Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian puskesmas


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas
adalah unit pelaksana teknis dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes,
2011).
Pengertian puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya
secara menyeluruh, terpadu yang berkesinambungan pada suatu wilayah
tertentu (Azrul Anwar, 1996).
Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh oleh
pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes,
2009).
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka
peranan dan kedudukan puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia. Sebagai sarana pelayanan kesehatan
terdepan di Indonesia, maka puskesmas bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggungjawab
dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran.
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu
puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas,
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab
langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Visi puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju
terwujudnya Indonesia Sehat. Indikator utama kecamatan yang sehat yaitu :
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan yang bermutu
Sedangkan misi dari puskesmas, yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya
Fungsi dan kedudukan puskesmas terdapat tiga fungsi utama puskesmas,
yaitu :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
3. Pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar

Fungsi pelayanan tersebut dapat dikelompokkan dalam upaya kesehatan


perorangan strata pertama yang bersifat private goods seperti penyembuhan
dan pemeliharaan kesehatan perorangan, dan upaya kesehatan masyarakat
yang bersifat Public Goods seperti promosi kesehatan dan penyehatan
lingkungan. Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (Primary Health
Services). Dalam sistem pemerintahan daerah, puskesmas merupakan
organisasi struktural dan berkedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) yang bertanggung jawab terhadap kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2.2 Pengertian PIS-PK
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda
ke-5 Nawa Cita, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia
Pintar, Program Indonesia Kerja dan Program Indonesia Sejahtera. Program
Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan
Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.02.02/Menkes/52/2015.
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial
dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran
pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-
2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2)
meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan
universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan
tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas
sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar
utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan
kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN).
Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif,
serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan
dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem
rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care
dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan
dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu
dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga
sehat.

2.3 Pengertian keluarga


Keluarga adalah suatu lembaga yang merupakan satuan (unit) terkecil
dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga yang seperti ini
disebut rumah tangga atau keluarga inti (keluarga batih). Sedangkan keluarga
yang anggotanya mencakup juga kakek dan atau nenek atau individu lain
yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak memiliki hubungan darah
(misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga luas (Extended Family).
Oleh karena merupakan unit terkecil dari masyarakat, maka derajat kesehatan
rumah tangga atau keluarga menentukan derajat kesehatan masyarakatnya.
Terdiri dari Keluarga inti, adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan
perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak- anak
baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi. Sedangkan keluarga besar,
adalah keluarga inti ditambah orang lain yang memiliki hubungan darah
(misalnya kakek, nenek, bibi, paman, dan lain-lain) dan juga yang tidak
memiliki hubungan darah tetapi ikut tinggal atau bermaksud tinggal selama
minimal 6 bulan dan makan dalam keluarga tersebut (pembantu, supir, dan
lain-lain). keluarga besar dapat terdiri atas beberapa keluarga inti.
Derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari keluarga
tersebut. Dengan demikian, inti dari pengembangan desa dan kelurahan
adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan
PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga,
kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat.
Dibidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan
lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik
nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan, dan lain-lain. Dibidang kesehatan
ibu dan anak serta keluarga berencana harus dipraktikkan perilaku meminta
pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita dan
memantau perkembangannya secara berkala, memberikan imunisasi dasar
lengkap kepada bayi, menjadi aseptor keluarga berencana, dan lain-lain.
Dibidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan dengan
gizi seimbang, minum Tablet Tambah Darah (TTD) selama hamil, memberi
bayi Air Susu Ibu saja (ASI eksklusif), dan lain-lain. Sedangkan di bidang
pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan
pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus atau memanfaatkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan sarana
kesehatan lain, dan lain-lain.
PHBS harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat
karena pada hakikatnya setiap masalah kesehatan merupakan hasil perilaku,
yaitu interaksi manusia (Host) dengan bibit penyakit atau pengganggu lainnya
(Agent) dan lingkungan (Environment).

2.4 Konsep pendekatan keluarga


Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses
pelayanan kesehatan diwilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam
gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di
wilayah kerjanya. Keluarga sebagai fokus dalam pendekatan pelaksanaan
program Indonesia Sehat karena menurut Friedman (1998), terdapat Lima
fungsi keluarga, yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untuk memper siapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna
untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah
laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan
tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarganya
b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas
kesehatan

Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam Rencana


Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015–2019. Dalam
Renstra disebutkan bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian
Kesehatan adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang
terintegrasi dan berkesinambungan (Continuum Of Care). Hal ini berarti
bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus
hidup manusia (Life Cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir
menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa
muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi dewasa tua atau usia lanjut.
Untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkesinam bungan
terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan
kesehatan harus pada keluarga. Dalam pemberian pelayanan kesehatan,
individu individu harus dilihat dan diperlakukan sebagai bagian dari
keluarganya.
Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya, Puskesmas akan dapat
mengenali masalah-masalah kesehatan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh (holistik). Individu
anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian
dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada di pelayanan
Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi
kesehatan lingkungan dan berbagai faktor risiko lain yang selama ini
merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan
UKBM atau petugas profesional Puskesmas. Untuk itu, diperlukan
pengaturan agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas memiliki Tim
Pembina Keluarga.
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas
yang mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target
keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga.
Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan
komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan
kuratif dan rehabilitatif dasar
2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Kabupaten/Kota dan SPM Provinsi, melalui peningkatan akses dan
skrining kesehatan.
3. Mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk men-jadi peserta JKN.
4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.

