Вы находитесь на странице: 1из 19

Laporan Kasus Demam Berdarah Dengue

Jennifer Tannus, Yosef William

SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Komodo

Manggarai Barat

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu den-1,
den-2. den-3, dan den-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotype dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype den-2. Pada saat ini jumlah kasus
masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah
menurun bermakna < 2%. Spektrum klinis infeksi dengue dapat bervariasi antara penyakit
paling ringan, sampai paling berat yang dapat dibagi menjadi: (1) gejala klinis paling ringan
tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue
(DBD), dan demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/ SSD). Gambaran
manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es dengan
kasus DBD dan SSD yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di
atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam
dengue) merupakan dasarnya.1

Syok pada pasien DBD dikenal dengan istilah Sindrom Syok Dengue (SSD) yaitu
terjadinya kegagalan peredaran darah karena kehilangan pasma dalam darah akibat
peningkatan permeabilitas kapiler darah. Syok terjadi apabila darah semakin mengental
karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah. SSD terjadi pada tingkatan DBD
derajat III dan DBD derajat IV.

KASUS

Seorang laki – laki berusia 17 tahun datang ke UGD RSUD Komodo pada tanggal
13 September 2018 dengan keluhan demam tinggi sepanjang hari sejak Senin malam disertai
dengan buang air besar yang sudah berlangsung lebih dari 3 kali sebanyak ½ gelas kecil tanpa
darah dan lendir namun masih disertai oleh ampas. Nyeri tenggorokan pada saat menelan
juga dirasakan oleh pasien sehingga membuat pasien tidak nafsu makan, selain itu pasien
juga merasa mual dan muntah. Seluruh badan pasien terasa pegal dan pusing pada bagian
1
kepala. Keluhan nyeri perut dan sesak nafas tidak dirasakan oleh pasien. Perdarahan tiba –
tiba seperti mimisan maupun gusi berdarah tidak dialami oleh pasien. Sebelum datang ke
rumah sakit, pasien telah mengkonsumsi beberapa jenis obat warung namun tidak mengalami
perbaikan.

Pasien adalah seorang perantau tinggal di rumah paman pasien, dalam satu rumah
terdapat lima orang. Pasien tidak pernah jajan diluar sembarangan, selalu makan di rumah
setelah pulang sekolah. Dirumah pasien tidur di ruang tamu dekat dengan dapur dan kamar
mandi. Di dapur terdapat banyak penampungan air yang tidak pernah dibersihkan dan
dibiarkan terbuka begitu saja tanpa menggunakan penutup dengan penerangan lampu yang
tidak terlalu terang. Saat tidurpun pasien juga tidak menggunakan kelambu maupun selimut.
Di sekitar tetangga pasien juga ada yang terkena demam berdarah dengue.

Pada pemeriksaan fisik di bagian Penyakit Dalam, pasien dengan keadaan umum
sakit sedang, kesadaran kompos mentis dengan GCS 15 (E4V5M6), dengan tekanan darah
100/70 mmHg, frekuensi pernapasan 22 kali/menit, suhu aksila 38C, dan nadi 110x, kuat
teratur. Pemeriksaan pada mata,tidak ditemukan sklera ikterik maupun konjungtiva anemis.
Pada mulut, tidak ditemukan thyphoid tongue. Pemeriksaan toraks pada jantung dan paru,
tidak ditemukan kelainan. Abdomen masih dalam batas normal dan tidak terdapat nyeri
tekan. Ekstremitas teraba hangat.

Dari hasil laboratorium saat masuk pada tanggal 13/09/2018, dengan WBC 3640
k/ul, Hb 17,1 g/dl, Ht 48,3%, trombosit 78000 k/ul.

Pasien didiagnosis sebagai observasi febris ec demam berdarah dengue derajat satu.
Pasien diterapi dengan IVFD RL 20 tetes/m, Ranitidine 2 x 1 amp/ IV, PCT 3 x 1 tab dan
ambroxol 3 x 1

Perjalanan Penyakit Selama di RSUD Komodo

Selama perawatan sampai tanggal 14 September 2018 suhu tubuh pasien belum
kembali ke suhu normal, Namun keesokan harinya suhu tubuh pasien sudah kembali normal
mencapi 36,3 C.

