau menarik diri
(Stuart, 2016). Perilaku agresif merupakan hasil interaksi antara faktor
psikologis, sosial budaya, dan biologis. Pandangan psikologis terhadap
perilaku agresif menunjukan pentingnya faktor predisposisi atau pengalaman
hidup yang membatasi kemampuan seseorang untuk menggunakan
mekanisme koping tanpa kekerasan. Seseorang yang melakukan kekerasan
kemungkinan memiliki pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan,
klien melakukan tindak kekerasan pada usia 21 tahun, hal ini dapat
diakibatkan karena beberapa faktor perkembangan yang membatasi
penggunaan teknik koping tanpa kekerasan(Stuart, 2016), diantaranya :
1. Terjadinya kerusakan otak organik, keterbelakangan mental, atau
gangguan belajar, dimana mungkin hal tersebut menggangu kemampuan
mengatasi rasa frustasi dengan efektif
2. Perubahan emosional yang serius atau penolakan yang jelas pada masa
kanak-kanak atau bujukan orang tua yang memengaruhi gangguan rasa
percaya diri dan harga diri.
3. Keterpaparan kekerasan di masa pertumbuhan, baik sebagai korban
kekerasan anak atau saksi kekerasan dikeluarga. Seseorang yang pernah
mengalami atau manyaksikan kekerasan di masa kanak-kanak akan
menganggap bahwa penggunaan kekerasan sebagai cara untuk mengatasi
masalah. Berdasarkan data yang didapatkan klien Tn. K sejak kecil
mendapatkan didikan yang keras dari ayahnya, dan sering dipukuli oleh
ayahnya ketika bersalah, hal tersebut mempengaruhi kemampuan klien
dalam mengatasi masalah.
Prediksi utama yang terbaik pencetus perilaku kekerasan adalah
riwayat kekerasan, namun terdapat 2 populasi klien gangguan jiwa yang
beresiko tinggi melakukan kekerasan, yaitu klien dengan gejala psikotik aktif
dan klien dengan penyalahgunaan zat(Stuart, 2016). Hal ini sesuai dengan

28
29

penyebab terjadinya perilaku kekerasan yang dilakukan oleh Tn. K, yaitu


akibat riwayat mendapat kekerasan dari ayahnya dan penyalahgunaan obat.
Dilihat dari aspek spiritual, klien masih sering mengabaikan aktifitas
ibadah, seperti solat. Aktivitas spiritual merupakan hal penting yang dapat
mempengaruhi kondisi emosional seseorang. Semakin meningkat aktivitas
spiritual seseorang, maka kondisi mental akan semakin baik. Individu yang
memahami dan menghayati pelaksanaan ibadah, mampu mengatasi
permasalahan kehidupan yang sedang dialami, sehingga cenderung memiliki
kesehatan mental yang baik. Pelaksanaan ibadah dalam konteks agama
Islam seperti pelaksanaan salat, zikir, membaca Al-Qur’an dan ibadah
lainnya, dapat menjadi cara dalam mendapatkan kesehatan mental(Reza,
2015).
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data – data yang didapatkan dari hasil pengkajian,
masalah keperawatan utama klien Tn. K saat ini adalah Resiko Perilaku
Kekerasan. Resiko perilaku kekerasan tersebut terjadi akibat klien mendapat
didikan yang keras dari ayahnya dan sering dimarahi. Hal ini menandakan
bahwa kurang efektifnya koping dari keluarga ketika menghadapi suatu
permasalahan, sehingga klien merasa dirinya tidak berharga. Selain pengaruh
dari didikan orang tua, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh klien juga
dipengaruhi oleh konsumsi obat-obatan atau minuman keras. hal tersebut
merupakan faktor presipitasi terjadinya gangguan psikotik akut, seperti
halusinasi, sehingga memicu klien melakukan perilaku kekerasan.
C. Rencana Keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang dijabarkan diatas klien direncanakan
untuk diberikan latihan cara – cara mengontrol emosi dan cara meningkatkan
harga diri.
D. Implementasi dan Evaluasi
Berdasarkan diagnosa yang dijabarkan diatas tidakan keperawatan
yang telah dilakukan adalah SP 1 sampai SP 5 resiko perilaku kekerasan.
Sejak pertemuan pertama klien sudah mampu meceritakan kronologi dirinya
masuk ke RSMM, bicara jelas, kontak mata positif, namun perilaku masih

