Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
Aulia Khairunnissa
NRP 1710221067
Pembimbing :
dr. Renita Zein, Sp. Rad
0
LEMBAR PENGESAHAN
Referat
Osteoarthritis Genu
Disusun oleh :
Aulia Khairunnissa
NRP 1710221067
Pembimbing
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang
berjudul “Gambaran Radiologis pada Osteoarthritis Genu”. Referat ini disusun
untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik bagian Radioogi di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Renita Zein, Sp.Rad selaku
pembimbing referat yang telah membimbing dan membantu saya dalam
melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan
terbuka guna melengkapi dan menyempurnakan referat ini.
Akhir kata, saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang “Gambaran Radiologis pada
Osteoartritis Genu”.
Penulis
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………................……………....... i
KATA PENGANTAR……………………………...............…....... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………...... iii
BAB I PENDAHULUAN...................…………………….…..... 1
I.1 Latar Belakang....……………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA………………...............…………………………......... 3
II.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang……................…....................... 3
II.2 Osteoarthritis …………………............................…................15
II. 2.1 Definisi.......………………..............………………..... 15
II.2.2 Epidemiologi….................……………………………... 15
II. 2.3 Etiologi dan Patogenesis …………………………………15
II. 2.4 Faktor Resiko……........………………..............……… 18
II.2.5 Lokasi sendi terkena ……………..............……………….20
II.2.6 Manifestasi Klinis ……..............………………................20
II.2.7 Patofisiologi........................................................................22
II. 2.8 Diagnosis ...........................................................................22
II. 2.9 Diagnosis Banding .............................................................25
II.2.10 Pemeriksaan Penunjang .....................................................28
II.2.11 Tatalaksana..........................................................................48
II.2.12 Prognosis ............................................................................51
BAB I
3
PENDAHULUAN
Saat ini OA tidak lagi dianggap sebagai gangguan yang pasif, tetapi lebih kearah
proses penyakit yang aktif, terutama dipicu oleh faktor mekanik. Osteoartritis
lutut adalah bentuk artritis kronis yang paling banyak dijumpai. Konsep
tulang rawan sendi, tetapi juga dapat mempengaruhi komponen sendi lutut
maupun tendon di sekitar sendi. Oleh karena itu, imaging pencitraan dari OA
radiografi justru menggambarkan tahap akhir dari OA. Tetapi sampai saat ini,
4
di Eropa (European Agency for the Evaluation of Medicinal Products Agency)
valid dalam menilai perubahan struktural sendi pada tahap yang lebih awal. Hal
ini tidak terlepas dari peran USG, MRI, CT Scan dan Bone Scan yang memiliki
laporan kasus ini akan dibahas mengenai peran dari radiografi konvensional,
tersebut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan
tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan
sel pembentuk tulang.3,4. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam Lacuna Howship (cekungan pada permukaan
tulang).4
7
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.6
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-
garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,
dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang,
osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu
dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.5
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian
ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang, cairan interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang
disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan
tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas biasanya
terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang
sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat.5
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang
terus menerus diperbarui atau mengalami remodelling. Pada anak dan remaja,
aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih
panjang dan menebal. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas
osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat
pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau
8
kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh
sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa
faktor fisik dan hormon. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-
tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis
(ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus,
aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu
pertumbuhan tulang.6
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium
darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan
demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat
dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.5,6
Adapun faktor-faktor yang Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas
dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah.
Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek
hormon paratiroid pada osteoklas.6 Efek lain hormon
paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium
oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada
hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin
memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek
ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.5
Fungsi tulang adalah sebagai berikut6 :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
9
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, seperti kalsium dan fosfor.
Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik dibandingkan
sendi-sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang membentuk
sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti pada persendian yang
lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian ini terdapat meniscus,
kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan gerakan sendi ini menjadi luas,
sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar dan berbagai ligamentum sehingga sendi
menjadi kuat dan stabil. Sendi lutut terdiri dari hubungan antara6 :
a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan tersebar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokhanter mayor dan
trokantor minor, di bagian unjung membentuk persendian lutut, terdapat dua
tonjolan yang disebut kondilus medianus dan kondilus lateralis. Diantara
kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang disebut dengan fossa kondilus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang bentuknya lebih kecil, pada
bagian pangakal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk
10
persendian dengan tulang pangakan kaki dan terdapat taju yang disebut
tulang malleolus medianus.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang
paha yang membentuk persendian lutut dengan tulang femur pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut tulang malleolus lateralis atau mata
kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang
berubah hanya jarak patella dan femur. Fungsi patella di samping sebagai
perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada
kondisi 90’ derajat kedudukan patella diantara kedua kondilus femur dan saat
ekstensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur.
11
Gambar A. Articulatio genus dextra di lihat dari aspek lateral
12
Gambar 2 batas-batas articulatio genus.
Ligamentum
Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen. Ligamen-
ligamen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen cruciatum yang dibagi
menjadi dua yaitu ligamen kruciatum anterior dan ligamen cruciatum posterior.
Ligamen collateral yang juga dibagi menjadi dua bagian yaitu ligamen kollateral
medial dan ligamen kollateral lateral.
Ligamen kruciatum merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut. Dinamakan
ligamen cruciatum karena saling menyilang antara satu dengan yang lain. Ligamen
ini berada pada bagian depan dan belakang sesuai dengan perlekatan pada tibia.
Fungsi ligamen ini adalah menjaga gerakan pada sendi lutut, membatasi gerakan
13
ekstensi dan mencegah gerakan rotasi pada posisi ekstensi, juga menjaga gerakan
slide ke depan dan ke belakang femur pada tibia dan sebagai stabilisasi bagian depan
dan belakang sendi lutut.
14
ligamen ini adalah untuk mengawasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan
ke arah medial. Dalam gerak fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral
lutut.
Kapsul Sendi
15
b. Meniscus
Otot disekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus sebagai
penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara lain: m.quadriceps femoris
(vastus medialis, vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoris). Keempat otot
tersebut bergabung sebagai grup ekstensor sedangkan grup fleksor terdiri dari:
m.gracilis, m.sartorius dan m.semi tendinosus. Untuk gerak rotasi pada sendi lutut
dipelihara oleh otot-otot grup fleksor baik grup medial/endorotasi (m.semi tendinosus,
semi membranosus, sartorius, gracilis, popliteus dan grup lateral eksorotasi (m.biceps
femoris, m.tensor fascialata). Untuk memperkuat stabilitas pergerakan yang terjadi
pada sendi lutut maka di dalam sendi lutut terdapat beberapa ligamen, yaitu ligamen
cruciatum anterior dan posterior yang berfungsi untuk menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan (eksorotasi). Ligamen cruciatum posterior
berfungsi untuk menahan bergesernya tibia ke arah belakang. Pada gerakan
endorotasi kedua ligamen cruciatum menyatu, yang mengakibatkan kedua permukaan
sendi tertekan, sehingga saling mendekat dan kemampuan bergerak antara tibia dan
femur berkurang. Pada gerakan eksorotasi, kedua ligamen cruciatum saling sejajar,
sehingga pada posisi ini sendi kurang stabil. Di sebelah medial dan lateral sendi lutut
16
terdapat ligamen collateral medial dan lateral. Ligamen collateral medial menahan
gerakan valgus serta eksorotasi, sedangkan ligamen collateral lateral hanya menahan
gerakan ke arah varus. Kedua ligamen ini menahan bergesernya tibia ke depan dari
posisi fleksi lutut 90º.5,6
Sedangkan dalam hubungan yang simetris antara condylus femoris dan
condylus tibia dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibrocartilagoyang melekat
pada kapsul sendi. Meniscus medialis berbentuk seperti cincin terbuka “C” dan
meniscus lateralis berbentuk cincin “O”. Meniscus ini akan membantu mengurangi
tekanan femur atas tibia dengan cara menyebarkan tekanan pada cartilago articularis
dan menurunkan distribusi tekanan antara kedua condylus, mengurangi friksi selama
gerakan berlangsung, membantu kapsul sendi dan ligamentum dalam mencegah
hiperekstensi lutut dan mencegah capsul sendi terdorong melipat masuk ke dalam
sendi. Sendi lutut juga memiliki capsul sendi artikularis yang melekat pada cartilago
artikularis, di dalam sendi, synovial membran melewati bagian anterior dari
perlekatan ligamen cruciatum sehingga ligamen cruciatum dikatakan intraartikuler
tetapi extracapsuler.5
17
2.2 Osteoarthritis
2.2.1. Definisi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif sendi yang kronik dan
progresif yang mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan
patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi,
meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit
pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi. 7
2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi penyakit Usia diatas 65 tahun, hanya 50% memberikan gambaran
radiologis sesuai Osteoartritis, meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya
yang memperlihatkan gejala klinis OA, dan sekitar 10% mengalami disabilitas karena
OA nya, maka dapat difahami jika makin bertambah usia, makin tinggi kemungkinan
untuk terkena OA. OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan
meningkat 414% dibanding tahun 1990.
Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Penelitian
di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007
dan 2010, berturutturut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus
(1297) reumatik pada tahun 2007. Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah
wanita dan kebanyakan merupakan OA lutut (87%).
18
baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada
bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus
heberden).
2. Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada sinovial sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan yang
dapat menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:
a. Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas,
instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
b. Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia epifisial,
displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul
bawaan, tergelincirnya epifisis) dapat menyebabkan OA.
c. Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi (penyakit
okronosis, akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah inflamasi
pada sendi. (misalnya, OA atau artropati karena inflamasi).
Kartilago sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang
rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks
rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan
perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut7 :
1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinase
yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi
19
penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi pada penipisan kartilago.
2) Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovial.
3) Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi
pada sinovial. Produksi magrofag sinovial seperti interleukin 1 (IL-1), tumor
necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi
dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan articular menjadi
kondisi gangguan yang progresif.
Gambar.4. Sendi lutut normal dan sendi lutut yang mengalami osteoarthritis.
20
2.2.4. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut
antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan
anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan
kebiasaan olah raga. Terjadi peningkatan dari angka kejadian osteoarthritis
selama atau segera setelah menopause karena faktor hormon seks. Beberapa
faktor resiko OA terdiri dari9 :
1. Peningkatan usia
OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang mendapat osteoartritis
sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55-64 tahun,
sedangkan wanita pada usia 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65–74 tahun.
Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso
menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%),
dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).9
2. Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja
dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya OA. Setiap kilogram
penambahan berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut
sekitar 4 kilogram. Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi
resiko terjadinya OA atau memperparah keadaan lutut.9
3. Jenis kelamin wanita
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada
perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan
dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68
pasien. 9 W ani t a l ebi h besar r esi ko t e rkena ini berhubungan dengan
menopause. Wanita yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah mengalami
menopause sehingga terjadi penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada
21
osteoblas dan sel endotel. Apabila terjadi penurunan estrogen maka TGF-β yang
dihasilkan osteoblas dan nitric oxide (NO) yang dihasilkan sel endotel akan menurun
juga sehingga menyebabkan diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Estrogen
juga berpengaruh pada bone marrow stroma cell dan sel mononuklear yang dapat
menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena
mediator inflamasi ini. Pada periode ini, hormon estrogen tidak berfungsi lagi.
Sementara salah satu fungsi hormon ini adalah untuk mempertahankan massa tulang.
Sehingga akan memberikan beban yang lebih besar untuk lutut.
4. Riwayat trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada
lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut
termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor
timbulnya osteoartritis lutut.9
5. Riwayat cedera sendi
Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor
penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan
berkaitan pula dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis.9
6. Faktor genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan
familial pada osteoarthritis.
7. Kelainan pertumbuhan tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes dan
dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis paha
pada usia muda. 9
8. Pekerjaan dengan beban berat
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut. Dan orang
yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih
22
tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50
tahun.9
9. Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat
tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan beban yang
diterima oleh tulang rawan sendi.9
10.Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain
(metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit
jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.9
23
osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan jarang pada tangan dan sendi
apofise spinalis.7
2. Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi,
di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku
setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.7
3. Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat.
Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan
bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi,
bangun dari tempat berbaring, menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas
tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi yang terkena.7
4. Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan
dengan artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas
terdengar dan kasar merupakan tanda yang signifikan.7
5. Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak atau membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan
bertambahnya cairan sendi atau keduanya.7
6. Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak
Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai dengan
beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh arah gerakan
maupun eksentris atau salah satu gerakan saja.7
7. Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi. Hal
ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan biasanya
tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul belakangan.7
24
2.2.7 Patofisiologi
Pada osteoartritis yang pertama kali mengalami perubahan adalah tulang
rawan sendi, dimana permukaan sendi menjadi tidak beraturan dan membengkak
yang diikuti erosi. Akibat pembengkakan ini akan mempengaruhi pada kapsul sendi
yang menjadi sempit dan menimbulkan iritasi yang merangsang nosiseptor. Karena
kapsul sendi menyempit maka ligamentum penguat sendi menjadi terulur dan
mengakibatkan kemampuan untuk menjaga stabilisasi sendi menjadi menurun.
Keadaan ini berakibat terjadi hipermobil pada persendian lutut. Akibat hipermobil
sendi lutut meniscus sendi menjadi semakin tipis. Dikarenakan penurunan fungsi dari
ligamentum maka fungsi ligamentum akan diambil alih oleh otot.
Kerja otot otot stabilisator lutut akan meningkat sehingga menimbulkan
spasme pada otot tersebut. Keadaan spasme ini akan menghasilkan iskemik pada
jaringan. Iskemik jaringan akan menimbulkan viscous circle reflek yaitu dampak dari
spasme yang terus menerus akan mengakibatkan penurunan kemampuan otot untuk
menjaga stabilisasi sendi lutut. Dengan kondisi sendi yang menyempit maka akan
menimbulkan peningkatkan viskositas cairan sinovium, cairan sinovium adalah
sumber makanan bagi tulang rawan. Maka dengan peningkatan reaksi inflamasi pada
cairan sinovium maka nutrisi pada tulang rawan akan berkurang. Kekurangan nutrisi
pada tulang rawan maka akan menambah kerusakan atau erosi pada tulang rawan.
Pada proses selanjutnya maka akan terjadi kontraktur pada kapsul sendi yang
menyebabkan peningkatan immobilisasi. Kondisi immobilisasi ini akan menyebabkan
inaktivitas dari lutut dan menyebabkan kelemahan pada otot-otot sekitar lutut,
khususnya otot-otot stabilisasi sendi.
2.2.8. Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk osteoarthritis lutut menurut American College of
Rheumatology, yaitu 10:
Berdasarkan kriteria klinis:
- Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:
25
1. krepitus saat gerakan aktif
2. kaku sendi < 30 menit
3. umur > 50 tahun
4. pembesaran tulang sendi lutut
5. nyeri tekan tepi tulang
6. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
26
Tanda radiologis, gejala utama berupa nyeri sendi lutut dengan minimal 1 dari
kriteria berikut yaitu :
- Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris atau perubahan struktur
anatomi sendi (lebih berat pada bagian yang menanggung beban).
- Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral yang membentuk kista
subkondral.
- Osteofit pada pinggir sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi
27
2.2.9 Diagnosis Banding
Pada pemeriksaan fisik pasien OA, terdapat beberapa kondisi yang
mempunyai gejala-gejala hampir sama dengan penyakit sendi lain sehingga akan
merancukan dalam penegakan diagnosa. Menurut Kalim, kelainan arthritis lutut
di luar OA yang umumnya banyak dijadikan diagnosis banding antara lain :
a. Rheumatoid Arthritis (RA)
Pada RA, terjadi pembengkakan jaringan lunak dan gejala inflamasi setempat
yang jelas. Prediksi sendi yang terkena adalah sendi-sendi kecil, bersifat
poliartikuler, simetris dan disertai gejala sistematik.
b. Gout Arthritis
Merupakan sindrom klinis yang mempunyai gambaran khas berupa Arthritis
akut. Gejala arthritis akut disebabkan oleh inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat akibat gangguan metabolisme
purin dalam tubuh. Sering menyerang sendi metatarsophalangeal dan sendi lutut.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam
darah, serta diketahui adanya peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah.
