Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
1. Maya Maulidia 1513010118
2. Azzah Nurlaila Zen 1513010120
3. Amelia Sholikhah 1513010136
Kelas : A
PENGERTIAN ETIKA
Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan
memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu;
memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri
pribadi. Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yangberarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Kata etika berasal dari bahasa
Yunani, “Ethos”, atau ”Taetha” yang berarti tempat tinggal, padang rumput, karakter ,
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika
digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai
dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati. Sebagai suatu subyek, etika
akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya;
antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari
hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the
right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utamadari
kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to aparticular class of
human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual.(The
science of human character in its ideal state, and moral principles as of anindividual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
5. Ilmu dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan senipergaulan manusia,
etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsipmoral yang ada; dan pada saat yang
dibutuhkan akan bisa difungsikan sebaga ialat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika-rasionalumum (common sense) dinilai menyimpang dari
kode etik (Kamus UmumBahasa Indonesia)
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control",
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial
(profesi) itu sendiri. Seseorang dikatakan baik atau buruk bukanlah dilandaskan atas satu
tindakannyasaja, melainkan atas dasar pola tindakannya secara umum.
Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang
tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa
yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang
seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan
manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.
Jadi kesimpulannya tujuan untuk mempelajari etika adalah untuk menciptakan nilai
moral yang baik. Etika harus benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia,
sebagai modal utama moralitas pada kehidupan di masyarakat. Etika yang baik,
mencerminkan perilaku yang baik, sedangkan etika yang buruk , mencerminkan perilaku
kita yang buruk dan akan menciptakan suatu keluaran yaitu berupa penilaian di masyarakat.
MANFAAT ETIKA
Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut :
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh
dirubah.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai
Sementara itu, penelitian Dalmeri (2014) dari Universitas Indrapasta PGRI, Jakarta,
mencatat adanya sembilan pilar karakter yang perlu ditegakkan dalam kerjasama sekolah,
keluarga, masyarakat dan dunia usaha, agar anak Indonesia menjadi generasi tangguh
berdaya saing, yang dapat mengolah kecerdasan pengetahuan dan keahliannya menjadi
produktifitas bangsa. Sembilan pilar tersebut adalah sebagai berikut:
- Tanggungjawab (Responsibility);
- Rasa Hormat (Respect);
- Keadilan (Fairness);
- Keberanian (Courage);
- Belas kasih (Honesty);
- Kewarganegaraan (Citizenship);
- Disiplin diri (Self-descipline);
- Peduli (Caring ), dan
- Ketekunan (Perseverance).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2010) juga telah merancang disain
program pendidikan karakter yang didekatkan pada bingkai visi pendidikan nasional,
sehingga menjadi empat kelompok besar, yaitu:
- Olah Hati (spiritual and emotional development);
- Olah Fikir (intellectual development);
- Olah Raga dan Kinestetik (physical and kinesthetic development); dan
- Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development).
NO Kelompok Konfigurasi Karakter Karakter Inti (Core Characters)
Olah Hati Religius, Jujur, mandiri, Tanggung Jawab,
disiplin, kerja keras, Peduli Sosial, tolerans,
1.
demokratis, cinta damai, Peduli Lingkungan,
semangat kebangsaan
Olah Fikir Cerdas, Kreatif, Gemar Membaca, Rasa
2.
Ingin Tahu
Berbagai karakter ini, harus ditransformasikan pada seluruh siswa yang akan menjadi
penerus bangsa. Akan tetapi bukan hanya menjadi moral knowing, juga harus menjadi
moral feeling dan moral behaviour. Dengan demikian, jika ini menjadi pelajaran di sekolah,
guru pengampu mata pelajaran ini harus kreatif dan inovatif, harus mampu membelajarkan
siswanya dalam semua aspek pendidikan karakter ini, sehingga bukan hanya pengetahuan
tapi mereka harus sampai mengkarakterisasi diri mereka dengan nilai-nilai tersebut, lalu
mengimplementasikannya dalam kehidupan mereka, atau mereka merasa bertanggung
jawab untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut kelak sesudah dewasa, dan menjadi
profesional di negeri ini.
PEMBENTUKAN KARAKTER
Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-anak biasanya
bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan
kebiasaan anak-anak mereka (Lickona, 2012:50).
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang di
dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan
pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya
dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang
tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya
berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan
kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh
karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius.
Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukan-nya
dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan,
nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi-
potensi tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Tujuan pembentukan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak
yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong anak
untuk tumbuh dengan kapasitas komitmen-nya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik
dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga
berperan dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungan.
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan
kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau
wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter
yang baik (components of good character), yaitu:
1. Pengetahuan tentang moral (moral knowing)
Dimensi-dimensi dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah
kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing
moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral
reasoning), dan pengenalan diri (self knowledge).
