Вы находитесь на странице: 1из 12

sumber:www.oseanografi.lipi.go.

id

Oseana, Volume XXXI, Nomor 3, 2006 : 1 - 12 ISSN 0216-1877

TOKSIN ALAM DARI MIKROALGAE

Oleh
1)
Lily M.G. Panggabean

ABSTRACT

NATURAL TOXINS OF MICROALGAE. Incidence of poisoning after eating


contaminate seafood with toxins has been reported caused by harmful algae which
form mass occurrences, or so-called ‘blooms’ in marine, brackish or fresh waters.
’Harmful Algal Blooms’ or HAB is term for the naturally occurring fenomena, which
may impact to public health. Some species produce potent toxins that can find their
way through food chain to humans, causing a variety of gastrointestinal and
neurological illness, such as Paralytic Shellfish Poisoning’ (PSP), ’Amnesic
Shellfish Poisoning’ (ASP), ’Diarrhetic Shellfish Poisoning’ (DSP), ’Neurotoxic
Shellfish Poisoning’ (NSP) ’Ciguatera Fish Poisoning’ (CFP). Here natural marine
algal toxin, symptoms of seafood poisoning by natural algal toxin contamination,
incidence in Indonesia and research and monitoring of HAB as well are described
on purpose to address one of the problem of HAB mainly of toxic species.

PENDAHULUAN menimbulkan kerugian, sedangkan proliferasi


alga berbahaya yang menimbulkan kerugian
Perubahan lingkungan karena alam atau tidak selalu menimbulkan warna merah
perilaku manusia di darat dapat memicu (HALLEGRAEFF, 2002). Fenomena HAB kerap
terjadinya ledakan populasi (’blooming”) kali muncul di daerah pesisir tertentu di dunia.
mikroalgae yang terkenal dengan sebutan Masalah yang ditimbulkan sangat beragam
“Harmful Algal Bloom” (HAB). HAB menurut jenisnya dan kondisi lingkungannya.
merupakan istilah baru menggantikan istilah Dampaknya sangat luas dan mengakibatkan
lama “red tide” (pasang merah). Istilah tersebut kerugian ekonomi maupun jiwa. Kasus
dipakai karena begitu melimpahnya tumbuhan kematian atau penyakit setelah makan kerang
satu sel tertentu sehingga menimbulkan warna atau ikan di berbagai tempat di dunia dilaporkan
air laut menjadi merah. Penggunaan sebutan semakin meningkat. Catatan tertua tentang
HAB lebih sesuai dan sekarang dipakai oleh kasus kematian setelah makan kerang
para ahli, karena ternyata ’red tide’ tidak selalu dilaporkan pada tahun 1793 yaitu saat kapten

1)
Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

George Vancouver beserta krunya mendarat Kehadirannya dalam makanan mentah atau
dan makan kerang di tempat yang kemudian olahan tidak menimbulkan perubahan rasa dan
disebut ’Poison cove”. Orang Indian disana bau. Toksin alga bersifat tidak berasa, tidak
tabu makan kerang bila air laut bercahaya pada berbau dan stabil dalam kondisi asam atau
malam hari. Alga beracun umumnya pemanasan.
mengandung pigmen ’bioluminescent’. Di alam dikenal beberapa toksin dari alga
Diantara 300 jenis alga yang sering laut yaitu :
mengalami ’blooming’, diketahui sekitar 100 - alkaloid, yaitu saxitoxin dan turunannya
jenis mikroalgae memproduksi toksin. yang menyebabkan PSP serta anatoxin
Akumulasi racun alga melalui rantai makanan - asam amino, yaitu domoic acid dan
dapat menimbulkan kasus-kasus seperti isomernya dan
Ciguatera Fish Poisoning (CFP), Paralytic - polyether, termasuk diantaranya Okadaic
Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Acid (OA) dan Dinophysistoxin (DTX)
Poisoning (ASP), Diarrhetic Shellfish penyebab DSP, ciguatoxin penyebab CFP,
Poisoning (DSP), Neurotoxic Shellfish brevetoxin, spirolid, azaspiracid.
Poisoning (NSP), dan lain-lain.
Jenis toksin alga dan alga produsernya
Dalam tulisan ini dijelaskan tentang
dicantumkan dalam Tabel 1.
toksin alam dari alga laut, gejala klinis
Contoh struktur kimia dari saxitoxin dan
keracunan makanan dari laut yang
turunannya disajikan pada Gambar 1. Toksin
terkontaminasi oleh racun alga, kasusnya di
ini khususnya bekerja aktif memblokir eksitasi
Indonesia serta penelitian dan monitoring yang
dari Na+ pada sistem persarafan otot sehingga
sudah dilakukan di Indonesia.
menyebabkan paralisis atau kelumpuhan. Asam
amino penyebab ASP yaitu domoic acid dan
isomernya. Toksin ini adalah golongan kainoids,
TOKSIN ALGA
asam-asam amino yang berikatan dengan kainic
Beragam toksin alam dari algae beracun acid (Gambar 2). Kebalikan dari saxitoxin,
menimbulkan gangguan kesehatan secara akut domoic acid bekerja sebagai “neuroexitant”,
maupun letal. Kebanyakan toksin alga bersifat terus menerus memproduksi dan merusak
neurotoksik terhadap manusia dan binatang. bagian saraf ingatan di otak.

