Вы находитесь на странице: 1из 28

DI

Oleh :

MARHABAN

FAKULTAS EKONOMI/ AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

KEBANGSAAN

BIREUEN

2016-2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang
berjudul "10 sahabat nabi muhammad SAW yang di jamin masuk surga". Atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka saya mengucapkan
banyak terima kasih kepada :

Bapak DR.M.Yusuf A.Samad, selaku guru Pembimbing kami, yang memberikan dorongan,
masukan kepada saya, yang banyak memberikan materi pendukung, masukan, bimbingan
kepada saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

BIREUEN, 13 Oktober 2016

Marhaban
BAB I

PENDAHULUAN

Sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga berdasarkan hadits berikut:
Tercatat dalam “ARRIYADH ANNADHIRAH FI MANAQIBIL ASYARAH“ dari sahabat
Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: “Wahai Aisyah,
inginkah engkau mendengar kabar gembira?” Aisyah menjawab : “Tentu, ya Rasulullah.”
Lalu Nabi SAW bersabda, ”Ada sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk surga,
yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan
kawannya Nuh; Utsman masuk surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan
kawannya adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya adalah Daud;
Azzubair masuk surga dan kawannya adalah Ismail; Sa’ad masuk surga dan kawannya adalah
Sulaiman; Said bin Zaid masuk surga dan kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman
bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu Ubaidah ibnul Jarrah masuk
surga dan kawannya adalah Idris Alaihissalam.”

Jadi,10 sahabat nabi yang di jamin masuk surge diantaranya di uraikan sebagai
berikut:
BAB II

ISI

1. ABU BAKAR

Abu Bakar (bahasa Arab: ‫أبو بكر الصديق‬, Abu Bakr ash-Shiddiq) (lahir: 572 - wafat: 23
Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk
Islam atau yang dikenal dengan ash-shabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad SAW
wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M.
Lahir dengan nama Abdul ka'bah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat khalifah
yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.

Genealogi

Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin
Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya
dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay, dan ibu dari Abu Bakar adalah
Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah
dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.

Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya
adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad
menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq
(artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang
diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan
nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".sahabat Rasulullah.

Awal kehidupan

Abu Bakar ash-Shiddiq dilahirkan di kota Mekah dari keturunan Bani Taim (ayah dan
ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim), sub-suku bangsa Quraisy. Beberapa sejarawan
Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang
terpelajar, serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi.

Qur'an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan
bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam
perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an
yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan
koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit,
dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang
terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan
ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan
oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri
dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini
menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.

Kematian

Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena sakit yang
dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekat
Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.

2. UMAR BIN KHATTAB

Umar bin Khattab berasal dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku
terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi
dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari Bani Makhzum.[2] 'Umar memiliki julukan yang
diberikan oleh Nabi Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan
antara kebenaran dan kebatilan. Pada zaman jahiliyah keluarga 'Umar tergolong dalam
keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan
sesuatu yang langka.

Biografi

Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh
penduduk Mekkah. Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan
mengatakan bahwa pada masa pra-Islam (Jahiliyyah), Umar suka meminum anggur. Setelah
menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum
diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.

Memeluk Islam
Ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar
bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat
itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini
dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli
strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia
lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan
kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad.

Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad,Umar memutuskan


untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad,namun saat dalam perjalanannya ia bertemu
dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad bernama Nu'aim bin Abdullah yang
kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar
terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya,
diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur'an surat Thoha
ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya.

Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian
meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa
yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam,
tentu saja hal yang selama ini selalu membelanyani membuat hampir seisi Mekkah terkejut
karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa
para pengikut Nabi Muhammad ,kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut,
akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak
dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.

3. USTMAN BIN AFFAN

Utsman bin Affan (bahasa Arab: ‫عفان بن عثمان‬, 574 – 656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur
81–82 tahun)[1] adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang
ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga
berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an.

Biografi
Utsman adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun)
hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang
sangat pemalu.

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur
Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonomi yang handal namun sangat
dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah
Islam. Ia mendapat julukan Dzun Nurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini
didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah yaitu Ruqayah
dan Ummi Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya
adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk
golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).

Rasulullah sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling
jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa
Aisyah bertanya kepada Rasulullah "Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi
perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan
pakaian, mengapa?" Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang
malaikat saja malu kepadanya?”

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya
tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin
lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum
Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad untuk hijrah
ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu
Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari
Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk
memerangi penduduk Mekkah.

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah
memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk,
Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan
pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman
bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama
Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan
untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah
memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang
menderita di musim kering.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah
untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu
Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair
bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi
Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya
Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman
menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah
ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi
pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-
betul mapan dan terstruktur.

Ia adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan Masjid al-Haram Mekkah
dan Masjid Nabawi Madinah karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun
Islam kelima (haji). Ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan
khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid;
membangun pertanian, menaklukan beberapa daerah kecil yang berada disekitar perbatasan
seperti Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga
membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan
kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.

Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak
cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel.
Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka
bersekongkol untuk membunuh khalifah.

Kematian

Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari
bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Dia diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan
Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk
menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat
Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para
pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-
Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah

perihal kematian Utsman yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan usman


berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman
wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H. Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

4. ALI BIN ABI THALIB

Alī bin Abī Thālib (Arab: ‫طالب أبي بن علي‬, Persia: ‫( )طالب ابو پسر علی‬lahir sekitar 13
Rajab 23 Pra Hijriah/599 Masehi – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661 Masehi), adalah salah
seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ali adalah sepupu
dan sekaligus mantu Muhammad, setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra. Ia pernah
menjabat sebagai salah seorang khalifah pada tahun 656 sampai 661.

Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan
Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh
Rasulullah Muhammad .

Perbedaan pandangan mengenai pribadi Ali bin Abi Thalib

Ahlussunnah (Sunni)

Ahlussunnah memandang Ali bin Abi Thalib sebagai salah seorang sahabat nabi yang
terpandang. Hubungan kekerabatan Ali dan rasulullah sangat dekat sehingga ia merupakan
seorang ahlul bait dari nabi,Ahlussunnah juga mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai salah
seorang Khulafaur rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk).

Sunni menambahkan nama Ali dibelakang dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau
semoga Allah ridha padanya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga diberikan kepada
sahabat nabi yang lain. Syi'ah berpendapat bahwa Ali adalah khalifah yang berhak
menggantikan Nabi Muhammad, dan sudah ditunjuk oleh dia atas perintah Allah di Ghadir
Khum. Syi'ah meninggikan kedudukan Ali atas sahabat nabi yang lain, seperti Abu Bakar dan
Umar bin Khattab.
Syi'ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) atau
semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.

Sufi

Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau
semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar bahwa dia
tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan
sekalipun. Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa dia tidak suka memandang ke bawah
bila sedang berhubungan intim dengan istri. Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan
dalam banyak pertempuran (duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena
sobekan pedang dia, maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih dulu
memperbaiki pakaiannya.

Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah
(divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari dia bermunculan cabang-cabang
tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah
keturunan dia sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki. Seperti pada tarekat
Qadiriyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan keturunan
langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab manaqib
Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.

Riwayat Hidup

Kelahiran & Kehidupan Keluarga

Kelahiran

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad,
sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan
di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini,
sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun
bahkan 32 tahun.
Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman
dari Muhammad.Assad yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk
mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan
Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad,[butuh
rujukan] Ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).

Kehidupan Awal

Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan
anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak
dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi nabi karena dia tidak
punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi nabi
bersama istri dia Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini
sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak dia kecil
hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.

Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali bin Abi Thalib kepada Muhammad
dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis kepada Yesus. Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan
sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.

Masa Remaja

Ketika Nabi Muhammad menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq
menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2
yang percaya setelah Khadijah istri nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi karena sebagai
anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi
menantu nabi.

Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran
tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka
menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan
nabi khusus kepada dia tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.

Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur
ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan
kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu
dengan kapasitas masing-masing.

Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek
zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi
seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

