Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
Kasus Pasien
A. Identitas Pasien:
Nama : Dg. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 Tahun
Alamat : Malino
Tanggal Pemeriksaan : 1 Agustus 2018
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada leher
Keluhan Sekarang:
Benjolan pada leher mulai dirasakan sejak ±1 tahun yang lalu. Perubahan
disadari karena tampak leher semakin membesar. Selain keluhan pada
leher, pasien juga mengeluh dada berdebar-debar, mudah lelah saat
beraktivitas, telapak tangan dan kaki berkeringat, mudah berkeringat
terutama pada saat tidur dimalam hari, gemetar, dan gelisah, nafsu makan
meningkat dan mengalami penurunan berat badan, buang air kecil dan
buang air besar lancar.
Riwayat demam (-) dan kejang (-), batuk (-), flu (-), sesak (-), mual (-),
muntah (-).
Riwayat Penyakit sebelumnya:
Belum pernah mengalami hal seperti keluhan sebelumnya
Riwayat pnyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien
Riwayat sosial ekonomi: Menengah
Riwayat kebiasaan dan lingkungan:
Mudah lelah dan berkeringat pada saat beraktivitas
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum:
Derajat sakit: Sakit sedang
2
Kesadaran: Compos mentis
Berat badan: 52 kg
Tinggi badan: 158 cm
Tanda vital:
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Denyut nadi: 124 kali/ menit
Respirasi: 24 kali/ menit
Suhu: 37°C
Kulit: Kulit berwarna sawo matang, ruam (-), turgor baik.
Kepala: Bentuk normochepal,
- Mata: konjugtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Eksofthalmus (-/-)
- Hidung: rhinorrhea (-)
- Telinga: otorrhea (-)
- Mulut: bibir biasa, tonsil normal.
Leher:
- Kelenjar limfa: Pembesaran (-)
- Kelenjar tiroid: Pembesaran (+), teraba massa yang dapat digerakkan,
mengikut jika menelan.
Thoraks:
Inspeksi: ekspansi dada simetris, retraksi (-)
Palpasi: Vocal fremitus simetris, massa (-)
Perkusi: Lapang paru (sonor)
Auskultasi: bunyi pernafasan bronkovesiukuler (+), wheezing (-),
rhonki (-)
Abdomen
Inspeksi: bentuk perut datar
Auskultasi: peristaltik usus kesan normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas:
Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
3
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Fungsi Tiroid Hasil Nilai Rujukan
FT4 34,6 10,6-19,4
TSHs 0,08 0,27-4,7
USG Leher:
E. Resume
Pasien perempuan usia 32 tahun datang dengan keluhan benjolan pada
leher mulai dirasakan sejak ±1 tahun yang lalu. Perubahan disadari karena
tampak leher semakin membesar. Selain keluhan pada leher, pasien juga
mengeluh dada berdebar-debar, mudah lelah saat beraktivitas, telapak
tangan dan kaki berkeringat, mudah berkeringat terutama pada saat tidur
4
dimalam hari, gemetar, dan gelisah, nafsu makan meningkat, dan
mengalami penurunan berat badan, buang air kecil dan buang air besar
lancar
Riwayat demam (-) dan kejang (-), batuk (-), flu (-), sesak (-), mual (-),
muntah (-),
Tanda vital: suhu 37°C, nadi: 124 kali/ menit, respirasi: 28 kali/ menit,
tekanan darah 130/80 mmHg. Pemeriksaan fisik: eksofthalmus (-/-),
pembesaran kelenjar tiroid (+), inspeksi jantung terlihat ictus cordis di SIC
V linea midclavicularis sinistra, dan asukultasi jantung menunjukkan
tachicardia. Hasil pemeriksaan laboratorium memperlihatkan peningkatan
kadar T4 dan penurunan kadar TSH.
F. Diagnosis: Hipertiroid
Diagnosis banding: Goiter nodular toksik, Tiroiditis hashimoto, Anxietas
disorder
G. Terapi:
- Thyrozol 2x1
- Vitamin B Kompleks 2 x 1
- Propanolol 20 mg 2x1
H. Anjuran
Pemeriksaan kadar T3
5
DISKUSI KASUS
Onset gejala klinis sering kali tidak disadari oleh penderita, keluarga
penderita, dan bahkan tidak dikenali oleh tenaga kesehatan pada saat pertama kali
berkunjung. Sehingga diagnosis hipertiroid atau penyakit Graves sering
ditegakkan beberapa bulan setelah onset. Seringkali anak-anak dengan penyakit
Graves dirujuk karena bising jantungnya, diare yang berkepanjangan, atau
gangguan pelajaran di sekolahnya, sebelum mereka mendapatkan terapi yang
sesuai untuk hipertiroidnya.7
Pembesaran kelenjar tiroid (goiter), walaupun hampir selalu ada, tetapi
bukanlah hal utama yang menjadi keluhan, bahkan seringkali menjadi hal yang
diluar perhatian keluarga penderita, dikarenakan pembesarannya seringkali ringan.
Kelenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan berbatas tidak tegas (diffuse).7
Terjadinya hiperplasia tiroid itu juga dibarengi oleh pembengkakan
pembuluh darah disekitar bagian tiroid yang mengalami hiperplasia yaitu di arteri
7
carotis externa, dan juga terjadi hipervaskularisasi. Oleh karena itu, saat di
auskultasi didaerah leher terdengar vascular bruit.7
9
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dari gejala klinis yang
dinilai berdasarkan indeks Wayne:
Gejala Klinis:
10
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan pemeriksaan fisik yang
dilakukan berdasarkan indeks Wayne:
Pemeriksaan Fisik:
Keterangan:
Hipertiroid : ≥ 20
Eutiroid: 11 – 18
Hipotiroid: <11
Dari hasil penilaian sesuai indeks Wayne berdasarkan gejala klinis diperoleh
hasil skor adalah 21 (≥ 20), sehingga hasil interpretasinya adalah hipertiroid.
Sedangkan berdasarkn pemeriksaan fisik, diperoleh hasil skor adalah 18 (tanpa
fibrilasi atrial).6
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pengukuran kadar T4 dan
TSH dalam darah untuk menegakkan diagnosis hipertiroid. Pada hipertiroid
didapatkan peningkatan kadar T4 bebas dan penurunan kadar TSH. Pemeriksaan
kadar laboratorium lain mungkin diperlukan seperti antara lain kadar T3, antibodi
11
tiroid (terutama TRAb) dan ambilan yodium radioaktif. Pemeriksaan terakhir ini
dilakukan jika diagnosis penyakit graves belum meyakinkan. Namun pada pasien
ini hanya dilakukan pemeriksaan kadar TSH dan T4. Hasil pemeriksaan TSH
terlihat kadarnya menurun, sedangkan hasil pemeriksaan kadar T4
memperlihatkan adanya peningkatan kadar T4.11
Terdapat 3 pilihan metode terapi Graves, yakni obat-obat antitiroid,
abalasi dengan radioaktif iodium, dan pembedahan. Tidak ada satupun yang
memuaskan secara keseluruhan. Pemilihan metode terapi harus disesuaikan
dengan keadaan individu dan pertimbangan keluarga. Dua macam obat golongan
tionamid yang dipakai secara luas adalah propiltiourasil (PTU) dan metimazol
(Carbimazole). Kedua obat ini menghambat biosintesis hormon tiroid dan
menurunkan kadar hormon tiroid. Dosis awal PTU adalah 5-10 mg/kg/hari dibagi
menjadi 3 dosis, sedangkan metimazol 0,25-1 mg/kg/hari yang diberikan sekali
atau dua kali sehari. Pemantauan klinis harus dilakukan setelah terapi dimulai.
Peningkatan kadar TSH yang melebihi nilai normal merupakan petanda dosis
PTU atau metomazol yang terlalu besar dan dapat menyebabkan bertambah
besarnya kelenjar tiroid. Respon klinis akan terlihat dalam 2 sampai 3 minggu
setelah inisiasi terapi.1
Obat antitiroid yang diberikan pada pasien adalah propiltiourasil (PTU)
dan metomazol (MMI) atau Carbimazole merupakan obat-obatan yang paling
banyak dipakai. Obat-obat ini menghambat sintesis hormon tiroid dengan cara
menghalangi coupling iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim
tiroperoksidase. Khusus PTU, obat ini juga menghambat konversi T4 menjadi T3
di perifer,hal ini merupkan keuntungan tersendiri pada keadaan yang memerlukan
penurunan segera kadar hormon tiroid aktif seperti yang terjadi pada keadaan
krisis tiroid.1
Awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi 3, dan MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dosis
terbagi 2 atau sekali sehari. Pada kasus ini, diberikan dosis 200 mg PTU sesuai
dengan berat badan pasien sebanyak 2 kali sehari. Pada kasus-kasus berat, beta
bloker (propanolol 0,5-2,0 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3) dapat diberikan
untuk mengendalikan aktivitas kardiovaskular yang berlebihan sampai dicapai
12
keadaan eutorid. Follow up uji fungsi tiroid harus dilakukan setiap 4-6 minggu
sampai kadar T4 dan T3 dalam batas normal. Kadar TSH serum biasanya akan
kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak lama, sehingga pengukuran
TSH akan lebih berarti sebagai indikator terapi bila dilakukan setelah dalam
keadaan eutiroid, bukan awal terapi.12
Pada terapi medikamentosa pasien juga diberikan juga vitamin B
kompleks. Para ahli menemukan kandungan vitamin B kompleks bisa
