Вы находитесь на странице: 1из 11

MAKALAH

AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi
Dosen : Mila Novira S.E.,Ak

Disusun Oleh:
KESIH SUKESIH
NIM : 20080510650

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KUNINGAN
2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pasca Krisis Moneter 1997 yang meluluhlantakkan perekonomian dan menghancurkan rezim
orde baru yang berkuasa berimbas ke berbagai aspek dari ekonomi, politik, hukum dan tata
negara, Sistem perekonomian yang dibangun orde baru dengan kekuasaan sekelompok elit
politik dan didukung militer telah menampakkan kebobrokannya, dimana faktor kolusi, korupsi
dan nepotisme menjadi sebab utama mengapa negara ini tidak mampu bertahan dari krisis
bahkan dampaknya masih terasa hingga sekarang.
Reformasi yang dilakukan pemerintah setelah orde baru memberikan harapan akan adanya
perubahan dari sisi demokrasi kepempimpinan melalui pemilihan umum langsung dan pemilihan
kepala daerah, distribusi prekonomian dengan lebih merata dengan diberlakukannya otonomi
daerah maupun transparansi dan akuntabilitas pemerintah yaitu dengan diberlakukannya
Undang-Undang No 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan yang bebas KKN, Undang-Undang
No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang No 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara.
Namun harapan tersebut seakan jauh panggang dari api, kasus korupsi di Indonesia seakan
semakin berkembang dengan metode baru yang lebih canggih. Pemberantasan korupsi dilakukan
selama ini kurang memberikan efek jera yang diharapkan timbul dari terpidananya pelaku
koruptor.
Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme seakan menjadi penyakit baru yang mewabah dari tingkat
Pemerintah Pusat sampai ke DPR yang menyebar luas ke tingkat daerah dari pemimpin,
penyelenggara pemerintahaan sampai DPRD yang seakan-akan berjamaah menikmati kue yang
selama ini tidak sampai ke piring mereka.
Namun apabila dilihat dari data-data yang ada, sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Usaha
pemberantasan korupsi di Indonesia sedikit demi sedikit telah memperbaiki citra Indonesia.
Indeks persepsi korupsi (CPI) yang dikeluarkan oleh Transparency International menunjukkan
bahwa telah terjadi perbaikan signifikan selama kurun waktu 1998 – 2007 dimana skor CPI
Indonesia meningkat dari 2,0 menjadi 2,3 . Ini berarti Indonesia telah menempuh setengah jalan
untuk menjadi negara yang kondusif untuk pemberantasan korupsi (skor CPI 5,0). Persepsi
publik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia juga telah menunjukkan tren perbaikan,
sedikit banyak hal tersebut karena gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi yang gencar
memburu koruptor.
Definisi korupsi dalam penelitian diatas berarti penyalahgunaan jabatan oleh pegawai negeri dan
kaum politisi untuk kepentingan pribadi, seperti penyuapan dalam proses pengadaan barang dan
jasa di pemerintahan dengan tidak membedakan korupsi yang bersifat administratif, politis atau
antara korupsi besar dan kecil-kecilan.
Kesimpulan yang bisa kita petik dari data-data diatas adalah ada titik terang dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Data-data tersebut menunjukkan hal yang berbeda dari
anggapan beberapa orang yang selalu pesimis dengan kemajuan pemberantasan korupsi di
Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akuntansi Forensik


Forensik, menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan
”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada
masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi
untuk kepentingan hukum.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA),
mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk
tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi kecakapan
finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang
dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood, Leiner, & Young (2008)
mendefinisikan Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang
bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis
yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang
memiliki yurisdiksi yang kuat.
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik adalah Akuntan yang
menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam
pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus
dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu
dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti,
menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan
hasil dari temuan tersebut.

A. Tugas Akuntansi Forensik


Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation) ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non
itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam
sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan /
pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan
jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau
auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi,
mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jenis layanan kedua
merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik
yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus
perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya
prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik
untuk membantu memecahkan masalah.