5. THALHAH BIN UBAIDILLAH

Thalhah bin Ubaidillah (wafat 36 H/ 656 M) adalah seorang sahabat nabi berasal yang
dari suku Quraisy, Thalhah ra. merupakan salah seorang dari delapan orang yang pertama
masuk Islam. Thalhah dijuluki "Burung elang hari Uhud". Dia menggunakan dirinya menjadi
perisai bagi Nabi Muhammad saat pertempuran Uhud. Ia akhirnya meninggal akibat terpanah
pada Perang Jamal.
Thalhah bin Ubaidillah adalah Pribadi yang Pemurah dan Dermawan. Thalhah masuk
Islam melalui anak pamannya, Abu bakar As sidiq Ra.Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin
Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Ibunya bernama Ash-
Sha'bah binti Al Hadrami, saudara perempuan Al Ala'. Wanita ini telah menyatakan dirinya
sebagai seorang muslimah. Beliau seorang pemuda Quraisy yang memilih profesi sebagai
saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik
dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua.
Thalhah bin Ubaidillah masuk Islam
Pada suatu ketika Thalhah bin Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra,
Thalhah bin Ubaidillah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.
Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak,"Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan
yang berasal dari kota Makkah?." "Ya, aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah
munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya. "Ahmad yang mana?"
"Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.
Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari
negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke
negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera
menemuinya wahai anak muda," sambung pendeta itu.
Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa
menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah,
ia langsung bertanya kepada keluarganya,"Ada peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada
Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah
mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya," jawab mereka.
"Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut.
Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai
majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy," gumam Thalhah bin Ubaidillah lirih.
Setelah itu Thalhah bin Ubaidillah langsung mencari Abu Bakar As Siddiq.
"Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?" "Betul."
Abu Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira' sampai
turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk masuk
Islam. Usai Abu Bakar As Siddiq bercerita Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang
pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar As Siddiq tercengang. Lalu Abu Bakar As
Siddiq mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk menemui Muhammad dan menceritakan
peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin
Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bin Ubaidillah bagaikan petir di siang
bolong. Keluarganya dan orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam.
Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah bin Ubaidillah sangat kokoh,
mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda
yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya,
orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang
wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah bin Ubaidillah, yaitu ibunya, Ash-
Sha'bah.
Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret
Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu dan
mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini
mengakibatkan Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah digelari Al-Qarinain atau
sepasang sahabat yang mulia. Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang dihadapi
Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan
perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya
antara lain Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
Wafatnya Thalhah
Sewaktu terjadi pertempuran "Aljamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali
Ra dan Ali Ra memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah
mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian
karena lukanya yang cukup dalam ia wafat. Thalhah wafat pada usia enam puluh tahun dan
dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra.
Rasulullah saw pernah berkata kepada para sahabat Ra, "Orang ini termasuk yang
gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi maka lihatlah
Thalhah ra". Hal itu juga dikatakan ALLAH dalam firman-Nya : "Di antara orang-orang
mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada ALLAH,
maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23)
Thalhah menikah dengan Su'da binti Auf. Thalhah dikaruniai 14 orang putera dan
puteri, yaitu: Muhammad As Sajjad, Imran, Isa, Ismail, Ishak, yaakub, Musa, Zkaria, Yusuf,
Yahya, Aisyah (Istri Mush'ab bin Zubair bin Awwam), Ummu Ishak (Istri Hasan bin Ali),
Sha'bah, Maryam.

6. AZZUBAIR BIN AWWAM

Zubair Bin Awwam adalah salah satu sahabat nabi. Zubair termasuk orang-orang
yang masuk Islam di masa-masa awal, karena ia termasuk tujuh orang pertama yang masuk
Islam, dan sebagai perintis perjuangan di rumah Arqam. Usianya waktu itu baru 15 tahun. Ia
telah diberi petunjuk, cahaya, dan kebaikan saat remaja.

Sewaktu Rasulullah SAW mempersaudarakan para sahabatnya di Makkah sebelum


hijrah, beliau mempersaudarakan Thalhah dengan Zubair. Sudah sejak lama Nabi SAW
bersabda tentang keduanya secara bersamaan, seperti sabda beliau, “Thalhah dan Zubair
adalah tetanggaku di surga.”

Keduanya masih kerabat Rasulullah. Thalhah masih keturunan kakek buyut


Rasulullah yang bernama Murrah bin Ka’ab, sedangkan Zubair masih keturunan kakek buyut
Rasulullah yang bernama Qusai bin Kilab. Shafiyah, ibu Zaubair, juga bibi Rasulullah.

Mendapat siksaan dari pamannya sendiri

Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang, namun ia juga merasakan


penyiksaan Quraisy. Orang yang disuruh menyiksanya adalah pamannya sendiri. Ia pernah
diikat dan dibungkus tikar lalu diasapi hingga kesulitan bernapas. Saat sang paman
memintanya untuk keluar dari keislamannya namun ia menolsk dan tidak akan kembali
kepada kekafiran untuk selama-lamanya.

Wafatnya Zubair

Sebelum meninggal, Zubair berpesan kepada anaknya untuk melunasi utang-


utangnya, “Jika kamu tidak mampu melunasinya, mintalah kepada pelindungku.”Sang anak
bertanya, “Siapa pelindung yang ayah maksud?”Zubair menajwab, “Allah! Dialah sebaik-
baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”

Di kemudian hari, sang anak bercerita, “Demi Allah, setiap kali aku kesulitan
membayar utangnya, aku berkata, ‘Wahai Pelindung Zubair, lunasilah utangnya.’ Maka Allah
melunasi utangnya.”

Di perang Jamal, seperti yang tersebut dalam kisah Thalhah, perjalanan hidup Zubair
berakhir. Setelah ia mengetahui duduk permasalahannya, lalu meninggalkan peperangan, ia
dikuntit oleh sejumlah orang yang menginginkan perang tetap berkecamuk. Ketika Zubair
sedang melaksanakan shalat, mereka menikam Zubair.

Setelah itu, si pembunuh pergi menghadap Khalifah Ali, mengabarkan bahwa ia telah
membunuh Zubair. Ia berharap kabar itu menyenangkan hati Ali karena yang ia tahu, Ali
memusuhi Zubair.
Ketika Ali mengetahui ada pembunuh Zubair yang hendak menemuinya, ia langsung
berseru, “Katakanlah kepada pembunuh Zubair putra Shafiah bahwa orang yang membunuh
Zubair tempatnya di neraka.”Ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali, ia menciumnya.
Lalu ia menangis dan berkata, “Demi Allah, sekian lama pedang ini melindungi Nabi dari
marabahaya.”