mengembalikan sistem metabolisme tubuh yang terganggu. Vitamin B
merupakan sumber gugusan methyl yang labil (mudah dilepas dari ikatan
induknya), sangat diperlukan dalam proses metabolisme melalui proses
methylation. Methylation juga sangat esensial bagi pembentukan phosphocreatin,
zat penting untuk metabolisme otot jantung dan tubuh. Vitamin B juga dapat
meningkatkan oksigen intake di dalam otak serta menambah sirkulasi darah
perifier dan oksigenisasi jaringan otot jantung.7
Ablasi dengan radioaktif merupakan pilihan terapi pada kasus-kasus
dewasa. Walaupun belum cukup bukti adanya peningkatan resiko keganasan atau
mutasi genetik, namun dengan pertimbangan teori, penggunaan metode ini jarang
digunakan untuk penderita anak. Digunakan I131 dengan perhitungan dosis:
Diberikan per-oral dalam 1-2 dosis. Ablasi akan memakan waktu beberapa
minggu sampai beberapa bulan, dan gejala hipertiroid masih akan tetap terjadi
pada waktu tersebut. Propanolol dapat digunakan untuk mengurangi gejala
tersebut. Pembedahan tiroidektomi: tiroidektomi Near-total merupakan pilihan
dalam metode ini. Penderita yang mengalami kegagalan dengan antitiroid, goiter
yang sangat besar, dan menolak dilakukan terapi radioaktiv, merupakan indikasi
untuk dilakukan pembedahan.7
13
Hipertiroid
Penyakit Graves
Sedang – PTU 50 mg
Obat Antitiroid dibagi 3 dosis; MMI 10 mg
dibagi 2 dosis
Tes TSH
dan FT4
14
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkemnbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia, dan, apabila tidak diobati, tekanan yang berat pada jantung bisa
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia)
dan syok.4
Prognosis dubia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan
adekuat adalah 10-15% . Hipertiroidisme juga berhubungan dengan peningkatan
risiko gagal jantung (6% dari pasien), yang mungkin menjadi sekunder untuk
atrium fibrilasi atau takikardia yang dimediasi cardiomyopathy. Gagal jantung
biasanya reversibel bila hipertiroidisme diterapi. Pada pasien dengan penyakit
jantung yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan risiko
kematian dan bahkan mungkin pada pasien tanpa penyakit jantung..
Hipertiroidisme tidak diobati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral tulang
yang rendah dan meningkatkan risiko fraktur.4
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Cooper DS. Drug Therapy: AntiThyroid Drugs. N Engl J Med 2005; 352:
905-17
2. Ginsberg, Jody. Diagnosis and management of Graves' disease. Canadian
Medical Association Journal. 2003;16:575–85
3. Greenspan FS. The Thyroid Gland. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG,
penyunting. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ke-8. New York:
McGraw-Hill; 2004. h.248-258
4. Hoogendoorn EH, Heijer MD, Van Dijk APJ, Heirmus AR. Subclinical
Hyperthyroidsm: to Treat or Not to Treat. Postgrad Medical Journal.
2004;80:394-8
5. Jameson JL, Weetman AP. The Disorders of Thyroid Gland. Dalam:
Braunwald E, Fauci A, Kasper D, Hoster S, Longo D, Jameson J,
penyunting. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi ke-16. New
York: McGraw Hill; 2005.h.2113-2117
6. Mumtaz M, Lin LS, Hui KC, Khir AS. Radioiodine I-131 for the Therapy
Of Graves Disease. Malaysian Journal of Medical Sciences. 2009;
16(1):25-33
7. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorder in Chidren. In: Moshang
T, ed. Pediatric Endocrinology – The Resquisites in Pediatrics. St Louis,
Missouri: Elsevier Mosby, 2005: 171-90
8. Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H.,
Natalia S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal:
1225-36
9. Semiardji, Gatut. Penyakit Kelenjar Tiroid: Gejala Diagnosis dan
Pengobatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. hlm 1-37
10. Sutjanto, Ari, ed. Seri-1 Endokrin-Metabolik Kapita Selekta Tiroidologi.
Surabaya: Airlangga University Press. 2010. hlm 63-73.
16
11. Tridjaja B, 2010. Buku ajar endokrinologi anak edisi I.badan penerbit anak
IDAI: Jakarta. Pp: 243
12. Weetman AP. Grave’s Disease. N Engl J Med 2000; 343(17): 1236-48
17