Вы находитесь на странице: 1из 17

PENDAHULUAN

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi


tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi kelenjar tiroid yang bekerja secara
berlebihan, sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam
darah.9
Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid
yang berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering
dijumpai yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Ciri-ciri tiroidal berupa
goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon
tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,
keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering
disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan
kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan
mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang. Goiter nodular toksik,
lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular
kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves.8
Penggunaan obat-obat antitiroid baik PTU maupun MMI merupakan
pilihan pertama untuk terapi. Sebelum metode lain berupa tiroidektomi dan terapi
radioaktif digunakan. Penatalaksanaan lainnya adalah menggunakan sodium
iodida-131 sebagai Radioactive Iodine (RAI) therapy. Kelebihan terapi ini adalah
cara pemberian yang sederhana, efektif, biayanya terjangkau, dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Karena hal itulah penggunaan RAI sebagai terapi untuk
penyakit Graves menunjutkan kecenderungan meningkat pada beberapa tahun
terakhir.3

1
Kasus Pasien
A. Identitas Pasien:
 Nama : Dg. J
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 32 Tahun
 Alamat : Malino
 Tanggal Pemeriksaan : 1 Agustus 2018

B. Anamnesis
 Keluhan Utama : Benjolan pada leher
 Keluhan Sekarang:
Benjolan pada leher mulai dirasakan sejak ±1 tahun yang lalu. Perubahan
disadari karena tampak leher semakin membesar. Selain keluhan pada
leher, pasien juga mengeluh dada berdebar-debar, mudah lelah saat
beraktivitas, telapak tangan dan kaki berkeringat, mudah berkeringat
terutama pada saat tidur dimalam hari, gemetar, dan gelisah, nafsu makan
meningkat dan mengalami penurunan berat badan, buang air kecil dan
buang air besar lancar.
Riwayat demam (-) dan kejang (-), batuk (-), flu (-), sesak (-), mual (-),
muntah (-).
Riwayat Penyakit sebelumnya:
Belum pernah mengalami hal seperti keluhan sebelumnya
 Riwayat pnyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien
 Riwayat sosial ekonomi: Menengah
 Riwayat kebiasaan dan lingkungan:
Mudah lelah dan berkeringat pada saat beraktivitas

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum:
 Derajat sakit: Sakit sedang

2
 Kesadaran: Compos mentis
 Berat badan: 52 kg
 Tinggi badan: 158 cm
 Tanda vital:
 Tekanan darah: 130/80 mmHg
 Denyut nadi: 124 kali/ menit
 Respirasi: 24 kali/ menit
 Suhu: 37°C
 Kulit: Kulit berwarna sawo matang, ruam (-), turgor baik.
 Kepala: Bentuk normochepal,
- Mata: konjugtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Eksofthalmus (-/-)
- Hidung: rhinorrhea (-)
- Telinga: otorrhea (-)
- Mulut: bibir biasa, tonsil normal.
 Leher:
- Kelenjar limfa: Pembesaran (-)
- Kelenjar tiroid: Pembesaran (+), teraba massa yang dapat digerakkan,
mengikut jika menelan.
 Thoraks:
 Inspeksi: ekspansi dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi: Vocal fremitus simetris, massa (-)
 Perkusi: Lapang paru (sonor)
 Auskultasi: bunyi pernafasan bronkovesiukuler (+), wheezing (-),
rhonki (-)
 Abdomen
 Inspeksi: bentuk perut datar
 Auskultasi: peristaltik usus kesan normal
 Perkusi: timpani
 Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-)
 Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

3
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Fungsi Tiroid Hasil Nilai Rujukan
FT4 34,6 10,6-19,4
TSHs 0,08 0,27-4,7

USG Leher:

