Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
semalam. Jidatnya berkerut hingga menampilkan tiga guratan berbentuk garis memanjang dan
membuat kedua alisnya bertaut. Bola matanya berputar hingga si kakek tak kalah bingung
melihat mimik dari gadis kecil di depannya. Sambil terus menunggu jawaban, menggaruk-garuk
dagu adalah cara si kakek menerka apa yang telah terjadi. Bahkan sekalipun mereka berada di
ayunan dengan model duduk berhadapan, dan terus memaju-mundurkan ayunannya, tetap si
gadis belum cerita. Malah sambil menekan dagunya dengan jari telunjuk secara berulang, seperti
sedang berpikir akan sesuatu.
“Bukan kek, tapi Lili bingung mau cerita. Kakek, Lili ingin tanya apa pohon itu bisa
bicara?” tanya Lili dengan serius, namun kakeknya itu malah tertawa mendengar pertanyaan Lili
sambil menggeleng-gelengkan kepala merasa lucu. Lili yang melihatnya kemudian cemberut
menatap kakeknya, karena Lili merasa pertanyaannya tidak salah.
“Lili pernah bicara sama pohon?” Tanya kakek masih dengan sedikit tertawa.
“Hah? Kapan Li? Pohonnya ngomong apa?” Tanya kakek bertubi karena kaget dengan
jawaban cucunya itu. Tawanya berhenti, matanya melotot tak percaya, namun kakek yakin
cucunya menampilkan wajah serius.
“Semalem kek, pohonnya teriak-teriak minta tolong terus Lili tanya ke pohonnya, katanya
si pohon keluarganya mati semua karena ditebang kek. Lili kasihan terus Lili ikut teriak minta
tolong kan semalam” Cerita Lili dengan menggebu bahkan memperagakan bagaimana ketika
berteriak. Kakek yang tadinya memajukan kepala sedikit mendekat ke Lili, kemudian mundur
bersender ke ayunan.
“Oh, jadi yang semalam itu Lili mengigau bicara sama pohon?”
“Gak bisa, pohon gak bisa ngomong li tapi pohon juga punya perasaan. Nanti kalo Lili
nyabut daun asal kan pohonnya sakit apalagi kalau pohonnya ditebang sembarangan, jadi
pohonnya harus dirawat baik-baik, biar bisa tumbuh besar dan sehat kaya Lili. Lili paham kan?”
“Ah, gimana kalo minggu depan Lili ikut kakek ke Gunung Srengat sama kakak Pramuka
MTsN Kandat? Nanti belajar tentang pohon dan lainnya juga biar Lili tau lebih banyak tentang
pohon, Lili mau?” Ajak kakek.
“Mau mau! Asik, benar ya kek?” Lili bertambah semangat, begitu ajakan kakek adalah
pengenalan alam bersama anggota Pramuka.
“Iya,” ucap kakek sambil membelai rambut panjang cucunya yang sedang tersenyum
bahagia.
Baru beberapa jam kakek menawarkan ajakan kepada Lili untuk ikut pengenalan alam,
Lili sudah mengagetkan kakeknya yang tengah membaca Koran dengan bantuan kacamatanya.
Lili menanyakan apa saja yang harus dibawa untuk kegiatannya nanti. Bahkan Lili juga bertanya
apa saja nanti yang akan dilakukan di sana, pukul berapa mereka berangkat, dan naik apa untuk
pergi ke sana. Kakek sampai bingung untuk menjawab pertanyaan yang mana dulu, hingga
kakek akhirnya lebih memilih menjawab rahasia. Jika Lili sangat ingin tahu, kakek menyarankan
Lili untuk untuk bertanya kepada ayahnya, karena dulu ketika ayah Lili masih seusia Lili, kakek
sering mengajaknya pada kegiatan yang sama.
Lili tak merasa kecewa begitu kakek merahasiakan rancananya dan justru memberinya
saran. Lili yang masih terbawa rasa semangatnya, langsung melaksanakan saran kakek. Dan
cerita dari ayahnya benar-benar membuat Lili semakin tak sabar menunggu datangnya hari
Minggu. Hari Minggu yang masih seminggu lagi.
Ketika hari pelaksanaan kegiatan tinggal dua hari, kakek membantu Lili mempersiapkan
beberapa perbekalan. Lili pun membantu kakek, menyiapkan hal yang dia bisa. Menyiapkan tali,
menyiapkan karung-karung kecil, menyiapkan banyak hal yang akan digunakan dalam kegiatan
tersebut. Lili terus bertanya kapan kegiatannya akan dimulai, karena saking geregetannya untuk
berkomunikasi dengan alam terbuka bersama anak didik kakeknya yang seorang pembina
pramuka walau berusia senja.
Di waktu yang semestinya Lili masih tidur, kini Lili malah sudah bangun. Biasanya ketika
adzan subuh Lili masih dibangunkan, tetapi Lili sudah duduk di tepi ranjangnya. Bunda yang
biasanya membangunkan Lili sedikit terkejut, namun bunda Lili tersenyum dan menuntun Lil
menuju kamar mandi.
“Kakek, Lili sudah siap” Ucap Lili kepada kakeknya sambil mengelus lengan seragam
pramuka yang telah dipakainya, lengkap beserta hasduk yang terkalung di lehernya.
“Sabarlah dulu, Lili harus sarapan dulu sini, sebelum beraktifitas sarapan itu penting
supaya kita punya tenaga” Ucap kakek sambil mengangkat lengan kanannya.
“Siap!”
Usai sarapan, kakek mengeluarkan sepeda berpenumpang dua orang untuk di taruh di
halaman rumah. Hari ini mereka akan menggunakan sepeda untuk samapai ke tempat tujuan.
Sebelumnya, mereka akan berkumpul di MTsN Kandat dan akan bersepeda bersama-sama ke
Srengat dengan jarak 15 km. Lili tentu akan dibonceng oleh kakeknya yang sekarang juga
memakai seragam pramuka lengkap. Lili sesekali menjulurkan tangan kirinya karena merasakan
kesejukan pagi dari hari yang telah dinantikannya selama seminggu.
Mulai dari desa Ringinrejo, Slemanan, Sumbersari, Genderan, hingga benar-benar berada
di kaki Gunung Srengat sekarang ini Lili terus menampakkan wajah ceria. Alam yang dilihatnya
kini benar-benar membulatkan mata Lili. Gunung yang sebenarnya merupakan bukit kecil itu
didominasi warna hijau di sekeliling area, menjelaskan betapa lebat dan tumbuh subur pohon-
pohon itu. Andaikan Lili diberikan kesempatan untuk melompat-lompat, maka ia akan segera
melakukannya. Namun, karena perjalanan yang lumayan jauh dengan melewati hingga tiga
kecamatan, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah lebatnya pepohonan
sebelum memanjat ke atas.