Вы находитесь на странице: 1из 5

Formulasi Natrium Ascorbyl Phosphate dalam Mikroemulsi A/M VCO

*Tri Suciati dan Lisa Patricia


Kelompok Keilmuan Farmasetika, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung,
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Abstrak
Dilakukan pengembangan formulasi mikroemulsi A/M untuk menghasikan permeasi tertinggi dari Natrium Ascorbyl
Phosphate (NAP) sebagai turunan vitamin C yang stabil. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan VCO sebagai basis
minyak, gliserin sebagai kosurfaktan, dan kombinasi Tween 80 – Span 80 sebagai surfaktan. Hasil mikroemulsi diperoleh pada
konsentrasi surfaktan 27,5% dengan rasio Tween 80-Span 80 3:1, konsentrasi kosurfaktan gliserin 30%, dan fasa dalam 15%.
Pada pengamatan organoleptik, sediaan mikroemulsi memiliki penampilan jernih kuning tanpa pemisahan fasa setelah
dilakukan uji sentrifuga, freeze-thaw, danpenyimpanan 28 hari di suhu ruang dan 40°C. Sediaan memiliki viskositas rata-rata
375 cps dan pH rata-rata 6,80±0,21dengan jumlah rata-rata NAP terdifusi 850,56 µg/cm2 atau sebanyak 75,75% selama 8 jam
penentuan in vitro dengan membran kulit ular. Mikroemulsi A/M berpotensi untuk dikembangkan sebagai pembawa NAP
dalam kosmetik antikerut.

Kata kunci: mikroemulsi, NAP, vitamin C, VCO.

Abstract
Optimization of formulation was done to develop a W/O microemulsion formulation to yield highest diffusion of Natrium
Ascorbyl Phosphate (NAP) as the stable form of vitamin C. Microemulsions were made using using VCO as the oil phase,
options of ethanol or glycerin as cosurfactant, and combination of Tween 80 and Span 80 as surfactants. Microemulsion was
obtained at surfactant concentration of 27.5% with a 3:1 ratio of Tween80-Span80, 30% of glycerin as cosurfactant, and 15%
of the inner phase. The organoleptic of preparations had a clear, transparent yellowish appearance without phase separation
after centrifugation test, freeze-thaw test, and 28 days of storage at room temperature and 40°C. Preparations had 375 cps of
average viscosity and 6.80±0.2 pH with 850.56µg/cm2 or 75.75% of NAP diffused after 8 hoursin vitro testing using snake’s
skin as the membrane. Microemulsion W/O is potential to be developed as a carrier for NAP in anti-wrinkle cosmetics.

Keywords: microemulsion, NAP, vitamin C, VCO.

Pendahuluan itu, dipilih sediaan mikroemulsi air dalam minyak


untuk memenuhi kriteria tersebut.
Vitamin C dipakai dalam produk topikal karena dapat
meningkatkan produksi kolagen. Di dalam dermis, Mikroemulsi merupakan campuran air, minyak,
vitamin C berperan sebagai katalis dalam reaksi surfaktan dan kosurfaktan yang bersifat jernih, stabil
enzimatik yang mengkonversi asam amino prolin secara termodinamik dan isotropik dengan ukuran
menjadi kolagen (Pauling 1986). Namun, vitamin C globul 10-200 nm sehingga diperlukan surfaktan
mudah teroksidasi udara dan terdegradasi oleh dengan konsentrasi tinggi. Sistem mikroemulsi lebih
cahaya sehingga produk kosmetik telah banyak baik sebagai penghantar obat dibandingkan makro-
menggunakan turunan vitamin C yang bersifat lebih emulsi biasa karena meningkatnya kapasitas dalam
stabil. Pada penelitian ini, dipilih NAP (Natrium melarutkan obat, transparansi, difusi tinggi, dan
Ascorbyl Phosphate) yang merupakan turunan penyerapan yang lebih baik.
vitamin C sebagai zat aktif, karena NAP memiliki
beberapa kelebihan seperti lebih stabil, lebih tidak Tujuan dari penelitian ini untuk menghasilkan
iritatif, dan memiliki potensi sama seperti vitamin C. formulasi mikroemulsi turunan vitamin C dengan
NAP akan diubah dalam kulit menjadi vitamin C basis VCO. NAP larut di fasa air, kemudian
melalui reaksi enzimatik. Namun, sama seperti didispersikan dalam ukuran nano di dalam basis
vitamin C, NAP juga bersifat larut air sehingga minyak. Basis ini mudah menembus lapisan lipid
diperlukan sediaan yang mampu menembus lapisan kulit, membawa globul-globul mengandung zat aktif.
lipid pada kulit. Sediaan juga harus mampu Penetrasi menuju dermis ditingkatkan karena ukuran
melindungi zat aktif dari lingkungan karena biarpun globul yang kecil, sehingga lebih mudah berdifusi
NAP bersifat lebih stabil, NAP tetap terdegradasi pasif. Zat aktif juga terlindungi dari lingkungan
oleh faktor lingkungan (udara dan cahaya). Karena

