Вы находитесь на странице: 1из 57

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA OSTEOARTHRITIS


GENU

Disusun Oleh :
Aulia Khairunnissa
NRP 1710221067

Pembimbing :
dr. Renita Zein, Sp. Rad

Periode: 2 Juli – 4 Agustus 2018

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
JAKARTA 2018

0
LEMBAR PENGESAHAN

Referat
Osteoarthritis Genu

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian


Radiologi Rumah Sakit Umum Persahabatan
Jakarta

Disusun oleh :
Aulia Khairunnissa
NRP 1710221067

Telah dipresentasikan pada


Jakarta, Juli 2018

Pembimbing

dr. Renita Zein, Sp.Rad

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang
berjudul “Gambaran Radiologis pada Osteoarthritis Genu”. Referat ini disusun
untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik bagian Radioogi di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Renita Zein, Sp.Rad selaku
pembimbing referat yang telah membimbing dan membantu saya dalam
melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan
terbuka guna melengkapi dan menyempurnakan referat ini.
Akhir kata, saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang “Gambaran Radiologis pada
Osteoartritis Genu”.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………................……………....... i
KATA PENGANTAR……………………………...............…....... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………...... iii

BAB I PENDAHULUAN...................…………………….…..... 1
I.1 Latar Belakang....……………………………………………… 1

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA………………...............…………………………......... 3
II.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang……................…....................... 3
II.2 Osteoarthritis …………………............................…................15
II. 2.1 Definisi.......………………..............………………..... 15
II.2.2 Epidemiologi….................……………………………... 15
II. 2.3 Etiologi dan Patogenesis …………………………………15
II. 2.4 Faktor Resiko……........………………..............……… 18
II.2.5 Lokasi sendi terkena ……………..............……………….20
II.2.6 Manifestasi Klinis ……..............………………................20
II.2.7 Patofisiologi........................................................................22
II. 2.8 Diagnosis ...........................................................................22
II. 2.9 Diagnosis Banding .............................................................25
II.2.10 Pemeriksaan Penunjang .....................................................28
II.2.11 Tatalaksana..........................................................................48
II.2.12 Prognosis ............................................................................51

BAB III KESIMPULAN .....………………………………………….42 ‘

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………......53

BAB I

3
PENDAHULUAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang kronik dan progresif.

Saat ini OA tidak lagi dianggap sebagai gangguan yang pasif, tetapi lebih kearah

proses penyakit yang aktif, terutama dipicu oleh faktor mekanik. Osteoartritis

lutut adalah bentuk artritis kronis yang paling banyak dijumpai. Konsep

terbaru dari OA lutut menyatakan bahwa OA tidak hanya mengenai struktur

tulang rawan sendi, tetapi juga dapat mempengaruhi komponen sendi lutut

lainnya, seperti tulang subkondral, membran sinovium, meniskus, ligamen

maupun tendon di sekitar sendi. Oleh karena itu, imaging pencitraan dari OA

memerlukan tehnik dan modalitas yang mampu memvisualisasikan berbagai

struktur anatomi dalam sendi yang terlibat.1

Pencitraan sendiri telah diketahui memiliki penting dalam diagnosis

dan penentuan progresivitas OA lutut. Akhir-akhir ini terdapat peningkatan

peran dari pencitraan dalam usaha memahami lebih dalam patogenesis OA

melalui jalur pencitraan molekuler ataupun dalam penelitian-penelitian

pengembangan obat-obat disease-modifying osteoarthritis drugs (DMOADs).2

Radiografi merupakan tehnik pencitraan pertama dan berperan penting

dalam evaluasi penderita dengan dugaan OA. Sebelum berkembangnya

berbagai modalitas pencitraan, pencitraan dari OA hanya berdasarkan radiografi

konvensional, dimana penyempitan celah sendi yang terdeteksi secara

radiografi justru menggambarkan tahap akhir dari OA. Tetapi sampai saat ini,

pengukuran celah sendi secara radiografik masih direkomendasikan oleh badan

regulator di Amerika Serikat (United States Food an Drug Administration) dan

4
di Eropa (European Agency for the Evaluation of Medicinal Products Agency)

untuk membuktikan efektivitas dari uji klinis DMOADs. Tetapi dalam

perjalanannya, bersamaan dengan berkembangnya berbagai modalitas

pencitraaan, tidak tertutup kemungkinan bahwa ultrasonografi (USG) dan

magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan sebagai modalitas yang

valid dalam menilai perubahan struktural sendi pada tahap yang lebih awal. Hal

ini tidak terlepas dari peran USG, MRI, CT Scan dan Bone Scan yang memiliki

kemampuan dalam mendeteksi kelainan-kelainan pada jaringan lunak penyusun

sendi, dimana hal ini menjadi keterbatasan dari pemeriksaan radiografi.2

Untuk mempelajari lebih dalam mengenai pencitraan pada OA, pada

laporan kasus ini akan dibahas mengenai peran dari radiografi konvensional,

pada OA, bagaimana akurasi, keuntungan dan kelemahannya, serta kelainan -

kelainan yang mampu dideteksi oleh masing-masing modalitas pencitraan

tersebut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi Lutut


Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal
dari embrionic hyaline cartilage yang melalui proses osteogenesis menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Tulang
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, yaitu 3:
1). Tulang panjang (Femur, Humerus) 3
2). Tulang pendek (carpals) .3
3). Tulang pendek datar (tengkorak).3
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata).3
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella.3
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri
atas tiga jenis dasar yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, reasorpsi dan remodeling
tulang.3,4
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang diselimuti
dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi

6
nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan
tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan
sel pembentuk tulang.3,4. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam Lacuna Howship (cekungan pada permukaan
tulang).4

Gambar 1. Anatomi tulang3


Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 %
endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat
kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein dengan sakarida). Deposit garam
terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion
magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuata8n kompresi (kemampuan menahan tekanan).5

7
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.6
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-
garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,
dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang,
osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu
dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.5
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian
ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang, cairan interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang
disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan
tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas biasanya
terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang
sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat.5
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang
terus menerus diperbarui atau mengalami remodelling. Pada anak dan remaja,
aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih
panjang dan menebal. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas
osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat
pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau

8
kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh
sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa
faktor fisik dan hormon. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-
tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis
(ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus,
aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu
pertumbuhan tulang.6
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium
darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan
demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat
dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.5,6
Adapun faktor-faktor yang Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas
dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah.
Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek
hormon paratiroid pada osteoklas.6 Efek lain hormon
paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium
oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada
hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin
memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek
ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.5
Fungsi tulang adalah sebagai berikut6 :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.

