Вы находитесь на странице: 1из 9

INTEGRASI LOGISTIK YANG EFISIEN DAN EFEKTIF DENGAN

KONSEP SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

GRACE CHRISTINE SARAGIH (41615110103)


TRI JULIYAN PAMUNGKAS (41615110104)
ALIF RUZI KURNIA (41615110106)
MUHAMMAD FACHRI B. (41615110107)

PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI


ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumberdaya yang melimpah berpotensi
menjadi “supply side” yang mampu memasok dunia dengan aneka ragam hasil alam dan industri
olahannya. Disisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang besar sekaligus juga dapat menjadi target
pasar atau “demand side” yang besar dalam rantai pasok global. Namun potensi-potensi yang dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional tersebut masih belum didukung oleh sistem logistik
yang optimal, baik dari penyediaan infrastruktur, penerapan sistem, kompetensi para pelaku dan
penyedia jasa logistik, maupun koordinasi antar pemangku kepentingan baik dalam skala institusi
maupun nasional.
Kata kunci; Logistik, rantai pasok, pemangku kepentingan.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumberdaya yang melimpah berpotensi
menjadi “supply side” yang mampu memasok dunia dengan aneka ragam hasil alam dan industri
olahannya. Disisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang besar sekaligus juga dapat menjadi target
pasar atau “demand side” yang besar dalam rantai pasok global. Namun potensi-potensi yang dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional tersebut masih belum didukung oleh sistem logistik
yang optimal, baik dari penyediaan infrastruktur, penerapan sistem, kompetensi para pelaku dan
penyedia jasa logistik, maupun koordinasi antar pemangku kepentingan baik dalam skala institusi
maupun nasional.
Konteks logistik identik dengan organisasi, pergerakan, dan penyimpanan dari material dan
manusia. Domain dari aktivitas logistic sendiri adalah menyediakan sistem dengan produk yang
tepat, di lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat (right product, in the right place, at the right
time) dengan mengoptimasikan pengukuran performansi yang diberikan (contohnya
meminimalisir total biaya operasional) dan memenuhi kualifikasi yang diberikan (contohnya
sesuai dengan kemampuan dari klien dan sesuai dengan kualitas pelayanan) (Ghiani, Laporte, &
Musmanno, 2004, p. 1).
Logistik menurut Council of Supply Chain Management Professionals (CLM, 2000) adalah
bagian dari manajemen rantai pasok (supply chain) dalam perencanaan, pengimplementasian, dan
pengontrolan aliran dan penyimpanan barang, informasi, dan pelayanan yang efektif dan efisien
dari titik asal ke titik tujuan sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk mengalirkan barang dari
titik asal menuju titik tujuan akan membutuhkan beberapa aktivitas yang dikenal dengan ‘aktivitas
kunci dalam logistik’ diantaranya: 1) customer service, 2) demand forecasting/planning, 3)
inventory management, 4) logistics communications, 5) material handling, 6) traffic and
transportation, dan 7) warehousing and storage (Lambert D.M., et. al, 1998).
Indonesia sebagai negara kepulauan membutuhkan sistem logistik yang ter integrasi, efektif dan
efisien guna meningkatkan daya saing, dan menjam in keberadaan komoditi strategis dari bahan
kebutuhan pokok masyarakat secara merata dan terjangkau. Pilar pokok sistem logistik adalah
menjamin kelancaran arus barang secara efektif dan efisien yang tercermin dalam biaya logistik
yang rendah, dan pelayanan yang responsif dan memuaskan. Pengelolaan logistik yang efisien dan
efektif akan membantu pelaku usaha untuk dapat lebih unggul dalam persaingan melalui
penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi. Mengungguli daya saing tersebut pada gilirannya akan
meningkatkan pertumbuhm ekonomi nasional dan mening- kaJkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memperoleh sistem logistik yang terintegrasi perlu dikembangkan sistem logistik yang
efektif dan efsien dengan menggurakan konsep Supply Chain Management (SCM) yang berbasis
pada sinkronisasi, integrasi dan kolaburasi berbagai pihak terkait yang diwadahi dalam suatu
tatanan kelembagaan dan organisasi yang efektif dan didukung pula oleh pelaku penyedia jasa
logistik yang terpercaya dan profesional.
PEMBAHASAN

1. PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT


Permasalahan daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka seperti sekarang ini merupakan
tantangan yang cukup berat bagi industri dalam negeri. Tanpa dibekali kemampuan dan
keunggulan bersaing yang tinggi, niscaya produk produk dalam negeri tidak akan mampu
menembus pasar internasional. Keadaan ini makin diperparah dengan masuknya produk impor
yang mengancam posisi pasar domestik. Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya-upaya untuk
meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk-produk dalam
negeri. Sabah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya saing industri nasional adalah
terpuruknya kinerja logistik nasional dalam satu dekade terakhir ini.
Dalam rangka memecahkan berbagai masalah yang terjadi, khususnya permasalarhan tingginya
biaya logistik, maka salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah menerapkan Supply
Chain Management pada industri nasional. Hal ini diupayakan agar berbagai kendala yang
berpotensi muncul dapat diantisipasi sedini mungkin.