Gambar 2.1. Petunjuk Teknis Penguatan Manajemen Puskesmas Melalui


Pendekatan Keluarga

Definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut di atas adalah


sebagai berikut:
a. Keluarga mengikuti program KB adalah jika keluarga merupakan
pasangan usia subur, suami atau isteri atau keduanya, terdaftar secara
resmi sebagai peserta atau akseptor KB dan atau menggunakan alat
kontrasepsi
b. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan adalah jika di keluarga
terdapat ibu pasca bersalin (usia bayi 0-11 bulan) dan persalinan ibu
tersebut, dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit,
Puskesmas, Klinik, bidan praktek swasta).
c. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap adalah jika di keluarga terdapat
bayi (usia 12-23 bulan), bayi tersebut telah mendapatkan imunisasi HB0,
BCG, DPT-HB1, DPT-HB2, DPT-HB3, Polio1, Polio2, Polio3, Polio4,
Campak.
d. Bayi mendapat ASI eksklusif adalah jika di keluarga terdapat bayi usia 7
– 23 bulan dan bayi tersebut selama 6 bulan (usia 0-6 bulan) hanya diberi
ASI saja (ASI eksklusif).
e. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan adalah jika di keluarga
terdapat balita (usia 2–59 Bulan 29 hari) dan bulan yang lalu ditimbang
berat badannya di Posyandu atau fasilitas kesehatan lainnya dan dicatat
pada KMS atau buku KIA.
f. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
adalah jika di keluarga terdapat anggota keluarga berusia ≥15 tahun yang
menderita batuk dan sudah 2 minggu berturut-turut belum sembuh atau
didiagnogsis sebagai penderita tuberkulosis (TB) paru dan penderita
tersebut berobat sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan.
g. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur adalah jika di
dalam keluarga terdapat anggota keluarga berusia ≥15 tahun yang
didiagnogsis sebagai penderita tekanan darah tinggi (Hipertensi) dan
berobat teratur sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan
h. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan adalah jika di keluarga terdapat anggota keluarga yang
menderita gangguan jiwa berat dan penderita tersebut tidak ditelantarkan
atau dipasung serta diupayakan kesembuhannya.
i. Anggota keluarga tidak ada yang merokok adalah jika tidak ada seorang
pun dari anggota keluarga tersebut yang sering atau kadang-kadang
menghisap rokok atau produk lain dari tembakau. Termasuk di sini
adalah jika anggota keluarga tidak pernah atau sudah berhenti dari
kebiasaan menghisap rokok atau produk lain dari tembakau.
j. Keluarga sudah menjadi anggota JKN adalah jika seluruh anggota
keluarga tersebut memiliki kartu keanggotaan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau kartu kepesertaan asuransi
kesehatan lainnya.
k. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih adalah jika keluarga
tersebut memiliki akses dan menggunakan air leding PDAM atau sumur
pompa, atau sumur gali, atau mata air terlindung untuk keperluan sehari-
hari.
l. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat adalah jika
keluarga tersebut memiliki akses dan menggunakan sarana untuk buang
air besar berupa kloset leher angsa atau kloset plengsengan.

2.5 Langkah-langkah perencanaan


Perencanaan adalah proses untuk mengantisipasi peristiwa di masa
yang akan datang dan menentukan strategi (cara, tindakan adaptif) untuk
mencapai tujuan organisasi di masa mendatang (Supriyanto, 2003).
Sedangkan perencanaan dalam bidang kesehatan adalah proses untuk
merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang
paling pokok dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan tersebut (Muninjaya, 1999).
Sebagai suatu proses, perencanaan mempunyai beberapa empat
langkah. Ada empat langkah penting yang perlu dilakukan pada setiap
menjalankan fungsi perencanaan yaitu :
1. Analisis situasi
Langkah ini bertujuan untuk mencari data atau fakta yang setelah diolah
dan dianalisis akan menjadi informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan
rencana sebuah program kesehatan. Langkah analisis situasi sebenarnya
juga menganalisis semua potensi dan kendala yang dimiliki dan dihadapi
oleh organisasi dalam rangka pengembangan kegiatan program.
Manfaatkan semaksimal mungkin potensi yang ada dan mewaspadai
kendala yang mungkin akan mengganggu pelaksanaan kegiatan program.
Dalam analisis situasi terdapat beberapa langkah penting yaitu
pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan analisa data
(identifikasi masalah) (Supriyanto,1999).
Langkah-langkah dalam analisis situasi antara lain:
a. Pengumpulan data
Salah satu cara kerangka acuan yang dapat digunakan adalah konsep
Blum yang menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan yaitu: faktor keturunan (Genetic Factors), faktor
pelayanan kesehatan (Health Service Factors), faktor pola hidup atau
perilaku (Behavior Factors), dan faktor lingkungan (Environment
Factors). Sumber data yang dapat digunakan antara lain :
1) Data primer, yaitu hasil pemeriksaan atau wawancara langsung
dengan masyarakat.
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari laporan Puskesmas
dan Profil Kelurahan atau Kecamatan

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara;


1) Studi dokumentasi, dengan menggunakan data dari laporan yang
ada seperti laporan/profil Puskesmas, laporan di desa/kelurahan
atau kecamatan.
2) Wawancara (interview), dapat dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, pencatatan data (langsung, ingatan, dengan alat
recording), pencatatan dengan field rating dan pencatatan dengan
field coding dan secara lisan dari responden, atau bercakap-cakap
berhadapan muka dengan responden tersebut.
3) Observasi (pengamatan), dilakukan dengan melihat dan mencatat
taraf aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah
kesehatan masyarakat. Alat bantu yang dapat digunakan antara
lain check list, rating scale, daftar riwayat kelakuan, dan alat
elektronik.
b. Pengolahan data
1) Menyusun data yang tersedia sedemikian rupa sehingga jelas sifat-
sifat yang dimilikinya
2) Cara pengolahan data ada 3 yaitu cara manual, cara mekanikal dan
cara elektrikal
c. Penyajian data
Cara penyajian data antara lain:
1) Bentuk teks (tekstular)
2) Bentuk tabel (tabular)
3) Bentuk grafik (grafikal)
2. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan penyebab masalah kesehatan
Terbatasnya sumber daya dan kemampuan organisasi, serta kompleksnya
permasalahan yang dihadapi, mengharuskan para manajer untuk
menetapkan prioritas masalah yang perlu dipecahkan. Supriyanto (1999)
memperkenalkan enam langkah penting untuk identifikasi masalah
kesehatan di masyarakat sebagai berikut:
a. Apa masalah kesehatan yang sedang dihadapi (what kind of health
problem)
b. Apa faktor-faktor penyebabnya (why the problem exist)
c. Kapan masalah tersebut timbul (when the problem is happen)
d. Siapa/kelompok masyarakat yang mana yang paling banyak
menderita, dimana kejadiannya yang terbanyak (who is most affected
by the problem and where)
e. Apa kemungkinan dampak (akibat) yang muncul apabila masalah
kesehatan tersebut tidak terpecahkan (what kind of impact will be
happen)
f. Apa upaya program untuk mengatasi masalah tersebut (what is the
plan of action should be done).
Menurut Supriyanto (1999) terdapat beberapa metode dan teknik
pengenalan masalah yang dapat digunakan, salah satunya adalah :
a. Pendekatan system atau unsur organisasi
Input Proses Output Outcome Impact