*Penulis korespondensi. E-mail: tri.suciati@fa.itb.ac.id

90 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXVII, No. 3, 2012


Suciati et al.

karena adanya basis minyak yang melindungi zat aktif dalam kuvet, kemudian dianalisis dengan alat Delsa
di fasa dalam. tersebut.

Percobaan c) Uji stabilita


Stabilita sediaan ditentukan dengan uji sentrifuga,
Bahan freeze-thaw, pengukuran pH dan viskositas. Sediaan
NAP (Otto), VCO (SITH ITB), Tween 80, Span 80 disimpan selama 28 hari pada suhu 40°C dan
(Tritunggal), gliserin, etanol, aquadest. kelembapan 75%. Dibuat 3 batchlalu dimasukkan ke
dalam climatic chamber. Pengukuran pHdan
Alat viskositasdilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, hari ke-
14, hari ke-21, dan hari ke-28.
Alat pengaduk listrik (Eurostar), viskometer
Brookfield®, timbangan gram(Sastorius), timbangan
d) Uji sentrifuga
milligram (AG204), Delsa Nano C particle size
Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga,
analyzer, pH meter (Beckman), alat sentrifuga, gelas
disentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpmselama 5
piala, gelas ukur, pipet, labu takar, cawan,tabung
jam. Setiap 1 jam diamati ada tidaknya pemisahan
sentrifuga, vial, dan sel difusi.
fasa.
Prosedur e) Uji freeze-thaw
Pengembangan formula basis mikroemulsi Disiapkan 7 vial, sediaan dimasukkan ke dalam setiap
Dilakukan optimisasi dengan variasi perbandingan vial sebanyak 2 g. Satu vial dipakai sebagai control,
surfaktan Tween 80- Span 80 (Smix), variasi disimpan pada suhu 25°C. Enam vial lain digunakan
kosurfaktan, dan fasa dalam. Variasi Smix dimulai untuk siklus freeze-thaw, sediaan disimpan pada suhu
dari 1:1 sampai 3:1.Kemudian sediaan dibuat sesuai 4°C selama 48 jam, dipindahkan pada suhu 40°C
dengan cara pembuatan mikroemulsi untuk masing- selama 48 jam, selama 6 siklus. Setiap selesai 1
masing rasio Smix. Setelah diperoleh rasio Smix siklus, diamati terjadinya pemisahan fasa.
paling optimum, dilakukan variasi konsentrasi Smix –
air untuk memperoleh konsentrasi Smix paling sedikit f) Uji difusi
yang diperlukan untuk memperoleh mikroemulsi yang Uji difusi dilakukan untuk menentukan banyaknya zat
stabil. Pemilihan kosurfaktan antara gliserin dan aktif yang dapat berdifusi dari sediaan masuk ke
etanol juga berdasarkan konsentrasi kosurfaktan dalam cairan penerima. Proses ini mewakilkan difusi
paling sedikit untuk mikroemulsi yang stabil. Setelah zat aktif dari permukaan kulit masuk ke dalam darah.1
diperoleh kadar surfaktan dan kosurfaktan, optimasi gram mikroemulsi diratakan pada sel difusi. Membran
fasa dalam dilakukan dengan variasi air – minyak kulit ular diletakkan di atasnya, sel dijepit lalu
dimana konsentrasi air terhadap minyak ditingkatkan ditutup.Thermostat dinyalakan sampai suhu mencapai
bertahap. Mikroemulsi dibuat dengan memanaskan 32°C, pH cairan penerima diatur pada pH 7.4 dengan
fase minyak (VCO, Span 80) dan fasa air (aquades, dapar Na2HPO4 KH2PO4. Sampel diambil selama 8
Tween 80, gliserin) pada dua cawan penguap terpisah jam setiap interval 30 menit, sebanyak 5 ml. setiap
sampai suhu 40° C. Kemudian kedua fasa dicampur pengambilan sampel diganti dengan penambahan
dalam gelas kimia, diaduk dengan stirrer pada cairan donor 5 ml. Kadar pada setiap sampel diukur
kecepatan 220 rpm selama 15 menit. Pada optimisasi dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
dengan etanol, penambahan etanol dilakukan saat gelombang 261 nm.
pengadukan.