28
Gambar 5. Perbedaan AO dengan RA.
Gambar 6. RA.
Tampak adanya celah yang menyempit, adanya erosi.
29
Gambar 7. Rheumatoid Arthritis
Tampak adanya multiple erosis dan adanya defect di garis medial dan lateral.
Gambar 8. Gout
Radiografi kaki pada pasien dengan gout kronis. Nyeri sendi metatarsophalangeal
pertama. Sklerosis dan penyempitan ruang sendi terlihat pada sendi
metatarsophalangeal pertama, serta pada sendi interphalangeal keempat.
30
Gambar 10. Perbedaan OA , RA dan Gout.
31
metode pencitraan sendi lutut yang sederhana dan murah, tetapi memiliki
keterbatasan dalam menunjukkan tahap awal OA maupun kelainan pada
jaringan lunak sendi lutut seperti inflamasi sinovial maupun kelainan pada
meniskus. Radiografi digunakan secara rutin pada klinis praktis untuk
mengkonfirmasi diagnosis OA lutut dan pada penelitian klinis untuk memonitor
progresivitas OA lutut.11
Radiografi lutut memungkinkan visualisasi dari perubahan tulang yang
meliputi pembentukan osteofit marginal (spur) akibat dari proses reparatif pada
area dengan beban stress yang ringan (low-stress area) yang seringkali terjadi
pada bagian perifer/tepi tulang, sklerosis tulang subkondral (eburnasi) sebagai
akibat dari proses reparatif/remodeling, kista subkondral akibat dari kontusio
tulang yang menyebabkan timbulnya mikrofraktur dan masuknya cairan
sinovium ke dalam tulang yang mengalami perubahan tersebut, serta
penyempitan celah sendi akibat dari penipisan tulang rawan sendi. Definisi
radiografik pada OA lutut terutama didasarkan pada adanya osteofit dan
penyempitan celah sendi. Osteofit dianggap spesifik pada OA dan timbul lebih
awal dari pada penyempitan celah sendi. Osteofit juga berkorelasi dengan nyeri
yang timbul, lebih mudah ditentukan daripada kelainan gambaran
radiografiklainnya, serta mewakili kriteria yang dapat diterima secara luas untuk
mendefinisikan adanya OA. Sedangkan progresivitas dari penyempitan celah
sendi pada umumnya menggunakan kriteria penilaian untuk menentukan
progresivitas OA.11
Sensitifitas dari tes ini cukup dan spesifisitas baik. X-ray konvensional
(rontgen) merupakan pengambilan gambar dari suatu obyek dengan
menggunakan sinar-X. Obyek yang akan diamati akan disinari dengan sinar-X,
dan dibelakangnya diletakkan film untuk menangkap gambar yang dihasilkan.
Keparahan dari OA secara radiografik umumnya menggunakan sistem
klasifikasi dari Kellgren dan Lawrence. Penilaian keparahan tersebut didasarkan
pada derajat osteofit, penyempitan celah sendi, sklerosis tulang subkondral dan
perubahan bentuk tulang.11
32
Tabel.2. Klasifikasi OA menurut Kellgren dan Lawrence11
Grade
Description
of OA
4 Definite osteophytes with severe joint space narrowing and subchondral sclerosis
33
Gambar 12. Skala gambaran radiologi Kellgren – Lawrence
34
Gambar 13. Gambaran radiograf normal tangensial pada patella
35
Gambar 15. foto rontgen proyesi AP
Proyeksi AP dari kedua lutut menunjukkan hilangnya ruang sendi yang parah
pada kompartemen (medial> lateral) terkait dengan osteofit, sklerosis
subkondral dan deformitas varus yang jelas. Dari temuan di temukan Grade 4
Osteoartritis.
36
Gambar 16. Ostearthritis of knees – severe
Tampak hampir kehilangan total ruang sendi di semua kompartemen kedua lutut,
Pembentukan osteophyte yang berlebihan, sklerosis subkondral.