2
40

39

38

37

36

35
13 14 15 16 17

Gambar 1. Perkembangan suhu tubuh pasien selama perawatan

Pada saat suhu tubuh pasien telah kembali normal, pasien mengalami mimisan satu
kali pada hidung sebelah kiri berwarna merah darah segar namun langsung berhenti dan tidak
banyak. Pasien juga mulai merasakan sesak nafas dan batuk berdahak disertai bercak darah
sedikit. Pada pemeriksaan fisik tekanan darah 100/70 mmHg, suhu 36,3C, Nadi 83
kali/menit, dan frekuensi pernapasan 20 kali/ menit reguler. Pada thorax paru tidak ditemukan
bunyi ronki maupun wheezing pada kedua lapang paru. Tidak ditemukan pembesaran pada
hepar dan limpa, namun ditemukan nyeri tekan episgatrium. Pemeriksaan laboratorium ulang
tanggal 16 September 2018 didapatkan trombositopenia ( PLT 18000 k/ul) dengan Ht 46,7%,
Hb 16,5g/dL.

Pada tanggal 17 September 2018 pasien masih mengalami mimisan satu kali pada
hidung sebelah kanan dengan jumlah yang sangat sedikit. Disini nafsu makan pasien sudah
membaik dan pasien sudah tidak mengalami batuk berdahak yang disertai darah maupun
sesak nafas. Dan pada pemeriksaan laboratorium ulang hasil trombosit pasien mengalami
kenaikan menjadi 27.000 k/ul, Hb 15,5 g/dL, Ht 42,9%. Pasien didiagnosis demam berdarah
dengue derajat dua, didiagnosis banding dengan demam tifoid dengue dan demam tifoid.
Pasien mendapat terapi infus ringer laktat 20tpm, Ranitidine 2 x 1 amp/ IV, PCT 3 x 1 tab
dengan Ambroxol 3 x 1 tab. Pemeriksaan terakhir pada tanggal 18 September 2018 pasien
sudah tidak ada keluhan sama sekali dan sudah tidak didapatkan perdarahan lagi.

PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan seorang laki – laki berusia 17 tahun mengalami demam
mendadak tinggi pada hari pertama disertai dengan perdarahan pada hidung kanan
merupakan salah satu dari gejala demam berdarah dengue.

3
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegyptii. Penyakit
DBD dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat, oleh karena itu perlu diwaspadai
penyebab kematian pada pasien DBD. Kematian pada pasien DBD dapat terjadi karena
pemberian cairan yang terlalu banyak. Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting
dalam penanganan syok. Penyebab lain kematian DBD adalah perdarahan hebat pada saluran
pencernaan yang biasanya terjadi setelak syok berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.
Penanganan yang spesifik untuk pasien DBD adalah penggantian cairan yang hilang karena
kebocoran plasma. Pemberian cairan yang tepat dapat mencegah terjadinya kekurangan atau
kelebihan cairan yang dapat menyebabkan DBD dengan syok.1

ETIOLOGI

Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam tubuh nyamuk
Aedes aegeptii (betina). Virus ini termasuk famili Flaviviridae yang berukuran kecil sekali
yaitu 35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup di alam ini melalui 2 mekanisme.1 Mekanisme
pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk
betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari
nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.

Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan
sebaliknya. Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang
pada saat itu sedang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang sampai
ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri/berkembang biak), kemudian
akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelejar ludah. Virus yang berada di lokasi ini
setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk .

EPIDEMIOLOGI

Demam dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insidensi
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995), dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.3

4
Virus dengue terdistribusi di seluruh dunia daerah tropis. Sebagian besar daerah
subtropics dan tropis di seluruh dunia terdapat vector aedes merupakan endemic. Selama 20
tahun terakhir, epidemic dengue telah menimbulkan masalah di amerika. Perubahan pola
penyakit mungkin berkaitan dengan pertumbuhan populasi urban yang cepat, kepadatan yang
berlebih, dan kurangnya upaya pengendalian nyamuk.3

PATOGENESIS

Virus dengue termasuk dalam group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis
serotype yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Infeksi dengan salah satu serotype akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype yang lain. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotype Den-3 merupakan serotype yang
dominan dan berhubungan dengan kasus berat. 1,2,4