7. ABDURRAHMAN BIN AUF

`Abdurrahmân bin `Auf bin `Abdi `Auf bin `Abdil Hârits Bin Zahrah bin Kilâb bin al-
Qurasyi az-Zuhri Abu Muhammad adalah salah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang sangat dermawan dan yang sangat memperhatikan dakwah Islam, dan mendapat
rekomendasi masuk surga. Dia juga salah seorang dari enam orang Sahabat Radhiyallahu
anhum yang ahli syurga.

Abdurrahman Bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan
termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta
dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama `Abdul
Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian diberi nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu
`Auf bin `Abdul Hârits bin Zahrah.

Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
Menikah

Dalam keadaan demikian, Abdurrahman bin Auf tidak menyerah. Rasulullah Saw.
mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah yang kebanyakan pedagang dengan orang-
orang asli Madinah yang mayoritas petani. Di Madinah, Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu Arabi Alausani. Ia memberikan sebagian harta dan
menawarinya seorang calon istri. Abdurrahman bin Auf hanya berkata, “Semoga Allah Swt.
memberkahi hartamu dan keluargamu, tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.”

Abdurrahman bin Auf memang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia
berjualan keju dan minyak samin, bangkit dan mampu menikah dengan salah satu perempuan
Anshar. Setelah menikah dengan memberi mahar sebutir emas (seberat sebutir kurma)
Rasulullah Saw memintanya mengadakan walimah. Ini adalah pertanda, pernikahan
sesederhana apa pun harus dilanjutkan dengan walimah meskipun hanya dengan
menyembelih seekor kambing.
Menginfakkan harta di jalan Allah

Dalam beberapa waktu, Abdurrahman bin Auf menjadi orang kaya dan Rasulullah
Saw, berkata kepadanya, “Wahai Abdurrahman bin Auf, kamu sekarang menjadi orang kaya
dan kamu akan masuk surga dengan merangkak (mengingsut). Pinjamkanlah hartamu agar
lancar kedua kakimu” (H.R. Al-Hakim).

Pernyataan itu membuat Abdurrahman bin Auf berpikir keras dan banyak
menginfakkan hartanya di jalan Allah Swt. Ia berkata, “Kalau bisa aku ingin masuk surga
dengan melangkah (berjalan kaki)”. Ia berlomba dengan pebisnis lain, yaitu Utsman bin
Affan dalam bersedekah. Abdurrahman bin Auf memberikan separuh hartanya untuk dakwah
Rasulullah Saw.

`Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian
membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang
membutuhkan dan kepada Ummahâtul Mukminin (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam).

Rasulullah Saw berkata, “Semoga Allah Swt memberkahi apa yang kamu tahan dan
kamu berikan.“ Abdurrahman bin Auf hartanya menjadi berlipat ganda sehingga ia tak
pernah merasa kekurangan.
Setelah Abdurrahman bin Auf bersedekah, turunlah firman Allah Swt, “Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt kemudian ia tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan menyakiti perasaan (si
penerima), mereka mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula merasakan bersedih hati.”
Wafatnya Abdurrahman Bin Auf

Sebelum wafat, Abdurrahman bin Auf menginfakkan 400 dinar hartanya untuk
peserta perang Badar yang masih hidup. Setiap orang mendapatkan empat dinar termasuk Ali
R.a. dan Utsman R.a. Ia juga memberikan hadiah kepada Umul Mukminin (janda-janda Nabi
Saw). Aisyah R.a. pun berdo’a untuknya, “Semoga Allah Swt memberi minum kepadanya air
dari mata air salsabila di surga”.

Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 32 H dalam usia 75 tahun. Ia dishalatkan oleh
saingannya dalam berinfak di jalan Allah Swt, yaitu Utsman R.a. Ia di usung oleh Sa’ad bin
Abi Waqqas ke pemakaman Al Baqi. Setelah Abdurrahman bin Auf wafat, Ali berkata,
“Pergilah wahai Ibnu Auf, kamu telah memperoleh kejernihan dan meninggalkan kepalsuan
(keburukannya)”. (H.R. Al-Hakim)