37
Sendi lutut merupakan sendi kompleks yang terdiri dari tiga kompartemen
posterior (AP) atau posterior- anterior (PA). Tanda lain dari adanya
varus dan vagus, dimana jika penyempitan celah sendi terjadi pada
tulang rawan. Metode pengukuran celah sendi dapat dilakukan secara manual
perangkat lunak computer. Rerata nilai normal lebar celah sendi pada lutut
perempuan sehat sebesar 4,8 mm (dengan simpangan baku 0,7 mm) dan pada
laki-laki sehat sebesar 5,7 mm (dengan simpangan baku 0,8 mm). Karena tulang
kehilangan ketebalan tulang rawan sendi secara teoritis dapat dideteksi apabila
terjadi pengurangan jarak antar permukaan tulang dalam suatu kurun waktu. Pada
penderita OA. penyempitan celah sendi dilaporkan terjadi sebesar 0,1 sampai 0,2
mm per tahun.11
38
Salah satu indikator progresivitas OA lutut adalah penyempitan celah sendi,
yang saat ini dinilai berdasarkan gambaran radiografi. Hal yang seringkali
sendi lutut yang sebenarnya merupakan struktur tiga dimensi, harus dapat
tervisualisasi hanya dengan proyeksi dua dimensi dari radiografi polos. Seperti
diketahui terdapat berbagai protokol radiografi lutut dalam menilai celah sendi
masing protokol, sehingga dapat diperoleh lebar celah sendi yang berbeda-beda
celah sendi adalah alignment antara tepi anterior dan posterior plateau tibia, yang
diharapkan saling menyatu dengan jarak antara tepi anterior dan posterior plateau
tibia ataupun melalui penyesuaian derajat flexi lutut dengan arah sinar-X untuk
menyatukan tepi anterior dan posterior plateau tibia. Suatu radiografi lutut
dari tepi anterior dan posterior plateau tibia (jarak antara tepi anterior dan
posterior plateau tibia <1,5mm). Gambaran alignment yang kurang baik dari
plateau tibia adalah terdapatnya separasi tepi anterior dan posterior plateau tibia
39
A. B
Gambar 17. Alignment plateau tibia medialis pada radiografi lutut. (A)
Contoh gambaran alignment yang baik dari plateau tibia medialis, dimana
terjadi superimposisi dari tepi anterior dan posterior plateau tibia. (B) Contoh
gambaran alignment yang kurang baik dari plateau tibia medialis, dimana
terdapat separasi tepi anterior dan posterior plateau tibia yang cukup jauh ( >
1,5 mm).
40
sensitivitas yang sangat rendah. CT scan dan MRI dapat melihat tulang dan
struktur tulang tubuh. Namun, MRI akan memberikan gambaran yang lebih
rinci, terutama jaringan lunak yang mengelilingi tulang. Pemeriksaan MRI
lutut pada umumnya dilakukan menggunakan coil khusus untuk lutut, dengan
posisi penderita berbaring terlentang. Pemeriksaan MRI lutut standar
umumnya memerlukan waktu sekitar 20-40 menit, tergantung dari posisi
penderita. 12
Pada OA, ketika terjadi kerusakan tulang rawan, terjadi pula perubahan
pada jaringan di sekitar tulang rawan dan pada tulang subkondral. Gambaran
T2-weighted (T2W) MRI pada kasus-kasus yang telah terdiagnosis OA pre-
radiografik menunjukkan adanya area yang terlihat hiperintens (terang) di
tulang subkondral, yang disebut sebagai lesi sumsum tulang/ bone marrow
lesion/ BML. Meskipun BML juga dijumpai pada individu normal tanpa
keluhan nyeri lutut ataupun tanpa riwayat trauma sendi, sejauh ini BML
diasosiasikan dengan nyeri lutut, penipisan tulang rawan sendi pada MRI,
serta meningkatkan risiko penggantian sendi lutut pada OA. Hasil
pemeriksaan histologik pada OA lanjut menunjukkan bahwa area yang
menunjukkan BML pada MRI ternyata merupakan area yang mengandung
nekrosis sumsum tulang, trabekuler yang abnormal, fibrosis sumsum tulang
dan edema sumsum tulang.12
41
Gambar. 18. Gambaran BML pada T2-weighted MRI, tampak gambaran
hiperintens pada tulang subkondral tibia.12
A B
42
Gambar. 20. (A) Radiografi Konvensional : tampak adanya sclerosis subchondral,
penyempitan ruang sendi, dan osteofit. (B) MRI : tampak adanya sclerosis
subchondral12
(dGEMRIC).