Arbovirus adalah virus yang ditularkan melalui artropoda yaitu nyamuk. Virus
dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegyptii betina, karena
hanya nyamuk betina yang menggigit darah manusia yang dibutuhkan untuk bertelur. Secara
umum nyamuk Aedes aegyptii menggigit pada siang hari (pukul 09.00 sampai 10.00) dan
sore hari (pukul 16.00 sampai 17.00). Nyamuk Aedes aegyptii dewasa memiliki ukuran
sedang, tubuhnya berwarna hitam kecoklatan, dan pada tubuh serta tungkainya ditutupi sisik
dengan garis-garis putih keperakan. Nyamuk Aedes aegyptii menyukai rumah yang sejuk,
lembab, gelap dan hinggap di pakaian atau barang-barang yang bergelantungan. Tempat
hidupnya di air jernih yang tergenang seperti pada bak air di kamar mandi dan tempat
penampungan air minum. Di luar rumah sering terdapat pada genangan air dalam ban mobil
bekas, kaleng bekas, tempat air minum burung, dan pot bunga yang mengandung air. Umur
nyamuk Aedes aegyptii sekitar 2 sampai 3 minggu, bertelur sekitar 200 sampai 400 butir dan
jarak terbang sekitar 100 meter. Oleh karena itu, perlu diwaspadai bila ada penderita DBD
dengan radius 100 meter dari tempat tinggal kita dan bila musim penghujan datang karena
dapat menyebabkan genangan air pada tempat-tempat yang telah disebutkan diatas.1,2

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegyptii.
Organ sasaran dari virus adalah organ Retikulo Endotelial Sistem meliputi sel kuffer hepar,

5
endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada
infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.2,4,6

Virus Den mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel
dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik
komponen perantara maupun komponen structural virus. Setelah komponen structural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di
sitoplasma. Virion dari virus DEN terdiri atas protein C (capsid), M (membrane), dan E
(envelope), pre-membran (pre-M). Glikoprotein E merupakan epitope penting karena mampu
membangkitkan antibody spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutini,
berperan dalam proses absorbs pada permukaan sel, mempunyai fungsi biologis antara lain
untuk fusi membrane dan perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan
mengenali protein E yang berperan sebagai epitope yang memiliki serotip spesifik, serotiipe-
cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi
terhadap infeksi virus DEN. Antibody monoclonal terhadap NS1 dair komplemen virus DEN
dan antibody poliklonal yang ditimbulkan dair imunisasi dengan NS1 mengkibatkan lisis sel
yang terinfeksi virus DEN.6,7

Antibody terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang
berbeda:5,6,7

• Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip speifik yang dapat
mencegah anfeksi virus
• Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.

6
Gambar 2. Kompleks Antigen Antibodi pada Antibody Dependent Enhancement (ADE).5

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi


primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila
dikemukakan sebagai berikut. Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue,
akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama.5

Gambar 3. Antibodi yang Sesuai Dengan Serotipe Virus Dengue.5

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus
yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut.
Pada infeksi selanjutnya, antibodi heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak

7
dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius. Akibat adanya
infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau virus lain) karena
adanya non neutralizing antibody maka partikel vrus DEN dan molekul antibody IgG
membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc
gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi
virus DEN. Kompleks virus antibody meliputi sel makrofag yang beredar dan antibody
tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga platelet activating
factor (PAF). Karena antobodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag.5

Gambar 4. Kompleks Virus yang Serotipe Berbeda dan Tidak Dapat Dinetralisir

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks, dan selanjutya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh dara,
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel
pembuluh darah yang mekanismenya sampai saai ini belum jelas, dimana hal tersebut akan
mengakibatkan syok. Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang
komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan
prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.
Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells
enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DBD dan SSD. Kinetik dari kelas immunoglobulin spesifik terhadap

8
virus dengue di dalam serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG
dan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula bahwa IgA dan IgG
dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya
pengukuran kadar immunoglobulin tersebut sejak awal pengobtan dapat membantu
mengetahui perkembangan penyakit.5

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajat kerusakan jaringan yang
ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut
melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik. 5,7

Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien
DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama dari aktivasi komplemen, induksi kemokin dan
kematian sel apoptotic. Dihipotesiskan bahwa peningkatan sintesis IL-8 memegang peran
penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. 5

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue
(DSS).1 Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.7

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari, timbul gejala prodromal yang
tidak khas seperti; nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah. Demam dengue
(DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dua atau lebih manifestasi
klinis sebagai berikut; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artalgia, leukopenia, dan
pemeriksaan serologi positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada
lokasi dan waktu yang sama.4,7

Kriteria klinis DBD menurut WHO diagnosis BDB ditegakkan bila semua hal dibawah ini
terpenuhi6 :

1. Demam atau riwayat akut , antara 2-7 hari, biasanya bifasik

9
2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif;
petekie,ekimosis,atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml)

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut :

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis


kelamin

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan


nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,


hiponatremia.