2. KONSEP SCM
Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama
melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing masing perusahaan, dan pemecahaannya
menitik beratkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing masing. Dalam konsep baru
ini, masalah logitik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak
dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai
penyediaan barang.
Pada hakikatnya Supply Chain adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu
(upstreame) dan ke hilir (downstreams), dalam proses dan kegiatan yang berbeda menghasilkan
nilai yang terwujud dalam barang dan jasa di tangan pelanggan. Supply chain menganggap
integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan barang, mulai hulu hingga
hilir bahkan sampai ke pelanggan terakhir.
Semangat kolaborasi dan koordinasi juga didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah supply
chain tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang berada di dalamnya. Namun, semangat
kolaborasi dan koordinasi tidak boleh mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan. SCM
yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain secara keseluruhan, namun
tidak mennyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan
pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Idealnya, hubungan antar pihak pada supply
chain berlangsung untuk jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak
untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efesiensi.
3. PERAN SCM DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PRODUKSI
Pendekatan SCM berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan dunia usaha untuk
menekan biaya secara menyeluruh. Menurut Hicks et al. (1999) pengurangan biaya sebesar 5%
dapat memberikan efek yang sama dengan peningkatan pendapatan sebesar 25 % terhadap
keuntungan perusahaan. Secara umum, SCM bertujuan untuk mengurangi biaya, mengurangi
waktu, mengurangi transaksi, dan mendapatkan kualitas yang lebih terjamin bagi barang atau jasa
yang mengalir di sepanjang rantai pasokan (Surjati Herman, 2004). Karena ruang lingkup SCM
mengelola aliran barang maka konsep SCM banyak bersinggungan dengan manajemen logistik.
Perbedaanya SCM lebfh fokus pada aspek perencanaan, sedangkan pada manajernen logistik lebih
bersifat operasional.
Jika melihat komponen biaya dalam operasi suatu industri, biaya logistik merupakan komponen
biaya terbesar kedua setelah pembelian bahan, barang dan jasa. Tigginya biaya logistik
menunjukkan belum optimalnya pengelolaan fungsi distribusi fisik. Menurut Gatorna dan Walters
(1996), pengelolaan distribusi fisik ini direpresentasikan oleh kordinasi terhadap lima kegiatan,
yaitu: Perentori, transportasi, pergudangan, komunikasi order, dan utilisasi.
Rendahnya efìsiensi distribusi di Indonesia dapat berasal dari berbagai faktor termasuk belum
memadainya sarana dan prasarana logistik, seperti sarana transportasi (jalan, pelabuhan, atat
angkutan), sarana pergudangan dan keterampilan SDM. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan
SCM di Indonesia belum diterapkan, baik dalam perusahaan maupun antar perusahaan yang berada
dalam rantai pasokan. Selama ini, industri di Indonesia pada umumnya lebih terfokus pada
peningkatan efìsiensi proses (proses fungsional). Hanya sebagian kecil perusahaan, khususnya
berskala besar yang menerapkan SCM, namun penerapannya juga terbatas pada pengelolaan
permintaan.
Penerapan SCM sebagai salah satu upaya peningkatan daya saing industri memerlukan lengkah-
langkah yang seyogianya menjadi perhatian bagi para stake holders yang terkait antara Iain
petama, menciptakan hubungan antar rantai agar lebih spesifik pada bidang usaha sehingga
terbentuk pola yang terpadu dan saling terkait. Kedua, seyogianya harus ada dukungan
manajemen. Manajemen semua level dari strategis sampai operesional harus memberikan
dukungan mulai den proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sempai
pengendalian. Kell, membangun kemitraan dalam suatu kesepakatan pada keseluruhan rantai. Pola
kemitraan yang terbentuk yaitu hubungan kerja sama antara perusahaan, perusahaan maupun
pembeli bersifat lebih spesifik dan beifokus pada volume, distribusi, lead time, dan mutu. Dengen
membangun suatu kemitraan yang handal maka akan terbentuk komitmen yang kuat untuk
menciptakan SCM sehingga pengontrolan terhadap persediaan pasokan dapat dilakukan secara
efisien dalam biaya. Keempat membanguri sistem informasi yang terintegrasi di setiap bagien yang
terlibat dalam sistem rantai pasokan tersebut sehingga akan mendukung kinerja dan produktivitas
dari masing-masing rantai pasokan tersebut. Diharapken dengan langkah-Iangkah diatas,
penerapan SCM pada industri ini mampu meningkatkan nilai tambah yang akan meningkatkan
pula daya saing industri.
4. PENERAPAN SCM DI INDONESIA
Hasil survei Indeks Kinerja Logistik (Logistics Performance Index, LPI) oleh Bank Dunia tahun
2007, Indonesia menduduki peringkat ke-43 dari 150 negara yang disurvei dan pada tahun 2010,
posisi Indonesia terus merosot ke peringkat 75 di antara 155 negara yang disurvei dan berada di
bawah kinerja beberapa negara ASEAN lainnya seperti Singapure (urutan ke-2), Malaysia (urutan
ke-29), dan Thailand (urutan ke-35). LPI yang diterbitkan oleh Bank Dunia menggunaken enam
indikator penilaian, yaitu kepabeanan, infrastruktur, kemudahan mengatur pengapalan
interasional, kompetensi logistik dari pelaku dan penyedia jasa Jokal, biaya logistik dalam negeri,
dan waktu pengiriman. Adapun skor dan urutan Indonesia dibanding beberapa negara di Asia
untuk masing-masing indikator penilian dapat dilihat pada Tabel di bawah ini;