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Tabel 1. Toksin alga dan sumbernya (Sumber: ANONIM 2004)

Jenis toksin Jenis alga produser toksin


bersangkutan
Alkaloida
Saxitoxins dan sekitar 20 jenis Alexandrium spp., Gymnodinuim catena-
derivatnya diketahui menyebabkan PSP tum, Pyrodinium bahamense var.
compressum

Asam amino
Domoic acid dan sekitar 10 derivatnya Pseudo-nitzschia spp., Nitzschia navis-
menyebabkan ASP varingica, Amphora caffeaeformis

Polyether
Brevetoxins, 2 golongan dengan 10 Karenia brevis, Chattonella spp.
turunan dan analognya penyebab
kematian ikan dan NSP
Ciguatoxin (CTX) dan 20 analognya Gambierdiscus toxicus
penyebab utama Ciguatera
Cooliatoxin Coolia monotis
Galacto-lipids, fatty acids Amphidinium carterae, A. operculatum,
Karenia mikimotoi, Chrysochromulina
polylepis
Maitotoxins (MTX), 3 congeners, Gambierdiscus toxicus
implicated in CFP
Okadaic acid (OA), toxin dinophysis Dinophysis spp., Prorocentrum spp.
(DTX-1 and DTX-2), sekitar 8
turunannya dipercaya sebagai precursor
metabolit kekerangan yang
menyebabkan DSP
Gymnodimine Karenia mikimotoi, Gymnodinium spp. ?
Palytoxins Ostreopsis lenticularis, O. siamensis
Pinnatoxins
Pectinotoxins, 10 analog Dinophysis acuta, D. fortii
Prorocentrolide, 2 analog Prorocentrum lima, P. maculosum
Prymnesins Prymnesium parvum
Spirolids, 4 analog Alexandrium ostenfeldii
Yessotoxins, 6 turunannya Lingulodinium polyedrum, Protoceratium
reticulatum
Senyawa reaktif terhadap oksigen Chattonella marina, C. antiqua,
Fibrocapsa japonica, Olisthodiscus
luteus, Heterosigma akashiwo,
Cochlodinium polykrikoides