9
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, seperti kalsium dan fosfor.

Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik dibandingkan
sendi-sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang membentuk
sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti pada persendian yang
lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian ini terdapat meniscus,
kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan gerakan sendi ini menjadi luas,
sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar dan berbagai ligamentum sehingga sendi
menjadi kuat dan stabil. Sendi lutut terdiri dari hubungan antara6 :

 os femur dan os tibia (tibio femorale joint),


 os femur dan os patella (patello femorale joint) dan
 os tibia dan os fibula (tibia fibulare proximalis joint).

a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan tersebar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokhanter mayor dan
trokantor minor, di bagian unjung membentuk persendian lutut, terdapat dua
tonjolan yang disebut kondilus medianus dan kondilus lateralis. Diantara
kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang disebut dengan fossa kondilus.

b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang bentuknya lebih kecil, pada
bagian pangakal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk

10
persendian dengan tulang pangakan kaki dan terdapat taju yang disebut
tulang malleolus medianus.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang
paha yang membentuk persendian lutut dengan tulang femur pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut tulang malleolus lateralis atau mata
kaki luar.

d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang
berubah hanya jarak patella dan femur. Fungsi patella di samping sebagai
perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada
kondisi 90’ derajat kedudukan patella diantara kedua kondilus femur dan saat
ekstensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur.

Gambar 1. Anatomi sendi lutut normal

11
Gambar A. Articulatio genus dextra di lihat dari aspek lateral

Gambar B Aspek anterior dengan sendi dalam keadaan fleksi

Gambar C dan D. Articulatio genus aspek posterior.

12
Gambar 2 batas-batas articulatio genus.

Ligamentum

Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen. Ligamen-
ligamen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen cruciatum yang dibagi
menjadi dua yaitu ligamen kruciatum anterior dan ligamen cruciatum posterior.
Ligamen collateral yang juga dibagi menjadi dua bagian yaitu ligamen kollateral
medial dan ligamen kollateral lateral.
Ligamen kruciatum merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut. Dinamakan
ligamen cruciatum karena saling menyilang antara satu dengan yang lain. Ligamen
ini berada pada bagian depan dan belakang sesuai dengan perlekatan pada tibia.
Fungsi ligamen ini adalah menjaga gerakan pada sendi lutut, membatasi gerakan

13
ekstensi dan mencegah gerakan rotasi pada posisi ekstensi, juga menjaga gerakan
slide ke depan dan ke belakang femur pada tibia dan sebagai stabilisasi bagian depan
dan belakang sendi lutut.

a. Ligamen kruciatum anterior


Ligamen kruciatum anterior membentang dari bagian anterior fossa
intercondyloid tibia melekat pada bagian lateral kondylus femur yang
berfungsi untuk mencegah gerakan slide tibia ke anterior terhadap femur,
menahan eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut, mencegah hiperekstensi lutut
dan membantu saat rolling dan gliding sendi lutut.
b. Ligamen kruciatum posterior
Ligamen kruciatum posterior merupakan ligamen yang lebih pendek
dibanding dengan ligamen kruciatum anterior. Ligamen ini berbentuk kipas
membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas dari fossa
intercondyloid tibia dan melekat pada bagian luar depan kondylus medialis
femur. Ligamen ini berfungsi untuk mengontrol gerakan slide tibia ke
belakang terhadap femur, mencegah hiperekstensi lutut dan memelihara
stabilitas sendi lutut.
c. Ligamen kolateral medial

Ligamen kollateral medial merupakan ligamen yang lebar, datar dan


membranosus bandnya terletak pada sisi tengah sendi lutut. Ligamen ini
terletak lebih posterior di permukaan medial sendi tibiofemoral yang melekat
di atas epicondylus medial femur di bawah tuberculum adduktor dan ke
bawah menuju kondylus medial tibia serta pada medial meniscus. Ligamen
ini sering mengalami cidera dan fungsinya untuk menjaga gerakan ekstensi
dan mencegah gerakan ke arah luar.

d. Ligamen kolateral lateral


Ligamen kollateral lateral merupakan ligamen yang kuat dan melekat
di atas epicondylus femur dan di bawah permukaan luar caput fibula. Fungsi

14
ligamen ini adalah untuk mengawasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan
ke arah medial. Dalam gerak fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral
lutut.

Kapsul Sendi

Tulang-tulang pembentuk sendi dihubungkan satu dengan lainnya oleh


selubung yang disebut kapsula artikularis sebagai pembungkus yang mengelilingi
permukaan-permukaan sendi dan membungkus rapat ruang sendi yang terdapat
diantara tulang-tulang tersebut. Lapisan luar kapsila arikularis (lamina fibrosa)
merupakan salah satu struktur penting yang mengikat tulang-tulang pembentuk sendi.
Lamina fibrosa dapat menahan regangan yang kuat. Lapisan dalam kapsula
artikularis (lamina synovial) dibentuk oleh membrane synovial yang mensekresikan
cairan sinovial (synovia) ke dalam ruang sendi ujung artikular tulang masanya
membesar dan mempunyai lapisan luar tulang yang tipis tetapi padat (kompakta),
disebelah dalamnya terdapat anyaman tulang spongiosa. Kapsul sendi lutut ini
termasuk jaringan fibrosus yang avascular sehingga jika cedera sulit proses
penyembuhan.

a. Cartilago articularis/tulang rawan


Pada sebagian besar sendi orang dewasa berjenis kartilago hyaline
dan merupakan jaringan yang avascular, alymphatic dan aneural yang
menutupi permukaan pesendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang
subchondral. Fungsi dari cartilago articularis adalah sebagai bantalan penutup
tulang pada sendi sinovial, yang memungkinkan :

1. Menahan tekanan pada permukaan persendian.


2. Mentransmisikan dan mendistribusikan beban yang meningkat.
3. Mempertahankan kontak dengan tahanan gesek

15
b. Meniscus

Meniscus merupakan jaringan lunak, menisces pada sendi lutut adalah


meniscus lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah (1) penyebaran
pembebanan (2) peredam kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan
rotasi (4) mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap
oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.
c. Bursa
Bursa adalah kantong yang berisi cairan yang berfungsi menjaga agar
tidak terjadi gesekan secara langsung mungkin otot dengan otot, otot dengan
tulang dan otot dengan kulit. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi
lutut antara lain : (1) bursa popliteus, (2) bursa suprapatellaris, (3) bursa
infrapatellaris, (4) bursa subcutan prapatelaris, (5) busra sub patellaris.

