Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum
tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manisfestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit.
Leukosit dalam darah berploriferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan
fungsinya juga menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari
sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal
dalam klinik (Steuber, 2007)
Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan penyakit yang paling umum pada
anak (25% dari seluruh kanker yang terjadi). Di Amerika Serikat, kira-kira 2400 anak
dan remaja menderita LLA setiap tahun. Insiden LLA terjadi jauh lebih tinggi
pada anak-anak kulit putih daripada kulit hitam. Perbedaan juga tampak pada jenis
kelamin, dimana kejadian LLA lebih tinggi pada anak laki-laki kurang dari 15 tahun.
Insiden kejadian 3,5 per 100.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. P u n c a k insiden
pada umur 2-5 tahun dan menurun pada dewasa (Baldy, 2006)
Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) menyebutkan, setiap tahun ada 4.100
anak terkena kanker. Leukemia bisa menyerang anak dari berbagai golongan umur,
mulai dari anak balita hingga menjelang dewasa muda, bahkan orang dewasa. Pada anak,
leukemia bahkan bisa terjadi sejak anak dilahirkan
Akut Leukemia Limfoblastik ( ALL ) merupakan kanker paling umum yang terjadi
pada anak-anak. Tetapi LLA dapat berefek pada semua umur. Insidennya paling sering
usia 2-10 tahun. Insiden tertinggi umur 3-5 tahun. Insiden turun bersamaan dengan
peningkatan umur. Lebih sering mengenai laki – laki daripada perempuan (Permono,
2006)
ALL adalah sebuah keganasan progresif yang ditegaskan oleh adanya >30%
limfoblast pada sumsum tulang atau darah. LLA merupakan leukemia pada anak yang
paling sering dijumpai (80%) dan paling sering terjadi pada dekade pertama. Walaupun
orang dewasa dengan ALL hanya mencapai 20%, angka kematiannya lebih tinggi.
Perbedaan signifikan antara insidens LLA pada dewasa dan anak-anak ditentukan oleh
perbedaan dalam biologi penyakit ini. Di Amerika, setiap tahunnya sekitar 2000-3000
anak dan orang dewasa didiagnosis LLA. Lebih dari 80% pasien berusia kurang dari 10
tahun. Insidens LLA di negara berkembang 83%. Di Indonesia, di RSU Sardjito kasus
1
LLA mencapai 79% dan di RS Dr. Soetomo pada tahun 2002 dijumpai kasus LLA
mencapai 88% (Permono, 2006)
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel
prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan
sisanya merupakan leukemia sel T. Pendapat lain mengatakan leukemia limfoblastik
akut (LLA) adalah sebuah neoplasma yang progresif yang ditegaskan oleh adanya
>30% limfoblast pada sumsum tulang atau darah (Panji, 2006)
2.2 Etiologi
Penyebab LLA masih belum diketahui, namun anak-anak dengan cacat
genetik (Trisomi 21), sindrom “Bloom’s”, anemia “Fanconi’s” dan ataksia
telangiektasia) mempunyai angka kejadian lebih tinggi untuk menderita LLA dan
kembar monozigot. Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan
pasca natal. Moskow melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan
paternal/maternal terhadap pestisida dan produk minyak bumi. Terdapat peningkatan
resiko leukemia pada keturunannya. Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik,
seperti dilaporkan di Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun
demikian paparan radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak mengarah pada
peningkatan insidens leukemia, demikian juga halnya dengan radiasi dosis rendah.
Namun hal ini merupakan perdebatan. Pemeriksaan X-ray abdomen selama trimester I
kehamilan menunjukkan peningkatan kasus LLA sebanyak 5 kali (Permono, 2006)
Beberapa faktor risiko ALL, yaitu:
- Paparan Radiasi: Korban bom atom Jepang yang masih bertahan hidup memiliki
risiko yang cukup tinggi terkena ALL biasanya dalam waktu 6-8 tahun setelah
terkena radiasi. Pengobatan kemoterapi dan terapi radiasi dapat meningkatkan
risiko ALL tetapi sejauh mana risikonya belum jelas. Meski demikian doktr
mencoba membatasi paparan seseorang terhadap radiasi sebanyak mungkin.