Pembuatan mikroemulsi dengan NAP Hasil dan Pembahasan


NAP dilarutkan dalam fasa air. Kemudian fase
minyak dan fasa air diperlakukan dengan cara Sediaan mikromulsi dibuat untuk menghasilkan
pembuatan mikroemulsi. penetrasi dan permeasi terbaik untuk NAP ke dalam
dermis. Penampilan jernih menjadi indikasi dalam
Evaluasi optimisasi mikroemulsi. Optimisasi pertama di-
a) Efek tyndall lakukan terhadap perbandingan Tween 80 dan Span
Sediaan dilewatkan dengan sinar laser (dari pointer) 80.
untuk mengamati efek tyndall.
Dari data, terlihat bahwa ada beberapa pilihan rasio
b) Penentuan ukuran globul yang dapat menghasilkan kejernihan. Penambahan
Penentuan ukuran globul dilakukan dengan alat Delsa kosurfaktan etanol bervariasi, tergantung jumlah yang
Nano C particle size analyzer. Sediaan dimasukkan diperlukan untuk menghasilkan kejernihan. Rasio 3:1
membutuhkan paling sedikit etanol yaitu sebanyak

Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXVII, No. 3, 2012 - 91


Suciati et al.

6%. Untuk menentukan rasio, percobaan diulang Dengan kadar minyak masih tetap, dibuat variasi
dengan diikuti penambahan air. Diamati jumlah air konsentrasi antara surfaktan - air. Data menunjukkan
yang dapat ditambah ke dalam sistem sebelum terjadi diperlukan surfaktan diatas 30% untuk menghasilkan
kekeruhan. kejernihan. Pada optimasi fasa dalam, variasi
dilakukan dengan kadar surfaktan tetap, yaitu 31%
Tabel 1. Optimasi Rasio Tween 80 – Span 80 dan rasio minyak-air yang berubah. Diperoleh kadar
Rasio Tween Konsentrasi air terbesar yang dapat terkorporasi sebanyak 16%.
Hasil Namun setelah dilarutkan zat aktif ke dalam air,
80 –Span 80 etanol(%)
sediaan menjadi keruh. Konsentrasi surfaktan yang
2:1 8 keruh
dinaikkan sampai 36% tetap menghasilkan kekeruhan.
1:1 8 jernih
2:3 10 keruh
3:2 8 jernih
3:1 6 jernih
4:1 10 keruh

Tabel 2. Konsentrasi Maksimum Air


yang Dapat Dikorporasikan
dalam Mikroemulsi
Rasio Tween 80-Span 80 % air a)
2:1 10
1:1 13
2:3 9
3:2 7,4 Gambar 1. Diagram tiga fasa mikroemulsi.
3:1 14,2
4:1 12,5
Keterangan: a) total penambahan air hingga
diperoleh mikroemulsi yang keruh.

Rasio Tween 80 – Span 80 3:1 adalah yang paling


baik dalam me-loading air ke dalam sistem emulsi.
Pada optimasi dengan variasi konsentrasi surfaktan
sampai 31% juga diperoleh bahwa rasio 3:1 yang
membutuhkan paling sedikit etanol untuk mencapai
kejernihan. Dipilih rasio Smix 3:1 untuk optimasi
berikutnya. Gambar 2. Pengamatan efek tyndall sinar laser
yang dilewatkan pada (A) mikro-
emulsi dan (B) air.