8. SA’AD BIN ABI WAQQAS

Sa’ad bin Malik Az-Zuhri atau sering disebut sebagai Sa’ad bin Abi Waqqas,
dilahirkan di Makkah dan berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy. Dia adalah paman
Rosulullah Saw dari pihak ibu. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang
sama dengan Saad yaitu dari Bani Zuhrah. Oleh karena itu Saad juga sering disebut sebagai
Sa'ad of Zuhrah atau Sa'ad dari Zuhrah, untuk membedakannya dengan Sa'ad-Sa'ad lainnya.
Sa’ad termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam dan termasuk sepuluh
sahabat yang mendapat jaminan surga.
Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Dia adalah seorang
pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas. Sosoknya tidak terlalu tinggi
namun bertubuh tegap dengan potongan rambut pendek. Dia sangat dekat dengan ibunya.
Awal masuk Islam
Suatu hari dalam hidupnya, ia didatangi sosok Abu Bakar yang dikenal sebagai orang
yang ramah. Ia mengajak Sa'ad menemui Nabi Muhammad di sebuah perbukitan dekat
Makkah. Pertemuan itu mengesankan Sa'ad yang saat itu baru berusia 20 tahun.
Ia pun segera menerima undangan Nabi Muhammad SAW untuk menjadi salah satu
penganut ajaran Islam yang dibawanya. Sa'ad kemudian menjadi salah satu sahabat yang
pertama masuk Islam.
Keislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota
sukunya. Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, ibu Sa'ad
menolak makan dan minum sehingga kurus dan lemah. Meski dibujuk dan dibawakan
makanan, namun ibunya tetap menolak dan hanya bersedia makan jika Sa'ad kembali ke
agama lamanya. Namun Sa'ad berkata bahwa meski ia memiliki kecintaan luar biasa pada
sang ibu, namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.
Mendengar kekerasan hati Sa'ad, sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan
kembali. Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Sa'ad bin Abi Waqqas.
Kelebihan Sa'ad
Ada dua peristiwa yang menjadikan Sa'ad selalu dikenang dan istimewa, pertama
dialah yang pertama melepas anak panah untuk membela Agama Allah, sekaligus orang
pertama yang tertembus anak panah dalam membela Agama Allah.
Kedua, Sa'ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan
kedua orang tua beliau. Sabda Rasulullah, Saw., pada saat perang Uhud : "Panahlah hai Sa'ad
! Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu ...."
Dalam setiap peperangan siapapun panglimanya jika ada Sa'ad didalamnya maka
pasukan akan merasa tenang. Bukan hanya karena kehebatannya dalam peperangan yang
menciutkan hati musuh, tapi juga ketaqwaanya yang luhurlah, yang menjadi hati sahabat lain
menjadi tenang.
Pada saat perang Qadishiyyah, Amirul mukminin Umar bin Khaththab r.a.
mengangkat Sa'ad sebagai Panglima perang untuk melawan adidaya Persia pada saat itu,
ketika Sa'ad mengirim utusan untuk berdiplomasi dengan Rustum (panglima perang persia)
yang akhirnya negoisasi itu berlangsung alot, dan muncullah pernyataan dari delegasi kaum
muslimin.
Keahlian sa'ad dalam memanah
Sa’ad memang seorang pemanah terkenal. Ketenarannya itu tidak lain karena dialah
orang muslim pertama yang melepaskan anak panah untuk berjuang di jalan Allah,
sebagaimana penuturannya: “Demi Allah, sayalah orang pertama yang melepaskan anak
panah di jalan Allah.” Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah mengutus enam puluh orang ke
Mekah di bawah pimpinan Ubaidah bin Haris. Mereka diutus karena kaum kafir Quraisy
sering melakukan pelanggaran terhadap isi Perjanjian Hudaibiyah. Di antara keenam puluh
orang itu, salah satunya adalah Sa’ad.
Setibanya di Hijaz, mereka menuju mata air yang bernama Wadi Rabig. Ternyata, di
sana telah menunggu pasukan kafir Quraisy yang berjumlah dua ratus orang di bawah
pimpinan Abu Sufyan. Akhirnya, kedua pasukan yang tidak seimbang itu pun berhadap-
hadapan dan siap saling menyerang. Melihat keadaan yang tidak begitu menguntungkan,
Sa’ad dan teman-temannya berusaha untuk menghindari pertempuran. Mereka mengutus
delegasi untuk melakukan perundingan dengan pihak kafir Quraisy. Dari perundingan itu
dicapailah kesepakatan damai, sehingga pertempuran yang tidak seimbang terhindarkan.
Namun demikian, sempat juga terjadi bentrokan singkat ketika beberapa anggota
pasukan kafir Quraisy menyerang. Saat itu, Sa’ad yang bersenjatakan panah dengan gagah
berani melepaskan anak panahnya. lnilah anak panah yang pertama dilepaskan untuk
membela agama Allah, yang membuat Sa’ad terkenal sebagai pemanah pertama di jalan
Allah.
Kegagahan dalam peperangan
Keberanian dan kegagahannya sebagai seorang prajurit telah dibuktikan oleh sejarah.
Sa’ad tidak pernah absen dalam setiap peperangan yang diikuti oleh Nabi saw. Setelah Nabi
saw. wafat, dia juga tetap menjadi salah seorang prajurit kepercayaan para khalifah. Pada
masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Sa’ad diangkat menjadi panglima perang Qadisiyah
yang amat menentukan keberhasilan syiar lslam di wilayah lrak. Perang Qadisiyah terjadi
antara pasukan muslimin yang berjumlah sekitar tiga puluh ribu orang dengan pasukan Persi
yang jumlahnya mencapai seratus ribu orang.
Saat memimpin perang, Sa’ad sedang sakit. Sekujur tubuhnya dipenuhi bisul yang
sangat menyiksa, yang berpecahan setiap kali tubuhnya terhentak di atas kudanya. Namun,
meskipun sekujur tubuhnya berlumuran darah akibat bisul-bisul yang berpecahan, Sa’ad tetap
bersemangat memimpin pasukannya’ Meski sakit menderanya, dia tetap meneriakkan aba-
aba dan takbir penggugah semangat dengan lantang sehingga pasukannya terus bertempur
dengan semangat juang yang gigih’
‘Ayo Abdullah, serang bagian sayap kiri. Engkau al-Haris’ masuk ke jantung pertahanan
musuh. Engkau Fulan, ke arah sana. Ayo kita sambut surga’ Allahu akbar!”
Wafatnya Sa'ad
Sa’ad meninggal pada tahun 54 Hijriyah saat usia yang sangat lanjut, yaitu 8O tahun,
sehingga dia termasuk sahabat Nabi yang meninggal paling akhir. Ketika hendak menemui
ajalnya, Sa’ad meminta anaknya untuk membuka sebuah peti yang ternyata isinya adalah
sehelai kain tua yang telah usang dan lapuk. Sa’ad meraih kain itu dari tangan putranya,
kemudian menciumnya dengan penuh perasaan.
Sa’ad menghembuskan napasnya yang terakhir. Jasadnya dikafani dengan sehelai kain
lusuh, kemudian dimakamkan di dekat sahabat-sahabat Nabi saw. yang telah mendahuluinya
yakni di pemakaman Baqi’ di kota Madinah.