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

GEJALA KLINIS KERACUNAN Gejala PSP muncul 30 menit hingga 3


TOKSIN ALGA jam setelah makan makanan dari laut yang
terpapar racun PSP. Berat ringannya gejala
keracunan tergantung dosis dan tingkat
Paralytic Shellfish Poisoning (PSP)
absorbsi racun yang masuk. Dibandingkan
Penduduk asli Amerika sudah mengenal dengan orang dewasa anak-anak mengalami
dengan baik bahaya PSP sejak ratusan tahun tingkat keracunan lebih parah, karena mereka
silam. Kasus keracunan PSP awalnya lebih sensitif terhadap saxitoxin dan lebih cepat
dilaporkan terjadi di Amerika Utara dan Eropa. mengubah racun jenis sulfamat yang kurang
Kemudian menyusul laporan kejadian di poten (toksin C1, C2, B1 dan B2) menjadi
Malaysia, Filipina, Indonesia, Venezuela, turunan karbamat yang lebih poten. Gejala PSP
Guatemala, Cina dan Afrika Selatan (BACKER dimulai dengan rasa kesemutan dan kebas (mati
et al., 2002). rasa) di sekitar bibir dan mulut, kemudian
menjalar sampai ke muka dan leher. Pasien bisa
Telah diketahui banyak jenis
juga mengalami mual dan muntah. Pada gejala
dinoflagellata memproduksi racun PSP, antara
ringan sampai sedang, kesemutan bisa menjalar
lain Alexandrium catenella, A. cohorticula, A.
sampai kedua tangan dan kaki dan sulit
fundyense, A.fraterculus, A. leei, A. minutum,
digerakkan atau lemas. Korban juga bisa pusing
A. temarense, Gymnodinium catenatum, dan
dan tidak bisa bicara dengan benar dan
Pyrodinium bahamense var. Compressum.
kehilangan arah (light-headedness). Kesulitan
Toksin PSP bekerja aktif memblokir terjadinya bernapas diawali dengan rasa tercekik. Pada
sodium bermuatan (Na+) dari membran axon dan keracunan berat, bisa melumpuhkan seluruh
serabut-serabut saraf pada otot skeleton. Efek fungsi otot. Korban mati bisa terjadi karena
PSP bisa terjadi pada ikan, burung dan mamalia. bernapas semakin sulit dan hypoxia semakin
Mahluk paling sensitif terhadap PSP adalah parah. Korban tidak mengalami hipotensi atau
manusia. Racun PSP yang paling berbahaya kelainan detak jantung. Waktu paruh racun PSP
yaitu saxitoxin dapat mematikan pada dosis 1-4 sangat pendek (90 menit). Korban akut dapat
mg sesuai dengan umur dan kondisi kesehatan ditolong dengan tindakan cepat di rumah sakit
korban. melalui bantuan respirasi.

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 1. Struktur kimia toksin penyebab PSP (Sumber: LUCAS et al., 2002)

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 2. Struktur kimia domoic acid dan isomernya (Sumber: QUILLIAM, 2002)

Beragam toksin dari alga laut kobra, toksisitas saxitoxin dua kali lebih tinggi,
toksisitasnya berbeda-beda (Tabel 2). Toksin sedangkan maitotoxin mencapai lebih dari 40
yang paling berbahaya yaitu saxitoxin dan kali racun ular kobra.
maitotoxin. Bila dibandingkan dengan racun

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Tingkat mortalitas karena PSP di dunia Sejak kejadian tersebut di Kanada.


berkisar antara 2-14 %. Berdasarkan pemantauan terhadap DA dilakukan untuk
pengalaman pada pertolongan PSP sebelumnya daerah budidaya kerang biru. Bila konsentrasi
dan kelengkapan peralatan di rumah sakit, DA pada kerang biru tinggi, daerah tersebut
pasien PSP Amerika dan Eropa kini sudah dapat dilarang panen terhadap kerang biru selama
tertolong. waktu tertentu.

Diarhetic shellfish poisoning (DSP)