Kesan : Struma Difusa Bilateral

E. Resume
Pasien perempuan usia 32 tahun datang dengan keluhan benjolan pada
leher mulai dirasakan sejak ±1 tahun yang lalu. Perubahan disadari karena
tampak leher semakin membesar. Selain keluhan pada leher, pasien juga
mengeluh dada berdebar-debar, mudah lelah saat beraktivitas, telapak
tangan dan kaki berkeringat, mudah berkeringat terutama pada saat tidur
4
dimalam hari, gemetar, dan gelisah, nafsu makan meningkat, dan
mengalami penurunan berat badan, buang air kecil dan buang air besar
lancar
Riwayat demam (-) dan kejang (-), batuk (-), flu (-), sesak (-), mual (-),
muntah (-),
Tanda vital: suhu 37°C, nadi: 124 kali/ menit, respirasi: 28 kali/ menit,
tekanan darah 130/80 mmHg. Pemeriksaan fisik: eksofthalmus (-/-),
pembesaran kelenjar tiroid (+), inspeksi jantung terlihat ictus cordis di SIC
V linea midclavicularis sinistra, dan asukultasi jantung menunjukkan
tachicardia. Hasil pemeriksaan laboratorium memperlihatkan peningkatan
kadar T4 dan penurunan kadar TSH.

F. Diagnosis: Hipertiroid
Diagnosis banding: Goiter nodular toksik, Tiroiditis hashimoto, Anxietas
disorder

G. Terapi:
- Thyrozol 2x1
- Vitamin B Kompleks 2 x 1
- Propanolol 20 mg 2x1

H. Anjuran
Pemeriksaan kadar T3

5
DISKUSI KASUS

Penyakit kelenjar tiroid (kelenjar gondok) termasuk penyakit yang sering


ditemukan di masyarakat. Hipertiroid merupakan salah satu penyebab penyakit
kelenjar tiroid membesar, ini merupakan penyakit hormon yang menempati urutan
kedua terbesar di Indonesia setelah diabetes. Penyakit hipertiroidism merupakan
bentuk tiroktoksikosis yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-
laki. Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah
adanya struma, tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan
sering disertai oftalmopati.10
Penyakit graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada
toleransi imun dengan penyebab yang belum jelas. Adanya autoantibodi yang
bekerja pada reseptor TSH. Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh ini
belum diketahui secara pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan
dalam mekanisme tersebut. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves’
dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya
antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor
Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi. Pada penyakit Graves, limfosit T
mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid
yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap
antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH
didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi
sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibodi. Adanya antibodi didalam sirkulasi
darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit.2
Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid
yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan TSH reseptor (TSH-R).
Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan berat molekul 64 kiloDalton
pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan
dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita
penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen
diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan
6
mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti
DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.5

Patogenesis penyakit Graves5

Onset gejala klinis sering kali tidak disadari oleh penderita, keluarga
penderita, dan bahkan tidak dikenali oleh tenaga kesehatan pada saat pertama kali
berkunjung. Sehingga diagnosis hipertiroid atau penyakit Graves sering
ditegakkan beberapa bulan setelah onset. Seringkali anak-anak dengan penyakit
Graves dirujuk karena bising jantungnya, diare yang berkepanjangan, atau
gangguan pelajaran di sekolahnya, sebelum mereka mendapatkan terapi yang
sesuai untuk hipertiroidnya.7
Pembesaran kelenjar tiroid (goiter), walaupun hampir selalu ada, tetapi
bukanlah hal utama yang menjadi keluhan, bahkan seringkali menjadi hal yang
diluar perhatian keluarga penderita, dikarenakan pembesarannya seringkali ringan.
Kelenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan berbatas tidak tegas (diffuse).7
Terjadinya hiperplasia tiroid itu juga dibarengi oleh pembengkakan
pembuluh darah disekitar bagian tiroid yang mengalami hiperplasia yaitu di arteri

7
carotis externa, dan juga terjadi hipervaskularisasi. Oleh karena itu, saat di
auskultasi didaerah leher terdengar vascular bruit.7

Tanda Klinis Jumlah


Goiter 98-99
Takikardia 82-95
Bising jantung 10-84
Iritable 82-85
Peningkatan pulsasi 77-80
Berkeringat banyak 41-78
Tremor 51-78
Palpitasi 34-76
Intoleransi terhadap panas 27-76
Peningkatan nafsu makan 47-73
Hipertensi 71
Ofthalmophaty 58-71
Peningkatan tinggi badan 7-71
Penurunan berat badan 50-54
Diare 13-48
Gangguan menstruasi 44
Gangguan tidur 22-30
Mudah lelah 5-16
Sakit kepala 15