Gambar 2.3 Bagan Pendekatan sistem/unsur organisasi


Sumber : Supriyanto 1999

Input : Sumber daya yang dimiliki puskesmas yang meliputi


tenaga, sarana, biaya, obat, waktu, teknologi, sasaran,
target, petunjuk pelaksanaan, dan informasi yang terkait
dengan faktor pelayanan.
Proses : Kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
meliputi pengorganisasian tenaga, penggunaan peralatan
dan pemakaian bahan-bahan, pemantauan wilayah
setempat (PWS), bimbingan teknis, penyuluhan
kesehatan, kegiatan imunisasi, pengobatan dan
pendistribusian sumber daya lainnya
Output : Hasil langsung dari proses kegiatan yang telah
dilaksanakan, yang dinyatakan dalam satuan jumlah dan
kualitas per satuan waktu (hasil kegiatan = kunjungan,
frekuensi kontak, frekuensi penyuluhan hasil, hasil
cakupan passive dan active case finding)
Outcome: Hasil tidak langsung yang ingin dicapai mengenai
perubahan sikap maupun tingkah laku. Efek dibedakan
atas primary changes (pengetahuan dan efektif) dan
behavior changes (psikomotor atau perilaku) dan hasil
lanjut atau efek lanjutan dari output
Impact : Hasil akhir yang dicapai dalam tujuan pelayanan
puskesmas dan rumah sakit yaitu meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat. Indikator dampak adalah angka
kematian (IMR, MMR), menurunnya gangguan atau
masalah gizi (defisiensi vitamin A, anemia zat besi,
gondok, dan kurang kalori protein) dan menurunnya
angka kesakitan. Dampak merupakan tujuan jangka
panjang yang dapat ditemukan di masyarakat

b. Pendekatan tulang ikan (fishbone)

MASALAH

Gambar 2.3 Diagram Pendekatan tulang ikan (fish bone)


Sumber : Supriyanto 1999
Pendekatan tulang ikan dilakukan dengan menentukan masalah
terlebih dahulu kemudian mengelompokkan penyebab masalah
menjadi sebab langsung dan sebab tidak langsung (sebab dari sebab).
Selanjutnya mengelompokkan akibat menjadi akibat langsung dan
akibat tidak langsung (akibat dari akibat) (Supriyanto, 2003).

3. Menetapkan prioritas masalah kesehatan


Masalah yang telah di identifikasi perlu ditentukan menurut urutan
(prioritas masalah). Ada beberapa asas dalam menetapkan urutan
masalah, antara lain :
a. Pendekatan logis/rasional dengan melihat adanya kesenjangan antara
yang terjadi dan tujuan program
b. Masalah sebaiknya dinyatakan secara kuantitatif (dapat diukur dan
dihitung). Kesenjangan dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif
berdasarkan dimensi waktu (Supriyanto, 2003).
Supriyanto (1999) menyebutkan bahwa terdapat beberapa teknik yang
dapat digunakan dalam penetapan prioritas masalah, diantanya yaitu
Nominal Group Technique (NGT)/Delbecq Technique, skoring (Multiple
Criteria Utility Assessment/MCUA), ranking, Focus Group Discusion
(FGD) dan Hanlon. Dari beberapa teknik penentuan prioritas masalah
dapat dijelaskan sebagai berikut yang kami gunakan untuk menentukan
prioritas di PBL II:

a. Metode skoring
Metode skoring menggunakan beberapa kriteria pengukuran
sehingga disebut sebagai metode Multiple Criteria Utility
Assement. Langkah-langkah metode skoring :
1) Penetapan tujuan
Tujuan dalam metode skoring lebih dipusatkan pada sasaran
yang dapat diukur atau target. Sasaran dapat diukur dalam
satuan jumlah dan dalam satuan waktu tertentu (dalam satu
tahun).
2) Penetapan kriteria
Kriteria adalah refleksi atau penjabaran indikator yang
digunakan untuk mengukur adanya masalah. Masalah adalah
adanya kesenjangan antara kenyataan (hasil rencana) dengan
tujuan normative (rencana). Kriteria ini dianjurkan apabila data
atau informasi masalah bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Apabila data atau informasi sudah kuantitatif maka kriteria
tidak diperlukan dan langsung pada penghitungan menurut
besarnya masalah. Kriteria yang perlu dipertimbangkan
didalam penentuan prioritas dengan metode skoring, antara
lain:
a) Prevalensi masalah
Kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Besarnya
masalah dikaitkan dengan tingkat status kesehatan
masyarakat yaitu besarnya angka kesakitan (morbiditas),
angka kematian (mortalitas) dan angka kelumpuhan
(disabilitas) pada suatu saat tertentu. Prevalensi masalah
lebih ditekankan pada besarnya angka kesakitan di
masyarakat.
b) Kegawatan
Kegawatan atau emergency atau tingkat bahaya
menunjukkan adanya wabah, penyakit-penyakit yang
serius, penyakit yang menyerang golongan umur/seks
tertentu. Kegawatan diukur atas pengaruhnya terhadap
individu dan lingkungan yang umumnya dikaitkan dengan
mati hidupnya seseorang. Case Fatality Rate (CFR) adalah
indikator untuk emergency
c) Expanding scope
Kriteria ini mempertimbangkan adanya meluasnya atau
menyebarnya masalah di masa mendatang baik menurut
jumlah maupun tempat.
d) Perhatian masyarakat
Ditujukan pada pengetahuan, sikap dan keterlibatan emosi
masyarakat terhadap masalah dan urgensinya menurut
mereka untuk segera dipecahkan. Partisipasi masyarakat
dalam keterlibatan penyelesaian masalah adalah contoh
perhatian masyarakat yang positif.
e) Kelayakan administrasi
Kelayakan administrasi atau feasibilitas atau kemungkinan
suatu masalah layak atau dapat ditanggulangi/dipecahkan
ditentukan oleh pertimbangan beberapa faktor, antara lain:
(1) Adanya cara atau tekhnologi pemecahannya (technical
feasibility)
(2) Adanya sumber daya khususnya manusia yang bisa
menyelesaikan masalah (administrative feasibility)
(3) Adanya sumber pembiayaan untuk program (financial
feasibility)
(4) Externality adalah adanya manfaat program bagi
lingkungan atau program lain yang lebih besar
f) Pollitical will
Kriteria ini dikaitkan dengan sikap penguasa setempat
terhadap masalah yang dihadapi. Bila program
penanggulangan masalah tersebut akan mendapat dukungan
dari para pengambil keputusan, maka masalah yang dibahas
akan mendapat prioritas. Pollitical will dalam penentuan
prioritas sangat menentukan dan dominan. Karena itu
sebaiknya kriteria ini dihindarkan saja
3) Penetapan bobot kriteria atau skor nilai
Bobot menggambarkan derajat kepentingan kriteria. Umumnya
masing-masing kriteria pada metode skoring bobotnya sama.
Bila bobot kriteria dipertimbangkan, maka hasil akhir nilai
merupakan perkalian bobot x nilai.
4) Inventarisasi masalah atau alternative pemecahan
Inventarisasi masalah adalah daftar masalah yang telah di
identifikasi pada analisis situasi. Untuk menyusun prioritas
masalah maka buat matrik antara masalah dan kriteria yang
digunakan.
5) Penetapan skor (skoring)
Setiap masalah dalam kriteria yang ditetapkan harus ditentukan
nilai atau rating. Rating dapat dimulai dari 1 sampai 5. Rating
kriteria untuk suatu masalah :
5 artinya memberikan konstribusi sangat besar pada timbulnya
masalah
4 artinya memberikan konstribusi besar pada timbulnya
masalah
3 artinya memberikan konstribusi cukup pada timbulnya
masalah
2 artinya memberikan konstribusi kurang pada timbulnya
masalah
1 artinya tidak ada konstribusi pada timbulnya masalah
6) Matriks keputusan
Keputusan didasarkan pada nilai komposit atau pertalian atau
penjumlahan nilai kriteria. Nilai komposit terbesar diberi urutan
pertama. Demikian untuk selanjutnya.
7) Keputusan final (prioritas)
Keputusan final umumnya mengacu pada prioritas pemecahan
masalah, karena faktor tenaga, dana, tekhnologi merupakan
kriteria apakah bisa dilaksanakan program tersebut atau di
bawah kendali pemegang program.
b. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah sebuah teknik
pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian
kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut
pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk
mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil
diskusi yang terpusat pada satu permasalahan tertentu. FGD juga
dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari
seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
Didalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak
yang dipandang dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap
persoalan yang didiskusikan. Namun karena kapasitas merupakan
pertimbangan kualitas diskusi, maka peneliti juga harus
mempertimbangkan siapa saja yang akan menjadi peserta FGD,
siapa pula narasumber. Pertimbangan menentukan siapa saja yang
akan dalam FGD berkaitan dengan beberapa hal; (a) keahlian atau
kepakaran seseorang dalam kasus yang akan didiskusikan; (b)
pengalaman praktis dan kepedulian terhadap fokus masalah; (c)
” pribadi terlibat” dalam fokus masalah; (d) tokoh otoritas
terhadap kasus yang didiskusikan; (e) masyarakat awam yang
tidak tahu menahu dengan masalah tersebut namun ikut merasakan
persoalan sebenarnya.
Pelaksanaan diskusi dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi
dan juga bisa dibantu oleh sekretaris yang akan mencatat jalannya
diskusi. Namun bisa saja pimpinan diskusi mencatat sendiri
jalannya diskusi. Pada awal diskusi pimpinan diskusi
mengarahkan fokus dan jalannya diskusi serta hal-hal yang akan
dicapai pada akhir diskusi. Peserta benar-benar dihadapkan
dengan satu fokus persoalan yang sedang dihadapi dan dibahas
bersama. Sasaran diskusi dapat dirumuskan sendiri oleh pimpinan
diskusi agar peserta melakukan diskusi secara terfokus. Dan pada
saat diskusi berlangsung, pimpinan diskusi selain menjadi
katalisator, ia selalu menjaga dinamika diskusi agar diskusi
berjalan dengan lancar.
Bahan diskusi dicatat dalam transkrip yang lengkap, semua
percakapan dicatat sebagaimana adanya, termasuk komentar
peserta kepada peserta lain, dan kejadian-kejadian khusus saat
diskusi. Transkrip FGD dibuat berdasarkan kronologis
pembicaraan agar memudahkan analisis (Bungin, 2005)
4. Menyusun rencana program
Langkah-langkah penyusunan rencana program:
a. Menetapkan program
Penetapan program (programming) adalah suatu upaya menetapkan
rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan, yang juga merupakan ciri
perencanaan. Tetapi penetapan program bukan perencanaan karena
rangkaian kegiatan yang disusun dapat dilakukan tidak dari tahap
awal (Azwar, 1996).
b. Menentukan tujuan program
Kriteria penentuan sebuah tujuan harus SMART yaitu, Spesific (jelas
sasarannya dan mudah dipahami oleh staf pelaksana), Measurable
(dapat diukur kemajuannya), Appropiate (sesuai dengan strategi
nasional, tujuan program dan visi/misi institusi dan sebagainya),
Realistic (dapat dilaksanakan sesuai dengan kapasitas organisasi yang
tersedia), Time bound (sumber daya dapat dialokasikan dan kegiatan
dapat direncanakan untuk mencapai tujuan program sesuai dengan
target waktu yang telah ditetapkan) (Muninjaya, 2004)
c. Menentukan sasaran (target group) program
Lazimnya pada setiap program kesehatan ditemukan adanya
kelompok sasaran (target group) yakni kepada siapa program
kesehatan tersebut ditujukan. Kelompok sasaran tersebut banyak
macamnya, jika disederhanakan dapat dibedakan atas dua macam:
1) Kelompok sasaran langsung, yaitu anggota masyarakat yang
memanfaatkan langsung program kesehatan.
2) Kelompok sasaran tidak langsung, yaitu kelompok sasaran antara.
Dalam program kesehatan, peranan kelompok sasaran antara
banyak ditemukan. (Azwar, 1996)
d. Menentukan rencana kegiatan program
Sebuah rencana kegiatan program yang baik harus dilengkapi dengan
berbagai informasi yakni 5W (what, who, why, where dan when)
dan 1H (how). Yaitu:
1) Why, merupakan alasan utama disusunnya program ini. Latar
belakang penyusunan rencana kegiatan adalah masalah utama
yang akan dipecahkan, dituangkan dalam bentuk tujuan yang
ingin dicapai, berisi penjelasan terhadap pertanyaan mengapa
kegiatan program penting dilaksanakan
2) What, merupakan tujuan program atau hasil yang ingin dicapai.
Dalam program harus jelas ada target yang dipakai. Target ini
dapat dipakai oleh manajer program untuk mengukur
keberhasilan program
3) Who, merupakan penanggung jawab dan staf yang akan
melaksanakan rencana kegiatan tersebut. Pada bagian ini perlu
ada penjelasan tentang jumlah dan jenis kualifikasi staf (jenis
ketrampilannya) yang perlu dimiliki oleh staf pelaksana
4) Where, merupakan penjelasan tentang tempat kegiatan program
dilaksanakan. Hal ini penting untuk dijelaskan transport, dana,
dan jenis komunikasi yang dibuttuhkan untuk mendukung
kegiatan program
5) When, merupakan penjelasan tentang kapan dimulai dan kapan
berakhirnya kegiatan program. Untuk kegiatan tahunan, fase
kegiatannya dibagi dalam bulan. Kegiatan bulanan dibagi ke
dalam fase mingguan atau harian
6) How, merupakan langkah-langkah praktis yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan program termasuk bagaimana mengatasi
berbagai hambatan dan kendala yang mungkin muncul selama
kegiatan berlangsung.
e. Menyusun rencana pelaksanaan program
Berisi kegiatan atau aktivitas, sarana, dana, tenaga yang dibutuhkan,
jadwal waktu, pembagian tugas, tanggung jawab para pelaksana
(Muninjaya, 2004)
f. Menetapkan kriteria evaluasi program
Ada 4 kriteria evaluasi yang dapat digunakan, yaitu:
1) Evaluasi masukan (input) yaitu evaluasi yang menyangkut
pemanfaatan berbagai sumber daya baik sumber dana, tenaga dan
sumber sarana.
2) Evaluasi proses lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program,
apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak
3) Evaluasi keluaran (output) adalah evaluasi terhadap hasil yang
dicapai dari dilaksanakannya suatu program
4) Evaluasi dampak mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari
dilaksanakannya suatu program (Azwar,1996).
2.6 Tahapan menentukan diagnosis
1. Identifikasi masalah
Dalam mengidentifikasikan permasalahan terkait PIS-PK yang ada di
masyarakat harus didasarkan pada data, fakta, informasi, baik secara
langsung (dengan data primer) maupun tidak langsung (menggunakan data
sekunder). Hal pertama kali yang dilakukan dalam mengidentifikasikan
masalah kesehatan di Pamulang adalah dengan mencari data sekunder di
Puskesmas Pamulang (berupa : profil PKM, Laporan bulanan PKM,
Laporan PKM terkait PIS-PK, Laporan tentang sepuluh besar penyakit).
Setelah data sekunder didapatkan. Kemudian dicocokkan dengan data
primer yang didapatkan dari wawancara terhadap Key person (Ketua RT,
RW, kader, bidan dan petugas puskesmas) guna meyakinkan bahwa
masalah tersebut sampai sekarang masih menjadi permasalahan di
masyarakat. Tujuan wawancara dengan Key person adalah untuk
melakukan konfirmasi mengenai banyaknya, kegawatannya, distribusinya
(orang, tempat, dan waktu) dan penyakit yang telah terdaftar pada data
sekunder.