Amnesic Shellfish Poisoning (ASP)
DSP pertama kali dikonfirmasikan di
Pada tahun 1987 sekitar 107 orang Belanda karena adanya kasus penyakit
menjadi sakit setelah makan kerang biru yang gastrointestinal setelah makan kerang
berasal dari Prince Edward Island, Kanada. disebabkan karena perairan didominasi oleh
Domoic acid ditemukan dalam sisa kerang yang dinoflagellata : Prorocentrum sp. (KAT, 1979).
tidak termakan maupun kerang dari tempat Kasus ’Diarhetic Shellfish Poisoning (DSP)
asalnya dibudidayakan. Sumber domoic acid ini juga terjadi di berbagai tempat seperti
ternyata adalah diatomae Pseudonitzschia Jepang, India, Indonesia, Australia dan
multiseries (= Nitzschia pungens) yang sedang Selandia Baru (SUNDSTRÕM et al., 1990).
’blooming’ di daerah estuari tempat kerang Beberapa toksin penyebab DSP yaitu okadaic
tersebut dibudidayakan (BATES et al., 1989). acid dan dinophysistoxin. Okadaic acid
berasal dari alga bentik: Prorocentrum spp.
Ada 11 jenis diatomae penghasil domoic acid
Sedangkan sumber dinophysistoxin adalah
yaitu Pseudo-nitzschia australis, P.
Dinophysis spp.
delicatissima, P. multiseries, P. Gejala DSP adalah gangguan pada
pseudodelicatissima, P. pungens, P. seriata, P. gastrointestinal yaitu diare, mual, muntah dan
turgidula, P. faudulenta, P. multistriata, sakit perut yang luar biasa (melilit), terjadi dalam
Nitzschia navis-varingica dan Amphora waktu 30 menit sampai 3 jam setelah makan
caffeaeformis (BATES, 2000 & KOTAKI, 2002) kerang yang terkontaminasi racun tersebut.
Gejala ASP termasuk gangguan pada Pasien DSP sembuh total dengan sendirinya
gastrointestinal yaitu muntah, kram perut dan setelah merasa sangat kesakitan dalam
diare, sedangkan pada saraf lainnya yaitu nyeri beberapa hari. Penyakit ini tidak mematikan,
pada kepala dan sering kehilangan daya ingat namun mempunyai bahaya laten akibat
sementara (short term memory). Pada kasus terakumulasinya toksin ikutan pada
Prorocentrum spp. dan Dinophysis spp.
yang parah, ada 9 pasien yang dirawat di rumah
Toksin ikutan tersebut mempunyai aktifitas
sakit mengalami serangan jantung, koma,
“hepatotoxic, imuno-suppresive dan tumor-
sekresi berlebihan pada pernapasan atau promoting” (AUNE & YNDESTAD, 1993).
tekanan darah tidak stabil. Tiga diantaranya CORDIER et al., (2000) melaporkan adanya
meninggal. Kasus ASP juga menimpa 25 orang tumor gonad pada kekerangan berkaitan
setelah makan kerang pisau (razor clam) di dengan DSP. Konsumsi kekerangan yang
daerah Oregon pada tahun 1994. Tidak hanya terkontaminasi racun tersebut dalam jangka
manusia, keracunan domoic acid juga menimpa panjang beresiko menimbulkan kanker. Laporan
burung pelikan, burung camar dan singa laut dan studi tentang efek kronis pada masyarakat
di Kalifornia, setelah makan ikan-ikan kecil tertentu akibat mengkonsumsi kekerangan
(SCHOLIN et al., 2000). yang terkontaminasi toksin DSP belum ada.

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Ciguatera fish poisoning KASUS HAB DI INDONESIA


