Вы находитесь на странице: 1из 4

KESIMPULAN DAN SARAN

Menurut data dari The U.S. Bureau of Labor Statistics (RRSTAR, 2011, Online), diperkirakan angka
kesempatan kerja dunia keperawatan bakal melonjak mulai tahun 2011 ke atas. Tendensi yang sama
terjadi di belahan dunia lain, termasuk di Indonesia. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Sementara kebutuhan akan perawat ini
meningkat tajam, diharapkan akan terjadi perubahan pula dalam dunia industri.

Di samping perubahan akan jumlah perawat dan meningkatnya kebutuhan terhadap mereka,
diramalkan pula bahwa jumlah perawat yang bekerja di rumah sakit akan berkurang (RRSTAR, 2011,
Online). Sebaliknya, perawat yang bekerja di nursing homes dan home health care, makin meningkat.
Tidak terkecuali di industri.

Gejala ini, perlu mendapatkan antisipasi dari penyelenggara pendidikan keperawatan yang di
Indonesia jumlahnya semakin menanjak dari tahun ke tahun. Mengantisipasi perawat yang bekerja
di luar RS perlu penanganan serius dengan berpedoman kepada kurikulum yang diharapkan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar. Penekanan hanya kepada hospital or clinical-oriented
curriculum, tidak bakal menjawab tantangan. Oleh sebab itu, seperti yang diusulkan oleh Heidgerken
(2008), kurikulum hendaknya fleksibel.

Fleksibilitas ini penting karena dengan kurikulum yang lentur, selain hemat waktu, bisa dihindarkan
membengkaknya jumlah pengangguran tenaga terdidik termasuk lulusan fakultas keperawatan.
Sebaliknya, lulusan jurusan keperawatan diharapkan mampu menembus industri yang jumlahnya
juga makin besar. Apalagi di era globalisasi ini, di mana Indonesia membuka kesempatan investor
asing untuk menamkan modalnya di Indonesia. Tidak terkecuali di bidang kesehatan. Mestinya,
tantangan ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan akademik.

Salah satu cara efektif guna mencapai tujuan tersebut, sekaligus memberikan hawa baru bagi dosen
mata kuliah keperawatan Komunitas adalah mengintegrasikan materi occupational health nursing
dengan lebih fokus dan terarah. Program tersebut bukan hanya harus mengacu kepada standar
internasional saja, namun harus pula disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Secara praktis, materi OHN yang jatahnya rata-rata diberikan dengan jumlah bobot SKS hanya
sebanyak 1,5, bisa meliputi 5 unit sub mata kuliah, yaitu penekanan hanya diberikan kepada
program-program besar yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Pendekatan ini bisa saja bukan satusatunya pilihan yang tepat. Namun, sejauh ini, program fitness to
work, health surveillance, health promotion dan management of ill health adalah program andalan
dunia internasional, yang sudah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan raksasa, khususnya di
sektor minyak dan gas, dikenal sebagai induk program occupational health.

1. Impact of tele-advice on community nurses’ knowledge of venous leg ulcer care (Ameen, Coll, &
Peters, 2005). Pada penelitian ini dikemukakan efektifitas telenursing dibidang manajemen
perawatan ulkus kaki, desain yang digunakan adalah quasi eksperimental dengan pendekatan pre
dan post intervensi pada 2 kelompok yaitu kelompok intervensi sebanyak 19 orang dan kelompok
kontrol sebanyak 19 orang, pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbaikan yang
signifikan dalam hal kemampuan perawat komunitas dalam manajemen perawatan ulkus kaki
antara sebelum dan sesudah intervensi melalui telenursing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tele-saran dapat menjadi manfaat besar bagi perawat komunitas dalam meningkatkan
pengetahuan mereka dalam praktek perawatan ulkus kaki. Ini akan memiliki implikasi signifikan
untuk penggunaan sumber daya manusia yang lebih efisien dan efektivitas biaya dalam perawatan
luka.