Otot disekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus sebagai
penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara lain: m.quadriceps femoris
(vastus medialis, vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoris). Keempat otot
tersebut bergabung sebagai grup ekstensor sedangkan grup fleksor terdiri dari:
m.gracilis, m.sartorius dan m.semi tendinosus. Untuk gerak rotasi pada sendi lutut
dipelihara oleh otot-otot grup fleksor baik grup medial/endorotasi (m.semi tendinosus,
semi membranosus, sartorius, gracilis, popliteus dan grup lateral eksorotasi (m.biceps
femoris, m.tensor fascialata). Untuk memperkuat stabilitas pergerakan yang terjadi
pada sendi lutut maka di dalam sendi lutut terdapat beberapa ligamen, yaitu ligamen
cruciatum anterior dan posterior yang berfungsi untuk menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan (eksorotasi). Ligamen cruciatum posterior
berfungsi untuk menahan bergesernya tibia ke arah belakang. Pada gerakan
endorotasi kedua ligamen cruciatum menyatu, yang mengakibatkan kedua permukaan
sendi tertekan, sehingga saling mendekat dan kemampuan bergerak antara tibia dan
femur berkurang. Pada gerakan eksorotasi, kedua ligamen cruciatum saling sejajar,
sehingga pada posisi ini sendi kurang stabil. Di sebelah medial dan lateral sendi lutut

16
terdapat ligamen collateral medial dan lateral. Ligamen collateral medial menahan
gerakan valgus serta eksorotasi, sedangkan ligamen collateral lateral hanya menahan
gerakan ke arah varus. Kedua ligamen ini menahan bergesernya tibia ke depan dari
posisi fleksi lutut 90º.5,6
Sedangkan dalam hubungan yang simetris antara condylus femoris dan
condylus tibia dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibrocartilagoyang melekat
pada kapsul sendi. Meniscus medialis berbentuk seperti cincin terbuka “C” dan
meniscus lateralis berbentuk cincin “O”. Meniscus ini akan membantu mengurangi
tekanan femur atas tibia dengan cara menyebarkan tekanan pada cartilago articularis
dan menurunkan distribusi tekanan antara kedua condylus, mengurangi friksi selama
gerakan berlangsung, membantu kapsul sendi dan ligamentum dalam mencegah
hiperekstensi lutut dan mencegah capsul sendi terdorong melipat masuk ke dalam
sendi. Sendi lutut juga memiliki capsul sendi artikularis yang melekat pada cartilago
artikularis, di dalam sendi, synovial membran melewati bagian anterior dari
perlekatan ligamen cruciatum sehingga ligamen cruciatum dikatakan intraartikuler
tetapi extracapsuler.5

Gambar 3. Anatomi sendi lutut.

17
2.2 Osteoarthritis
2.2.1. Definisi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif sendi yang kronik dan
progresif yang mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan
patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi,
meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit
pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi. 7

2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi penyakit Usia diatas 65 tahun, hanya 50% memberikan gambaran
radiologis sesuai Osteoartritis, meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya
yang memperlihatkan gejala klinis OA, dan sekitar 10% mengalami disabilitas karena
OA nya, maka dapat difahami jika makin bertambah usia, makin tinggi kemungkinan
untuk terkena OA. OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan
meningkat 414% dibanding tahun 1990.
Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Penelitian
di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007
dan 2010, berturutturut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus
(1297) reumatik pada tahun 2007. Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah
wanita dan kebanyakan merupakan OA lutut (87%).

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis Osteoarthritis


Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis yaitu7 :
1. Osteoarthritis Primer
OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau
beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita kulit putih, usia

18
baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada
bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus
heberden).
2. Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada sinovial sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan yang
dapat menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:
a. Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas,
instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
b. Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia epifisial,
displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul
bawaan, tergelincirnya epifisis) dapat menyebabkan OA.
c. Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi (penyakit
okronosis, akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah inflamasi
pada sendi. (misalnya, OA atau artropati karena inflamasi).

Kartilago sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang
rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks
rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan
perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut7 :
1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinase
yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi

19
penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi pada penipisan kartilago.
2) Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovial.
3) Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi
pada sinovial. Produksi magrofag sinovial seperti interleukin 1 (IL-1), tumor
necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi
dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan articular menjadi
kondisi gangguan yang progresif.

Gambar.4. Sendi lutut normal dan sendi lutut yang mengalami osteoarthritis.

20
2.2.4. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut
antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan
anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan
kebiasaan olah raga. Terjadi peningkatan dari angka kejadian osteoarthritis
selama atau segera setelah menopause karena faktor hormon seks. Beberapa
faktor resiko OA terdiri dari9 :
1. Peningkatan usia
OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang mendapat osteoartritis
sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55-64 tahun,
sedangkan wanita pada usia 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65–74 tahun.
Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso
menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%),
dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).9
2. Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja
dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya OA. Setiap kilogram
penambahan berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut
sekitar 4 kilogram. Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi
resiko terjadinya OA atau memperparah keadaan lutut.9
3. Jenis kelamin wanita
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada
perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan
dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68
pasien. 9 W ani t a l ebi h besar r esi ko t e rkena ini berhubungan dengan
menopause. Wanita yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah mengalami
menopause sehingga terjadi penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada

21
osteoblas dan sel endotel. Apabila terjadi penurunan estrogen maka TGF-β yang
dihasilkan osteoblas dan nitric oxide (NO) yang dihasilkan sel endotel akan menurun
juga sehingga menyebabkan diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Estrogen
juga berpengaruh pada bone marrow stroma cell dan sel mononuklear yang dapat
menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena
mediator inflamasi ini. Pada periode ini, hormon estrogen tidak berfungsi lagi.
Sementara salah satu fungsi hormon ini adalah untuk mempertahankan massa tulang.
Sehingga akan memberikan beban yang lebih besar untuk lutut.
4. Riwayat trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada
lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut
termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor
timbulnya osteoartritis lutut.9
5. Riwayat cedera sendi
Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor
penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan
berkaitan pula dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis.9
6. Faktor genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan
familial pada osteoarthritis.
7. Kelainan pertumbuhan tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes dan
dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis paha
pada usia muda. 9
8. Pekerjaan dengan beban berat
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut. Dan orang
yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih

22
tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50
tahun.9
9. Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat
tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan beban yang
diterima oleh tulang rawan sendi.9
10.Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain
(metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit
jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.9

2.2.5 Lokasi sendi yang terkena


Osteoartritis sendi Lutut, mengenai kompartemen: medial tibiofemoral, lateral
tibiofemoral dan bagian femoropatellar.