Sumber: World Bank, 2010.


Rendahnya kinerja sektor Iogistik di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tingginya
biaya logistik dan perlunya peningkatan kualitas pelayanan, masih rendahnya penyediaan
infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas, masih tingginya waktu pelayanan ekspor dan impor
dan adanya hambatan operasional di pelabuhan, dan masih terbatasnya kapasitas dan jaringan
pelayanan penyedia jasa logistik nasional. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab utama
berbagai permasaiahan nasional seperti kelangkaan pangan, fluktuasi harga, hambatan ekspor,
kesenjangan penawaran dan permintaan antar daerah. Akibat lanjutan dari permasalahan tersebut
dirasakan oleh masyarakat yang harus membayar biaya tinggi karena biaya logistik dan ekspor
yang kurang mampu bersaing di tingkat perdagangan bebas antar negara.
Tingginya biaya logistik di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh tingginya biaya transportasi
darat dan laut tetapi juga oleh banyak faktor baik yang terkait dengan regulasi, SDM, proses dan
infrastruktur yang belum efisien, dan kurangnya profesionalitas pelaku dan penyedia jasa logistik
(perusahaan distribusi pengiriman barang yang belum berkembang). Uraian data di atas
menjelaskan bahwa kinerja logistik di Indonesia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
daya saing industri nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu penyebab rendahnya daya
saing industri nasional selama satu dekade terakhir adalah akibat rendahnya kinerja logistik yang
menyebabkan tingginya biaya logistik nasional.
Penggunaan SCM bagi perusahaan-perusahaan beberapa bidang di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia, saat ini masih sangat terbatas. Dimana hubungan antara setiap sub sistem yang
terlibat pada umumnya masih tersekat- sekat, sehingga sulit untuk bersaing di pasar bebas. Hat
tersebut dapat diiihat dari terpisahnya operasional antara sub sistem hulu sampai dengan sub sistem
hilir yang disebabkan oleh sub sistem banyak diperankan oleh pengusaha dalam skala produksi
kecil, dan tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Di Indonesia bisa ditetapkan secara maksimal
dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang menghambat sistem ini, dalam hal ini solusi yang
dapat dilakukan adalah dengan mentransformasikan struktur yang tersekat dan terpisah menjadi
struktur integrasi yang vertikal. Hal tersebut dimaksudkan untuk memadukan sub sistem hulu
sampai dengan hilir dalam satu keputusan manajemen. Upaya tersebut dikembangkan dengan
bentuk-bentuk yang mampu mengakomodasi pelaku-pelaku industri dari setiap sub sistem yang
ada.
Beberapa langkah yang bisa diambil dan menjadi perhatian bagi stakeholder yang terkait untuk
perbaikan sistem sehingga SCM ini dapat berkembang secara baik di Indonesia antara Iain;
Pertama, penekanan pada upaya pembangunan dan pemeliharaan dalam rantai, yaitu pembentukan
hubungan antar rantai secara lebih spesifik, misalnya pada volume, mutu, distribusi, tergantung
kekurangan pada bidang usaha sehingga terbentuk pola yang terpadu dan saling terkait. Kedua,
pengontrolan terhadap persediaan pasokan harus diarahkan pada efisiensi biaya, misalnya jumlah
pasokan disesuaikan dengan jumlah produk yang dapat dijual sehingga dihasilkan kestabilan
persediaan bahan baku dan tidak terjadi penumpukan stok yang berakibat pada peningkatan biaya
penyimpanan. Ketiga, dalam penentuan lokasi dan transportasi dalam rantai jaringan dibuat