2. Tele-education in emergency care (Binks & Benger, 2007). Dalam artikel ini dijelaskan bahwa
Telenursing juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas
kesehatan dalam hal ini adalah perawat, terutama petugas kesehatan yang bertugas didaerah-
daerah terpencil yang kadang sulit diakses melalui jalan darat karena kondisi geografis yang tidak
memungkinkan sehingga mereka kurang terpapar informasi-informasi maupun pengetahuan
terkini menghenai pelayanan keperawatan. Disini dijelaskan bagaimana telenursing dimanfaatkan
sebagai sarana penambahan wawasan dan pengetahuan mengenai keperawatan gawat darurat
terhadap petugas kesehatan yang bertugas di daerah terpencil. Dalam Tele-education dapat
diterapkan empat domain pembelajaran, yaitu : 1) pengetahuan, 2) keterampilan, 3) hubungan
(relationship), dan 4) sikap (attituds).

3. Efficacy of tele-nursing consultations in rehabilitation after radical prostatectomy: a randomised


controlled trial study (Jensen, Kristensen, Christensen, & Borre, 2011).
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa terdapat peningkatan angka dalam insiden kanker prostat
menyebabkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap peran perawatan kesehatan masyarakat.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, prostatektomi radikal jalur cepat telah diperkenalkan,
sehingga waktu rawat menjadi pendek dan sedikit waktu yang tersedia untuk edukasi terhadap
pasien post op prostektomy, maka pasien dituntut agar mampu melakukan perawatan secara
mandiri melalui bantuan Telenursing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah
konsultasi telepon perawat yang dipimpin (TC) dapat mengoptimalkan sumber daya, rehabilitasi
secara aman dan kepuasan pasien dalam periode pasca-operasi. Penelitian ini merupakan uji
coba terkontrol secara acak prospektif dari 95 pasien baik intervensi atau standar tindak lanjut.
Intervensi yang diberikan adalah TC tambahan 3 hari pasca bedah. Pendidikan perawatan dan
pasien selama rawat inap yang diberikan adalah sama untuk semua pasien. Data dikumpulkan
dari catatan medis dan kuesioner 2 minggu pasca-bedah. Memang tidak ditemukan perbedaan
dalam keberhasilan keseluruhan tentang kepuasan pasien, rasa aman dan ketidaknyamanan
pasca-operasi. Beberapa pasien memiliki kebutuhan yang belum terpenuhi saat dirawat di
rumah sakit sehingga peberian TC menjadi alternatif pilihan yang baik. Secara umum, pasien
cukup terdidik dalam pengelolaan rehabilitasi awal dan mereka menyatakan kepuasan yang
tinggi dan rasa aman pada periode pasca operasi setelah pulang meskipun tanpa TC. Oleh
karena itu, TC tidak akan menjadi prosedur standar, tetapi hasilnya telah meningkatkan
kesadaran dalam praktek klinis sehari-hari dan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

4. Using the Tele-ICU Care Delivery Model to Build Organizational Performance, Part 1 (Rufo, 2011).
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa paradigma dalam model pemberian perawatan saat ini telah
bergeser ke arah perbaikan kualitas hidup pasien dan keamanan perawatan pasien. Tele-health
terintegrasi adalah salah satu contoh. Dengan menggunakan perangkat mobile dan keahlian dari
dokter yang berpengalaman dapat dihubungkan ke lokasi terpencil, sehingga pemberi asuhan
keperawatan didaerah terpencil sekarang dapat menerima bantuan untuk manajemen pasien
secara langsung melalui metode ini. Tele-ICU adalah salah satu contoh dari penerapan model
teknologi yang mempercepat pemecahan masalah klinis dan pengambilan keputusan, sehingga
mempercepat pemberian perawatan kritis dan akhirnya meningkatkan hasil yang diharapkan.

5. A second set of eyes: an introduction to tele-ICU (Goran, 2010). Dalam artikel ini dijelaskan bahwa
Tele-ICU, eICU, virtual ICU, atau pusat ICU terpencil telah diterapkan dalam perawatan pasien ICU
oleh dokter di 28 negara, lebih dari 40 sistem perawatan kesehatan, dan lebih dari 200 rumah
sakit. Meskipun di beberapa tim perawatan tetap belum terbiasa untuk aplikasikan metode baru
ini, sedangkan yang lain tetap skeptis meskipun rasio biaya perawatan yang bisa ditekan dan
manfaat yang didapat. Namun, dengan perluasan berbagai program dan publikasi hasil klinis dan
fiskal, tele-ICU menjadi lebih diperhatikan dan mengubah wawasan tentang perawatan klinis.
Konsep tele-ICU memberikan manfaat bagi tim perawatan untuk memperoleh kemudahan
dalam pengawasan pasien jarak jauh, tidak untuk mengendalikan atau mengganggu, tetapi
untuk mendukung dan meningkatkan kualitas perawatan. Saat pasien kritis keluarga, tim ICU
dan tele-ICU dapat berbagi pengalaman, berkolaborasi untuk menemukan solusi, dan
pemahaman melalui tele-ICU, serta belajar bagaimana bersama tim dapat meningkatkan
perawatan pasien.