2.2.6. Manifestasi Klinis


Penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan
bagi kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain7:
1. Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa
penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan
berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan gerakan dan
sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal lutut digerakkan ke
tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar kebagian
lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai
claudicatio intermitten. Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan struktur pada

23
osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan jarang pada tangan dan sendi
apofise spinalis.7
2. Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi,
di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku
setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.7
3. Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat.
Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan
bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi,
bangun dari tempat berbaring, menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas
tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi yang terkena.7
4. Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan
dengan artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas
terdengar dan kasar merupakan tanda yang signifikan.7
5. Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak atau membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan
bertambahnya cairan sendi atau keduanya.7
6. Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak
Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai dengan
beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh arah gerakan
maupun eksentris atau salah satu gerakan saja.7
7. Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi. Hal
ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan biasanya
tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul belakangan.7

24
2.2.7 Patofisiologi
Pada osteoartritis yang pertama kali mengalami perubahan adalah tulang
rawan sendi, dimana permukaan sendi menjadi tidak beraturan dan membengkak
yang diikuti erosi. Akibat pembengkakan ini akan mempengaruhi pada kapsul sendi
yang menjadi sempit dan menimbulkan iritasi yang merangsang nosiseptor. Karena
kapsul sendi menyempit maka ligamentum penguat sendi menjadi terulur dan
mengakibatkan kemampuan untuk menjaga stabilisasi sendi menjadi menurun.
Keadaan ini berakibat terjadi hipermobil pada persendian lutut. Akibat hipermobil
sendi lutut meniscus sendi menjadi semakin tipis. Dikarenakan penurunan fungsi dari
ligamentum maka fungsi ligamentum akan diambil alih oleh otot.
Kerja otot otot stabilisator lutut akan meningkat sehingga menimbulkan
spasme pada otot tersebut. Keadaan spasme ini akan menghasilkan iskemik pada
jaringan. Iskemik jaringan akan menimbulkan viscous circle reflek yaitu dampak dari
spasme yang terus menerus akan mengakibatkan penurunan kemampuan otot untuk
menjaga stabilisasi sendi lutut. Dengan kondisi sendi yang menyempit maka akan
menimbulkan peningkatkan viskositas cairan sinovium, cairan sinovium adalah
sumber makanan bagi tulang rawan. Maka dengan peningkatan reaksi inflamasi pada
cairan sinovium maka nutrisi pada tulang rawan akan berkurang. Kekurangan nutrisi
pada tulang rawan maka akan menambah kerusakan atau erosi pada tulang rawan.
Pada proses selanjutnya maka akan terjadi kontraktur pada kapsul sendi yang
menyebabkan peningkatan immobilisasi. Kondisi immobilisasi ini akan menyebabkan
inaktivitas dari lutut dan menyebabkan kelemahan pada otot-otot sekitar lutut,
khususnya otot-otot stabilisasi sendi.

2.2.8. Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk osteoarthritis lutut menurut American College of
Rheumatology, yaitu 10:
Berdasarkan kriteria klinis:
- Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:

25
1. krepitus saat gerakan aktif
2. kaku sendi < 30 menit
3. umur > 50 tahun
4. pembesaran tulang sendi lutut
5. nyeri tekan tepi tulang
6. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis:


Nyeri sendi lutut dan adanya psteofit dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. kaku sendi <30 menit
2. umur > 50 tahun
3. krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:


Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini:
1. Usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus pada gerakan aktif
4. Nyeri tekan tepi tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. Analisis cairan sinovium sesuai OA
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

26
Tanda radiologis, gejala utama berupa nyeri sendi lutut dengan minimal 1 dari
kriteria berikut yaitu :
- Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris atau perubahan struktur
anatomi sendi (lebih berat pada bagian yang menanggung beban).
- Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral yang membentuk kista
subkondral.
- Osteofit pada pinggir sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi

27
2.2.9 Diagnosis Banding
Pada pemeriksaan fisik pasien OA, terdapat beberapa kondisi yang
mempunyai gejala-gejala hampir sama dengan penyakit sendi lain sehingga akan
merancukan dalam penegakan diagnosa. Menurut Kalim, kelainan arthritis lutut
di luar OA yang umumnya banyak dijadikan diagnosis banding antara lain :
a. Rheumatoid Arthritis (RA)
Pada RA, terjadi pembengkakan jaringan lunak dan gejala inflamasi setempat
yang jelas. Prediksi sendi yang terkena adalah sendi-sendi kecil, bersifat
poliartikuler, simetris dan disertai gejala sistematik.
b. Gout Arthritis
Merupakan sindrom klinis yang mempunyai gambaran khas berupa Arthritis
akut. Gejala arthritis akut disebabkan oleh inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat akibat gangguan metabolisme
purin dalam tubuh. Sering menyerang sendi metatarsophalangeal dan sendi lutut.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam
darah, serta diketahui adanya peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah.

Diagnosis banding osteoarthritis berdasarkan gejala klinis dan gambaran


radiologi adalah sebagai berikut10 :
Tabel. 1. Diagnosis Banding

28
Gambar 5. Perbedaan AO dengan RA.

Gambar 6. RA.
Tampak adanya celah yang menyempit, adanya erosi.

29
Gambar 7. Rheumatoid Arthritis
Tampak adanya multiple erosis dan adanya defect di garis medial dan lateral.

Gambar 8. Gout
Radiografi kaki pada pasien dengan gout kronis. Nyeri sendi metatarsophalangeal
pertama. Sklerosis dan penyempitan ruang sendi terlihat pada sendi
metatarsophalangeal pertama, serta pada sendi interphalangeal keempat.

