Вы находитесь на странице: 1из 2

Dokter vs Farmasis???

Dokter dan farmasis. Keduanya adalah profesi di bidang kesehatan. Dokter yang mendiagnosa
penyakit dan farmasis yang meresepkan obat. Tapi pada kenyataannya keduanya sepertinya
berbeda di pandangan masyarakat.

Kalau kuliah ambil kedokteran,pasti akhirnya akan jadi dokter. Kebanyakan anak indonesia
kalau ditanya tentang cita-citanya pasti menjawab ‘ dokter’. Tak jarang pula kita dengar bahwa
dokter adalah cita-cita sejuta umat. Lantas siapa yang jadi pasiennya kalau semua pengen jadi
dokter?

Saat ini, sebagian masyarakat mengagung-agungkan seorang dokter. Seolah-olah hanya dokter
yang jadi kebanggaan mereka. Seakan hanya dokter sebagai profesi di bidang kesehatan.
Dokter,dokter dan dokter. Semuanya kembali ke dokter. Bahkan, pada kemasan obat juga tertera
tulisan ‘ jika sakit berkelanjutan silahkan kunjungi dokter’. Jadi,ujung-ujungnya kembali ke
dokter. Bagi sebagian orang menganggap hanya dokter yang dapat menolongnya saat sakit.
Hanya dokter profesi kesehatan di Indonesia. Hanya dokter yang begitu dihargai oleh
masyarakat. Hanya dokter yang bisa mampu bahagia tujuh turunan. Seakan hanya dokter yang
dipandang dengan dua mata.

Banyak yang menganggap bahwa farmasis hanya bisa jualan obat di apotik. Duduk menunggu
pelanggan, memberikan obat, memberitahukan harga, dan duduk kembali menuggu pelanggan
berikutnya. Apa hanya itu keahlian dari seorang farmasis? Tentu tidak. Kalau hanya itu, semua
orang juga bisa.

Tentunya sebagai seorang farmasis, membantah hal tersebut. Padahal, Farmasis bukan hanya
bisa membuat obat atau jual obat. Itu hanya sebagian kecil dari keahlian dari seorang farmasis
apoteker bukan penjual obat, tapi seorang profesi profesional. Tapi, itulah yang nampaknya
terjadi di kalangan masyarakat. Mereka menganggap apoteker sebagai penjual obat. Mereka tak
pernah memikirkan bagaimana perjuangan seorang farmasis menyelesaikan studinya. Bagaimana
ketelitian,kesabaran, dan ketekunan dalam melakukan percobaan dan pembuatan sediaan-sediaan
obat di laboratorium.

Sebagian orang menganggap farmasi hanya identik dengan obat saja. Padahal, itu tidak benar.
Banyak mungkin yang tidak sadar dari bangun pagi kita sudah menggunakan produk farmasi.
Pada saat bangun tidur,menggosok gigi menggunakan pasta gigi, itu produk farmasi. Sabun
produk farmasi. Makanan kemasan produk farmasi. Alat kosmetik juga produk farmasi dan
masih banyak lagi. Jadi,secara sadar atau tidak sadar kehidupan kita bergantung pada farmasi.

Seharusnya tidak terjadi perbedaan kasta antara dokter dan profesi kesehatan lainnya. Semua
profesi sama dan tentunya ahli di bidangnya masing-masing. Dokter ahli dalam mendiagnosa
penyakit. Farmasis ahli dalam menentukan obat yang cocok untuk pasien. perawat juga ahli
dalam meninjau proses penyembuhan pasien. tapi pada kenyataannya,apa yang terjadi? Dokter
hanya ada beberapa jam di rumah sakit. Setelah itu,kembali ke rumahnya dan membuka
praktiknya. Bukan hanya itu, jika ada pasien yang datang dapat dilihat ada lemari kaca yang
berisi berbagai obat. Orang tentunya bisa bingung ini praktik atau apotik. Seorang farmasis
tentunya merasa tidak adil. Obat adalah wewenang dari seorang farmasis. Kalau masalah
penyakit,yah memang itu keahlian dokter. Seharusnya masing-masing menggeluti pada keahlian
sendiri. Kedua profesi tersebut sebenarnya saling melengkapi. Apa jadinya dokter tanpa ahli
farmasis? Apa jadinya pula farmasis tanpa ada seorang dokter? Keduanya tak mungkin
dipisahkan.

Kini saatnya untuk menciptakan relasi dari seorang dokter dan farmasis agar keduanya
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Seorang dokter dan farmasis seharusnya
bisa bekerja sama dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, akan tercipta pelayanan
kesehatan yang optimal untuk masyarakat indonesia.

https://www.kompasiana.com/alfi2338/dokter-vs-farmasis_54f92f2fa33311fc078b483a

Вам также может понравиться