9. SAID BIN ZAID

Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi adalah seorang sahabat nabi asal
Quraisy. Ia berkesempatan mengikuti semua peperangan yang disertai Muhammad kecuali
Perang Badar. Said termasuk sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Said ikut dalam
penaklukan negeri Syam (Suriah dan sekitarnya), Beliau meninggal di Madinah.
Sa'id bin Zaid al Adawy RA merupakan kelompok sahabat yang memeluk Islam pada
masa-masa awal, sehingga ia termasuk dalam kelompok as Sabiqunal Awwalun. Ia memeluk
Islam bersama istrinya, Fathimah binti Khaththab, adik dari Umar bin Khaththab. Sejak masa
remajanya di masa jahiliah, ia tidak pernah mengikuti perbuatan-perbuatan yang umumnya
dilakukan oleh kaum Quraisy, kaum musyrikin di Makkah pada saat itu, seperti menyembah
berhala, bermain jud!, minum minuman keras, main wanita dan perbuatan jelek
lainnya. Sikap dan pandangan hidupnya ini ternyata diwarisi dari ayahnya, Zaid bin Amru
bin Naufal.
Zaid bin Amru bin Naufal

Sejak lama ayah Sa’id, Zaid bin Amru telah meyakini kebenaran agama Ibrahim,
tetapi tidak mengikuti Agama Yahudi dan Nashrani yang menurutnya telah jauh menympang
dari agama Ibrahim. Ia tidak segan mencela cara-cara peribadatan dan perbuatan jahiliah dari
kaum Quraisy tanpa rasa takut sedikitpun.
Di Makkah Zaid bin ‘Amr mengadakan pertemuan dengan Waraqah bin Naufal,
‘Abdullah bin Jahsy, dan Umaimah binti Harits (bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam). Selain mereka, dalam pertemuan itu ada juga ‘Ustman bin Huwairits.
Dalam pertemuan tersebut Zaid meminta kepada yang hadir untuk berpencar ke
segala penjuru negeri untuk mencari agama yang benar. Selama dalam pencarian tersebut
Waraqah bin Naufal telah memeluk agama Masehi, sementara ‘Abdullah bin Jahsy dan
‘Utsman bin Huwairits masih melanjutkan pencarian terhadap agama yang benar itu, hingga
akhirnya datanglah Islam. ‘Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu pun beriman dan masuk
Islam, hingga akhirnya dia terbunuh sebagai syahid dalam perang Uhud, lalu dia dijuluki
dengan julukan Asy-Syahid Al-Mujadda’ (syahid yang tangannya terpotong).
Tinggalah Zaid bin ‘Amr yang telah pergi ke negeri Syam, hingga akhirnya dia
bertemu dengan seorang pendeta di Syam. Sang pendeta pun berkata, “Sesungguhnya kamu
sedang mencari agama yang sudah tidak ada. Oleh karena itu, pulanglah ke Makkah, karena
sesungguhnya Allah akan mengutus kepada kalian orang yang memperbaharui agama
Ibrahim itu. Pergilah, lalu berimanlah kepadanya dan ikutilah dia!”
Ketika Zaid masih berada dalam perjalanan menuju Makkah, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam telah diutus sebagai rasul. Saat itu Zaid belum mengetahui bahwa Rasulullah
telah diutus. Sayangnya, kematian telah lebih dulu menjemputnya sebelum dia beriman. Dia
telah dibunuh oleh sebagian orang Badui (Arab pedalaman).
Ketika kisah ini diceritakan kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun
menceritakan tentang sosok Zaid, “ Sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat
(nanti) seorang diri sebagai satu umat (yang terpisah).”
Masuk Islamnya Sa’id bin Zaid