29
30

nampak agresif, masih mudah terpancing emosi dan dan sering berkata kasar.
Setelah terbina hubungan saling percaya antara perawat dan klien, Pada
pertemuan-pertemua berikutnya klien dilakukan SP 1 sampai 5 resiko
perilaku kekerasan, setelah 5 p resiko perilaku kekerasan dilakukan, pada
pertemuan-pertemuan berikutya klien diminta untuk mengevaluasi latihan
cara-cara mengontrol emosi yang perrnah diajarkan, hingga hari ke 7 interaksi
dengan, klien mampu untuk mengulang latihan cara-cara mengontrol emosi.
Pada hari ke 8 interaksi klien diberikan SP 1 harga diri rendah, kemampuan
positif yang dimiliki oleh klien adalah bermain sepak bola. Hingga interaksi
hari ke 9, kondisi klien menunjukan perkembangan yang baik, yaitu klien
nampak lebih tenang, sudah mampu untuk mengontrol emosi, bicara jelas,
frekuensi tidur nampak lebih sering, dibandingkan ketika di awal-awal
masuk. Hal ini dapat dipengaruhi oleh keberhasilan perawat dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.

30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 5 september 2018, Tn K
mengalami risiko perilaku kekerasan yang ditandai dengan pengakuan klien
bahwa masuk RSMM setelah dipukuli warga karena dirinya memukul warga
terlebih dahulu akibat meminum tramadol 25 butir dan merasa ada yang
bisikin menyuruhnya memukul, selain itu selama proses pengkajian terlihat
klien memiliki luka lebam pada mata sebelah kanan dan luka bekas ikatan di
kedua pergelangan tangan, berbicara dengan nada suara keras, pandangan
tajam, dan memiliki perhatian mudah beralih. Klien mengalami risiko
perilaku kekerasan akibat dari halusinasi yang dialaminya.
Penulis telah memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan
klien, klien juga sangat kooperatif selama masa perawatan di Ruang Subadra.
Oleh sebab itu, Risiko perilaku kekerasan (RPK) yang dialami klien bisa
teratasi dengan beberapa cara, kecuali cara spiritual (klien menolak dilakukan
intervensi ini). Pada kasus Tn K terdapat kesamaan antara konsep dasar teori
dengan kasus Tn K, karena penulis mengacu pada teori-teori yang ada.
Penulis menggunakan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dengan tujuan khusus dan tujuan umum
yang ditentukan.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
Dengan adanya makalah case conference ini diharapkan dapat
dapat meningkatkan kualitas pelayanan perawat ruangan sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan
masalah resiko perilaku kekerasan.
2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi
mengenai resiko perilaku kekerasan dalam Mata Kuliah Keperawatan
Jiwa bagi mahasiswa Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

31
32

3. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan mahasiswa dalam menangani pasien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan.

32
33

DAFTAR PUSTAKA

Carolina. (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi


Terhadap Kemampuan Kien Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa Dr Soeharto
Heerdjan Jakarta. Tesis: FIK UI
Fitryasari et al. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Jakarta:
Gunung Mulia.
Keliat, Budi Anna., et al. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC
Kneisl, C. R., et al. (2004). Contemporary Psychiatric Mental Health Nursing.
New Jersey: Prentice Hall New Jersey
Mahmudah, & Priescisilia, I. R. (2016). Hubungan Faktor Lingkungan dengan
Penggunaan Trihexyphenidyl pada Remaja di BNN Kota Surabaya. Jurna
Biometrika Dan Kependudukan, 5(1), 70–79.
Maramis, Willy F (2009) Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya.
Airlangga University Press
Pradhana, R. B. H. A. (2015). Self Esteem Hubungannya dengan Penyalahgunaan
Narkotika dan Obat-Obatan Berbahaya pada Siswa SMK Negeri 2 Batu
Malang, 1(1), 23–28.
Reza, I. F. (2015). Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Dalam Upaya Mencapai
Kesehatan Mental. Jurnal Psikologi Islami, 1(1), 105–115.
Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Setiawan, Heri (2016). Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia. Magelang:
RSJ Soerojo (https://rsjoerojo.co.id/2016/10/10/perilaku-kekerasan-pada-
klien-skizofrenia/ diakses pada 7 September 2018 22.55 wib)
Stuart, G., W. & Laria .2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta : EGC.
Stuart, G. W & Sundeen. (2013). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, G. W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier
Mosby.
Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2007). Obat- Obatan Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama
Yoseep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama

33
34

LAMPIRAN

34

Вам также может понравиться