Kasus keracunan CFP sering terjadi di
Kasus keracunan setelah meng-
Pulau-pulau Hawaii, Pasifik Selatan, Pulau-
konsumsi kekerangan dan ikan di Indonesia
pulau Karibia, Pulau-pulau Virginia. Ada sekitar
pernah dilaporkan menimbulkan korban mati di
50.000 hingga 500.000 kasus CFP yang menimpa
beberapa tempat tertentu. ADNAN &
penduduk maupun turis di Pulau-pulau Pasifik
SUTOMO (1988) melaporkan adanya kasus-
dan Laut Karibia (BACKER et al., 2002). kasus HAB yang pernah terjadi di Flores,
Ciguatoxin dan turunannya, adalah Ujung Pandang dan Kalimantan Timur. Kejadian
golongan polyether majemuk yang larut dalam serupa juga pernah terjadi di Lewotobi, Wulung
lemak berasal dari Gambierdiscus toxicus yang Gitung, Flores Timur dengan adanya kematian
berasosiasi dengan terumbu karang. Termasuk massal ikan pada tanggal 24 November 1983
diantaranya yaitu maitotoxin yang bersifat (ADNAN, 1984). Penduduk yang makan ikan-
hidrofilik, melalui rantai makanan di terumbu ikan mati tersebut 191 orang mengalami
karang dapat mencemari ikan-ikan besar antara keracunan dan 9 diantaranya meninggal. Di
lain kerapu (e.g. Plectropoma spp), Ikan-ikan Ujung Pandang ada 4 orang meninggal setelah
yang terkontaminasi CFP penampakan dan makan kerang pada bulan Agustus 1989.
rasanya tidak berbeda dengan ikan yang sehat Keracunan setelah mengkonsumsi kerang tudai
dan normal. menimpa hampir seluruh penduduk Desa
Gejala awal CFP adalah menyerang Balang Tiku, Kaltim, pada 12 Januari 1988. Dua
gastrointestinal (beberapa jam setelah orang meninggal dan 68 orang dirawat di
mengkonsumsi ikan) yang dibarengi atau Puskesmas Nunukan. Gejala akut yang
diikuti dengan gejala neurologis dan kadang- menimpa para korban tersebut mirip dengan
kadang diikuti gejala cardiovascular (e.g. gejala keracunan PSP, tetapi penyebab
bradycardia, hypotension) (GLAZIOU & sebenarnya tidak diketahui dengan jelas pada
LEGRAND 1994). Gangguan pada indra perasa kejadian tersebut, karena tidak dilengkapi
disekitar mulut dan ujung-ujung jari kaki dan dengan data toksisitas dari kerang yang
tangan, pruritis dan sensor terhadap suhu yang dimakan korban. Di daerah tersebut belum ada
berlawanan dengan keadaan sebenarnya pengetahuan tentang alga beracun.
mencirikan keracunan ini. Gejala imbuhan Di Lata, Ambon, kasus PSP menimpa 3
dicatat antara lain asthralgia, ’metallic taste’, orang korban anak-anak meninggal dan 33
pusing dan lemas. Gangguan gastrointestinal orang dewasa dirawat di rumah sakit setelah
makan ’bia manis’ (Hiatula chinensis) pada
hanya berlangsung beberapa hari saja,
bulan Juli 1994 dilaporkan oleh WIADNYANA
sedangkan gangguan neurologis dapat
et al., (1994). Pada waktu itu Pyrodinium
berlangsung sampai beberapa bulan
bahamense var. compressum (Pbc) merupakan
(GLAZIOU & LEGRAND, 1994).
salah satu komponen yang ada pada sampel
Gejala CFP biasanya muncul pada orang
plankton di Teluk Ambon. Kepadatan Pbc di
yang keracunan kedua atau ketiga kalinya Teluk Ambon pada waktu kejadian sebenarnya
karena tubuhnya sudah mengakumulasi tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 1.600 sel/l. Pada
ciguatoxin (GLAZIOU & MARTIN, 1993). tahun yang sama, Pbc dalam jumlah lebih tinggi
Recurency bisa terjadi dalam waktu 3 sampai 6 ditemukan di Teluk Kao, yaitu mencapai 2,3 juta
bulan bagi penggemar alkohol, kafein dan sel/l sehingga mewarnai air laut menjadi
kacang-kacangan. Resiko keracunan bagi pria kemerahan, namun tidak ada korban, karena
lebih tinggi. penduduk justru menyadari adanya “air