Menjelang hembusan nafas terakhirnya ayah sa'id, Zaid berkata, “Ya Allah, jika
Engkau memang tidak menghendaki kebaikan ini (agama Islam) untukku, maka janganlah
Engkau halangi anakku (Sa’id) darinya.” Zaid meninggal ketika Kaum Quraisy sedang
memperbaiki Ka'bah, yakni, ketika Nabi SAW berusia 35 tahun.
Doa Zaid ini masih menggantung di antara langit dan bumi, hingga pada suatu hari
ketika Sa’id sedang berada di Makkah, dia mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus.
Karenanya, dia beserta istrinya, Fatimah binti Khaththab, yang merupakan saudara
perempuan ‘Umar bin Khaththab, segera beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Keislaman mereka berdua itu terjadi pada awal munculnya Islam, sebelum masuknya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam rumah Arqam bin Abi Arqam (Daarul
Arqam).
Sa’id masih merahasiakan keimanannya dan dia sangat sabar menghadapi siksaan
yang berasal dari kaumnya, sehingga dia pun tidak diusir dari Makkah,s eperti yang
dialami sebelumnya oleh orang tuanya. Akan tetapi kemudian, ‘Umar mengetahui keimanan
Sa’id. ‘Umar pun bermaksud membunuhnya, lalu dia memukulnya hingga darah mengalir
dari wajah Sa’id . Akan tetapi, kesabaran Sa’id dalam menghadapi sikap ‘Umar inilah yang
menjadi salah satu faktor penyebab masuknya ‘Umar radhiallahu ‘anhu ke dalam Islam.
(seperti yang telah kami sebutkan pada "kisah Umar Bin Khatab.")
Sa’id pergi berhijrah ke Madinah bersama istrinya, Fathimah. Sebelum terjadinya
perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memilihnya dan mengutusnya
untuk pergi bersama Thalhah bin Ubaidillah dengan tujuan agar dia mengetahui jumlah
pasukan kaum musyrikin dan mematai gerak-gerik mereka. Oleh karena itu, Sa’id pun tidak
ikut serta dalam peperangan Badar. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah memberinya bagian ghanimah (harta rampasan) yang diperoleh dalam perang tersebut.
Dia dianggap seperti orang yang ikut serta dalam perang itu.
Setelah penaklukan terhadap negeri Persia selesai, Sa’id tidak tinggal diam. Dia
mengangkat pedang dan barang-barangnya untuk pergi ke negeri-negeri lain yang sedang di
perangi oleh kaum muslimin. Kali ini sasarannya adalah negeri Syam dimana pada saat itu
sedang berlangsung pertempuran yang sangat menentukan antara kaum muslimin dengan
bangsa Romawi, yaitu perang Yarmuk. Dan dengan izin Allah pertempuran itu dimenangkan
oleh kaum muslimin. Kekalahan bangsa Romawi berarti jatuhnya negeri Syam secara
keseluruhan ke tangan kaum muslimin.
Masa-masa akhir hayat Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu

Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Sa’id bin Zaid menangisi shahabat-shahabat Islam
yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri menyaksikan terjadinya fitnah
(kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana kehidupan dunia dengan segala macam
perhiasannya telah masuk ke dalam hati kaum muslimin, maka Sa’id pun lebih memilih untuk
kembali ke Madinah dan tinggal disana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah
adalah Marwan bin Hakam bin ‘Ash.
Saat itu seorang wanita yang bernama Arwa binti Uwais keluar, lalu dia berkata,
“Sesungguhnya Sa’id telah mencuri tanahku dan telah memasukkannya ke bagian tanahnya.”
Sungguh perkataan itu sangat menyakitkan hati Sa’id bin Zaid, sahabat Rasulullah dan salah
satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira berupa surga. Karenanya, Sa’id pun
berkata, “Ya Allah, jika dia berbohong, maka hilangkanlah penglihatannya dan bunuhlah ia
di tanahnya sendiri.”
Seketika itu pula hujan turun dari langit sampai diperbatasan tanah yang menurut
wanita itu Sa’id telah melampaui batas tersebut. Seketika mata wanita itupun menjadi buta
dan hanya selang beberapa hari, wanita itu terjatuh dalam sebuah lubang yang berada di
tanah miliknya hingga dia meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan
doa Sa’id bin Zaid yang terzhalimi dan telah dituduh sebagai seorang pembohong dan
pendusta.
Pada suatu pagi penduduk Madinah dikagetkan oleh suara seorang pelayat yang
menangisi kepergian Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu. Peristiwa itu terjadi pada masa
kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan, tepatnya pada tahun ke-50 Hijriyah. Dia di
kuburkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin ‘Umar
radhiallahu ‘anhu.
Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu wafat di daerah pedalaman, yakni di Aqiq. Tetapi
jenazahnya dibawa pulang ke Madinah oleh Sa'd bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar,
keponakannya sendiri, kemudian dimakamkan di Baqi, di antara beberapa sahabat Rasulullah
SAW lainnya.

