Вы находитесь на странице: 1из 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Layanan keperawatan yang bermutu adalah layanan keperawatan yang
senantiasa berupaya memenuhi harapan kien sehingga klien selalu puas terhadap
pelayanan yang diberikan perawat. Pendekatan jaminan mutu layanan
keperawatan mengutamakan keluaran layanan keperawatan atau apa yang
dihasilkan dan di akibatkan oleh layanan keperwatan.
Kemajuan bidang pendidikan sangat menentukan pembentukan SDM berkualitas dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanah Pembukaan UUD 1945.
Kemajuan dan kejayaan suatu negara (bangsa) bukan ditentukan umur negara tersebut.
Ketersediaan sumber daya alam di suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya
atau miskin. Para eksekutif dari negara maju dan dari negara terbelakang sependapat bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Apalagi ras atau warna kulit juga bukan
faktor penyebab kemajuan suatu bangsa. Para imigran yang dikatakan pemalas di negara asalnya
ternyata sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka
dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi,
penilaian, strategi, indikator, standar, dan peran dalam menejemen mutu
pelayanan keperawatan sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen
keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1 Bagaimana Konsep mutu pelayanan keperawatan ?
1.2.2 Bagamana konsep keselamatan pasien ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep mutu pelayanan keperawatan
1.3.2 Untuk mengetahi konsep keselamatan pasien

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan


2.1.1 Definisi Mutu Pelayanan Keperawatan
1. Mutu

Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan
kebutuhan kepuasan.(American society for quality control). Mutu adalah
“fitness for use” atau kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Juran,
1989).

Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan


dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen
(1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan
pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan
yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi


dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar
yang berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada
produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk produk yang
menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.

2. Pelayanan Keperawatan

Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan


barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu
menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai pelayanan
telah banyak dijelaskan, dan Kottler (2000, dalam Supranto, 2006)
menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana
seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain

2
sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan
atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004)
menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau
kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa
pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan
menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau
dirasakan.

Kotler (1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai


karakteristik dari pelayanan dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-
jenis pelayanan pelayanan sebagai berikut :

a. pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan


(equipment based) atau basis orang (people based) dimana
pelayanan berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu
pekerja tidak terlatih, terlatih atau profesional; Disampaikan dalam
Pelatihan Manajemen Keperawatan
b. beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s
precense)
c. pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan
(personal need) atau kebutuhan bisnis (business need)
d. pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba
(profit or non profit) dan kepemilikannya swasta atau publik
(private or public).
Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yang
memberikan pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud sehingga
pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang tersebut menerima
pelayanan tersebut. Selain itu, pelayanan memerlukan kehadiran atau
partisipasi pelanggan dan pemberi pelayanan baik yang professional
maupun tidak profesional secara bersamaan sehingga dampak dari

3
transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan jika pelanggan
itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.
3. Keperawatan

Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut


Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan
sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan
upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari
sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau
membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup
kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Sedangkan Kelompok Kerja
Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk
layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan
kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yangm
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik
sakit maupun sehat, yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Layanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Berdasarkan penjelasan mengenai mutu dan pelayanan keperawatan di


atas, maka Mutu Pelayanan Keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan
keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan
oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat)
baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien dan standar
2.1.2 Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan

Tujuan pelayanan keperawatan adalah tercapainya kemandirian klien


dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara optimal, diberikan pada seluruh
siklus kehidupan manusia, bersifat berkelanjutan sepanjang klien membutuhkan
bahkan sampai saat klien menjelang akhir hayat.

4
2.1.3 Manfaat Mutu Pelayanan Keperawatan

1. Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.


Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya
dengan dapat di atasinya masalah kesehatan secara tepat, karena
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan
kmajuan ilmu dan teknologi dan ataupun standar yang telah ditetapkan.
2. Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya
dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar
dan ataupun yang berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani
efek samping atau komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah
standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber
daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang
berlebihan.
3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
2.1.4 Dimensi Asuhan/pelayanan keperawatan

Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan


keperawatan terbagi kedalam 5 macam, diantaranya:

1. Tangible (bukti langsung)

Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh


pasien yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf
keperawatan’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung
dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang
perawatan; penataaan ruang perawatan; kelengkapan, kesiapan dan
kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan kerapian serta
kebersihan penampilan perawat.

5
2. Reliability (keandalan)

Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan


untuk memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat
dipercaya’, dimana ‘dapat dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai
pelayanan keperawatan yang ‘konsisten’. Oleh karena itu, penjabaran
keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah : prosedur penerimaan
pasien yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat;
jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten
(pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan
tidak berbelat belit.

3. Responsiveness (ketanggapan)

Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu


pelanggan’ dan memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan
juga didasarkan pada persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan
situasi fisik disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam pelayanan keperawatan
dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan informasi yang
jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat membantu
pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat pada saat
pasien membutuhkan.

4. Assurance (jaminan kepastian)

Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin


pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga
pasien menjadi yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya.
Untuk mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan
ditentukan oleh komponen : ‘kompetensi’, yang berkaitan dengan
pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan; ‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai

6
aspek dari sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang
menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang
negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien
aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan.