30
Gambar 10. Perbedaan OA , RA dan Gout.

2.2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan pada kasus OA yaitu :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak bermakna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas normal. Pemeriksaan imunologi masih
dalam batas normal. Namun, pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan yaitu leukosit.7
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Radiografi polos (X-Ray)
Pemeriksaan radiografi berupa radiografi polos lutut merupakan
penunjang penting dalam diagnosis OA lutut. Radiografi lutut merupakan

31
metode pencitraan sendi lutut yang sederhana dan murah, tetapi memiliki
keterbatasan dalam menunjukkan tahap awal OA maupun kelainan pada
jaringan lunak sendi lutut seperti inflamasi sinovial maupun kelainan pada
meniskus. Radiografi digunakan secara rutin pada klinis praktis untuk
mengkonfirmasi diagnosis OA lutut dan pada penelitian klinis untuk memonitor
progresivitas OA lutut.11
Radiografi lutut memungkinkan visualisasi dari perubahan tulang yang
meliputi pembentukan osteofit marginal (spur) akibat dari proses reparatif pada
area dengan beban stress yang ringan (low-stress area) yang seringkali terjadi
pada bagian perifer/tepi tulang, sklerosis tulang subkondral (eburnasi) sebagai
akibat dari proses reparatif/remodeling, kista subkondral akibat dari kontusio
tulang yang menyebabkan timbulnya mikrofraktur dan masuknya cairan
sinovium ke dalam tulang yang mengalami perubahan tersebut, serta
penyempitan celah sendi akibat dari penipisan tulang rawan sendi. Definisi
radiografik pada OA lutut terutama didasarkan pada adanya osteofit dan
penyempitan celah sendi. Osteofit dianggap spesifik pada OA dan timbul lebih
awal dari pada penyempitan celah sendi. Osteofit juga berkorelasi dengan nyeri
yang timbul, lebih mudah ditentukan daripada kelainan gambaran
radiografiklainnya, serta mewakili kriteria yang dapat diterima secara luas untuk
mendefinisikan adanya OA. Sedangkan progresivitas dari penyempitan celah
sendi pada umumnya menggunakan kriteria penilaian untuk menentukan
progresivitas OA.11
Sensitifitas dari tes ini cukup dan spesifisitas baik. X-ray konvensional
(rontgen) merupakan pengambilan gambar dari suatu obyek dengan
menggunakan sinar-X. Obyek yang akan diamati akan disinari dengan sinar-X,
dan dibelakangnya diletakkan film untuk menangkap gambar yang dihasilkan.
Keparahan dari OA secara radiografik umumnya menggunakan sistem
klasifikasi dari Kellgren dan Lawrence. Penilaian keparahan tersebut didasarkan
pada derajat osteofit, penyempitan celah sendi, sklerosis tulang subkondral dan
perubahan bentuk tulang.11

32
Tabel.2. Klasifikasi OA menurut Kellgren dan Lawrence11
Grade
Description
of OA

0 No radiographic findings of osteoarthritis

1 Minute osteophytes of doubtful clinical significance

2 Definite osteophytes with unimpaired joint space

3 Definite osteophytes with moderate joint space narrowing

4 Definite osteophytes with severe joint space narrowing and subchondral sclerosis

Gambar.11 . Gambaran radiologi x-ray derajat OA menurut Kellgren dan Lawrence

33
Gambar 12. Skala gambaran radiologi Kellgren – Lawrence

34
Gambar 13. Gambaran radiograf normal tangensial pada patella

Gambar 14. Gambaran radiograf normal lateral genu

35
Gambar 15. foto rontgen proyesi AP
Proyeksi AP dari kedua lutut menunjukkan hilangnya ruang sendi yang parah
pada kompartemen (medial> lateral) terkait dengan osteofit, sklerosis
subkondral dan deformitas varus yang jelas. Dari temuan di temukan Grade 4
Osteoartritis.

36
Gambar 16. Ostearthritis of knees – severe
Tampak hampir kehilangan total ruang sendi di semua kompartemen kedua lutut,
Pembentukan osteophyte yang berlebihan, sklerosis subkondral.

37
Sendi lutut merupakan sendi kompleks yang terdiri dari tiga kompartemen

yaitu femorotibia medial, femorotibia lateral dan femoropatela. Masing-masing

kompartemen dapat mengalami proses OA. Penyempitan celah sendi femorotibia

medial dan lateral dinilai menggunakan radiografi lutut proyeksi anterior-

posterior (AP) atau posterior- anterior (PA). Tanda lain dari adanya

penyempitan celah sendi femorotibia medialis dan lateralis adalah deformitas

varus dan vagus, dimana jika penyempitan celah sendi terjadi pada

kompartemen medial akan terjadi deformasi varus dan jika terjadi

penyempitan celah sendi pada kompartemen lateral akan timbul deformitas

valgus. Sedangkan untuk menilai penyempitan celah sendi patelofemoral,

proyeksi terbaik adalah dengan skyline view. Berbagai manifestasi radiografik

OA lutut, lebar celah sendi dianggap sebagai representasi dari ketebalan

tulang rawan. Metode pengukuran celah sendi dapat dilakukan secara manual

menggunakan kaliper atau penggaris maupun secara semiotomatis menggunakan

perangkat lunak computer. Rerata nilai normal lebar celah sendi pada lutut

perempuan sehat sebesar 4,8 mm (dengan simpangan baku 0,7 mm) dan pada

laki-laki sehat sebesar 5,7 mm (dengan simpangan baku 0,8 mm). Karena tulang

rawan sendi merupakan struktur yang radiolusen secara radiografik, adanya

kehilangan ketebalan tulang rawan sendi secara teoritis dapat dideteksi apabila

terjadi pengurangan jarak antar permukaan tulang dalam suatu kurun waktu. Pada

penderita OA. penyempitan celah sendi dilaporkan terjadi sebesar 0,1 sampai 0,2

mm per tahun.11

38
Salah satu indikator progresivitas OA lutut adalah penyempitan celah sendi,

yang saat ini dinilai berdasarkan gambaran radiografi. Hal yang seringkali

menjadi kendala dalam evaluasi radiografi lutut adalah menentukan penyempitan

sendi lutut yang sebenarnya merupakan struktur tiga dimensi, harus dapat

tervisualisasi hanya dengan proyeksi dua dimensi dari radiografi polos. Seperti

diketahui terdapat berbagai protokol radiografi lutut dalam menilai celah sendi

pada OA lutut. Terdapat variabilitas dalam memposisikan sendi pada masing-

masing protokol, sehingga dapat diperoleh lebar celah sendi yang berbeda-beda

antara satu protokol radiografi dengan protokol yang lain. Adapun

komponen penting dalam kriteria radiografi lutut untuk menilai penyempitan

celah sendi adalah alignment antara tepi anterior dan posterior plateau tibia, yang