6. Nu!RehaVR: virtual reality in neuro tele-rehabilitation of patients with traumatic brain injury and
stroke (Gervasi, Magni, & Zampolini, 2010). Dalam arikel ini dijelaskan Ketersediaan lingkungan
virtual di Web untuk mengembangkan aplikasi baru realitas virtual dalam beberapa bidang,
termasuk beberapa aplikasi therapeutical. Disini disajikan aplikasi virtual reality diterapkan pada
tele-rehabilitasi pasien dengan cedera otak traumatis dan stroke. Sistem ini berdasarkan teknologi
X3D dan Ajax3D, meningkatkan kemungkinan untuk membuat latihan tele-rehabilitasi ditujukan
pada pemulihan dari penyakit neurologis. Sistem, yang disebut Nu! RehaVR ini, telah dirancang
untuk mengintegrasikan aktivitas yang dilakukan pada sistem tele-rehabilitasi, Nu Reha (Nu! Reha
adalah merek dagang dari produk virtual web ini.(Lihat http://www.nureha.eu). Sistem ini
dirancang untuk memungkinkan pemantauan dan penilaian kegiatan pasien oleh staf medis di
rumah sakit menggunakan fasilitas komunikasi sistem tele-rehabilitasi.

7. Socio-technical and organizational challenges to wider e-Health implementation. Chronic


Respiratory Disease (Vitacca, Mazzù, & Scalvini, 2009). Kemajuan terbaru dalam teknologi
informasi dan komunikasi memungkinkan kontak dengan pasien di rumah melalui e-Health
layanan. Artikel ini memberikan wawasan tentang seni e-Health dan telemedicine untuk
penggunaan klinis yang lebih luas di masa depan. Peluang telemedicine dirangkum sebagai tele
home care, teleconsulting antara dokter umum dan spesialis dan kegiatan kesehatan online. Saat
ini prioritas Uni Eropa adalah Inisiatif pada Telemediciene (TM) untuk manajemen penyakit kronis
seperti pemantauan kesehatan di rumah dan Visi masa depan untuk Eropa 2020 didasarkan pada
pengembangan Pelayanan Terpadu Telemedicine, meskipun masih ada pro dan kontra. Kualitas,
akses dan efisiensi adalah isu-isu kunci utama untuk keberhasilan e-Health dan implementasi
telemedicine. Teknologi sebenarnya adalah sumber daya manusia yang tersedia ke dalam
organisasi. Untuk e-Health dan telemedicine agar lebih berkembang, maka akan diperlukan riset
yang lebih luas lagi, seperti efektivitas biaya, manfaatnya terhadap perbaikan kualitas hidup
pasien dan dampak pada kualitas kesehatan masyarakat.

8. Home-Based Telemedicine: A Survey of Ethical Issues (Bauer, 2001). Dalam artikel ini dikemukakan
berupa hasil survey terhadap pemanfatan Telemediciene didapatkan data bahwa secara ekonomis
maupun efektifitasnya boleh dikatakan bagus, karena dari segi biaya yang harus dikeluarkan relatif
rendah, kemudin dari segi efektifitasnya pasien tidak perlu datang ke tempat pelayanan kesehatan
yang dituju, tetapi cukup hanya dengan berinteraksi melalui Telemediciene maupun Telenursing
pasien sudah dapat terlayani.
Namun masalah yang muncul dalam penilaian ini adalah bahwa mereka tidak mengidentifikasi
adanya nilai-nilai moral maupun implikasi etis dari penerapan metode ini. Oleh sebab itu sebagai
pengguna metode ini hendaknya petugas kesehatan atau perawat yang mengelolanya harus
memilki pemahaman yang luas tentang keilmuan keperawatan itu sendiri maupun metode
Telenursing yang digunakan.

Вам также может понравиться