B. Keahlian Akuntansi Forensik


Harris & Brown (2000) bahwa Akuntan forensik mempelajari hal-hal yang positif bagi
perusahaan saat terjadi merger atau akuisisi dan memastikan bahwa seorang pembeli telah
memahami tentang situasi dan nilai keuangan perusahaan target. Akuntan forensik sering
memanfaatkan keahlian akuntansinya dalam litigasi. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut
dibatasi pada pembahasan (a) penghitungan kerugian dalam kasus-kasus seperti cidera yang
diderita oleh seseorang, liabilitas produk, sengketa kontrak, dan kekayaan intelektual dan (b)
pengungkapan aset-aset yang tersembunyi dalam kasus hukum perkawinan yang kompleks.
Jenis-jenis jasa ini dapat meningkat pada saat akuntan forensik diundang untuk bertindak sebagai
saksi ahli (Durtschi, 2003; Messmer, 2004; Peterson & Reider, 2001; Ramasway, 2005). Dengan
hal demikian Perusahaan menugaskan akuntan forensik untuk menjadi pengawas dalam evaluasi
terhadap transaksi bisnis yang potensial bagi perusahaan tersebut.
Akuntan forensik saat ini menggunakan keahlian yang unik dalam menjalankan tugas-tugas
seperti menentukan apakah sebuah perusahaan telah melakukan mis-interpretasi terhadap catatan
laporan keuangan, apakah telah terjadi fraud atas inventaris dan modal yang dimiliki oleh
perusahaan, dan apakah telah terjadi laporan keuangan yang berlebih-lebihan pada sebuah
perusahaan (Harris & Brown, 2000; Messmer, 2004). Dengan demikian keahlian seorang
akuntan forensik digunakan dalam menyelidiki fraud yang terjadi di perusahaan maupun di
pemerintahan
Brooks, Riley, & Thomas; Kahan (2005) dalam penelitiannya menggunakan informasi keuangan
dengan volume sangat besar dan kompleks, biasanya permasalahan ini akan menyita sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan di dalam menyelidikinya. Oleh karena itu banyak kejahatan
yang sulit untuk diidentifikasi karena pelaku menjalankan aksinya melalui serangkaian transaksi
yang kompleks.
Lebih lanjut mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan
terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat membongkar terjadinya
fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar
akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan
organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan
(incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan
peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir
seperti pencuri (think as a theft).
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan forensik sebaiknya menguasai
keterampilan dalam banyak bidang. Beberapa akuntan forensik, sudah barang tentu,
mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu seperti teknologi informasi. Akan tetapi, semua
akuntan forensik yang telah terlatih sekurang-kurangnya memiliki tingkat pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini:
1. Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik karena adanya sifat
pengumpulan-informasi dan verifikasi yang terdapat pada akuntansi forensik. Akuntan forensik
yang terampil harus mampu mengumpulkan dan mengkaji informasi apapun yang relevan
sehingga kasus-kasus yang mereka tangani akan didukung secara positif oleh pihak pengadilan.
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik surveillance dan
keterampilan wawancara dan interogasi, membantu akuntan forensik untuk melangkah di luar
keterampilan mereka di dalam mengaudit aspek-aspek forensik baik aspek legal maupun aspek
finansial.
3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting bagi akuntan forensik
karena keterampilan investigasi yang efektif sering bergantung pada pengetahuan tentang motif
dan insentif yang dialami oleh perpetrator.
4. Pengetahuan akuntansi membantu akuntan forensik untuk menganalisis dan menginterpretasi
informasi keuangan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus di dalam investigasi
keuangan, apakah itu dalam kasus kebangkrutan, operasi pencucian uang, atau skema-skema
penyelewangan lainnya. Hal ini meliputi pengetahuan tentang pengendalian internal yang baik
seperti yang terkait dengan kepemimpinan perusahaan (corporate governance).
5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan akuntan forensik.
Pengetahuan tentang prosedur hukum dan pengadilan mempermudah akuntan forensik untuk
mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar hukum yurisdiksi di mana
kasus akan dinilai dan menjaga bukti melalui cara-cara yang memenuhi kriteria pengadilan.
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi informasi (TI) menjadi sarana yang penting
bagi akuntan forensik di tengah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan-kejahatan dunia maya. Pada
taraf yang minimum, akuntan forensik harus mengetahui poin di mana mereka harus
menghubungi seorang ahli bidang piranti keras (hardware) atau piranti lunak (software)
komputer. Akuntan forensik menggunakan keterampilan teknologi untuk mengkarantina data,
ekstraksi data melalui penggalian data, mendesain dan menjalankan pengendalian atas
manipulasi data, menghimpun informasi database untuk perbandingan, dan menganalisis data.
7. Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh akuntan forensik untuk memastikan bahwa
hasil penyelidikan/analisis mereka dapat dipahami secara benar dan jelas oleh pengguna jasanya.

