Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep mutu pelayanan keperawatan
1.3.2 Untuk mengetahi konsep keselamatan pasien
1
BAB II
PEMBAHASAN
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan
kebutuhan kepuasan.(American society for quality control). Mutu adalah
“fitness for use” atau kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Juran,
1989).
2. Pelayanan Keperawatan
2
sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan
atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004)
menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau
kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa
pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan
menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau
dirasakan.
3
transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan jika pelanggan
itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.
3. Keperawatan
4
2.1.3 Manfaat Mutu Pelayanan Keperawatan
5
2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (ketanggapan)
6
aspek dari sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang
menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang
negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien
aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan.
5. Emphaty (empati)
7
mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian
juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik,
penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi
dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan
dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber
daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat
melalui:
2. Proses (Process)
8
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa
pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke
dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan
pasien.
3. Hasil (Outcome)
9
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan
dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini
dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang
ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat
dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan
keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien
dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan
indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Oleh karena itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai
strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.
10
berasal dari kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan
sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit
dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu :
organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur
tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan
adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana
metode yang digunakan adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses
pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP)
b. Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input,
proses, outcome), menjaga mutu pelayanan keperawatan
difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian
pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
a. Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan
merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai
sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam
Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality
Management dimaksudkan pada program industry sedangkan
Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon
(2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu
merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang
dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan
11
yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan
aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
b. Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994)
bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk
menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality
Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan
yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan
yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan
(Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
c. Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement
dalam keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan secara terus menerus yang memfokuskan
mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan
pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-
karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.
3. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah
suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap
level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu
organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal
yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. (Windy, 2009)
2.1.7 Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Keperawatan
1. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Keperawatan RS
a. Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait
dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS
tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan
dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi
evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014).
12
1) Aspek struktur (input)
2) Proses
3) Outcome
13
9) POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
14
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
T
Ʃ ALOS 1-10 hari
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
15
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah
sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap:
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
16
c TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana
tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak
terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
17
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Sebagai contoh :
a Indikator struktur :
Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan
sebagainya). Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-
18
lain. Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan.
Dan Metode ( adanya standar operasional prosedur masing-masing
unit, dan sebagainya ).
b Indikator proses :
Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan
kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan
dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaiman mestinya
sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti
yang seharusnya sesuai standar.
c Indikator outcomes :
Merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu
Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain
seperti : Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam,
Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.
d Kriteria :
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh :
Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria :
tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini
adalah fenomena yang dapat dihitung
e Standar :
Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang
eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal
yang standar baik.
Misalnya : Panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata
(standarnya) adalah 50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang sehat
standar adalah 3 kg.
19
kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai
dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi
pelayanan kesehatan tersebut.
20
e Mengembangkan pelayanan kesehatan yang tak terlupakan
pada Pelanggan.
f Menjalin komunikasi terus menerus dengan Pelanggan untuk
menciptakan Customer Market Relationship.
g Melakukan penyesuaian organisasi terus menerus untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Puskesmas Rawat Inap IDOLA adalah Puskesmas rawat inap
dengan fasilitas ruangan yang Indah dan rapi, suasana pelayanan yang
Damai, memperlakukan pasien secara Obyektif, menangani pasien
secara Lancar serta Aman, sebagai upaya untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat.
21
a Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional, unggul
dan berkualitas. SDM yang dimaksud terdiri dari: dokter spesialis
empat besar (bedah, kandungan dan kebidanan, anak dan penyakit
dalam), dokter umum, bidan, perawat, nutrisionis dan administrasi.
b Melengkapi dan menyajikan sarana dan prasana Puskesmas Rawat
Inap yang bersih dan rapi.
c Menata Mindset Tim Pelayanan Prima di Puskesmas Rawat Inap
IDOLA.
d Memahami psikografi Pelanggan Puskesmas.
e Mengembangkan pelayanan kesehatan yang tak terlupakan pada
Pelanggan.
f Menjalin komunikasi terus menerus dengan Pelanggan untuk
menciptakan Customer Market Relationship.
g Melakukan penyesuaian organisasi terus menerus untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Kebijakan Puskesmas Idaman :
22
f. Semua pegawai Puskesmas mempunyai komitmen, etika dan
semangat/motivasi yang tinggi untuk melaksanakan pelayanan
prima di Puskesmas
g. Tempat pelayanan kesehatan ditata rapi dan bersih, dan ber-AC,
sehingga memberi kenyamanan pada pasien dan tenaga kesehatan
yang melayaninya
h. Ruang tunggu pasien ditata rapi dan bersih serta dilengkapai sarana
hiburan yang sesuai dengan harapan pasien.
i. Lingkungan Puskesmas dibuat taman yang membuat suasana asri
dan segar
j. Supervisi dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dan ditindaklanjuti
dengan pertemuan pemecahan masalah di Dinas Kesehatan
k. Survey kepuasan pelanggan dilaksanakan setiap tiga bulan sekali
serta ditindaklanjuti dengan perbaikan pelayanan kesehatan
l. Manajemen Puskesmas Idaman berpedoman pada SK Menkes RI
No: 128/MENKES/SK/II/2004 tentang: Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat.
23
Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi
area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
misalnya untuk menunjukkan:
24
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu
obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol
untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau
penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan
resep secara elektronik.
2. Pastikan identitas pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah
sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien
dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan
pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
25
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para
pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah.Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-
jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh
petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur
untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang
akan dibedah.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media
kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan
untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.Rekomendasinya adalah
membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat
yang spesifik.
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
26
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana
menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada
petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.
27
mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-
rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang
benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
2.2.2 Tujuan Keselamatan Pasien
28
f. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh)
2.2.3 Manfaat Keselamatan Pasien
a. Budaya keamanan meningkat dan berkembang
b. Komunikasi dengan pasien berkembang
c. Kejadian tidak diharapkan menurun (KTD) menurun
d. Risiko klinis menurun
e. Keluhan berkurang
f. Mutu pelayanan Rumah Sakit meningkat
g. Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti
dengan kepercayaan diri yang meningkat
2.2.4 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang
kuat & jelas tentang KP di RS anda”
29
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal
yang potensial bermasalah”
30
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
31
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
32
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki /
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
33
d Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan
melalui telepon. (lihat juga AP.5.3.1. Maksud dan Tujuan)
34
Elemen Penilaian SKP.IV
35
6. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh
36
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh
pekerjaan yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan
organisasi layanan keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan
penyakit klien tersebut sangat diperhatikan dan kemudian dilayani dengan
layanan keperwatan dengan mutu yang terbaik.
Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu
memperhatikan mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta
memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.
3.2 Saran
Diharapkan rumah sakit ini dapat memperbaiki dalam hal manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan harus tetap mengedepankan
kepentingan pasien, meskipun ada prosedur yang harus di patuhi tapi
setidaknya harus melakukan kesiapsiagaan dalam menangani pasien agar
pasien tak ada yang terlantar dan tetap menjadi rumah sakit rujukan yang
selalu mengedepankan kepentingan pasien diatas segalanya sehingga dapat
mempenggaruhi peningkatan mutu.
37