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

beracun”. Komponen terbesar pada air mengindikasikan bahwa Teluk Lampung


berwarna merah di Teluk Kao didominasi oleh berpotensi menimbulkan kasus PSP, DSP serta
Pbc, yaitu mencapai 92%, sedangkan komponen ASP dengan ditemukannya beragam spesies
Pbc pada air yang ’tidak berwarna’ hanya sekitar HAB dalam sampel plankton, antara lain
8%. Belakangan ditemukan alga lain penyebab Pyrodinium bahamense var. compressum (Pbc)
PSP di Teluk Ambon, yaitu Alexandrium affine yang mengandung racun penyebab PSP;
(WAGEY et al., 2000). Dinophysis caudata dan D. Miles yang
mengandung racun penyebab DSP serta
Pseudonitzschia sp. yang mengandung
PERLUNYA STUDI KASUS domoic acid yang menyebabkan ASP
(PANGGABEAN et al., 2005). Dalam konteks
Spesies HAB paling berbahaya adalah manajemen lingkungan perikanan tangkap dan
Pyrodinium bahamense var. compressum atau budidaya di Teluk Lampung, Balai Besar
Pbc sering muncul di perairan Lampung dan Budidaya Laut Lampung (BBL) DKP telah
Maluku. Dalam pertemuan regional WESTPAC melakukan monitoring tingkat kesehatan
di SCIRO, Australia dan SEAFDEC/IDRC lingkungan teluk sejak tahun 1994
dinyatakan bahwa Pyrodinium bahamense var. (MUAWANAH et al., 2004). Dalam monitoring
compressum merupakan alga berbahaya nomor tersebut Pbc yang merupakan alga paling
satu di Asia Tenggara. Alga ini sering berbahaya, sebenarnya sudah terdaftar dalam
menimbulkan korban di Filipina, Malaysia dan sampel plankton dari Teluk Hurun. Pbc dulu
Papua Nugini (HALLEGRAEFF, 2002; didaftar sebagai Goniodoma. Karena ketidak
HALLEGRAEFF & MACLEAN, 1989; tahuan dan tidak berdampak langsung pada
MACLEAN 1977; USUP et al., 1989). komoditi budidaya ikan kerapu di keramba,
Fenomena HAB selalu muncul di tempat kehadiran Pbc tidak disadari sebagai ancaman
yang sama. Masalah dan dampaknya sangat terpaparnya sumberdaya perikanan oleh PSP.
kompleks. Bahaya spesies beracun adalah Kasus PSP di Lampung belum ada atau
peranannya dalam rantai dasar makanan dalam mungkin ada tapi tidak dilaporkan, karena
ekosistem. Toksin bioaktif dinoflagellata bekerja barangkali kekerangan bukan merupakan
pada sistem hemolitik, neurotoksik dan komoditi penting di daerah ini.
gastrointestinal konsumernya. Di antara biota Dalam konteks menjaga mutu dan
konsumer lainnya, bangsa kekerangan adalah keamanan komoditi ekspor kekerangan, Balai
konsumen mikroalgae terbesar. Golongan‘filter Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil
feeder’, yang berarti “makan secara Perikanan (BPPMHP) dalam Program Sanitasi
penyaringan” tersebut mampu menyaring Kekerangan di Indonesia, telah melakukan
melalui insangnya partikel fitoplankton dalam monitoring toksin PSP sejak tahun 1999. Dua
jutaan sel/menit. Jika mikroalgae toksik ikut daerah terdeteksi sering terpapar oleh PSP, yaitu
termakan toksinnya akan terakumulasi dalam Lampung dan Maluku. (MUTAQIN et al., 2004).
tubuh kerang tanpa ’menyakitinya’. Kerang Tingkat toksisitas PSP pada beberapa
beracun hidup normal dan tidak berbeda dengan kekerangan dari kedua daerah tersebut kadang-
kerang yang tidak terkontaminasi, tetapi sudah kadang tinggi. Hasil uji toksisitas ekstrak dari
menjadi sumber makanan beracun bagi kekerangan sampel Lampung pada bulan Mei
lingkungannya. Data dan informasi tentang 2005 (PANGGABEAN et al., 2005) terhadap
aspek HAB di perairan Lampung masih tikus menunjukkan angka paling tinggi dari data
terpisah-pisah di berbagai institusi. Hasil sebelumnya dan jauh melampaui ambang batas
observasi Puslit Oseanografi LIPI kadar yang dibolehkan (> 80 µg/100 gr daging).