Gambar 3. Perjalanan penyakit dengue7

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan BDB adalah
ditemukan kebocoran plasma pada DBD.

Terdapat 4 derajat spectrum klinis DBD (WHO), yaitu6 :

Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet.

Derajat 2 :seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain

10
Derajat 3 : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut kulit
dingin dan lembab, tampak gelisah.

Derajat 4 : syok berat, nadi tidakdapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Diterbitkan panduan World Health Organization (WHO) , merupakan penyempurnaan dari


panduan sebelumnya, dan disepakati klasifikasi kasus yang sekarang6 :

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning sign)

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning sign)

3. Dengue berat (severe dengue)

Tanda bahaya berupa : nyeri perut, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan,
perdarahan mukosa, letargi, lemah, pembesaran hati >2 cm, kenaikan hematokrit seiring
dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan untuk pasien tersangka demam dengue
adalah melalui kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang digunakan lebih rumit, saat ini tes
serologi yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibody total,
IgM maupun IgG.9

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

1. Leukosit : dapat normal atau menurun, mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif
(> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok akan meningkat

2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8

11
3. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya hematokrit naik lebih
dari sama dengan 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai hari ke 3 demam

4. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP, pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah

5. Protein/ albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

6. Imunoserologi untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue :

a. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang


setelah 60-90 hari

b. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG terdeteksi hari ke-2

7. NS1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari ke-1 sampai hari ke-8.
Sensitivitas antigen NS1 berkisar antara 63-93,4% dengan sensitivitas 100% sama
tingginya dengan spesifitas gold standar kultur virus. Hasil negate NS1 tidak
menyingkirkan infeksi virus dengue.7

Pemeriksaan Radiologi

Pada foto dada biasa ditemukan efusi pleura, terutama hemitoraks kanan akan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemithoraks. Pemeriksaan foto rotgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.7

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.6 Terapi cairan

12
pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup,
lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi
simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk
mengatasi keluhan dispepsia.6 Pemberian aspirin ataupun obat anti inflamasi nonsteroid
sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).

Gambar 4. Penanganan tersangka DBD tanpa syok6

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer
laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi
kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,
aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efek alergi yang minimal.

13
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.
Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,
asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu
bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah.6 Pemberian larutan RL secara bolus (20
ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang
singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan
perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang
tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.6

Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan


kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai
komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan
reaksi anafilaktik. Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa
keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular.6
Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan
hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan
penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun
beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati.

Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid
pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan
dalam proses publikasi. Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya
kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung.
Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance)
dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan
pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24
jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari berat badan
sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan
hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam.6 Namun demikian,
pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih
berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu
ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas
hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3
14
dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan
setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-
benar stabil.6 Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun
kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.

Gambar 5. Algoritma tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II tanpa peningkatan hematokrit 6

15
Gambar 6. Algoritma tatalaksana DBD derajat 1 dengan peningkatan Hct ≥20%.6

16
Gambar 7. Algoritma tatalaksanan DBD derajat III dan IV.6

KOMPLIKASI

Sindrom Syok Dengue (DSS)

Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi (dbandingkan standar sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, gelisah. Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda
kegagalan sirkulasi darah yaitu kulit teraba lembab dan dingin, sianosis disekitar mulut, nadi
menjadi cepat dan lemah, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan darah menurun menjadi
20 mmHg atau kurang, dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. 7
Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat masuk salam fase kritis syok. Penderita
seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat
seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, dan nyeri di daerah retrosternal tanpa
sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk.7
17
Edema Paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai ke lima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi.7 Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebihan (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress nafas, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada rotgen dada

Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk


demam berdarah yang dialami, perdarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling serius
walaupun jarang terjadi antara lain; dehidrasi, perdarahan, jumlah platelet rendah, hipotensi,
bradikardi dan pembesaran hati.7 Pembesaran hati pada umumnya ditemukan pada permulaan
sakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm dibawah arcus costa kanan.7