dengan perhitungan dan memperhatikan dampak terhadap biaya persediaan, dalam hal ini akan
berpengaruh pada tingkat kepekaan konsumen, oleh karena itu evaluasi terhadap hal ini sangat
perlu dilakukan. Keempat, pembentukan sistem informasi antara pihak yang bertugas melakukan
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi kepada setiap
stakeholder yang dilandasi dengan kepercayaan di antaranya, dengan ini akan mendukung kinerja
dan produktivltas dari masing masing anggota rartai.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam penerapan pengembangan sistem logistik yang efektif dan efisien dengan pendekatan
supply chain management, perlu didukung oleh peraturan dan perundangan yang progresif dan
infrastruktur yang memadai sehingga dapat menjadi landasan bagi sumber daya manusia dan
manajemen logistik yang profesional. Dukungan teknologi informasi dan komunikasi logistik
yang maju dan penyedia jasa logistik yang berkelas dunia akan mendorong sektor industri untuk
memberikan nilai tambah terbaik bagi daya saing nasional. Oleh karena itu, pengembangan
kawasan-kawasan industri atau sentra-sentra produksi untuk berdaya saing harus
ditransforrnasikan dengan sistem logistiknya mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya sampai
pada pengendaliannya.
Penetapan pengembangan sistem logistik efektif dan efisien disarankan dilakukan melalui dua cara
strategi yang berbeda. Pertama, untuk komoditi strategis atau kebutuhan dasar (beras, gula, tepung
terigu, garam, minyak goreng, semen, pupuk, obat-obatan, bahan bakar minyak dan elpiji), dengan
sasaran yang ingin dicapai adalah memastikan persediaan, kemudahan mendapatkan dan harga
yang terjangkau. Untuk mencapai hal tersebut dilakukan melalui pembangunan sistem distrbusi
yang menjamin ketersediaan dan kemudahan dalam mendapatkan bahan pokok dengan harga yang
terjangkau secara merata melalui perekayasaan kelembagaan dimana pemerintah memiliki
peranan yang besar baik sebagai regulator maupun sebagai penjamin dalam mendapatkan bahan
yang terjangkau dan merata.
Kedua, untuk komoditi lainnya termasuk unggulan dan ekspor dilakukan melalui penyelenggaraan
sistem transportasi terpadu, efektif dan efisien yang menjamin kelancaran arus barang di dalam
rantai pasok (supply chain). Adapun strategi yang ditempuh adalah dengan menggabungkan dan
mengintegrasikan sentra-sentra produksi/kawasan-kawasan industri dengan jaringan transportasi
logistik dari sub logistik serta didukung oleh jaringan informasi dan komunikasi yang efisien
sehingga proses logistik dapat efisien dan efektif pada gilirannya dapat m eningkatkan daya saing
industri di pasar intemasional.
Dengan pendekatan ini, peran pemerintah hanya sebagai upaya pemberian kemudahan baik yang
menyangkut kebutuhan infrastruktur maupun yang bersifat non fisik seperti pengembangan
sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kłodawski, Michał. June 2013."Order Picking Area Layout and Its Impact on the Efficiency of
Order Picking Process". Journal of Traffic and Logistics Engineering, Vol, 1, No. 1. 10
Desember 2015.

2. Abdallah, Samir Ben. December 2015."Systems Engineering Used for Logistics Integration in
Product Design". Journal of Traffic and Logistics Engineering, Vol, 3, No. 2. 10 Desember
2015.

3. Hayati, Enty Nur. Januari 2014."Supply Chai Management and Logistic System". Jurnal
Dinamika Teknik, Vol, 8, No. 1. 10 Desember 2015.

Вам также может понравиться