Tabel 3. Optimasi Konsentrasi Surfaktan – Air – Minyak


Persentase komponen
Formula Tween 80 – Pengamatan
Gliserin VCO Air
Span 20
A 30 30 30 10 jernih
B 30 25 30 15 keruh
C 30 30 25 15 jernih
D 27,5 27,5 32,5 12,5 jernih
E 25 30 32,5 12,5 keruh
F 27,5 27,5 35 10* keruh
G 27,5 27,5 32,5 12,5* keruh
H 30 30 25 15* keruh
I 27,5 30 27,5 15* jernih
J 30 27,5 27,5 15* jernih
*ditambahkan NAP

92 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXVII, No. 3, 2012


Suciati et al.

Tabel 4. Hasil Evaluasi pH Selama 28 Hari Optimasi dilanjutkan dengan penggunaan gliserin
Suhu 40 °C Suhu 25 °C tanpa etanol. Konsentrasi gliserin ditingkatkan
Minggu menjadi 30%. Hasil optimasi dipaparkan dalam Tabel
Rataan±SD pH kontrol
3.
0 6,69±0,13 7,02
7 6,92±0,04 6,69
14 6,58±0,11 6,5
21 6,75±0,028 6,75

terdifusi
%NAP
28 6,76±0,091 6,7

pH
Gambar 5. Kurva difusi NAP dari sediaan (n= 3).
Keteranan: ♦ n = 1; ■ n = 2; ▲n = 3.

Tabel 6. Difusi Sediaan Selama 8 Jam


hari ke-
Gambar 3. Variasi pH dari mikroemulsi yang Rataan±SD
disimpan pada suhu 40 °C dan waktu NAP terdifusi
Cµg/cm2
20°C. Keterangan: ♦batch 1; (%)
■batch 2; ▲ kontrol. 15 menit 234,91±41,21 24,01±6,73

Tabel 5. Viskositas Mikroemulsi yang Disimpan 30 menit 269,48±24,13 25,63±5,89


pada Suhu 40°C
45 menit 288,58±23,75 28,01±5,14
Minggu Rataan±SD
0 375
60 menit 305,193±38,13 30,24±6,53
7 362,5±17,67
14 350
21 262,5±17,67 90 menit 389,14±21,69 35,85±5,35
28 250
2 jam 409,25±21,93 39,68±5,42

3 jam 505,39±45,46 44,67±2,83


viskositas (cps)

4 jam 578,51±52,7 51,90±3,02

5 jam 699,61±55,26 64,93±2,6

6 jam 727,71±50,87 68,76±6,3

7 jam 788,33±53,41 71,50±6,41

hari ke- 8 jam 850,56±27,15 75,75±3,78

Gambar 4. Viskositas mikroemulsi pada


penyimpa-nan suhu 40 °C. Formula D dipilih karena mengandung konsentrasi
Keterangan: ♦batch 1; ■batch 2. surfaktan terkecil. Namun setelah terkorporasi zat
aktif, hasilnya keruh (formula G). Dilakukan optimasi
Dengan penggunaan etanol sebagai kosurfaktan lagi untuk dengan meningkatkan konsentrasi
tunggal tanpa gliserin, dapat dihasilkan sediaan yang surfaktan dan fasa air. Setelah terkorporasi zat aktif,
jernih dengan konsentrasi surfaktan minimal 28%, terlihat bahwa diperlukan total surfaktan –
namun muncul endapan setelah dibiarkan sehari pada kosurfaktan sebanyak 57,5% dari sediaan untuk
semua rasio minyak - air di sediaan. menghasilkan kejernihan sementara 55% surfaktan –
kosurfaktan akan cukup jika zat aktif belum

Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXVII, No. 3, 2012 - 93


Suciati et al.