Ramaswamy (2005) mengungkapkan inti pengetahuan seorang akuntan forensik untuk menjadi
ahli akuntan forensik selalu memerlukan peningkatkan jumlah keahlian dan kompetensi dalam
menemukan penipuan. Berikut adalah terdapat beberapa keahlian yang berguna untuk akuntan
forensik:
1. Sebuah pengetahuan yang mendalam tentang laporan keuangan, dan kemampuan untuk
menganalisa kritis mereka. Keterampilan ini membantu akuntan forensik menemukan pola
abnormal dalam informasi akuntansi dan mengenali sumber mereka.
2. Sebuah ketelitian tentang pemahaman skema penipuan, namun tidak terbatas pada pengelapan
aset termasuk, pencucian uang, penyuapan dan korupsi.
3. Kemampuan untuk memahami sistem pengendalian internal perusahaan, dan untuk membuat
sebuah sistem kontrol yang menilai risiko, manajemen mencapai tujuan, memberitahu karyawan
mereka kontrol tanggung jawab, dan memantau kualitas program sehingga koreksi dan
perubahan dapat dibuat.
4. Keahlian di ilmu komputer dan sistem jaringan. Keterampilan ini membantu akuntan forensik
melakukan penyelidikan di era e-banking dan sistem komputerisasi akuntansi.
5. Pengetahuan tentang psikologi, dalam rangka untuk memahami impulses dibalik perilaku
kriminal dan menyiapkan program pencegahan penipuan yang mendorong dan memotivasi
karyawan.
6. Interpersonal dan kemampuan komunikasi, yang membantu dalam penyebaran informasi
tentang kebijakan etis perusahaan dan membantu akuntan forensik melakukan wawancara dan
diperlukan memperoleh informasi yang sangat penting.
7. Pengetahuan ketelitian dari kebijakan pemerintahan dan undang-undang yang mengatur
kebijakan perusahaan tersebut.
8. Perintah hukum pidana dan perdata, serta dari sistem hukum dan prosedur pengadilan.
James (2008) sebagai dasar penelitian dengan menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi
keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak
Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu :
1. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah analisis deduktif: kemampuan
untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak
sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemikiran yang kritis:
kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta.
3. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemecahan masalah yang tidak
terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi
(khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah fleksibilitas penyidikan:
kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah keahlian analitik: kemampuan
untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada
(yang telah tersedia).
6. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi lisan: kemampuan
untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum
tentang dasar-dasar opini.
7. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi tertulis: kemampuan
untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal
tentang dasar-dasar opini.
8. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pengetahuan tentang hokum:
kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan
bukti (rules of evidence).
9. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah composure: kemampuan untuk
menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.

Dengan demikian (9) Sembilan kompetensi yang digunakan oleh penelitian tersebut diatas
bersumber dari penjabaran atau perluasan dari beberapa pengetahuan dan keterampilan yang di
ungkapkan Ramaswamy (2005) dan dalam buku karya Hopwood, Leiner, & Young (2008)

C. Mengapa perlu Akuntansi Forensik?


Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion
audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih
dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan
lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit
yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit
Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap
motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah
yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini
pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam
pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi
forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of
asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang
dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga
akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.

2.2 Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia


Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF
dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat
pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due
Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia.
Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia
menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan
understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan
pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat
menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush)
tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit
investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse
Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus
Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit
berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC
meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak
diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut
adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth
interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam
kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan
L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip
dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang sama PPTK
juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian Kita yang
memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai
menghasilkan angka fantastis tersebut.

2.3 Peran BPK dalam Akuntansi Forensik


Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan
Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih, dengan terbitnya
Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang
kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan
Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan
Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan
BUMD skaligus penentu jumlah kerugian Negara.
Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan
meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk
didalamnya keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta
mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan
menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian orang menyebutnya Audit Investigatif.
Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi
dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat,
dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar
Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan
kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia,
Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam
sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi
ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut
ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat
didalamnya.

 Perbedaan Akuntansi Forensik dengan Akuntansi konvensional


Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak
pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda.
Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola
tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti
pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada analytical review
dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain
sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran
tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau
orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data
menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan
ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus
mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan
organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong
terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan
tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang
kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).

2.4 Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik


Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian, umumnya
pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu
Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data
yang tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis dan terakhir
perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian.
Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari ”wilayah garapan” atau
probing yang terdiri dari:
1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas berharga,
persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya,
2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus dikolaborasi dengan
sumber lain (substained),
3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya dokumen digital,
4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas perbandingan yang
dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi dan berusaha menjawab terjadinya
kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of the auditee) hal tersebut
penting untuk pendukung permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan mencek kebenaran
perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain) untuk menjamin kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi auditor apakah terdapat
hal-hal lain yang disembunyikan.