2. Perasaan/penguatan emosi (moral feeling)
Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi
manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri
(self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving
the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility).
3. Perbuatan bermoral (moral action)
Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain
dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
TEKNIK PENDIDIKAN KARAKTER
Dalam teknik untuk mengajarkan etika pendidikan karakter dibedakan dalam beberapa
jenis seperti teknik indoktrinasi, teknik moral reasoning atau pemikiran moral, teknik
meramalkan konsekuensi, teknik klarifikasi dan juga teknik internalisasi yang akan kami
jelaskan sebagai berikut.
1. Tekni Indoktrinasi
Dalam teknik indoktrinasi ada beberapa tahap yakni tahap brainwashing dimana
guru mulai menanamkan nilai dengan jalan merusak namun tidak sampai
memperlihatkan tanda tanda stress atau mengacaukan tata nilai yang sudah mapan
dalam diri siswa terlebih dulu sehingga mereka kehilangan pendirian.
Dalam teknik ini ada beberapa metode yang dilakukan mulai dari tanya jawab,
wawancara yang mendalam dengan teknik dialektik dan lain sebagainya. Saat pikiran
dalam keadaan kosong dan kesadaran rasional tidak bisa mengontrol diri serta hilang
pendirian, maka nantinya akan dilanjutkan dengan tahapan kedua yakni mendirikan
fanatisme. Fanatisme adalah cara guru menanamkan berbagai ide baru yang dianggap
benar sehingga nilai yang ditanamkan tersebut bisa masuk ke dalam kepala anak tanpa
melakukan pertimbangan rasional yang mapan. Dalam usaha menanamkan fanatisme
ini, maka pendekatan emosional akan lebih banyak dipakai dibandingkan dengan
pendekatan rasional. Jika siswa sudah mau menerima hal tersebut dengan emosional,
maka selanjutnya akan ditanamkan doktrin yang sebenarnya.
Tahap penanaman doktrin adalah saat guru menggunakan pendekatan emosional
dan keteladanan yang dikenal dalam nilai kebenaran yang disajikan dan tidak ada
alternatif lain sehingga semua siswa nantinya bisa menerima kebenaran tersebut tanpa
mempertanyakan hakekat kebenaran tersebut.
2. Teknik Moral Reasoning
Teknik ini dilakukan dalam beberapa tahap yakni penyajian dilema moral yang
kemudian akan dilanjutkan dengan pembagian kelompok diskusi dimana siswa akan
dibagi menjadi kelompok kecil untuk mendiskusi hasil pengamatan terhadap dilema
moral.
Setelah itu, hasil diskusi kelompok akan dibawa dalam diskusi kelas untuk
klarifikasi nilai dan membuat alternatif serta konsekuensi. Sesudah selesai berdiskusi
secara intensif dan melakukan seleksi, maka akan dilakukan organisasi nilai yang sudah
terpilih.
3. Teknik Meramalkan konsekuensi
Teknik ini adalah penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai
yang mengandalkan kemampuan berpikir ke depan untuk seseorang sehingga bisa
membuat proyeksi untuk hal yang akan terjadi dari nilai tertentu dari macam macam
sifat manusia. Langkah langkah yang dipakai adalah dengan cara diberikan kasus lewat
cerita, membaca, melihat film atau kejadian konkret kemudian dilanjutkan dengan
memberi pertanyaan berhubungan dengan nilai yang dilihat didengar dan dirasakan.
Setelah itu akan dilanjutkan kembali dengan membandingkan nilai dengan nilai
lain yang bersifat kontradiktif dan dilanjutkan kembali dengan meramalkan
konsekuensi yang akan terjadi dari pemilihan dan juga diterapkan dalam sebuah tata
nilai tertentu.
4. Teknik Klarifikasi
Teknik ini adalah cara membantu anak untuk menentukan nilai yang akan dipilih
dan dilakukan dalam 3 tahapan yakni tahap pemberian contoh, tahap mengenal
kelebihan dan kekurangan nilai yang sudah diketahui dan juga tahap mengkoordinasi
tata nilai pada diri siswa. Sesudah nilai ditentukan, maka siswa bisa mengkoordinasikan
sistem nilai tersebut dalam diri sendiri dan menjadikan nilai tersebut sebagai
pribadinya.
5. Teknik Internalisasi
Ini merupakan teknik menanamkan nilai yang sasarannya sudah sampai pada tahap
kepemilikan nilai yang menyatu dengan pribadi siswa. Tahapan dalam teknik ini adalah
tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai dan tahap transinternalisasi.