diharapkan saling menyatu dengan jarak antara tepi anterior dan posterior plateau

tibia ataupun melalui penyesuaian derajat flexi lutut dengan arah sinar-X untuk

menyatukan tepi anterior dan posterior plateau tibia. Suatu radiografi lutut

dinyatakan baik dalam memvisualisasi celah sendi apabila terjadi superimposisi

dari tepi anterior dan posterior plateau tibia (jarak antara tepi anterior dan

posterior plateau tibia <1,5mm). Gambaran alignment yang kurang baik dari

plateau tibia adalah terdapatnya separasi tepi anterior dan posterior plateau tibia

yang cukup jauh (>1,5mm).11

39
A. B

Gambar 17. Alignment plateau tibia medialis pada radiografi lutut. (A)
Contoh gambaran alignment yang baik dari plateau tibia medialis, dimana
terjadi superimposisi dari tepi anterior dan posterior plateau tibia. (B) Contoh
gambaran alignment yang kurang baik dari plateau tibia medialis, dimana
terdapat separasi tepi anterior dan posterior plateau tibia yang cukup jauh ( >
1,5 mm).

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic resonance imaging (MRI) sering digunakan dalam penilaian
rutin OA lutut, dimana MRI memiliki kemampuan untuk mendeteksi
perubahan awal yang terjadi pada OA lutut. Dibandingkan dengan radiografi,
MRI memiliki berbagai keunggulan, diantaranya mempunyai kemampuan
tomografik sehingga mampu memberikan gambaran cross-sectional maupun
tiga dimensi, dapat menunjukkan seluruh komponen sendi secara langsung
(termasuk tulang rawan, sinovium, ligamen intraartikuler, meniskus, struktur
kapsul sendi, kontur tulang maupun sumsum tulang). Modalitas pencitraan ini
memungkinkan evaluasi sendi secara menyeluruh dan mampu mendeteksi
kondisi patologis pada tahap dini, sebelum terdeteksi oleh radiografi,
karena MRI sensitif terhadap perubahan struktur molekul dan komponen
jaringan. Sensitifitas dari tes ini 88,8% dan spesifisitas 97,9%.
MRI menunjukkan sensitivitas sedang dan spesifisitas yang baik dan akurasi
untuk mendeteksi erosi pada tulang sementara radiografi menunjukkan

40
sensitivitas yang sangat rendah. CT scan dan MRI dapat melihat tulang dan
struktur tulang tubuh. Namun, MRI akan memberikan gambaran yang lebih
rinci, terutama jaringan lunak yang mengelilingi tulang. Pemeriksaan MRI
lutut pada umumnya dilakukan menggunakan coil khusus untuk lutut, dengan
posisi penderita berbaring terlentang. Pemeriksaan MRI lutut standar
umumnya memerlukan waktu sekitar 20-40 menit, tergantung dari posisi
penderita. 12
Pada OA, ketika terjadi kerusakan tulang rawan, terjadi pula perubahan
pada jaringan di sekitar tulang rawan dan pada tulang subkondral. Gambaran
T2-weighted (T2W) MRI pada kasus-kasus yang telah terdiagnosis OA pre-
radiografik menunjukkan adanya area yang terlihat hiperintens (terang) di
tulang subkondral, yang disebut sebagai lesi sumsum tulang/ bone marrow
lesion/ BML. Meskipun BML juga dijumpai pada individu normal tanpa
keluhan nyeri lutut ataupun tanpa riwayat trauma sendi, sejauh ini BML
diasosiasikan dengan nyeri lutut, penipisan tulang rawan sendi pada MRI,
serta meningkatkan risiko penggantian sendi lutut pada OA. Hasil
pemeriksaan histologik pada OA lanjut menunjukkan bahwa area yang
menunjukkan BML pada MRI ternyata merupakan area yang mengandung
nekrosis sumsum tulang, trabekuler yang abnormal, fibrosis sumsum tulang
dan edema sumsum tulang.12

41
Gambar. 18. Gambaran BML pada T2-weighted MRI, tampak gambaran
hiperintens pada tulang subkondral tibia.12

A B

Gambar. 19. (A) Radiografi Konvensional pada lutut : menunjukkan terjadinya


penyempitan celah sendi pada kompartemen lateral. (B) MRI : menunjukkan focal
grade 3 cartilage defect.12

42
Gambar. 20. (A) Radiografi Konvensional : tampak adanya sclerosis subchondral,
penyempitan ruang sendi, dan osteofit. (B) MRI : tampak adanya sclerosis
subchondral12

Cartilage compositional imaging memfokuskan pada molecular

imaging/ pencitraan molekuler pada OA. Metode ini dibuat berdasarkan

kondisi bahwa MRI sensitif terhadap perubahan struktur molekul dalam

jaringan. Parameter yang banyak digunakan dalam cartilage compositional

imaging adalah T2 MRI relaxation, T1-rho(T) MRI, sodium MRI dan

delayed gadolinium-enhanced magnetic resonance imaging of cartilage

(dGEMRIC).

T2 MRI relaxation time sangat berguna untuk mengetahui integritas

tulang rawan, melalui informasi mengenai hidrasi tulang rawan dan komposisi

biokimiawinya. Ketika terjadi imobilisasi air di dalam tulang rawan yang

43
diakibatkan oleh adanya matriks kolagen dan proteoglikan yang sehat, akan

memberikan gambaran intensitas sinyal yang rendah pada gambaran long-

echo time (long-TE) dan waktu relaksasi T2 (T2 relaxation time) yang rendah.

Pada sendi yang mengalami degenerasi, komponen proteoglikan menurun,

sehingga mobilitas air menjadi meningkat. Akibatnya, intensitas sinyal pada

gambaran long-TE tidak lagi rendah, yang berakibat pada waktu relaksasi T2

yang meningkat.

T1-rho (T) MRI atau T1 dalam rotating frame menggambarkan spin-

lattice relaxation dalam rotating frame. T1-rho MRI sensitif terhadap

interaksi molekul air dan makromolekul, dimana T1-rho MRI berkorelasi

dengan konsentrasi proteoglikan di dalam tulang rawan dan sensitif juga

terhadap komponen kolagen. Hilangnya proteoglikan pada OA dapat

direfleksikan oleh peningkatan T1-rho akibat berkurangnya restriksi terhadap

pergerakan proton-proton molekul air 12.