tulang rawan, melalui informasi mengenai hidrasi tulang rawan dan komposisi
43
diakibatkan oleh adanya matriks kolagen dan proteoglikan yang sehat, akan
echo time (long-TE) dan waktu relaksasi T2 (T2 relaxation time) yang rendah.
gambaran long-TE tidak lagi rendah, yang berakibat pada waktu relaksasi T2
yang meningkat.
44
A
Gambar 21 : Pemetaan T1-rho MRI yang dikode warna pada tulang rawan femoral
posterior.(A) Pada orang sehat (B) Pada penderita OA dini. Nilai T1-rho MRI
sebesar 40.05 ± 11.43 milidetik pada orang sehat dan meningkat pada penderita
OA (50.56 ± 19.26 milidetik). 12
Kelemahan dari MRI sendiri adalah diperlukan biaya yang cukup mahal untuk
pemeriksaan, waktu pengolahan yang lebih lama untuk segmentasi tiap-tiap regio
serta keterbatasan ketersediaan mesin MRI dengan perangkat-perangkat lunak
khusus yang digunakan dalam berbagai metode penilaian keadaan tulang rawan
maupun inflamasi synovial.12
45
3. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan pencitraan radiologi yang non-invasif,
tidak memberikan paparan radiasi ionisasi, relatif tidak mahal serta dapat
dilakukan berulang- ulang pada area anatomi yang berbeda-beda. Di
bidang muskuloskeletal, transduser USG yang digunakan adalah transduser
linier dengan frekuensi tinggi. USG menjadi sangat penting dalam
diagnosis penyakit muskuloskeletal karena dapat mendeteksi berbagai
lesi jaringan lunak. USG banyak digunakan sebagai modalitas pencitraan
yang cukup valid dibandingkan dengan artroskopi maupun MRI, serta
reliabel untuk menilai kelainan sinovium, selain juga memiliki kemampuan
dalam menggambarkan perluasan inflamasi sinovial dan perubahan volume
sinovial dari waktu ke waktu. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi spektrum
patologik yang luas pada sendi, yang meliputi abnormalitas sinovial,
tendon, permukaan tulang maupun otot, saraf maupun kulit di sekitar
sendi. 13
Dibandingkan dengan artroskopi, USG lutut memiliki keunggulan
karena merupakan pemeriksaan yang non invasif tetapi memungkinkan
visualisasi komponen ekstrakapsuler sendi seperti ligamen kolateral, kista
Baker maupun tendon otot quadriceps femoris dan tendon patela. Tetapi,
artroskopi tetap memiliki arti penting karena dapat digunakan untuk
pengambilan contoh jaringan sendi dengan visualisasi langsung dari
struktur di dalam sendi dan mampu menilai ruang retropatela ataupun
ligamentum cruciatum, dimana hal-hal tersebut sulit atau tidak dapat
dilakukan dengan USG.
Pada gambaran USG, tulang rawan hyalin yang normal terlihat
sebagai suatu pita homogen yang anekoik atau hipoekoik di antara tepi
kondrosinovium dan osteokondral. Pada fase awal dari OA, tulang rawan
sendi kehilangan ketajaman dari dari tepi kondrosinovium dan transparansi
dari lapisan tulang rawan sendi. Pada kondisi OA yang lanjut, lapisan
tulang rawan sendi menjadi lebih tipis, dengan penyempitan selah sendi
yang asimetris hingga hilangnya seluruh lapisan tulang rawan sendi.
Sedangkan osteofit tampak sebagai sinyal hiperekoik pada tepi-tepi
46
sendi. Efusi sendi memberi gambaran cairan yang anechoik, tetapi pada
OA efusi sendi yang terjadi dapat terlihat inhomogen dengan adanya
partikel material yang merupakan fragmen-fragmen proteinaseus, debris,
atau kalsifikasi.13 USG grey-scale memiliki sensitivitas, spesifisitas dan
akurasi yang tinggi dalam mendeteksi sinovitis yang ditandai oleh
hipertrofi sinovium, yaitu dengan sensitivitas sebesar 98%, spesifisitas
sebesar 88%.