Pada etika dalam pendidikan karakter, keterlibatan semua komponen dimulai dari peran
sekolah dalam pendidikan karakter, kepala sekolah, guru, siswa, karyawan dan wali murid
sangatlah menentukan keberhasilan. Dengan adanya kerja sama tersebut, maka proses
pembentukan dan penanaman nilai serta etika akan lebih mudah untuk dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan
Generasi pejuang itu bisa menciptakan NKRI yang bebas dari penyakit penjajahan.
Indonesia merdeka dan berdaulat, serta menyediakan ”jembatan emas” bagi bangsanya
(Mangunwijaya JB, 1998). Penguatkan kembali etika dan moral, lebih-lebih diarahkan
untuk bela negara, adalah suatu hal yang tidak mudah. Harus ada forum rembuk bangsa
mendalam, objektif, dan ilmiah. Hal ini perlu dipahami, sebab pada saat ini bangsa dan
negara, baru gandrung pada budaya asing.
Kegandrungan itu dapat dilihat pada tata kehidupan spiritual atau agama, gaya hidup,
dan cara berpakaian. Bangsa ini oleh H Mardiyanto (mantan mendagri), disebut baru
kehilangan harga diri, jati diri, dan kepercayaan diri. Demokrasi dan ekonomi yang liberal,
pilkada dan pilpres secara langsung, ternyata hasilnya jauh dari harapan.
Sementara itu, Mochtar Mas’oed (1999) menyoroti, bahwa arah demokrasi yang lemah
itu berdampak pada rusaknya etika dan moral. Bangsa Indonesia yang dulu terkenal santun,
lulus penataran P4, sekarang seperti kehilangan etika dan moralnya sehingga tidak patut
diteladani.
”Dijajah” Lagi Bangsa ini mudah marah, suka tawuran, dan lebih mementingkan
pribadi dibanding mendahulukan kepentingan bangsa dan negara. Bukan itu saja, Toeti
Heraty Nurhadi (1999), malah menyebut bahwa kita sudah ”dijajah” lagi. Bangsa ini mudah
dihasut, ingin ”bebas”, sehingga pejabat sampai presidennya pun dikritik, dibuat seperti
dagelan, mengesampingkan etika dan moral.
Untuk mengatasi semua ini, penulis mengingatkan kembali pentingnya anjuran Raden
Rama kepada adiknya, Raden Barata, ketika dia harus mewakili dibuang ke hutan selama 13
tahun. Pesan itu digubah oleh RNg Yasadipura I dengan nama Sastra Cetha, yang intinya
manusia harus paham arti nista, madya, dan utama. Artinya yang nista jangan dilakukan,
yang madya hanya menjadi pengetahuan, dan yang utama hendaknya dilakukan.
Kita harus tahu, bahwa di antara kita tentu ada yang tidak baik, akan tetapi sebagai
bangsa yang santun, kewajiban kita harus membimbing mereka yang tidak baik untuk
menjadi baik. Selain itu, sebagai generasi muda, jangan mudah putus asa dan harus selalu
waspada demi kejayaan bangsa. Karena itu, mari kita merenung, apakah mampu
melaksanakan ajaran Sastra Cetha yang kelihatannya sederhana, tetapi aplikasinya sulit.
Etika dan moral berada dalam tata kehidupan, berada dalam tingkah laku, dan berada dalam
diri.
Bela Negara juga berada pada kesadaran sebagai bangsa dan kecintaan pada bangsa dan
negara, yang semuanya ada di dalam dada. Sebagai bangsa yang tahu negaranya menuju ke
kemunduran harus berani bangun, cancut taliwanda, buang sifat suka berbuat nista dan
lakukan yang utama. Jika hal itu dilakukan pada gilirannya akan mampu mengembalikan
tata etika dan moral, dan pasti rela berkorban membela bangsa dan negara demi kejayaan
NKRI.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.yuksinau.id/pengertian-tujuan-fungsi-manfaat-bela-negara/#!
https://www.scribd.com/doc/300608064/MAKALAH-bela-negara-docx
https://www.sekolahpendidikan.com/2017/04/pengertian-bela-negara-beserta-
tujuan.html?m=1#
https://www.scribd.com/document/117662787/etika
https://masimip.com/tech/pengertian-etika-penjelasan-etika/
https://belanegarari.com/2009/03/02/nilai-nilai-bela-negara/amp/
https://naynaimah.wordpress.com/2015/03/05/tujuan-dan-manfaat-mempelajari-etika-
dan-kode-etik/
http://www.uinjkt.ac.id/pembinaan-kesadaran-bela-negara-dalam-rangka-membangun-
karakter-bangsa-2/
https://www.google.com/search?hl=en-US&ie=UTF-8&source=android-
browser&q=etika+dalam+pendidikan+karakter
https://www.kajianpustaka.com/2017/08/pengertian-unsur-dan-pembentukan-
karakter.html?m=1
https://artikel-media.blogspot.co.id/2009/11/etika-moral-bela-negara.html?m=1