44
A

Gambar 21 : Pemetaan T1-rho MRI yang dikode warna pada tulang rawan femoral
posterior.(A) Pada orang sehat (B) Pada penderita OA dini. Nilai T1-rho MRI
sebesar 40.05 ± 11.43 milidetik pada orang sehat dan meningkat pada penderita
OA (50.56 ± 19.26 milidetik). 12

Kelemahan dari MRI sendiri adalah diperlukan biaya yang cukup mahal untuk
pemeriksaan, waktu pengolahan yang lebih lama untuk segmentasi tiap-tiap regio
serta keterbatasan ketersediaan mesin MRI dengan perangkat-perangkat lunak
khusus yang digunakan dalam berbagai metode penilaian keadaan tulang rawan
maupun inflamasi synovial.12

45
3. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan pencitraan radiologi yang non-invasif,
tidak memberikan paparan radiasi ionisasi, relatif tidak mahal serta dapat
dilakukan berulang- ulang pada area anatomi yang berbeda-beda. Di
bidang muskuloskeletal, transduser USG yang digunakan adalah transduser
linier dengan frekuensi tinggi. USG menjadi sangat penting dalam
diagnosis penyakit muskuloskeletal karena dapat mendeteksi berbagai
lesi jaringan lunak. USG banyak digunakan sebagai modalitas pencitraan
yang cukup valid dibandingkan dengan artroskopi maupun MRI, serta
reliabel untuk menilai kelainan sinovium, selain juga memiliki kemampuan
dalam menggambarkan perluasan inflamasi sinovial dan perubahan volume
sinovial dari waktu ke waktu. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi spektrum
patologik yang luas pada sendi, yang meliputi abnormalitas sinovial,
tendon, permukaan tulang maupun otot, saraf maupun kulit di sekitar
sendi. 13
Dibandingkan dengan artroskopi, USG lutut memiliki keunggulan
karena merupakan pemeriksaan yang non invasif tetapi memungkinkan
visualisasi komponen ekstrakapsuler sendi seperti ligamen kolateral, kista
Baker maupun tendon otot quadriceps femoris dan tendon patela. Tetapi,
artroskopi tetap memiliki arti penting karena dapat digunakan untuk
pengambilan contoh jaringan sendi dengan visualisasi langsung dari
struktur di dalam sendi dan mampu menilai ruang retropatela ataupun
ligamentum cruciatum, dimana hal-hal tersebut sulit atau tidak dapat
dilakukan dengan USG.
Pada gambaran USG, tulang rawan hyalin yang normal terlihat
sebagai suatu pita homogen yang anekoik atau hipoekoik di antara tepi
kondrosinovium dan osteokondral. Pada fase awal dari OA, tulang rawan
sendi kehilangan ketajaman dari dari tepi kondrosinovium dan transparansi
dari lapisan tulang rawan sendi. Pada kondisi OA yang lanjut, lapisan
tulang rawan sendi menjadi lebih tipis, dengan penyempitan selah sendi
yang asimetris hingga hilangnya seluruh lapisan tulang rawan sendi.
Sedangkan osteofit tampak sebagai sinyal hiperekoik pada tepi-tepi

46
sendi. Efusi sendi memberi gambaran cairan yang anechoik, tetapi pada
OA efusi sendi yang terjadi dapat terlihat inhomogen dengan adanya
partikel material yang merupakan fragmen-fragmen proteinaseus, debris,
atau kalsifikasi.13 USG grey-scale memiliki sensitivitas, spesifisitas dan
akurasi yang tinggi dalam mendeteksi sinovitis yang ditandai oleh
hipertrofi sinovium, yaitu dengan sensitivitas sebesar 98%, spesifisitas
sebesar 88%.

A B
Gambar. 22. Gambaran USG tulang rawan sendi lutut. (A) Tulang rawan
ynovia merupakan struktur hipoekoik syynovial dengan tepi yang tegas, melapisi
tulang subkondral yang terlihat hiperekoik. (B) Lesi pada tulang rawan sendi
berupa fibrilasi yang terlihat pada USG sebagai iregularitas permukaan dan
penipisan tulang rawan sendi.13

Pada USG, proses inflamasi synovial dapat terlihat sebagai


proliferasi/hipertrofi/penebalan sinovium, dengan atau tanpa efusi sendi.
Menurut The Outcome Measure in Rheumatoid Arthritis Clinical Trials
Ultrasonography Taskforce (OMERACT), definisi dari sinovitis secara
ultrasonografik adalah jaringan intraartikuler hipoekoik abnormal yang
tidak dapat berpindah tempat dan non kompresibel. Dalam menilai sinovitis
yang terkait dengan OA lutut, pada praktis klinis USG merupakan modalitas
pencitraan pilihan, karena mampu mengevaluasi kondisi sinovium maupun
ada tidaknya efusi sendi akibat sinovitis.13

47
4. CT Scan (Computed Tomography Scan)
CT Scan sangat baik untuk menggambarkan kortikal tulang dan
kalsifikasi jaringan lunak. CT scan memberi gambaran lebih jelas tentang
bagian dalam lutut Anda dari pada sinar-X polos.

Gambar 23. CT scan OA.14

Tahapan CT scan pada OA menurut Iwano, sebagai berikut:


Grade 1: Normal ke tahap awal, Grade II : OA ringan joint space lebih dari
5 mm, Garde III : moderat OA, yang didefinisikan sebagai joint space < 5
mm, dan Garde IV: berat

Sensitifitas dari tes ini 93% dan spesifisitas 95%.

48
Gambar 24. CT scan potongan coronal dan Axial bone window

Tampak ada penyempitan kompartemen medial dari tibiofemoral dan


kompartemen patellofemoral, sklerosis subkondral yang menonjol dan
pembentukan osteophyte yang menonjol.

5. Skeletal Scintigraphy (Bone Scan)

Gambar 25. Bone scan

49
Skeletal scintigraphy membantu untuk mendiagnosis dan mengevaluasi
berbagai penyakit dan kondisi tulang menggunakan sejumlah kecil bahan
radioaktif yang disebut radiotracers yang disuntikkan ke dalam aliran darah

Scintigrafi / bone scan teknik yang bagus untuk :


 menetapkan prevalensi OA pada populasi umum menggunakan teknik
sensitif seperti pemindaian tulang
 mengidentifikasi joint changes
 secara sistematis menindaklanjuti gejala yang asimptomatik untuk melacak
perkembangan penyakit
 melihat perkembangan penyakit,
 Untuk menilai efek dari berbagai obat dalam pengelolaan OA

Sensitifitas dari tes ini 70-90% dan spesifisitas 79%.