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Studi kasus secara medis di daerah tersebut BATES, S.S. 2000. Domoic-acid-producing
perlu dilakukan oleh institusi yang bekerja di diatoms : another genus added. J.
bidang kesehatan. Phycol. 36 : 978-985.
BATES, S.S.; C.J. BIRD; A.S.W. DE FREITAS;
R. FOXLL; M. GILGAN; L.A. HANIC;
DAFTAR PUSTAKA G.R. MCCULLOCH; P.ODENSE; R.
POCKLINGTON; M.A. QUILLIAM;
ADNAN, Q. 1984. Distribution of P.G.SIM; J.C. SMITH; D.V.
dinoflagellates at Jakarta Bay, Taman SUBBARAO; E.C.D. TODD; J.A.
Jaya, Banten and Benoa Bay, Bali: A WALTER and J.L.C. WRIGHT 1989.
report of an incident of fish poisoning Penneate diatom Nitzschia pungens as
at Eastern Nusa Tenggara. In: Toxic the primary source of domoic acid, a
Red Tides and Shellfish Toxicity in toxin in shellfish from eastern Prince
Southeast Asia, Changi Point, Edward Island, Canada. Can. J. Fish.
Singapore, Southeast Asia Fisheries Aquat. Sci. 46 : 1203-1215.
Development Center and International CORDIER, S.; C. MONFORT; L. MIOSSEC; S.
Development Research Center RICHARDSON and C. BELIN 2000.
(SEAFDEC). Ecological analysis of digestive cancer
ADNAN, Q. dan A.B. SUTOMO 1988. Kasus mortality related to contamination
diarrhetic shellfish poisoning toxins
keracunan kerang di Balang Tiku-
along the coasts of France. Environ.
Kaltim. “Pasang Merah”. Suara
Res., 84 : 145-150.
Pembaruan, Jumat 11 Maret 1988.
GLAZIOU, P. and A.M. LEGRAND 1994
AUNE, T. and M.YNDESTAD, 1993. Diarrhetic Epidemiology and ciguatera fish
shellfish poisoning. In : I.R. Falconer poisoning. Toxicon 32 (8) : 863-873.
(ed.), Algal Toxins in Seafood and
Drinking Water, London, Academic GLAZIOU, P. and P.M.V. MARTIN 1993. Study
of factors that influence the clinical
Press: 87-104.
response to ciguatera fish poisoning.
ANONIM 2004. Training course on biology Toxicon 31 (9) : 1151-1154.
and taxonomy on Harmful Microalgae. HALLEGRAEFF, G.M. 2002. Harmful algal
Hue, Vietnam, 6-13 January 2004. blooms: a global overview. In :
BACKER, L.C.; L.E. FLEMING; A.D. ROWAN Hallegraeff, G.M., D.M. Anderson and
and D.G. BADEN 2002. Epidemiology, A.D. Cembella (eds.), Manual on
public health and human diseases Harmful Marine Microalgae,
associated with harmful marine algae. Monographs on oceanographic
methodology 11, Unesco, Paris : 25-49
In : Hallegraeff, G.M., D.M. Anderson
and A.D. Cembella (eds.), Manual on HALLEGRAEFF, G.M. and J.L. MACLEAN
Harmful Marine Microalgae, 1989. Biology, epidemiology and
Monographs on oceanographic management of Pyrodinium red tides.
methodology 11, Unesco, Paris : 723- – International Centre for Living
749. Aquatic Resources Management,
Manila, Conf. Proc. 21 : 286 pp.

10

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

KAT, M. 1979. The occurrence of Prorocentrum PANGGABEAN, L.M.G.; SUWARTI; T.


