Вы находитесь на странице: 1из 20

ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA PADA ANAK

Disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Oleh :

1. Dian Fitria S (P27220016159)


2. Najma Nuzul A. (P27220016176)
3. Qothrunnadaa (P27220016182)
4. Virchanissa S. (P27220016187)

D IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
TA 2017/2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini
dengan lancar.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak. Besar harapan penulis bahwa makalah ini dapat menambah berbagai wawasan
pembaca mengenai “Asuhan Keperawatan Leukimia pada Anak”, yang bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat berbagai bimbingan untuk itu pada
kesempatan kali ini penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan maupun penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, penulis harapkan kritik dan saran yang sangat membangun, guna membantu
menyempurnakan makalah ini.

Surakarta, Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

C. Tujuan penulisan ......................................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Leukimia .................................................................................................... 2


B. Etiologi ........................................................................................................................ 2
C. Patofisiologi ................................................................................................................ 5
D. Pathway ........................................................................................................................
E. Manifestasi Klinik ........................................................................................................ 6
F. Penatalaksanaan ..........................................................................................................

BAB III. PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan .............................................................................................. 7

B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................ 7

C. Intervensi Keperawatan ............................................................................................... 7

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 17

B. Saran ............................................................................................................................ 17

DATAR PUSTAKA ............................................................................................................... 18


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima
yang berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan
oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika sel darah yang bersifat
kanker membelah secara tak terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah normal.
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angka kematian mencapai
83,6 %. Data dari International Cancer Parent Organization (ICPO) menunjukkan bahwa
dari setiap 1 juta anak terdapat 120 anak yang mengidap kanker dan 60 % diantaranya
disebabkan oleh leukemia. Data dari WHO menunjukkan bahwa angka kematian di
Amerika Serikat karena leukemia meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1971. Di Amerika
Serikat setiap 4 menitnya seseorang terdiagnosa menderita leukemia.Pada akhir tahun 2009
diperkirakan 53.240 orang akan meninggal dikarenakan leukemia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari leukemia?
2. Apa saja etiologi dari leukemia?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit leukemia?
4. Apa saja manifestasi klinis leukemia?
5. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada leukemia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari leukemia
2. Untuk mengetahui etiologi leukemia
3. Untuk mengetahui patofisiologi leukemia
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis leukemia
5. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada leukimia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada
tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
sel induk hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu
atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi
progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.

B. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia. Berikut adalah beberapa factor risiko :
1. Host
a. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut
umur. LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada
anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA
terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak
ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada
orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi
pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih
tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap
tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia
daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua.
Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering
sebelum usia 4 tahun.
Penelitian Lee at all dengan desain kohort di The Los
Angeles County-University of Southern California (LAC+USC)
Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut
etnis terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan
keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical
Center. Dari pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia
(23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).

b. Factor genetic
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada
kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia
akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott
Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia
pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu,
leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki
riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA
(OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia
kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia.

2. Agent
a. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia
yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah
penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam
virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang
menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan
retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron
dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma
sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di
tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika
Serikat.

b. Sinar radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling
jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK
jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum
proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk
Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun
1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih
banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah
ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderitaankylosing
spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads
mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.

c. Zat kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida,
kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko
terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi
penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa
menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
controlmenunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26
dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia
kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang
tidak menderita leukemia.

d. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk
berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang
potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok
meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih
dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81;
CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan
3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang
tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002),
menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan
merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa
perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko
terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada
frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.

3. Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan
kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu
rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut,
26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah
petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang
bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR
= 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia
kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding
orang yang tidak menderita leukemia.

C. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang
yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai
oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,
atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini
menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-
sel darah yang normal. Kanker ini juga bias menyusup ke dalam organ lainnya termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

D. Pathway

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal dalam


mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal digantikan dengan sel kanker

Depresi sumsum tulang Sel kekurangan makanan infiltrasi SSP

Perubahan Metabolisme Infiltrasi Ekstra


Eritrosit Leukosit Faktor Pembekuan Tubuh Medular
Darah
Resiko Infeksi Anoreksia, Mual, Muntah
Perdarahan Pembesaran Limfe
Anemia Nutrisi kurang Nodus Limfe, Liver

Intoleransi
Aktivitas
Tulang Mengecil/Lemah
Resiko Kekurangan
Volume Cairan Nyeri
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme. Namun,
setiap klasifikasi dari leukemia mempunyai gejala tersendiri:
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing,
sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang
dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia
dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau
petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3)
biasanya mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain
itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan
dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan
atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan
perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada
fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam
yang disertai infeksi.

F. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
a. LLA
Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi
induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang
panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi
kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi
intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual
untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang
lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda,
kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah
leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup
yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80%
orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif
yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

b. LMA
Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan
untuk mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai
remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-
sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila
dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang
akan datang.
Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi
dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar
dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern,
angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang
dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
c. LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi
terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
klasifikasi Rai:
Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3dengan/tanpa
gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar. Terapi untuk LLK jarang
mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional, terutama
untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada penderita
tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II,
pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau
IV diberikan kemoterapi intensif. Angka ketahanan hidup rata-rata adalah
sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien
dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan
pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup
kurang dari 2 tahun.

d. LGK/LMK
Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu
menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen
dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis
LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
Fase Akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

3. Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi
sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena
kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai
jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan
donor Human Lymphocytic Antigen(HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA
transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon
terhadap pengobatan.

4. Terapi suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Asuhan Keperawatan


1. Demografi
a. Usia : terjadi paa anak berusia dibawah 15 tahun dengan insidensi tertinggi pada
umur 4 tahun
b. Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan
c. Ras : pada kasus tertentu lebih banyak pada anak kulit putih
d. Lingkungan : banyak terpapar zat radioaktif dan bahan kimia
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat kelainan kromosom (sindrom down)
- Riwayat infeksi
b. Riwayat Penyakit Keluarga
- Faktor ras, keluarga dan genetika.
3. Data Fokus
a. Aktivitas : kelelahan, malaise, kelemahan otot dan somnolen
b. Sirkulasi : palpitasi, takhikardi, membran mukosa pucat
c. Elimnasi : diare, nyeri tekan perianal, darah pada urin, penurunan haluan urin dan
feses hitam
d. Integritas Ego : perasaan tidak berdaya, depresi, menarik diri, ansietas dan takut
e. Makanan/cairan : anoreksia, muntah, BB turun, distensi abnormal, disfagia dan
perubahan rasa
f. Neurosensori : disorientasi, pusing, parestesi dan kesemutan
g. Nyeri : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri sendi dan kram otot
h. Pernafasan : nafas pendek dengan kerja minimal, dypsnea, batuk, ronkhi dan
penurunan bunyi nafas
i. Keamanan : pendarahan tak terkontrol, demam, purpura, pendarahan gusi,
pembesaran nodus limfe, limfa atau hati
j. Seksualitas : perubahan libido, aliran menstruasi
4. Pemeriksaan Fisik
a. Palpitasi, mukosa perut
b. Penurunan BB
c. Penurunan bunyi usus
d. Splenomegali, hepatomegali
e. Penurunan kesadaran
f. Nyeri abdomen, nyeri sendi
g. Pendarahan spontan
h. Purpura, kemerahan
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki prognosis paling baik, julah leukosit lebih
dari 50.000mm3 adalah tanda prognosis kurang baik paa anak sembarang umur.
- Hemoglobin : kurang dari 10gr/100ml
- Retikulosit : jumlah biasanya rendah
- Trombosit : <50.000/mm
- SDP : >50.000/cm dengan peningkatan SDP immatur
b. PTT : memanjang
c. Asam urat serum : mungkin meningkat
d. Cooper serum : meningkat
e. Zink serum : menurun
(Doengoes, 1999)

Pemeriksaan lainnya yaitu: fungsi lubal untuk mengkaji keterliatan susunan saraf
pusat, foto thoraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum, aspirasi sumsum
tulang. Ditemukannya 25% sel blast memperkuat diagnosis, pemindaian tulang
atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang, pemindaian ginjal, hati,
limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik, julah trombosit menunjukkan kapasitas
pembekuan (Betz, 2002).