- Sindrom warisan: ALL tidak muncul menjadi penyakit genetik tetapi ada beberapa
sindrom diwariskan yang dapat meningkatkan risiko ALL antara lain sindrom
down, sindrom klinefelter, anemia fanconi, sindrom bloom, ataksia-telangiectasia,
dan neurofibromotosis.
- Ras/etnis: ALL lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih daripada kulit hitam,
namun alasan untuk aspek ini belum jelas.
3
- Jenis kelamin: Laki-laki lebih sering ditemukan menderita ALL daripada
perempuan.
- Memiliki kembar identik yang menderita ALL meningkatkan resiko terkena ALL.
- Paparan medan elektromagnetik seperti kabel listrik tegangan tinggi dan gas
radon.
- Paparan bahan kimia yang digunakan dalam industri seperti benzena dan pelarut
lainnya.
- Infeksi virus tertentu: infeksi dengan limfoma T-sel manusia/ leukimia virus 1
(HTLV-1) dapat menyebabkan kasus langka T-sel ALL. Sebagian besar kasus
terjadi di Jepang dan Karibia, namun oenyakit ini tidak umum di Amerika Serikat
2.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi Imunologi
a. Precursor B – Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) – 70% : common ALL
(50%), null ALL, pre – B ALL.
b. T – ALL (25%).
c. B – ALL (5%).
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai
antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan
adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih
banyak pada dewasa.B – ALL merupakan penyakit yang jarang dengan morfologi
L3 yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif (varian Burkirtt).
2. Klasifikasi Morfologoi [(the French – American – British (FAB)]
a. L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli
yang tidak jelas.
b. L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio
inti sitoplasma yang rendah.
c. L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan L1
paling sering ditemukan pada anak – anak. Sekitar 95% dari tipe LLA kecualai sel
B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl
transferasi (TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat dalam pengaturan kembali
gen reseptor sel T dan immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam
diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.
4
2.4 Patofisiologi
Proliferasi sel
kanker
Infiltrasi
5
morfologik menurut the French American British (FAB) untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogeny, anak
inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.
Akibat terbentuknya populasi sel leukemia yang makin lama makin banyak
ditemukan menimbulkan dampak yang buruk bagi produksi sel normal, dan bagi faal
tubuh maupun dampak karena infiltrasi sel leukemia ke dalam organ tubuh.
Kegagalan hematopoesis normal merupakan akibat yang besar pada patofisiologi
leukemia akut, walaupun demikian patogenesisnya masih sangat sedikit diketahui.
Bahwa tidak selamanya pansitopenia yang terjadi disebabkan desakan populasi sel
leukemia, terlihat pada keadaan yang sama (pansitopenia) tetapi dengan gambaran
sumsum tulang yang justru hiposeluler. Kematian pada pasien leukemia akut pada
umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi
dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemia tersebut ke organ tubuh pasien
(Permono, 2006)
6
cerna, perdarahan otak, leukemia system saraf pusat (nyeri kepala, muntah, perubahan
dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII (Panji, 2006)
2.6 Komplikasi
Perdarahan akibat jumlah trombosit yang kurang dari normal
(trombositopenia) merupakan komplikasi paling sering dari ALL, koagulasi
intravascular diseminata (KID) yang merupakan suatu sindrom ditandai dengan
aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa pembentukan dan penyebaran deposit
fibrin dalam sirkulasi sehingga menimbulkan trombus mikrovaskuler pada berbagai
organ yang dapat mengakibatkan kegagalan multiorgan dapat mengakibatkan
komplikasi perdarahan berat. Anak yang selamat dari leukimia mengalami
peningkatan risiko untuk terjadinya keganasan baru di masa selanjutnya dibandingkan
dengan anak-anak yang tidak sakit leukimia, lebih cenderung berhubungan dengan
sifat agresif regimen kemoterapeutik (radiologi). Regimen terapi termasuk
transplantasi sumsum tulang, dihubungkan dengan depresi sumsum tulang temporer
dan peningkatan resiko perkembangan infeksi berat yang dapat menyebabkan
kematian. Bahkan pada terapi dan remisi yang berasil, sel-sel leukemik masih tetap
ada, meninggalkan gejala sisa penyakit (Corwin, 2009).