Gambar 26. Bone scan. Spot images of the knees.

50
Aktivitas abnormal dicatat di lutut kanan (kompartemen medial, lateral
dan patellofemoral) dan di pergelangan kaki kanan dan midfoot.

2.2.11 Tatalaksana
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui
dengan berbagai faktor risiko. Karena itu rekomendasi penatalaksanaan
OA sangat diperlukan untuk memudahkan koordinasi yang meliputi
multidisiplin, monitoring, dengan patient centre care yang bersifat
kontinyu/terus menerus, komprehensif dan konsisten, sehingga
penatalaksanaan nyeri OA kronik dapat dilakukan secara efektif dan
efisien.

Tujuan:
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan
kepada orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

51
Tatalaksana OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat
ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu7 :
1. Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah,
dan agar persendiaanya tetap terpakai.7

52
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi
ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.7
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih.7
2. Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-
manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi. Obat yang sering digunakan sebagai
antinyeri dan anti inflamasi antara lain yaitu, obat antiinflamasi nonsteroid
(AINS), inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2), dan asetaminofen. Untuk
mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.
Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,
asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa
nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS
adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor
COX-2.10
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, d a n vitamin C.7

3. Terapi operatif

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk


mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila
terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari.7
Tindakan pembedahan biasanya di lakukan pada stadium / grade IV
biasanya disertai dengan perubahan bentuk fisik dari kaki menyerupai huruf ‘O’

53
atau ‘X’. Tindakan yang mungkin dilakukan adalah total knee replacementatau
mengganti sendi lutut menggunakan prothese. Meski lutut aritifisial tidak
sempurna seperti sebelumnya, tapi operasi itu akan memperbaiki kualitas hidup
penderita dengan hilangnya rasa nyeri, kekakuan sendi, dan bentuk sendi lutut
yang bengkok.15

2.2.12 Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait
dengan sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder,
prognosisnya terkait dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis.
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan,
yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional pada
pasien. .

54
BAB III
KESIMPULAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang


mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot-otot yang
menghubungkan sendi. Prevalensi penyakit usia diatas 65 tahun, hanya 50%
memberikan gambaran radiologis sesuai Osteoartritis, semakin bertambah usia makin
tinggi kemungkinan untuk terkena OA. Osteoarthritis di bagi menjadi 2, Osteoarthritis
Primer tidak diketahui penyebabnya dan OA sekunder disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan kerusakan pada sinovial sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder.
Faktor risiko bertambahnya usia, obesistas, riwayat cedera sendi, faktor genetik. Gejala
klinisnya terdiri dari, nyeri sendi (pain or tenderness in joint), kekakuan, hambatan
gerakan sendi, krepitasi, Pembengkakan sendi, Kemerahan pada daerah sendi. Kriteria
diagnosis untuk osteoarthritis lutut menurut American College of Rheumatology
berdasarkan kriteria klinis sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%, berdasarkan kriteria
klinis dan radiologis sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%, berdasarkan kriteria klinis
dan laboratoris sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan pada kasus OA adalah,
pemeriksaan laboratorium, radiografi sebagai pencitraan awal dipergunakan secara luas
dalam diagnosis definitif OA lutut. Radiografi lutut masih merupakan modalitas
pencitraan pertama dan paling penting. Pemeriksaan sederhana dan murah, tetapi
memiliki keterbatasan dalam menunjukkan tahap awal OA maupun kelainan pada
jaringan lunak sendi lutut seperti inflamasi sinovium maupun kelainan pada meniskus.
Pemeriksaan Radiografi polos (X-Ray), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Ultrasonografi (USG), CT scan, Bone Scan. Pendiagnosisan secara dini dan tepat akan
mempermudah dalam penatalaksanaan osteoartritis. Penatalaksanaannya harus secara
komprehensif meliputi edukasi, Terapi fisik atau rehabilitasi, terapi farmakologi berupa
anti nyeri, terapi operatif. Pendiagnosisan dan penatalaksanaan yang efektif dan tepat
akan memberikan prognosis yang lebih baik.

55
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoarthritis. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 2006;1;1205-1211

2. Guermazi A, Roemer FW, Hayashi D. 2011. Imaging of Osteoarthritis Update From a


Radiological Perspective. Curr Opin Rheumatol. 23(5):484-491

3. Tortora GJ, Derrickson B. Joints. In: Reosch B, editor. Principles of anatomy and
physiology 2009;12;264-336

4. Dorland’s illustrated medical dictionary. 32nd Ed. Philadelphia; Saunders 2012

5. Syaifuddin. 2010. Struktur & Komponen Tubuh Manusia. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.

6. Sutarmo, Setiaji. 2007. Buku kuliah anatomi fisiologi. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta

7. Felson DT, Sharma L, Song J, Cahue S, Shamiyeh MS, Dunlop DD. 2008. The role of
Knee Alignment in Disease Progression and Functional Decline in Knee Osteoarthritis .
JAMA 286 : 188-195

8. Fransen M, Bridgett l, March L, Brooks P. The epidemiology of osteoarthritis in Asia.


International Journal of Rheumatic diseases 2011; 14: 113-121

9. Handayani RD. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya OA pada lansia di instalasi
rehabilitasi medic RSU haji Surabaya tahun 2008. ADLN Digital Collections; 2009

10. Abramson SB, Attur M. 2009. Developments in the Scientific Understanding of


Osteoarthritis Research and Therapy. 2009;11(3)

11. Frank, Eugene D, Long, Bruce W, Smith, Barbara J, 2007. Merril’s Atlas of
Radiographic Positioning and Procedures Edition 11 (Volume One), St. Louis : Mosby
Elsevier

12. Blumenkrantz G, Majumdar S. 2007. Quantitative Magnetic Resonance Imaging


of Articular Cartilage in Osteoarthritis. Eur Cell Mater 13:76-86.

13. Blankstein A. 2011. Ultrasound in the Diagnosis of Clinical Orthopedics:


The Orthopedic Stethoscope. World J Orthop 2(2): 13-24.

14. https://www.researchgate.net/figure/Patellofemoral-osteoarthritis-classification-using-
computed-tomographic-analysis-The_fig1_266570771

56

Вам также может понравиться