2. Prioritas masalah
Data sekunder yang telah dicocokkan dengan wawancara Key person
(data primer) kemudian dianalisis kembali agar mendapatkan masalah
yang benar-benar dirasakan masyarakat, sehingga nantinya dapat diambil
suatu tindakan tepat.
Dari masalah kesehatan yang telah didiskusikan selanjutnya dipilih 3
besar masalah kesehatan yang banyak dirasakan masyarakat yang ada
didua Kecamatan Pamulang. Selanjutnya dari 3 masalah kesehatan
tersebut diprioritaskan lagi menjadi 1 masalah dengan mempertimbangkan
aspek-aspek kegawatan masalah, besarnya masalah, luasnya distribusi
penyakit, kecepatan penyebaran dan lain sebagainya dengan menggunakan
tabel MCUA.
Dalam menganalisis prioritas masalah kesehatan tersebut
digunakanlah metode Multiple Criteria Utility Assessment (MCUA). Tata
cara penggunaan Matriks MCUA dalam penentuan prioritas masalah,
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menetapkan kriteria
Yang dimaksud dengan kriteria adalah sesuatu hal yang dianggap
sebagai akibat atau pengaruh yang sangat signifikan dan spesifik dari
suatu masalah terhadap masyarakat sehingga dapat membedakan
masalah. Kriteria yang digunakan antara lain kegawatan masalah,
besarnya masalah, trend (kecenderungan)
b. Melakukan pembobotan kriteria
Merupakan pemberian kisaran bobot (nilai) terhadap masing-masing
yang ada. Kriteria ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
Nilai (bobot) yang disepakati adalah untuk kegawatan masalah diberi
bobot 4, gawat diberi skor 3, cukup gawat diberi 2, dan kurang atau
tidak gawat 1. Kita berikan empat kecenderungan pemilihan angka
yang berada ditengah, misalnya kalau rangenya 1 sampai 3, orang
cenderung memilih angka 2 dibanding angka 1 atau angka 3.
c. Memberikan skor masing-masing kriteria terhadap masing-masing
masalah
Artinya estimasi berapa besarnya pengaruh masalah terhadap masing-
masing kriteria. Dalam pemberian skor setiap anggota kelompok
memberikan skor secara subjektif dan selanjutnya jumlah semua skor
dibagi banyaknya jumlah anggota dalam kelompok. Jika pengaruh
kriteria besar maka skornya juga diberikan besar, dan jika kriteria kecil
maka diberi skor kecil. Hasil skor yang telah dibagi dengan jumlah
anggota tiap bagian.
d. Mengalikan nilai skor dengan bobot
Masing-masing masalah yang dikalikan dengan bobot untuk tiap-tiap
kriteria kemudian dijumlahkan dengan hasil perkalian tersebut.
3. Kerangka akar faktor resiko
Masalah kesehatan terkait denga 12 indikator program PIS-PK telah
didapatkan yaitu kurangnya masyarakat yang mengikuti keluarga
berencana, namun faktor resiko dari kurang minatnya masyarakat dalam
keikutsertaan keluarga berencana tersebut belum dikertahui. Faktor-faktor
resiko dapat berdiri sendiri dalam mempengaruhi kejadian suatu masalah
kesehatan atau faktor tersebut saling tekait sehingga menimbulkan
permasa;ahan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan proses penelusuran
akar faktor resiko masalah dengan cara sistematis dan berdasarkan teori,
data atau fakta atau pikiran yang logis berdasarkan teori
4. Identifikasi faktor resiko masalah
5. Alternatif penyelesaian masalah
Untuk penanggulangan dan pencegahan masalah kesehatan terkait
program PIS-PK di Pamulang, maka perlu adanya alternatif penyelesaian
masalah kesehatan tersebut dengan mempertimbangkan kondisi yang ada
di masyarakat atau di lapangan. Disamping itu, dalam memberikan
alternatif penyelesaian masalah perlu melibatkan pihak lain yang terkait
seperti puskesmas, pemerintahan daerah maupun desa sesuai kebijakan,
relevansi program, ketersediaan sumber daya, yang kemudian untuk
diterapkan sehingga diharapkan penyelesaian masalah yang diberikan telah
memenuhi kebutuhan dari berbagai pihak. Metoda yang digunakan untuk
mengidentifikasi alternatif penyelesaian masalah adalah dengan cara
brainstroming. Selanjutnya dianaliasis menggunakan Multiple Criteria
Utility Assessment (MCUA).
Penggunaan metode Multiple Criteria Utility Assessment (MCUA)
adalah berupa sebuah tabel yang berisi (pada beris atau horizontal) bersisi
kriteria dan jumlah total untuk memprioritaskan masalah kesehatan
berdasarkan tiga prioritas yang telah didapat, sedangkan kolom atau
vertikal berisi nilai, bobot, jenis penyakit serta kolom dikalikan bobot.
Keputusan mendapatkan prioritas utama permasalahan terkait dengan 12
indikator program PIS-PK dengan melihat hasil total penjumlahan (SxB)
yang paling banyak.
2.7 Keluarga berencana
Keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan
kemandulan dan penjarangan kehamilan, atau salah satu usaha untuk
membantu keluarga termasuk individu merencanakan kehidupan berkeluarga
dengan baik sehingga dapat mencapai keluarga berkualitas.
Keluarga berencana merupakan program yang telah lama ada di
Indonesia serta merupakan salah satu indikator dari PIS-PK. Program KB
difokuskan untuk mereka para pasangan suami istri yang masih dalam usia
subur. Sebelumnya pelayanan KB merupakan salah satu target yang harus
dicapai dalam tujuan MDGs.
Manfaat keluarga berencana :
1. Perbaikan kesehatan badan ibu
2. Adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak, beristirahat, dan
menikmati waktu luang serta melakukan kegiatan-kegiatan lain
3. Perkembangan fisik, mental dan social anak lebih sempurna
4. Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik

Manfaat kontrasepsi :
1. Efektivitas tinggi
2. Tidak mengganggu senggama
3. Tidak ada efek samping secara sistemik
4. Tidak perlu obat atau alat
5. Tanpa biaya

Cara pemakaian :
1. Bayi disusui menurut kebutuhan bayi (ngeksel).
2. Biarkan bayi menghisap sampai melepaskan sendiri hisapannya.
3. Susui bayi anda juga pada malam hari, karena menyusu pada waktu
malam membantu mempertahankan kecukupan kebutuhan ASI.
4. Bayi terus disusukan walau ibu atau bayi sedang sakit.
5. Ketika mendapat haid pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera
mulai metode KB lainnya.

Macam alat kontrasepsi:


1. Pil
Pil kb adalah alat kontrasepsi pencegah kehamilan atau pencegah
konsepsi yang digunakan dengan cara oral atau kontrasepsi oral. Pil kb
merupakan jenis kontrasepsi yang banyak di gunakan karena relatif mudah
di dapat dan harganya yang murah.
Pil kb atau oral contraceptives pill merupakan alat kontrasepsi
hormonal yang berupa obat dalam bentuk pil yang dimasukkan melalui
mulut (diminum), berisi hormon estrogen dan atau progesteron. bertujuan
untuk mengendalikan kelahiran atau mencegah kehamilan dengan
menghambat pelepasan sel telur dari ovarium setiap bulannya. Pil KB akan
efektif dan aman apabila digunakan secara benar dan konsisten.
Pil kombinasi atau combination oral contraceptive pill yaitu Pil KB
yang mengandung estrogen dan progesteron dan diminum sehari sekali.
Estrogen dalam pil oral kombinasi, terdiri dari etinil estradiol dan
mestranol. Dosis etinil estradiol 30-35 mcq. Dosis estrogen 35 mcq sama
efektifnya dengan estrogen 50 mcq dalam mencegah kehamilan. Progestin
dalam pil oral kombinasi, terdiri dari noretindron, etindiol diasetat ,
linestrenol, noretinodel, norgestrel, levonogestrel, desogestrel dan
gestoden. Terdiri dari 21-22 pil KB/kontrasepsi oral dan setiap pilnya
berisi derivat estrogen dan progestin dosis kecil, untuk pengunaan satu
siklus. Pil KB/kontrasepsi oral pertama mulai diminum pada hari pertama
perdarahan haid, selanjutnya setiap pil hari 1 pil selama 21-22 hari.
Umumnya setelah 2-3 hari sesudah pil KB/kontrasepsi oral terakhir
diminum, akan timbul perdarahan haid, yang sebenarnya merupakan
perdarahan putus obat. Penggunaan pada siklus selanjutnya, sama seperti
siklus sebelumnya, yaitu pil pertama ditelan pada hari pertama perdarahan
haid. Pil oral kombinasi mempunyai 2 kemasan, yaitu :
a. Kemasan 28 hari
Terdiri dari 7 pil (digunakan selama minggu terakhir pada setiap
siklus) tidak mengandung hormon wanita. Sebagai gantinya adalah zat
besi atau zat inert. Pil-pil ini membantu pasien untuk membiasakan diri
minum pil setiap hari.
b. Kemasan 21 hari
Seluruh pil dalam kemasan ini mengandung hormon. Interval 7 hari
tanpa pil akan menyelesaikan 1 kemasan (mendahului permulaan
kemasan baru) pasien mungkin akan mengalami haid selama 7 hari
tersebut tetapi pasien harus memulai siklus pil barunya pada hari ke-7
setelah menyelesaikan siklus sebelumnya walaupun haid datang atau
tidak. Jika pasien merasa mungkin hamil, ia harus memeriksakan diri.
Jika pasien yakin ia minum pil dengan benar, pasien dapat mengulangi
pil tersebut sesuai jadwal walaupun haid tidak terjadi.

Pil oral tipe seksuensial dibuat seperti urutan hormon yang


dikeluarkan ovariun pada tiap siklus. Maka berdasarkan urutan hormon
tersebut, estrogen hanya diberikan selama 14-16 hari pertama diikuti oleh
kombinasi progestron dan estrogen selama 5-7 hari terakhir. Terdiri dari
14-15 pil KB/kontrasepsi oral yang berisi derivat estrogen dan 7 pil
berikutnya berisi kombinasi estrogen dan progestin. Cara penggunaannya
sama dengan tipe kombinasi. Efektivitasnya sedikit lebih rendah dan lebih
sering menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Pil kontrasepsi oral tipe pil mini kadang-kadang disebut pil masa
menyusui. Pil mini yaitu pil KB yang hanya mengandung progesteron saja
dan diminum sehari sekali. Berisi derivat progestin, noretindron atau
norgestrel, dosis kecil, terdiri dari 21-22 pil. Cara pemakaiannya sama
dengan cara tipe kombinasi. Dosis progestin dalam pil mini lebih rendah
daripada pil kombinasi. Dosis progestin yang digunakan adalah 0,5 mg
atau kurang. Karena dosisnya kecil maka pil mini diminum setiap hari
pada waktu yang sama selama siklus haid bahkan selama haid. Contoh pil
mini, yaitu:
a. Micrinor, NOR-QD, noriday, norod menganddung 0,35 mg
noretindron.
b. Microval, noregeston, microlut mengandunng 0,03 mg levonogestrol.
c. Ourette, noegest mengandung 0,5 mg norgeestrel.
d. Exluton mengandung 0,5 mg linestrenol.
e. Femulen mengandung 0,5 mg etinodial diassetat
Pil kontrasepsi oral tipe pil pascasanggama (morning after pill)
merupakan pil yang mengandung hormon estrogen dosis tinggi yang hanya
diberikan untuk keadaan darurat saja, seperti kasus pemerkosaan dan
kondom bocor. Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam
waktu kurang dari 72 jam pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut.
Once a moth pil yaitu pil hormon yang mengandung estrogen yang
”long acting” yaitu pil yang diberikan untuk wanita yang mempunyai
Biological Half Life panjang. Jenis kontrasepsi oral yang lain dan sudah
tersedia, namun masih terbatas antara lain:
a. Mifepristone, yaitu alat kontrasepsi oral harian yang mengandung anti
progesteron yang digunakan dalam uji klinis penelitian
b. Ormeloxifene (centchroman), yaitu alat kontrasepsi oral yang berupa
modulator reseptor estrogen yang digunakan 1-2 kali per minggu dan
hanya tersedia di India.
Cara kerja pil kontrasepsi:
a. Menekan ovulasi
b. Mencegah implantasi
c. Lendir servik mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma
d. Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan
sendirinya akan terganggu pula.
e. Mengubah kepekaan indung telur terhadap rangsangan gonadotropin.
Intruksi kepada klien:
a. Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang sama
setiap hari
b. Pil pertama dimulai pada pertama sampai hari ke 7 siklus haid
c. Sangat di anjurkan penggunaannya pada hari pertama haid
d. Beberapa paket pil mempunyai 28 pil atau 21 pil. Bila paket 28 pil
habis sebaiknya mulai minum pil dari paket yang baru. Bila paket 21
pil habis sebaiknya tunggu 1 Mgg baru kemudian mulai minum pil dari
peket yang baru
e. Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah minum pil, ambil pil yang lain
atau menggunakan kontrasepsi lain
f. Bila terjadi muntah hebat atau diare > 24 jam, apabila tidak keadaan
dapat diteruskan
g. Bila muntah /diare > 2 hari atau lebih. Penggunaan pil mengikuti cara
menggunakan pil lupa
h. Bila lupa pil (1 – 21) . sebaiknya minum pil tersebut segera. Setelah
ingat walaupun harus minum 2 pil pada hari yang sama dan bila 2 pil
atau lebih sebaiknya 2 pil setiap hari sampai sesuai sekedul yang
ditetapkan
i. Bila lupa tidak perlu menggunakan kontrasepsi lain. Jika tidak
melakukan hubungan seksual
j. Bila tidak haid, perlu segera ke klinik untuk tes kehamilan
2. Suntik progestin
Suntik progestin merupakan metode kontrasepsi yang hanya
mengandung progestin. Metode suntikan progestin sangat efektif, aman,
dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi. Saat ini yang
banyak ditemukan di pasaran dan banyak di gunakan adalah depo
medroksiprogesteron asetat (DMPA) yang mengandung 150 mg DMPA,
yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara di suntik di daerah bokong.
Dari metode kontrasepsi ini adalah mencegah pembuahan (ovulasi),
mengentalkan lendir leher rahim sehingga menurunkan kemampuan
sperma untuk masuk ke dalam rahim, menjadikan dinding dalam rahim
tipis sehingga hasil pembuahan sulit menempel di rahim serta menghambat
perjalanan hasil pembuahan oleh saluran telur.
Keuntungan dari suntik progestin:
a. Sangat efektif
b. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
c. Dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai pre
menopause
d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
Keterbatasan penggunaan dari suntik progestin:
a. Gangguan siklus haid
b. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya
c. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada
vagina, menurunkan

Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid. Setiap saat selama
siklus haid, asal bunda yakin tidak hamil. Ada bunda yang tidak haid atau
haid tidak teratur, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asal Bunda
tidak hamil tetapi selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan
hubungan seksual terlebih dahulu. Bila ingin mengganti kontrasepsi dari
kontraspesi hormonal lain atau kontrasepsi nonhormonal maka suntikan
progestin dapat dilakukan saat haid atau dapat segera diberikan kapan saja
diluar haid asalkan yakin tidak hamil. Tetapi bila penyuntikan dilakukan
setelah hari ke-7 haid, maka dianjukan tidak melakukan hubungan seksual
selama 7 hari setelah suntikan.
Suntikan progestin diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik di
daerah bokong. Setelah penyuntikan, bunda akan dibantu oleh dokter atau
bidan untuk menentukan tanggal kunjungan ulang. Usahakan untuk tidak
terlambat melakukan kunjungan ulang, karena akan beresiko terjadi
penurunan efektifitas suntikan progestin sehingga ibu kemungkinan dapat
mengalami kehamilan.
Cara pemakaian suntik progestin:
a. Setiap saat selama siklus haid, asal tidak sedang hamil
b. Mulai hari pertama sampai hari ke tujuh siklus haid
c. Selama 7 hari setelah suntikan pertama tidak boleh melakukan
hubungan seksual
d. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara
disuntik IM dalam didaerah pantat. suntikan diberikan setiap 90 hari
3. Implant
Implant atau disebut dengan susuk adalah suatu alat kontrasepsi
bawah kulit yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam
kapsul silastik silicon ( polydimethyl siloxane ) yang berisi hormon
golongan progesteron yang dimasukkan dibawah kulit lengan kiri atas
bagian dalam yang berfungsi untuk mencegah kehamilan hingga jangka
waktu 5 tahun dan adapula yang jangka waktu 3 tahun.
Cara kerja dari implant:
a. Lendir serviks menjadi kental
b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi
c. Mengurangi transportasi sperma
d. Menekan ovulasi

Keuntungan dari impant:


a. Daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
b. Pengembalian tingkat kesuburan cepat setelah pencabutan
c. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
d. Bebas pengaruh esterogen
e. Tiak mengganggu senggama
f. Tidak mengganggu produksi ASI
g. Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan
pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid
berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorhea, atau meningkatnya
jumlah darah haid, serta amenorhea. Timbul keluhan-keluhan seperti:
nyeri kepala, nyeri dada, perasaan mual, pening/ pusing kepala,
peningkatan/ penurunan berat badan. Membutuhkan tindak pembedahan
minor.
Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7, atau 6
minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, pasca keguguran. Bila klien
menggunakan kontrasepsi hormonal atau AKDR dan ingin menggantinya
dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat. Daerah pemasangan
atau insersi pada lengan kiri atas bagian dalam (sub kutan). Daerah insersi
harus tetap kering dan bersih selama 48 jam pertama (untuk mencegah
infeksi pada luka insisi). Balutan penekan tetap ditinggalkan selama 48
jam, sedangkan plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5
hari) Setelah luka sembuh daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci
dengan tekanan wajar. Bila ditenmukan adanya tanda-tanda infeksi seperti
demam peradangan, atau bila ada rasa sakit menetap selama beberapa hari,
segera kembali ke klinik. Setelah masa pemakaian habis, implan harus
segera dilepas.
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
Sangat efektif, reversibel, dan berjangka panjang. Haid menjadi lebih lama
dan lebih banyak Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi Tidak boleh dipakai
oleh wanita yang terpapar Infeksi Menular Seksual Ada beberapa jenis :
CuT-380A, NOVA-T, Lípez Loops.
Cara kerja AKDR:
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi.
b. Mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. Mencegah sperma dan ovum bertemu atau membuat sperma sulit masuk
ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurang kemampuan
sperma untuk fertilisasi
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
Kerugian dari AKDR:
a. Efek samping yang umum terjadi : perubahan siklus haid ( umumnya
pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan ), haid lebih
lama dan banyak, perdarahan spooting antar menstruasi, saat haid lebih
sakit.
b. Komplikasi lain : merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah
pemasangan perforasi dinding uterus, perdarahan berat pada waktu haid
yang memungkinkan penyebab anemia.
c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan.
Cara pemakaian AKDR:
a. Setiap waktu dalam siklus haid, dan dipastikan klien tidak hamil.
b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan ( 4 minggu pasca persalinan ) dan setelah 6
bulan dengan metode MAL.
d. Setelah abortus ( bila tidak ada gejala infeksi )
e. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi
f. AKDR dipasang di dalam rahim.
g. Kembali memeriksakan diri setelah 4-6 minggu setelah pemasangan.
h. Selama bulan pertama pemakaian AKDR, periksa benang secara rutin
terutama setelah haid.
i. Segera kembali ke klinik apabila: tidak dapat meraba benang AKDR,
merasakan bagian yang keras dari AKDR, AKDR terlepas, siklus haid
terganggu atau meleset, terjadi pengeluaran cairan vagina yang
mencurugakan, adanya infeksi.
j. Setelah masa pemakaian habis, AKDR harus segera dilepas

Вам также может понравиться