10. ABU UBAIDAH BIN ALJARRAH


Amir bin Abdullah bin Jarrah Al Quraisyi Al Fihri Al Makki adalah salah seorang
dari kelompok As-Sabiqun Al Awwalun (orang-orang pertama masuk Islam) dan orang yang
mendukung kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu. Hal ini ia tunjukkan pada hari Tsaqifah,
disebabkan dedikasinya yang tinggi kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Nasab Abu Ubaidah bin Al Jarrah bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada garis keturunan Fihri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan pengakuan
bahwa ia salah seorang penghuni surga dan menjulukinya Aminul Ummat (kepercayan umat).
Di samping itu, ia memiliki banyak keistimewaan dan tersohor. Beliau telah banyak
meriwayatkan hadits dan selalu aktif dalam setiap peperangan umat Islam.
Ubaidah Al-Jarrah adalah Sahabat nabi yang pertama-tama dijuluki sebagai pemimpin
para pemimpin (Amirul Umara). Dialah orang yang dipegang oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan tangan kanannya seraya bersabda mengenai dirinya,

‫أ َ ِمينا أُمة لَكُم إِن‬، ‫عبَي َدةَ أَبُو األُم ِة ه ِذ ِه أ َ ِمي َن َوإِن‬
ُ ُ‫اح بن‬
ِ ‫ال َجر‬
“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini
adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.“

Masuk Islamnya Ubaidah Al-Jarrah


Ia masuk Islam lewat perantaraan Abu Bakar Ash-Shiddiq di masa-masa awal Islam
sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk Darul Arqam. Ia berhijrah ke
Habasyah yang kedua. Kemudian kembali untuk berdiri di samping Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salalm dalam Perang Badar. Ia mengikuti peperangan seluruhnya, kemudian
melanjutkan berbagai peperangan bersama Ash-Shiddiq dan Al-Faruq radhiallahu ‘anhuma.
Sikap yang ditunjukkannya dalam perang Uhud menjelaskan kepada kita bahwa ia
benar-benar kepercayaan umat ini, di mana ia tetap menebaskan pedangnya yang terpercaya
kepada pasukan kaum paganis. Setiap kali situasi dan kondisi perang mengharuskannya jauh
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berperang sembari kedua matanya
memperhatikan di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertempur.
Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman, ia berkata, “Ibnu Madz’un, Ubaidah bin Al
Harits, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Asad, dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah,
pernah berangkat dalam misi menemui Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika bertemu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan mereka agar
masuk Islam sekaligus menjelaskan tentang syariat kepada mereka. Seketika itu pula, secara
bersamaan mereka masuk Islam. Peristiwa itu terjadi sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam masuk ke Darul Arqam.
Abu Ubaidah ikut dalam perang Badar, dan pada saat itu dia berhasil membunuh
ayahnya sendiri (yang masih kafir).
Abu Ubaidah juga pernah mendapat cobaan (musibah) yang berat pada waktu perang
Uhud. Pada saat itu, Abu Ubaidah menahan dua arah serangan musuh yang ditujukan kepada
Rasulullah, sehingga ia terkena pukulan yang mengakibatkan dua giginya rompal. Namun hal
itu justru membuat mulutnya nampak semakin indah, sehingga muncul rumor bahwa tidak
ada yang lebih indah jika kehilangan gigi melebihi indahnya gigi Abu Ubaidah.
Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah, Beliau ditunjuk untuk menjadi
panglima perang memimpin pasukan Muslim untuk berperang melawan Kekaisaran Romawi.
Abu Ubaidah adalah pemimpin pasukan Islam dalam perang Yarmuk, perang yang
menelan banyak korban dari pihak musuh dan berhasil memperoleh kemenangan. Abu
Ubaidah wafat tahun 18 H, dalam usia 58 tahun.
BAB III

PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Esposito, John L dkk.Tokoh Tokoh Gerakan Islam Kontemporer.2002.Jakarta:Murai


Kencana.

Mutiara.Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia.1995.tt:Sumber Widya.

Nata, Abuddin.Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia.2005.Jakarta:PT


Rajagrafindo Persada.

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam.2002.Jakarta:Ciputat Pers.

Sucipto, Herry.K.H Ahmad Dahlan Sang Pencerah Pendidikan Dan Pendiri


Muhammadiyah.2010.Jakarta:Best Media Utama.

Zuhairini dkk.Sejarah Pendidikan Islam.1986.Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Dan


Sarana PTAI.

Вам также может понравиться