B. Diagnosis keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
3. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
4. Nutrisi kurang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek
samping kemoterapi dan atau stomatitis.
5. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.

C. Intervensi
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu tubuh normal (36-37°), leukosit normal
(9000-12.000/m3)
Intervensi:
a. Pantau suhu dengan teliti. Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi.
b. Tempatkan anak dalam ruangan khusus. Rasional: untuk meminimalkan
terpaparnya anak dari sumber infeksi.
c. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik. Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada
organisme infektif.
d. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive. Rasional:
untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.
e. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi. Rasional: untuk intervensi
dini penanganan infeksi.
f. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik. Rasional: rongga
mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism.
g. Berikan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional: menambah energi untuk
penyembuhan dan regenerasi seluler.
h. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia. Rasional: untuk mendukung pertahanan
alami tubuh.
i. Berikan antibiotik sesuai ketentuan. Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau
mengobati infeksi khusus

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia


Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan bertahap
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam aktifitas sehari-hari. Rasional: menentukan derajat dan efek
ketidakmampuan.
b. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan. Rasional:
menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan
jaringan.
c. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan. Rasional: mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu
pemilihan intervensi.
d. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi. Rasional :
memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

3. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah


Tujuan: Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil: Muntah dapat teratasi, masukan cairan cukup, tidak mual, tidak ada tanda-
tanda kekurangan cairan (turgor baik, bibir lemab)
Intervensi:
a. Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi. Rasional: untuk
mencegah mual dan muntah.
b. Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi. Rasional:
untuk mencegah episode berulang.
c. Kaji respon anak terhadap anti emetic. Rasional: karena tidak ada obat antiemetik
yang secara umum berhasil.
d. Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat. Rasional: bau yang
menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah.
e. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional: karena jumlah kecil
biasanya ditoleransi dengan baik.
f. Berikan cairan intravena sesuai ketentuan. Rasional: untuk mempertahankan
hidrasi.
g. Hitung balance cairan. Rasional: untuk mengetahui intake dan output cairan pada
tubuh pasien.
h. Berikan masukan cairan per oral. Rasional: memenuhi status cairan dan dapat
meningkatkan proses penyembuhan.

4. Nutrisi kurang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek
samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil: Tidak ada penurunan BB, nafsu makan baik, tidak mengalami mual dan
muntah

Intervensi:
a. Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan. Rasional: jelaskan
bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta
kemoterapi.
b. Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat. Rasional: untuk
mempertahankan nutrisi yang optimal.
c. Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau
suplemen yang dijual bebas. Rasional: untuk memaksimalkan kualitas intake
nutrisi.
d. Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan Rasional:
untuk mendorong agar anak mau makan.
e. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering. Rasional: karena jumlah
yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik.
f. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient. Rasional: kebutuhan
jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk
sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan
kalori dan protein yang adekuat.
g. Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep. Rasional: membantu
dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan
pengukuran antropometri kurang dari normal

5. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia


Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria Hasil: Skala nyeri berkurang, ekspresi rileks
Intervensi:
a. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5. Rasional: informasi memberikan
data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi.
b. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat
akses vena. Rasional: untuk meminimalkan rasa tidak aman.
c. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi.
Rasional: untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau
obat.
d. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat. Rasional: sebagai
analgetik tambahan.
e. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur. Rasional: untuk mencegah kambuhnya
nyeri
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima
yang berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan
oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat kanker
membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.
Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan selkanker
yaitu Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK),
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK).
Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas,
pendarahan gusi, mimisan, mudah memar, penurunanberat badan, nyeri tulang dan nyeri
sendi.

B. Saran
Bagi para pembaca kami berharap agar tidak merasa puas dengan makalah yang
kami tulis ini sehingga menambah minat untuk mencari sumber lain. Karena kami pun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Amin dan Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Jogjakarta :
Mediaction.
Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Вам также может понравиться