2.5 Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum


Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian forensik,
bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan, atau (2) berkenaan dengan penerapan
pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Yang paling sering kita dengar adalah dokter forensik,
yaitu dokter ahli patologi yang memeriksa jenazah untuk menentukan penyebab dan waktu
kematian. Banyak dari kita, yang telah mengenal istilah laboratorium forensik (labfor) yang
dimiliki oleh kepolisian.
Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan saja.
Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di
pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada proses
penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat non
litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau
alternative dispute resolution.
Sebagai contoh: Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West International (AWI) melalui
proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi
AWI oleh PT Telkom dalam tahun 2003. Dalam sengketa ini, AWI menggunakan
Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaian dilakukan di
luar pengadilan.
Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting menulis: (terjemahan)

“Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan
hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judisial atau administratif.“
Dalam definisi Crumbley itu, tak menggunakan istilah pengadilan, tapi suatu proses sengketa
hukum, yang penyelesaian nya dapat dilakukan di luar pengadilan.
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa antara dua pihak bisa
diselesaikan dengan cara berbeda, apabila menyangkut dua pihak. Pihak yang bersengketa bisa
menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui
litigasi. Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan
di luar pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan.

2.6 Akuntansi atau audit forensik?


Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian
warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk
mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai
perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang dipakai adalah
akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarangpun kadar akuntansinya masih terlihat, misalkan
dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara, maupun di antara pihak-
pihak dalam sengketa perdata. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling
sederhana untuk akuntansi dan hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian
harta gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya harta yang akan
diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam
atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu
bidang tambahan, yaitu bidang audit.
Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini tumbuh pesat, tak
lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977. Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai
lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor
akuntan publik (KAP) di Indonesia.

2.7 Kualitas akuntan forensik


Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes,
tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensik?
Ternyata jawaban nya bervariasi, antara lain:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang
normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis
yang normal
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah)
tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan
bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di
bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang akuntansi
forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik
laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat
dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi. Apabila
anda sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat
mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami akuntansi
forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak beres dalam analisa atau data-
data yang disajikan.
Gambaran Akuntansi Forensik
Audit forensik merupakan salah satu bagian dari Spesial Audit. Audit forensik lebih tepat
digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang hukum. Sementara hasil audit dapat, tetapi
tidak harus, digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam
penerapannya audit forensik memang banyak bersinggungan dengan hukum. Pengungkapan
kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil
menunjukkan aliran dana yang bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali.
Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit
seorang auditor forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan
harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar hukum,
karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Oleh karena itu, Prosedur audit harus
sesuai dengan standar profesi, sekaligus hukum pidana, perdata, atau produk hukum lainnya.
Beban pembuktian dalam kasus fraud haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui
keraguan yang layak.
Seorang auditor harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, seorang
auditor forensik yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai
saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta itu
secara akurat dan lengkap. Teknik wawancara, pengujian laporan keuangan, pengumpulan bukti,
pemahaman peraturan dan perundang-undangan yang terkait, serta prosedur-prosedur lain yang
diperlukan selama tidak melanggar kode etik auditor dan undang-undang. Inilah yang disebut
kemampuan unik. Tidak semua auditor memiliki kemampuan investigatif layaknya detektif
ataupun penyidik, tentu saja harus tetap dalam koridor keuangan dan laporan keuangan. Auditor
forensik adalah gabungan kemampuan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan investigator.

2.8 Peran Penting Audit Forensik


Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah kepada kasus
pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan,
audit forensik diperlukan untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur
penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan
perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa
dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu
kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru
untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasan
audit diberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga.
Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan
pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang
bersengketa.

BAB III
KESIMPULAN

Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari
hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan
forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan,
metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan
investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan
menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), dan juga
bisa berperan dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation). misalnya dalam membantu
merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi
dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk
memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang
dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang
memiliki yurisdiksi yang kuat.
Keterampilan yang diperlukan seorang akuntan forensic menurut Hopwood, Leiner, & Young
1. Keterampilan auditing
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi
3. Kriminologi
4. Pengetahuan akuntansi
5. Pengetahuan tentang hukum
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi informasi (TI)
7. Keterampilan berkomunikasi

Вам также может понравиться