A B
Gambar. 22. Gambaran USG tulang rawan sendi lutut. (A) Tulang rawan
ynovia merupakan struktur hipoekoik syynovial dengan tepi yang tegas, melapisi
tulang subkondral yang terlihat hiperekoik. (B) Lesi pada tulang rawan sendi
berupa fibrilasi yang terlihat pada USG sebagai iregularitas permukaan dan
penipisan tulang rawan sendi.13
47
4. CT Scan (Computed Tomography Scan)
CT Scan sangat baik untuk menggambarkan kortikal tulang dan
kalsifikasi jaringan lunak. CT scan memberi gambaran lebih jelas tentang
bagian dalam lutut Anda dari pada sinar-X polos.
48
Gambar 24. CT scan potongan coronal dan Axial bone window
49
Skeletal scintigraphy membantu untuk mendiagnosis dan mengevaluasi
berbagai penyakit dan kondisi tulang menggunakan sejumlah kecil bahan
radioaktif yang disebut radiotracers yang disuntikkan ke dalam aliran darah
50
Aktivitas abnormal dicatat di lutut kanan (kompartemen medial, lateral
dan patellofemoral) dan di pergelangan kaki kanan dan midfoot.
2.2.11 Tatalaksana
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui
dengan berbagai faktor risiko. Karena itu rekomendasi penatalaksanaan
OA sangat diperlukan untuk memudahkan koordinasi yang meliputi
multidisiplin, monitoring, dengan patient centre care yang bersifat
kontinyu/terus menerus, komprehensif dan konsisten, sehingga
penatalaksanaan nyeri OA kronik dapat dilakukan secara efektif dan
efisien.
Tujuan:
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan
kepada orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
51
Tatalaksana OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat
ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu7 :
1. Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah,
dan agar persendiaanya tetap terpakai.7
52
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi
ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.7
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih.7
2. Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-
manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi. Obat yang sering digunakan sebagai
antinyeri dan anti inflamasi antara lain yaitu, obat antiinflamasi nonsteroid
(AINS), inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2), dan asetaminofen. Untuk
mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.
Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,
asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa
nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS
adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor
COX-2.10
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, d a n vitamin C.7
3. Terapi operatif
53
atau ‘X’. Tindakan yang mungkin dilakukan adalah total knee replacementatau
mengganti sendi lutut menggunakan prothese. Meski lutut aritifisial tidak
sempurna seperti sebelumnya, tapi operasi itu akan memperbaiki kualitas hidup
penderita dengan hilangnya rasa nyeri, kekakuan sendi, dan bentuk sendi lutut
yang bengkok.15
2.2.12 Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait
dengan sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder,
prognosisnya terkait dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis.
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan,
yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional pada
pasien. .
54
BAB III
KESIMPULAN
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoarthritis. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 2006;1;1205-1211
3. Tortora GJ, Derrickson B. Joints. In: Reosch B, editor. Principles of anatomy and
physiology 2009;12;264-336
5. Syaifuddin. 2010. Struktur & Komponen Tubuh Manusia. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
6. Sutarmo, Setiaji. 2007. Buku kuliah anatomi fisiologi. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta
7. Felson DT, Sharma L, Song J, Cahue S, Shamiyeh MS, Dunlop DD. 2008. The role of
Knee Alignment in Disease Progression and Functional Decline in Knee Osteoarthritis .
JAMA 286 : 188-195
9. Handayani RD. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya OA pada lansia di instalasi
rehabilitasi medic RSU haji Surabaya tahun 2008. ADLN Digital Collections; 2009
11. Frank, Eugene D, Long, Bruce W, Smith, Barbara J, 2007. Merril’s Atlas of
Radiographic Positioning and Procedures Edition 11 (Volume One), St. Louis : Mosby
Elsevier
14. https://www.researchgate.net/figure/Patellofemoral-osteoarthritis-classification-using-
computed-tomographic-analysis-The_fig1_266570771
56