2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan utama untuk ALL adalah kemoterapi. Beberapa orang mungkin
menjalani radioterapi, terapi bertarget, atau transplantasi sel induk. Hal ini akan
tergantung pada jenis ALL yang diderita dan seberapa baik efek pengobatan bekerja.
Kemoterapi dengan banya obat dan antibiotik diberikan untuk mencegah perdarahan,
pencangkokan sumsum tulang dapat berhasil mengobati ALL. Produk darah dan
antibiotik spektrum luas diberikan selama prosedur transplantasi sumsum tulang
untuk melawan dan mencegah infeksi. Imunoterapi termasuk dengan interferon dan
sitokin lain, digunakan untuk memperbaiki daya tahan tubuh yang sempat menurun
karena sel darah putih yang tidak sehat. Terapi tersebut dapat menimbulkan gejala
yaitu peningkatan depresi sumsum tulang lebih lanjut, mual dan muntah. Mual dan
muntah dapat dikendalikan atau diturunkan dengan intervensi farmakologik dan
perilaku. Antosianin (zat kimia yang bersifaat antioksidan dan melindungi hati)
berfungsi sebagai agen kemopreventif dengan mematikan sel kanker pada sel
leukimia (Corwin, 2009).
7
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membuktikan ALL adalah hitung
darah spesifik yang disertai peningkatan atau defisiensi variabel hitung sel darah
putih. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan proliferasi klonal dan
penimbunan sel darah, serta pemeriksaan cairan serebral spinal untuk menyingkirkan
keterlibatan sistem saraf (Corwin, 2009).
Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan. Gejala yang terlihat
berdasarkan kelainan sumsum tulang berupa adanya pansitopesi, limfositosis yang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blas. Kadar kolestrol
rendah, asam urat meningkat, hipogamoglobulinemia (infeksi di daerah bronkus).
Pemeriksaan biopsi limpa memperlihatkan proliferasi sel leukimia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit,
dan pulp cell. Pemeriksaan sitogenik merupakan pemeriksaan kromosom-kromosom
yang didapat dari contoh sampel preparat sel darah atau nodus limfe dengan hasil 50-
60%. Pemeriksaan ini perlu dilakukan. 50-70% dari pasien ALL mempunyai kelainan
jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n+a), koriotip
yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid, bertambah
atau hilangnya bagian kromosom serta terdapatnya marker chromosome yaitu elemen
yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat
besar sampai yang sangat kecil
8
BAB III
GAMBARAN KASUS
Identitas Klien
9
Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan anaknya demam naik turun, badannya lemah, dan
sering gelisah
1. Masa Prenatal : Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada kelainan pada
kehamilannya selama mengandung An. A
2.Masa Intranatal : Ibu mengatakan bahwa anaknya lahir cukup bulan, lahir
secara spontan (normal) dan tidak ada masalah apapun
3. Masa Postnatal : Ibu pasien mengatakan setelah masa nifas, ibu tidak ada
memeriksakan kesehatan anaknya
Riwayat Alergi
Ibu mengatakan tidak ada riwayat alergi pada anaknya, obat-obatan maupun
makanan.