Terjadinya opthtalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer


cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang
berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata
dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan
inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan
otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Hormon tiroid mempengaruhi hampir
seluruh sistem pada tubuh, termasuk pada pertumbuhan dan perkembangan,
fungsi otot, fungsi Sistem Syaraf Simpatik, Sistem Kardiovaskular dan
metabolisme karbohidrat.5
Gejala yang lainnya adalah peningkatan denyut jantung (Takikardia) dan
mudah berkeringat.
Hipersekresi T3 oleh sel folikel tiroid pada pasien hipertiroid juga mengak
ibatkan peningkatan jumlah reseptor adrenergik. Oleh karena itu, terjadi respon
terhadap reseptor adrenergik berlebih saat hormon T3 dilepaskan ke jaringan. Saat
8
hormon Epinefrin dan Norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan berikatan dengan
reseptor β1, mengakibatkan peningkatan kerja otot jantung, sehingga denyut
jantung meningkat bersamaan dengan meningkatnya cardiac output.10
Terjadinya gejala takikardia yang menyebabkan metabolisme basal
semakin meningkat. Karena metabolisme basal naik dan tertimbunnya panas
tubuh yang semakin lama semakin berlebih, maka terjadi intoleransi terhadap
panas dari lingkungan. Sehingga pada pasien yang terkena hipertiroid umumnya
cenderung memilih tempat dengan suhu yang lebih rendah (dingin). Selain itu,
takikardi tadi juga akan berbanding lurus dengan peningkatan tekanan darah,
serta palpitasi pada pasien hipertiroid umumnya.10
Pada sistem saraf, akan terjadi aksi sistem saraf perifer yang lebih cepat.
Mekanisme kontraksi otot perifer umumnya dikontrol lewat serebelum dan
ganglion basalis. Namun pada pasien hipertiroid, terjadi rangsangan berlebihan
terhadap ganglion basalis. Oleh karena itu, pada otot yang ada di ekstremitas
terjadi kontraksi berlebih saat ada kegiatan yang akan mengakibatkan tremor,
sehingga pada pasien ini terdapat gejala klinis gemetar.10
Saat hormon epinefrin dan norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan
berikatan dengan reseptor alfa 1 dan beta 2 mengakibatkan peningkatan
glukoneogenesis, lipolisis dan glikogenolisis. Oleh karena itu, pada pasien
hipertiroid umumnya nafsu makannya meningkat, tetapi berat badan mereka akan
mengalami penurunan. Selain itu, vasodilatasi periferpun terjadi di extremitas
yang mengakibatkan tangan sering berkeringat seperti yang terlihat pada pasien.4

9
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dari gejala klinis yang
dinilai berdasarkan indeks Wayne:

Gejala Klinis:

10
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan pemeriksaan fisik yang
dilakukan berdasarkan indeks Wayne:

Pemeriksaan Fisik:

Keterangan:
 Hipertiroid : ≥ 20
 Eutiroid: 11 – 18
 Hipotiroid: <11

Dari hasil penilaian sesuai indeks Wayne berdasarkan gejala klinis diperoleh
hasil skor adalah 21 (≥ 20), sehingga hasil interpretasinya adalah hipertiroid.
Sedangkan berdasarkn pemeriksaan fisik, diperoleh hasil skor adalah 18 (tanpa
fibrilasi atrial).6
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pengukuran kadar T4 dan
TSH dalam darah untuk menegakkan diagnosis hipertiroid. Pada hipertiroid
didapatkan peningkatan kadar T4 bebas dan penurunan kadar TSH. Pemeriksaan
kadar laboratorium lain mungkin diperlukan seperti antara lain kadar T3, antibodi
11
tiroid (terutama TRAb) dan ambilan yodium radioaktif. Pemeriksaan terakhir ini
dilakukan jika diagnosis penyakit graves belum meyakinkan. Namun pada pasien
ini hanya dilakukan pemeriksaan kadar TSH dan T4. Hasil pemeriksaan TSH
terlihat kadarnya menurun, sedangkan hasil pemeriksaan kadar T4
memperlihatkan adanya peningkatan kadar T4.11
Terdapat 3 pilihan metode terapi Graves, yakni obat-obat antitiroid,
abalasi dengan radioaktif iodium, dan pembedahan. Tidak ada satupun yang
memuaskan secara keseluruhan. Pemilihan metode terapi harus disesuaikan
dengan keadaan individu dan pertimbangan keluarga. Dua macam obat golongan
tionamid yang dipakai secara luas adalah propiltiourasil (PTU) dan metimazol
(Carbimazole). Kedua obat ini menghambat biosintesis hormon tiroid dan
menurunkan kadar hormon tiroid. Dosis awal PTU adalah 5-10 mg/kg/hari dibagi
menjadi 3 dosis, sedangkan metimazol 0,25-1 mg/kg/hari yang diberikan sekali
atau dua kali sehari. Pemantauan klinis harus dilakukan setelah terapi dimulai.
Peningkatan kadar TSH yang melebihi nilai normal merupakan petanda dosis
PTU atau metomazol yang terlalu besar dan dapat menyebabkan bertambah
besarnya kelenjar tiroid. Respon klinis akan terlihat dalam 2 sampai 3 minggu
setelah inisiasi terapi.1
Obat antitiroid yang diberikan pada pasien adalah propiltiourasil (PTU)
dan metomazol (MMI) atau Carbimazole merupakan obat-obatan yang paling
banyak dipakai. Obat-obat ini menghambat sintesis hormon tiroid dengan cara
menghalangi coupling iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim
tiroperoksidase. Khusus PTU, obat ini juga menghambat konversi T4 menjadi T3
di perifer,hal ini merupkan keuntungan tersendiri pada keadaan yang memerlukan
penurunan segera kadar hormon tiroid aktif seperti yang terjadi pada keadaan
krisis tiroid.1
Awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi 3, dan MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dosis
terbagi 2 atau sekali sehari. Pada kasus ini, diberikan dosis 200 mg PTU sesuai
dengan berat badan pasien sebanyak 2 kali sehari. Pada kasus-kasus berat, beta
bloker (propanolol 0,5-2,0 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3) dapat diberikan
untuk mengendalikan aktivitas kardiovaskular yang berlebihan sampai dicapai

12
keadaan eutorid. Follow up uji fungsi tiroid harus dilakukan setiap 4-6 minggu
sampai kadar T4 dan T3 dalam batas normal. Kadar TSH serum biasanya akan
kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak lama, sehingga pengukuran
TSH akan lebih berarti sebagai indikator terapi bila dilakukan setelah dalam
keadaan eutiroid, bukan awal terapi.12
Pada terapi medikamentosa pasien juga diberikan juga vitamin B
kompleks. Para ahli menemukan kandungan vitamin B kompleks bisa
mengembalikan sistem metabolisme tubuh yang terganggu. Vitamin B
merupakan sumber gugusan methyl yang labil (mudah dilepas dari ikatan
induknya), sangat diperlukan dalam proses metabolisme melalui proses
methylation. Methylation juga sangat esensial bagi pembentukan phosphocreatin,
zat penting untuk metabolisme otot jantung dan tubuh. Vitamin B juga dapat
meningkatkan oksigen intake di dalam otak serta menambah sirkulasi darah
perifier dan oksigenisasi jaringan otot jantung.7
Ablasi dengan radioaktif merupakan pilihan terapi pada kasus-kasus
dewasa. Walaupun belum cukup bukti adanya peningkatan resiko keganasan atau
mutasi genetik, namun dengan pertimbangan teori, penggunaan metode ini jarang
digunakan untuk penderita anak. Digunakan I131 dengan perhitungan dosis:

Perkiraan berat kelenjar tiroid (g) x 50-200 Ci I131

Diberikan per-oral dalam 1-2 dosis. Ablasi akan memakan waktu beberapa
minggu sampai beberapa bulan, dan gejala hipertiroid masih akan tetap terjadi
pada waktu tersebut. Propanolol dapat digunakan untuk mengurangi gejala
tersebut. Pembedahan tiroidektomi: tiroidektomi Near-total merupakan pilihan
dalam metode ini. Penderita yang mengalami kegagalan dengan antitiroid, goiter
yang sangat besar, dan menolak dilakukan terapi radioaktiv, merupakan indikasi
untuk dilakukan pembedahan.7