dilarutkan ke dalam fasa air. Dipilih formula I karena Barry BW, 1983, Dermatological Formulations:
surfaktan lebih iritan dibandingkan gliserin sehingga Percutaneous Absorption. Marcel Dekker, Inc.: New
konsentrasi surfaktan rendah lebih dipilih daripada York
konsentrasi gliserin yang rendah.
Mason, 2006, Microemulsions: formation, structure,
Diagram 3 fasa diperoleh dengan STATISTICA 7. and physical properties. Department of Chemistry and
Daerah mikroemulsi dapat dilihat pada area dengan Biochemistry, University of California—Los Angeles.
lingkaran putih. Pada karakterisasi mikroemulsi,
sediaan memiliki efek tyndall saat dilewati sinar laser. Partridge DA, Davies MB, Austin J, 1991, Vitamin C:
Its Chemistry and Biochemistry. The Royal Society of
Penentuan ukuran globul tidak dapat dilakukan karena Chemistry: Cambridge, Manchester.
sediaan sangat kental untuk dibaca dengan
menggunakan Delsa Nano. Hasil uji pH menghasilkan Charro D, 1996, Delivery of a hydrophilic solute
pH 8, terlalu basa untuk pemakaian kulit sehingga through the skin from novel microemulsion systems.
ditambah dapar fosfat pH 6,4 dengan prosedur School of’ Pharmacy, University of California-San
pembuatan berdasarkan FI. Dilakukan pengukuran pH Franciso, San Francisco.
selama 4 minggu pada suhu 40 °C dan suhu 25 °C
sebagai pembanding. Hasil evaluasi pH dalam 4 Kawakami K, 2002, Microemulsion formulation for
minggu pada 2 batch. enhanced absorption of poorlysoluble drugs.
Developmental Research Laboratories, Shionogi and
Hasil uji sentrifuga dan freeze-thaw menunjukkan Co. Ltd., 12-4 Sagisu 5-chome, Fukushima-ku, Osaka
sediaan tetap stabil. Sentrifuga dilakukan selama 5 553-0002, Japan.
jam, pengamatan dilakukan setiap setengah jam.
Sediaan stabil selama pengamatan. Uji freeze-thaw Hathout RM, 2010, Microemulsion formulations for
dilakukan dengan menaruh sediaan dalam climatic the transdermal delivery of testosterone. Faculty of
chamber pada suhu suhu 40 °C selama 2 hari Pharmacy, Ain Shams University, Cairo, Egypt.
kemudian dalam kulkas suhu 4 °C selama 2 hari.
Prosedur diulang sebanyak 6 siklus. Hasil pengamatan Peng LC, 2010, Optimization of water-in-oil
menunjukkan sediaan tetap stabil selama 6 siklus. mikroemulsions by mixed surfactants. Department of
Tidak terjadi pemisahan fasa. Applied Chemistry, Providence University, Taichung,
Taiwan.
Uji difusi sediaan dilakukan dengan membran kulit
ular tiga kali (triplo) pada satu batch. Ketiga hasil Weiner ND, 2001, Topical transport of hydrophilic
ditampilkan dalam Tabel 6. compounds usingwater-in-oil microemulsions.
Department of Pharmaceutics, College of Pharmacy,
University of Michigan, Ann Arbor, MI 48109, USA.
Kesimpulan
Torchilin VP, 2006, Nanoparticulates as drug carriers.
Sediaan mikroemulsi memiliki formula optimum pada Imperial College Pres, Fulsland offset printing,
konsentrasi surfaktan 27,5% pada rasio Tween 80- Singapore, hal.126-128.
Span 80 3:1, konsentrasi kosurfaktan gliserin 30%,
dan fasa dalam 15%. Sediaan bersifat jernih, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979,
transparan, dan stabil selama evaluasi dengan Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
viskositas rata-rata 375 cps, pH rata-rata 6,80±0,21, Kesehatan Republik Indonesia.
dan jumlah NAP rata-rata terdifusi 850,56 µg/cm2
atau sebanyak 75,75% selama 8 jam.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.
Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Daftar Pustaka Kesehatan Republik Indonesia.

Pauling L, 1986, How to Live Longer and Feel Better, Rowe RC, 2009, Handbook of Pharmaceutical
Harper Collins Publishers, Oregon. Excipients 6th. London: Pharmaceutical Press.

Schulman HTP, 1943, J. H. Transparent water in oil


dispersions: the oleopathic hydromicelle. Nature 152:
102 – 103.

94 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXVII, No. 3, 2012

Вам также может понравиться