Riwayat Operasi
Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bahwa anaknya tidak ada diberikan imunisasi sejak lahir
10
Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)
= laki-laki
= perempuan
= laki-laki sakit
Riwayat Sosial
Kebutuhan Dasar
11
4. Aktivitas bermain: Ibu mengatakan sebelum sakit anaknya bermain seperti
biasa dengan teman-temannya
Masalah keperawatan
Keadaan Kesehatan
1. Status Nutrisi
- BB (Berat Badan) : 15 kg
- TB (Tinggi Badan) : 111 cm
- LK (Lingkar Kepala) : 40 cm
- LILA (Lingkar Lengan Atas) : 9 cm
- BB/U :-
- TB/U :-
2. Status Cairan :
- Menggunakan selang NGT
- Melalui infus D5 ½ N5 + kcl 10 meg
3. Obat-obatan :
- Infus D5 ½ N5 + kcl 10 meg (30 TPM)
- Ondon 3 x 1 cc
- Uro 2 x 300 gr (dalam NaCl 100cc)
- Ceftriaxon 2 x 100
- PCT infus 4 x 150
4. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil laboratorium :
a. Hb : 11, 5 gr/dL
b. Leukosit : 36.890 /uL
c. Trombosit : 82.000 / uL
d. HT : 32,5 %
- Hasil Xray :-
12
5. Data Tambahan
Masalah keperawatan:
Pemeriksaan Fisik
Masalah Keperawatan
Hipertermi
Integumen
- Warna dan pigmen kulit : warna kulit sawo matang, kulit tampak pucat
- Kelembaban, tekstur : kulit kering, tekstur lembut
- Turgor kulit : turgor kulit kembali > 3 detik
- Edema : tidak ada edema
- Lesi, pruritus : tidak ada lesi, tidak ada pruritas
- Tanda lahir : tidak ada tanda lahir
- Kuku dan rambut : kuku dan rambut sedikit kotor, rambut
nampak tipis dan ikal
Masalah Keperawatan
Mata
Masalah Keperawatan
Masalah Keperawatan
14
Torax dan paru-paru
Masalah Keperawatan:
Sistem kardiovaskuler
Masalah Keperawatan:
Abdomen
15
Masalah Keperawatan:
Sistem Musculoskeletal
Masalah Keperawatan:
Sistem persyarafan
- Status mental :
- Fungsi motorik :
16
- Uji romberg :
Masalah keperawatan:
Pemeriksaan Refleks
(Tidak Terkaji)
NO REFLEKS TEMUAN
Refleks Tendon Dalam
1 Biseps
2 Triseps
3 Brakhiaradialis
4 Patela
5 Achiles
6 Refleks Superfisial
7 Abdomen
8 Kremaster
9 Anus
Masalah keperawatan:
17
PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN
2. Motorik Halus
Anak mampu menulis dikertas, ketika sebelum sakit
4. Motorik Kasar
Ibu mengatakan pasien bisa bermain-main dengan teman-temanya
sebelum sakit, dan saat sakit pasien hanya ditempat tidur saja
- Kemoterapi
- CT-Scan
- Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi
18
FORMAT ANALISA DATA
Pelepasan pirogen
endogen
Pembentukan
prostaglandin otak
Merangsang
hipotalamus
peningkatan suhu
Meningkat suhu
basal
Hipertemi
Ds : Ibu mengatakan Infeksi virus Ketidakseimbangan
anaknya makan nutrisi : kurang dari
menggunakan selang. Proliferasi sel kanker kebutuhan tubuh
Do : pasien tampak
tidak sadar Sel onkogen
sepenuhnya, pasien
tampak terpasang Pertumbuhan
selang NGT, pasien berlebih
tampak gelisah
Kebutuhan nutrisi
meningkat
Hipermetabolisme
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
19
kebutuhan tubuh
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai gelisah, peningkatan suhu
tubuh, tubuh terasa hangat.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan ditandai membran mukosa pucat, kelemahan otot menelan.
20
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam, Pengaturan suhu
proses penyakit ditandai gelisah, diharapkan suhu tubuh klien menurun dengan
kriteria : 1. Monitor sushu dan warna kulit
peningkatan suhu tubuh, tubuh terasa 2. Berikan pengobatan antipiretik sesuai
hangat. 1. Termoregulasi kebutuhan
a. Hipertermia (2) – (4) 3. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
b. Melaporkan kenyamanan suhu (3) – (4) 4. Instruksikan pasien bagaimana mencegah
2. Kontrol resiko : hipertermia keluarnya panas dan serangan panas
a. Mengenali faktor resiko individu terkait
hipertermia (2) – (4) Perawatan demam
b. Mengindentifikasi tanda dan gejala 1. Pantau suhu dan TTV
hipertermia (2) – (4) 2. Beri obat atau cairan IV
c. Memonitor lingkungan terkait faktor 3. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
yang meningkat suhu (2) – (4) ringan
d. Melakukan tindakan mandiri untuk 4. Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang
mengontrol suhu tubuh (2) – (5) kering
16
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam, Manajemen gangguan makan
dari kebutuhan tubuh berhubungan diharapkan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria :
1. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan
dengan ketidakmampuan makan 1. Status nutrisi : asupan makanan dan cairan yang disukai bersama ahli gizi
ditandai membran mukosa pucat, a. Asupan makanan oral (1) – (3) 2. Monitor intake atau asupan cairan secara
b. Asupan cairan IV (1) – (3) tepat
kelemahan otot menelan.