13
Hipertiroid
Penyakit Graves

Sedang – PTU 50 mg
Obat Antitiroid dibagi 3 dosis; MMI 10 mg
dibagi 2 dosis

Berat – PTU 100-150 mg


4 Minggu dibagi 3 dosis; MMI 20-30
mg dibagi 2 dosis

Tes TSH
dan FT4

TSH <0,5 TSH <0,5 TSH < 0,5


Uu/Ml, Uu/Ml, Uu/Ml, FT4
FT4 FT4 rendah
Tinggi Normal
normal Kurangi dosis
Lanjutkan atau tambahkan
atau L-T4
naikkan
dosis obat Pantau setiap 1-2 TSH >
antitiroid bulan: Kurangi 0,5, FT4
4-8 dosis secara normal Tanda-
Minggu progresif jika atau tanda
TSH dan FT4 rendah remisi
normal
Hentikan obat Kurangi
setelah 12 bulan dosis
setelah 6-12
bulan
Pantau 3-6 bulan &
9 – 12 bulan,
selanjutnya setiap
tahun

Tata Laksana Hipertiroid dengan Obat Antitiroid11

14
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkemnbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia, dan, apabila tidak diobati, tekanan yang berat pada jantung bisa
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia)
dan syok.4
Prognosis dubia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan
adekuat adalah 10-15% . Hipertiroidisme juga berhubungan dengan peningkatan
risiko gagal jantung (6% dari pasien), yang mungkin menjadi sekunder untuk
atrium fibrilasi atau takikardia yang dimediasi cardiomyopathy. Gagal jantung
biasanya reversibel bila hipertiroidisme diterapi. Pada pasien dengan penyakit
jantung yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan risiko
kematian dan bahkan mungkin pada pasien tanpa penyakit jantung..
Hipertiroidisme tidak diobati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral tulang
yang rendah dan meningkatkan risiko fraktur.4

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Cooper DS. Drug Therapy: AntiThyroid Drugs. N Engl J Med 2005; 352:
905-17
2. Ginsberg, Jody. Diagnosis and management of Graves' disease. Canadian
Medical Association Journal. 2003;16:575–85
3. Greenspan FS. The Thyroid Gland. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG,
penyunting. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ke-8. New York:
McGraw-Hill; 2004. h.248-258
4. Hoogendoorn EH, Heijer MD, Van Dijk APJ, Heirmus AR. Subclinical
Hyperthyroidsm: to Treat or Not to Treat. Postgrad Medical Journal.
2004;80:394-8
5. Jameson JL, Weetman AP. The Disorders of Thyroid Gland. Dalam:
Braunwald E, Fauci A, Kasper D, Hoster S, Longo D, Jameson J,
penyunting. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi ke-16. New
York: McGraw Hill; 2005.h.2113-2117
6. Mumtaz M, Lin LS, Hui KC, Khir AS. Radioiodine I-131 for the Therapy
Of Graves Disease. Malaysian Journal of Medical Sciences. 2009;
16(1):25-33
7. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorder in Chidren. In: Moshang
T, ed. Pediatric Endocrinology – The Resquisites in Pediatrics. St Louis,
Missouri: Elsevier Mosby, 2005: 171-90
8. Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H.,
Natalia S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal:
1225-36
9. Semiardji, Gatut. Penyakit Kelenjar Tiroid: Gejala Diagnosis dan
Pengobatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. hlm 1-37
10. Sutjanto, Ari, ed. Seri-1 Endokrin-Metabolik Kapita Selekta Tiroidologi.
Surabaya: Airlangga University Press. 2010. hlm 63-73.

16
11. Tridjaja B, 2010. Buku ajar endokrinologi anak edisi I.badan penerbit anak
IDAI: Jakarta. Pp: 243
12. Weetman AP. Grave’s Disease. N Engl J Med 2000; 343(17): 1236-48

17

Вам также может понравиться