RINGKASAN

Berdasarkan hasil anamnesis pada pasien sesuai dengan kriteria diagnosis demam
berdarah dengue derajat dua seperti pasien mengalami demam lebih dari 3 hari dan tidak
mengalami perbaikan setelah mengkonsumsi obat, terdapat tanda kebocoran plasma seperti
perdarahan spontan contohnya mimisan dan batuk berdarah. Pasien juga mengalami nyeri
pada seluruh badan, nyeri perut dan merasakan nyeri pada tenggorokan. Pada saat dilakukan
pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil trombositopenia <100.000 k/ul tanpa disertai
tanda – tanda shock seperti turunnya tekanan darah dan takikardi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on


Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Disease.
2010; Vol 30:329-40.

2. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di


Indonesia. Farmaka. Desember 2009; Vol. 5 No. 3: hal . 12-29.

18
3. Dengue Shock. Journal of emergencies, trauma, and shock, 2011. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3097561/, 4 April 2011

4. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.


www.pediatrikcom/buletin/20060220- 8ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2010];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.

5. Paul W. Fundamental immunology. 7th edition. Bethesda: 2012.p.763-90


6. World Health Organization. Dengue : guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. France : WHO, 2009.p. 25-106.
7. Lardo S. penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan penyulit. Departemen
penyakit dalam RSPAD Gatot Soebroto. Vol 40 (9); 2013. Jakarta. hl 656-60

19

Вам также может понравиться

  • DHF Nelson
    DHF Nelson
    Документ2 страницы
    DHF Nelson
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Sdffwefwefwe
    Sdffwefwefwe
    Документ1 страница
    Sdffwefwefwe
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • DHF Nelson
    DHF Nelson
    Документ2 страницы
    DHF Nelson
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • GDDRGRG
    GDDRGRG
    Документ2 страницы
    GDDRGRG
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Referat Aki CKD
    Referat Aki CKD
    Документ31 страница
    Referat Aki CKD
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • GDDRGRG
    GDDRGRG
    Документ2 страницы
    GDDRGRG
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Referat Aki CKD
    Referat Aki CKD
    Документ31 страница
    Referat Aki CKD
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Afdsdfa
    Afdsdfa
    Документ10 страниц
    Afdsdfa
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • SFSD
    SFSD
    Документ5 страниц
    SFSD
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Feafsefs
    Feafsefs
    Документ28 страниц
    Feafsefs
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • NGHFHFH
    NGHFHFH
    Документ1 страница
    NGHFHFH
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Dasaedfdsfsdfsfss
    Dasaedfdsfsdfsfss
    Документ1 страница
    Dasaedfdsfsdfsfss
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Feafsefs
    Feafsefs
    Документ28 страниц
    Feafsefs
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Dgfjygyjgyf
    Dgfjygyjgyf
    Документ16 страниц
    Dgfjygyjgyf
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Saddsadas 7
    Saddsadas 7
    Документ22 страницы
    Saddsadas 7
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • DFSFSF
    DFSFSF
    Документ27 страниц
    DFSFSF
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • DBFDFD
    DBFDFD
    Документ6 страниц
    DBFDFD
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • GGDDFG
    GGDDFG
    Документ29 страниц
    GGDDFG
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • DFSFSF
    DFSFSF
    Документ27 страниц
    DFSFSF
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • SFSD
    SFSD
    Документ5 страниц
    SFSD
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • SFSD
    SFSD
    Документ5 страниц
    SFSD
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Wfwewe
    Wfwewe
    Документ23 страницы
    Wfwewe
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Dasdsa
    Dasdsa
    Документ29 страниц
    Dasdsa
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • BHKBKJB
    BHKBKJB
    Документ32 страницы
    BHKBKJB
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Dasfsdf
    Dasfsdf
    Документ32 страницы
    Dasfsdf
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Fsdfs
    Fsdfs
    Документ5 страниц
    Fsdfs
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Sdffdfrwfds
    Sdffdfrwfds
    Документ19 страниц
    Sdffdfrwfds
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Dasda
    Dasda
    Документ2 страницы
    Dasda
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет
  • Cover Sepsis PDF
    Cover Sepsis PDF
    Документ3 страницы
    Cover Sepsis PDF
    Jonathan wiradinata
    Оценок пока нет