2. Status menelan 3. Bangun harapan terkait dengan perilaku
a. Kemampuan mengunyah (1) – (3) makanan yang baik intake/ asupan makanan
b. Reflek menelan sesuai dengan waktunya cairan dan jumlah aktivitas fisik
(1) – (3) 4. Kolabirasi dengan tim kesehatan lain untuk
c. Pengikatan usaha menelan (1) – (3) mengembangkan rencana perawatan dengan
melibatkan klien dan orang-orang
terdekatnya dengan tepat
17
CATATAN PERKEMBANGAN
27 juni 2018 Hipertemia - Pasang selang NGT (asistensi) S : ibu mengatakan anaknya
10:30 Ketidakseimbangan - Memantau TTV demam naik turun, batuk
nutrisi : kurang dari S : 37, 2 ℃ O : tampak gelisah, bibir kering,
kebutuhan tubuh RR : 28 x/i demam (+)
N : 110 x/i A : masalah belum teratasi
- Memberi injeksi IV P : intervensi lanjut
- Kompres hangat - Kompre hangat
- Pantau TTV
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hubungan Antara Kasus dengan Teori
Dari tinjauan yang dilakukan pada An. A di ruang merak 1 RSUD Arifin
Ahmad pada hari senin, 25 juni 2018 dengan diagnosa ALL. Pada saat
melakukan pengkajian An. A (laki-laki), dan saat bertanya kepada ibunya
pasien yang mengatakan bahwa anaknya mengalami demam naik turun, gusi
berdarah. Pada teori itu termasuk dari tanda dan gejala ALL. Dan juga faktor
resiko banyak terjadinya pada laki-laki dibanding perempuan. Pada saat
dilakukan pemeriksaan fisik , kesadaran umum pasien tidak sadar
sepenuhnya, tampak terpasang selang NGT dikarenakan anak tidak mampu
untuk menelan, kulit pasien teraba hangat, anak tampak gelisah, serta turgor
kulit yang sedikit jelek.
Ketika dilakukan pengukuran tanda-tanda vital N : 98 x/i, S : 38 ℃, RR :
30 x/i. Anak saat itu mengalami demam, dan ibu mengatakan demam
anaknya naik turun. saat dilakukan pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb
: 11, 5 gr/dL, Leukosit : 36.890 /uL, Trombosit : 82.000 / uL, HT: 32,5 %.
An. A terpasang infus Infus D5 ½ N5 + kcl 10 meg (30 TPM). Pada saat An.
A demam diberikan cairan infus PCT dengan dosis 4 x 150. Dan juga ibu
memberikan kompres hangat kepada anaknya. Pasien juga diberi obat Ondon
3 x 1 cc, Uro 2 x 300 gr (dalam NaCl 100cc), Ceftriaxon 2 x 100.
Dari kasus diatas diagnosa yang dapat diambil adalah hipertemia dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena sudah terlihat
jelas tanda dan gejala yang dialami oleh An. A, Dan ibu pasien juga diberikan
edukasi tentang bagaimana melakukan kompres hangat yang sesuai untuk
An. A, sehingga suhu nya kembali normal.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah putih yang berasal
dari sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan
manisfestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada
gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berploriferasi
secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya juga menjadi tidak
normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal
juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam
klinik.
Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL) adalah keganasan sel yang terjadi
akibat proliferasi sel limfoid yang diblokir pada tahap awal deferensiasinya.
ALL disebut juga dengan kanker sel darah putih yang memproduksi limfosit
mentah/ limfoblas. ALL menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik
yang menyebabkan anemia, memar dan infeksi. Limfoblas biasanya
ditemukan dalam darah tepi dan selalu ada di dalam sumsum tulang
5.2 Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah
berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19