species and coincidental gastro- PRATIWI; A.M. MUTAQIN and
intestinal illness of mussel consumers. MUAWANAH 2005. Diversity of HAB
In : Taylor, D. and H.H. Seliger (eds.), species and PSP content in shellfish
Toxic Dinoflagellate Blooms. from Lampung Bay. Paper in poster
presented in 2 nd Seminar of JSPS
Amsterdam, Elsevier/North-Holland :
multilateral core university program on
215-220.
“coastal oceanography”, Tokyo, 24-26
KOTAKI, Y. 2002. Production of domoic acid August 2005.
by diverse species of pennate diatoms. QUILLIAM, M.A. 2002. Chemical methods
Fisheries science suppl. I. 68 : 525-528 for domoic acid, the amnesic shellfish
LUCAS, B.; C. HUMMER and Y. OSHIMA poisoning (ASP) toxin. In : Hallegraeff,
2002. Analytical methods for paralytic G.M., D.M. Anderson and A.D. Cembella
shellfish poisoning. In : Hallegraeff, (eds.), Manual on Harmful Marine
G.M., D.M. Anderson and A.D. Cembella Microalgae, Monographs on
oceanographic methodology 11,
(eds.), Manual on Harmful Marine
Unesco, Paris : 247-265.
Microalgae, Monographs on
oceanographic methodology 11, SCHOLIN, C.; F. GULLAND; G.J. DOUCETTE;
Unesco, Paris : 191-209. S. BENSON; M. BUSMAN; F.P.
CHAVEZ; J. CORDARO; R. DELONG;
MACLEAN, J.L. 1977. Observation on A. DE VOEGLAERE; J. HARVEY; M.
Pyrodinium bahamense Plate, a toxic HAULENA; K. LEFEBERE; T.
dinoflagellate in Papua New Guinea. - LIPSCOMB; S. LOSCUTOFF; L.J.
Limnol. Oceanogr. 22 : 234-294. LOWENSTINE; R.III MARIN; P.E.
MUAWANAH, A.; A. KARTIKASARI and P. MILLER; W.A. MCLELLAN; P.D.R.
MOELLER; C.L. POWELL; T. ROWLES;
HARTONO 2004. Current status of
P. SILVAGNI; M. SILVER; T. SPRAKER;
HAB Monitoring in Lampung Bay. Paper
V. TRAINER and F. VAN DOLAH 2000.
presented for the National Workshop on Mortality of sea lions along the central
HAB Research and Monitoring in California coast linked to a toxic diatom
Indonesia: Integrated Research and bloom. Nature 403 : 80-84.
Monitoring HAB for Aquatic Resources
and Human Health Protection in SUNDSTRÕM, B.; L. EDLER and E. GRANELI
Lampung Bay, Jakarta 2-3 March 2004. 1990. The global distribution of harmful
effects of phytoplankton. In : Toxic
MUTAQIN, A.; T. PRATIWI and B. Marine Phytoplankton (Graneli, E., B.
SUSILOWATI 2004. Monitoring toksin Sundstrõm, L. Edler and D.M. Anderson
pada kekerangan di Perairan Indonesia. (eds.), Amsterdam, Elsevier : 537-541.
Paper presented for the National USUP, G.; A. AHMAD and N. ISMAIL 1989.
Workshop on HAB Research and Pyrodinium bahamense var.
Monitoring in Indonesia: Integrated compressum red tide studies in Sabah,
Research and Monitoring HAB for Malaysia. In : Biology, epidemiology
Aquatic Resources and Human Health and management of Pyrodinium red
Protection in Lampung Bay, Jakarta 2-3 tides (Hallegraeff, G.M. and J.L. Maclean
March 2004. (eds), ICLARM, Manila : 97-110.

11

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006


sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

WAGEY, G.A.; F.J.R. TAYLOR and P.J. compressum in Kao Bay, North
HARRISON 2000. Bloom of the Mollucas. In : Sustainability of the
dinoflagellate Alexandrium affine (INOE Marine Environment: An Integrated
and FUKUYO) BALECH in tropical Scientific Approach to Coastal Area
Ambon Bay, Indonesia. International Management. (Nontji, A., S.
conference in Harmful Algal Blooms, Soemodihardjo, A.G. Ilahude, D.
Hobart, Tasmania, Australia, 7-11 Setiapermana, D.P. Praseno, M.K.
February 2000 : 120-124. Moosa and O.S.R. Ongkosongo (eds.).
Proc. IOC-WESTPAC third Inter-
WIADNYANA, N.N.; A. SEDIANA; T.
national Science Symposium., Bali,
SIDABUTAR and S.A. YUSUF 1994.
Indonesia, 22-26 November 1994 : 104-
Blooms of the dinoflagellate
112.
Pyrodinium bahamense var.

12

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Вам также может понравиться