Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstract
Preeclampsia-Eclampsia (PE-E) is one of the major obstetric problems in Indonesia. The main
etiology is unknown so that the treatment is still a problem. The objective of this research is to report the
incidence of PE-E and the characteristics of the women with PE-E in Immanuel Hospital, Bandung. The
research method is descriptive, analytical, and retrospective. The samples were taken from some medical
record data. The incidence of PE was evident in 2006 (6%), in 2007 (5.67%), and in 2008 (5.08%). On
the other hand, the incidence of E found in 2006 was 0.86%, in 2007 0.82%, and in 2008 0.69%. PE was
most frequently found in pregnant women aged 25-29 years old (33.6%), whereas E in 20-24 years old
pregnant women (32.69%). The women had the following risk factors: nullipara (49.2%; 42.3%), not
having antenatal examinations (37.7%; 40.38%), hypertension, proteinuria: +1 for PE (70.5%) and +2
for E (42.31%), obtaining edema: +1 for PE (70.5%) and + 2 for E (42.31%). Infant state for PE was
largely good (63.11%) and for E was asfixia moderate (32.7%). In conclusion, from 2006 to 2008, the
incidence of PE-E in Immanuel Hospital, Bandung was declining. Although there were significant
differences between the characteristics of PE and E in terms of proteinuria, edema, and the state of the
infants, their characteristics had no significant difference in terms of age, parity, education, and ante-
natal examination.
150
Karakteristik Penderita Preeklamsi dan Eklamsi yang Dirawat Inap
di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Tahun 2006 - 2008
(Vania C. Estina, Ellya R. Delima, Rimonta F. Gunanegara)
151
JKM. Vol.9 No.2 Februari 2010:150-154
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang tingkat pendidikan SMA (preeklamsi
menyatakan bahwa preeklamsi-eklamsi 41,53%, eklamsi 48,08%). Urutan kedua
lebih sering terjadi pada nullipara.7 tertinggi pada kelompok SD (preeklamsi
Bila ditinjau dari tingkat pendidikan, 22,95%, eklamsi 23,08%), sedangkan
angka kejadian tertinggi preeklamsi- frekuensi terendah terdapat pada
eklamsi terdapat pada penderita dengan kelompok sarjana (preeklamsi 16,67%,
152
Karakteristik Penderita Preeklamsi dan Eklamsi yang Dirawat Inap
di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Tahun 2006 - 2008
(Vania C. Estina, Ellya R. Delima, Rimonta F. Gunanegara)
eklamsi 11,54%), dan tidak terdapat Akibatnya terjadi hipoksia janin pada
hubungan yang signifikan antara tingkat kasus preeklamsi dan eklamsi.9
pendidikan dengan angka kejadian Kadar proteinuria +1 pada
preeklamsi-eklamsi. preeklamsi (39,89%), sedangkan eklamsi
Ditinjau dari ANC, sebagian besar proteinuria +3 (38,46%). Pada penelitian
penderita preeklamsi-eklamsi tidak ini didapatkan 12,84% kasus preeklamsi
melakukan pemeriksaan antenatal. dengan proteinuria negatif. Ada yang
Menurut Marmin Amir M di RSCM mengatakan bahwa kadar proteinuria
Jakarta mendapatkan 46%, dan merupakan proses akhir daripada
Rambulangi John di RSU Ujung preeklamsi.10
Pandang mendapatkan 61% kasus Preeklamsi dengan edema positif satu
preeklamsi-eklamsi yang tidak (70,5%), hal ini dikarenakan edema
melakukan pemeriksaan antenatal.1 negatif bergantung underlying factor,11
Tingginya angka kejadian pada kasus sedangkan penambahan berat badan
yang tidak melakukan pemeriksaan merupakan faktor awal dari proses
antenatal sebagai akibat rendahnya preeklamsi. Pada kasus eklamsi,
tingkat sosio-ekonomi penderita bila ternyata edema lebih berat daripada
dibandingkan dengan yang melakukan preeklamsi. Hal ini disebabkan karena
pemeriksaan pada bidan, dokter umum, proses telah berlanjut dengan gangguan
dan dokter spesialis. Rendahnya tingkat pada fungsi ginjal. Hasil penelitian ini
sosio-ekonomi penderita serta juga didapatkan 44 kasus (12,02%)
rendahnya tingkat pendidikan tidak preeklamsi dengan tidak ditemui
mustahil mengakibatkan penderita tidak adanya edema dan hasil tersebut lebih
mau dirawat walaupun sudah rendah daripada yang didapatkan oleh
dianjurkan, kemudian saat setelah Suyanto di Yogyakarta (14,63%) dan
tingkat penyakitnya menjadi lebih berat, Kusumawidagdo di Surabaya (24,73%),
penderita baru datang ke rumah sakit. 8 serta lebih tinggi daripada yang
Pada preeklamsi ringan tekanan didapatkan oleh Yudhiana K. di Medan
sistolik rata-rata 143,75 mmHg, (10,2%) dan Bratakoesoema di Bandung
sedangkan rata-rata tekanan diastolik (2,53%).1
91,25 mmHg. Untuk preeklamsi berat Sebagian besar penderita preeklamsi
diperoleh tekanan sistolik dengan rata- melahirkan dengan keadaan bayi yang
rata 178,72 mmHg dan tekanan diastolik baik (63,11%), dengan asfiksia sedang
dengan rata-rata 115,21 mmHg, (17,76%), asfiksia berat (15,3%), serta
sedangkan tekanan sistolik kasus bayi lahir mati (3,82%). Angka kesakitan
eklamsi dengan rata-rata 180,63 mmHg bayi pada kasus eklamsi tampak
dan tekanan diastolik dengan rata-rata meningkat, diantaranya dengan keadaan
106,25 mmHg. Hasil-hasil ini sejalan bayi asfiksia berat (26,92%) dan bayi
dengan teori-teori yang menjadi lahir mati (23,07% ).12
patokan. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tekanan diastolik
>110 mmHg merupakan salah satu Simpulan
prediktor klinis terjadinya kematian Dari hasil analisis data diambil
perinatal. Tekanan diastolik >110 mmHg simpulan sebagai berikut :
menyebabkan kerusakan endotel, 1. Angka kejadian preeklamsi yang
kebocoran arteriol, disertai perdarahan dirawat inap di Rumah Sakit
mikro pada sirkulasi feto placental. Immanuel Bandung cenderung
153
JKM. Vol.9 No.2 Februari 2010:150-155
154
Karakteristik Penderita Preeklamsi dan Eklamsi yang Dirawat Inap
di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Tahun 2006 - 2008
(Vania C. Estina, Ellya R. Delima, Rimonta F. Gunanegara)
10. Wibowo N. Patogenesis preeklampsia. 12. Neutra R. Fetal death in eclampsia. Its
Prosiding aeminar konsep mutakhir relation to low gestational age, retarded
preeklampsia. Jakarta; 2001. fetal growth and low birthweight. Br J
11. Goodlin RC, Cotton DB, Haesslein HC. Obstet Gynecol 2004: 82.ia.
Severe edema – proteinuria –
hypertention gestosis. Am J. Obstet
Gynecol. 2000; 6:595-98.
155