5. Emphaty (empati)

Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan


kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan,
dimensi empati dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu :
memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien; perhatian terhadap
keluhan pasien dan keluarganya; perawatan diberikan kepada semua
pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain.

Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk


menentukan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan jika
dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan outcome, maka
mutu pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan antara
berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan keperawatan. Dan untuk menjaga
mutu pelayanan keperawatan perlu dilakukan penilaian sebagai evaluasi dari mutu
pelayanan tersebut. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai penilaian mutu yang
akan dibahas pada sub bab berikut ini.

2.1.5 Pengukuran mutu pelayanan

Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-


pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

1. Audit Struktur (Input)

Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur


merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik
perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik
tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu,

7
mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian
juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik,
penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi
dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan
dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber
daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat
melalui:

a. Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan


keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan
rasio pasien-perawat
d. Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih


difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu :

a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman


dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah;
b. Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan
ditata dengan baik;
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan
alokasi dana.

Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang


baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.

2. Proses (Process)

8
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa
pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke
dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan
pasien.

Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi


tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian
dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya
proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien,
fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar
pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak
berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada
proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi
pelayanan keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari
dokumentasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan


pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat
terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan.
Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun
audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat
dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional prosedur,
relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.

3. Hasil (Outcome)

Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat


terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan
kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat
diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap
pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam
Wijono 2000).

9
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan
dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini
dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang
ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat
dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan
keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien
dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan
indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.

Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator


dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem
penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut
yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil
penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi
kekurangan atau penilaian negatif dari mutu pelayanan tersebut. Namun
seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu mengalami
perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana
yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu
pelayanan.

Oleh karena itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai
strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.

2.1.6 Langkah-langkah Penerapan Jaminan Mutu Asuhan/Pelayanan


Keperawatan

1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)


Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-
an implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan
program untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan
mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan
sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance

10
berasal dari kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan
sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit
dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu :
organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur
tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan
adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana
metode yang digunakan adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses
pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP)
b. Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input,
proses, outcome), menjaga mutu pelayanan keperawatan
difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian
pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
a. Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan
merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai
sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam
Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality
Management dimaksudkan pada program industry sedangkan
Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon
(2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu
merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang
dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan

11
yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan
aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
b. Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994)
bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk
menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality
Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan
yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan
yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan
(Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
c. Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement
dalam keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan secara terus menerus yang memfokuskan
mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan
pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-
karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.
3. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah
suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap
level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu
organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal
yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. (Windy, 2009)
2.1.7 Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Keperawatan
1. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Keperawatan RS
a. Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait
dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS
tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan
dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi
evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014).

12
1) Aspek struktur (input)

Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS


yang meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode
asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya.
Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem
RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan.
Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya
(efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.

2) Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga


profesi lain yang mengadakan interaksi secara professional dengan
pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian
tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan
pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.

3) Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan


tenaga profesi lain terhadap pasien

b. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan


meliputi:
1) Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2) Angka kematian kasar: 3-4%
3) Kematian pasca bedah: 1-2%
4) Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5) Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6) NDR (Net Death Rate): 2,5%
7) ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8) PODR (Post Operation Death Rate): 1%

13
9) POIR (Post Operative Infection Rate): 1%

c. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

1) Biaya per unit untuk rawat jalan


2) Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3) Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4) BOR: 70-85%
5) BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu
tempat tidur/tahun
6) TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7) LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi
nosocomial; gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah;
tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
8) Normal tissue removal rate: 10%

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:

1) Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut


jarak RS dengan asal pasien.
2) Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan
pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis.
3) Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka
standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indicator)
nasional. Jika bukan angka standar nasional, penilaian dapat
dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada
tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah
dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff lainnya
yang terkait.

14
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2) Pasien diberi obat salah
3) Tidak ada obat/alat emergensi
4) Tidak ada oksigen
5) Tidak ada suction (penyedot lendir)
6) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7) Pemakaian obat

Standar Nasional

Ʃ BOR 75-80%
T
Ʃ ALOS 1-10 hari

Ʃ TOI 1-3 hari

Ʃ BTO 5-45 hari

Ʃ NDR < 2,5%

Ʃ GDR < 3%

Ʃ ADR 1,15.000

Ʃ PODR < 1%

Ʃ POIR < 1%

Ʃ NTRR < 10%

Ʃ MDR < 0,25%

Ʃ IDR < 0,2%

Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

15
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah
sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap:

a BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat


tidur)
Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah
antara 60-85% (Depkes RI, 2005).

Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%

(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

b ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien


dirawat)
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat
seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran
tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.Secara
umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

16
c TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana
tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak
terisi pada kisaran 1-3 hari.

Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

d BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai
dalam satu satuan waktu tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu
tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

e NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam
setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator
ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :

Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%


(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

f GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum
untuk setiap 1000 penderita keluar.

17
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas


pelayanan kesehatan di rumah sakit:

a Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi


nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus,
kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan
b Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
c Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
d Perawatan diri
e Kecemasan pasien
f Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.

2. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Keperawatan


Puskesmas

Indikator : Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur. Contoh :


petunjuk indikator atau tolok ukur status kesehatan antara lain adalah
angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau
indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah
fenomena yang dapat diukur. Indikator mutu asuhan kesehatan atau
pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan
dengan struktur, proses, dan outcomes.

Sebagai contoh :

a Indikator struktur :
Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan
sebagainya). Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-

18
lain. Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan.
Dan Metode ( adanya standar operasional prosedur masing-masing
unit, dan sebagainya ).
b Indikator proses :
Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan
kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan
dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaiman mestinya
sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti
yang seharusnya sesuai standar.

c Indikator outcomes :
Merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu
Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain
seperti : Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam,
Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.

d Kriteria :
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh :
Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria :
tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini
adalah fenomena yang dapat dihitung
e Standar :
Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang
eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal
yang standar baik.
Misalnya : Panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata
(standarnya) adalah 50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang sehat
standar adalah 3 kg.

Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat


diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator,

19
kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai
dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi
pelayanan kesehatan tersebut.

Puskesmas Idaman adalah Puskesmas dengan pelayanan kesehatan


bermutu yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan serta
memberi pelayanan yang sesuai dengan Standart Operating Procedure (
SOP ) pelayanan kesehatan. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
di Puskesmas secara terus menerus dengan Manajemen Kualitas
Terpadu ( Total Quality Management ).

Puskesmas Idaman yang bermutu , merupakan visi Puskesmas


Idaman, sedangkan strategi yang dipakai untuk mewujudkannya adalah
dengan (1) meningkatkan mutu tenaga kesehatan PusKesMas yang
mencakup tiga aspek Pus , Kes , dan Mas . Adapun rincian ketiga aspek
tersebut adalah PUS : merupakan singkatan : Profesionalisme, Unggul
dan Santun, KES : merupakan singkatan : Komitmen, Etika , dan
Semangat atau Motivasi yang tinggi dan MAS : merupakan singkatan
dari Manusiawi, Asuh dan Simpati (2) meningkatan mutu pelayanan
kesehatan Idaman yang mencakup empat aspek Indah , Damai , Aman
dan Nyaman .

Untuk mencapai visi dan misi Puskesmas Idaman tersebut diatas,


ditetapakan misi sebagai berikut:

a Memastikan Pelanggan Puskesmas.


b Memahami psikografi Pelanggan Puskesmas.
c Menata Mindset Tim Pelayanan Prima di Puskesmas Idaman.
d Memberi kesempatan pada front liner untuk ikut mengambil
keputusan dan memberikan saran dalam pelaksanaan pelayanan
prima di Puskesmas.

20
e Mengembangkan pelayanan kesehatan yang tak terlupakan
pada Pelanggan.
f Menjalin komunikasi terus menerus dengan Pelanggan untuk
menciptakan Customer Market Relationship.
g Melakukan penyesuaian organisasi terus menerus untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Puskesmas Rawat Inap IDOLA adalah Puskesmas rawat inap
dengan fasilitas ruangan yang Indah dan rapi, suasana pelayanan yang
Damai, memperlakukan pasien secara Obyektif, menangani pasien
secara Lancar serta Aman, sebagai upaya untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat.

Puskesmas Rawat Inap IDOLA dalam mewujudkan pelayanan


kesehatan yang bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat, menggunakan strategi SENYUM dengan rincian sebagai
berikut:

a S : Sambut pasien dengan senyum dan salam yang hangat


b E : Eksplorasi dan bantu menemukan masalah kesehatan pasien
c N : Niat yang tulus untuk menyelesaikan masalah kesehatan
pasien dengan kemampuan terbaik
d Y : Yakinkan pada pasien bahwa kita akan menangani pasien
secara:
e U : Umum, artinya memperlakukan semua pasien secara adil
tanpa membedakan status sosial, suku, agama, maupun
politik.
f M : Mutu, artinya pelayanan kesehatan yang kita berikan adalah
sesuai standar profesi dan memuaskan pelanggan.
Pasien sembuh dan puas, merupakan visi Puskesmas Idola, untuk
mencapai visi tersebut diatas, ditetapkan misi sebagi berikut:

21
a Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional, unggul
dan berkualitas. SDM yang dimaksud terdiri dari: dokter spesialis
empat besar (bedah, kandungan dan kebidanan, anak dan penyakit
dalam), dokter umum, bidan, perawat, nutrisionis dan administrasi.
b Melengkapi dan menyajikan sarana dan prasana Puskesmas Rawat
Inap yang bersih dan rapi.
c Menata Mindset Tim Pelayanan Prima di Puskesmas Rawat Inap
IDOLA.
d Memahami psikografi Pelanggan Puskesmas.
e Mengembangkan pelayanan kesehatan yang tak terlupakan pada
Pelanggan.
f Menjalin komunikasi terus menerus dengan Pelanggan untuk
menciptakan Customer Market Relationship.
g Melakukan penyesuaian organisasi terus menerus untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Kebijakan Puskesmas Idaman :

a. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan:


profesioanal sesuai dengan pendidikannya, unggul dalam prestasi
serta sopan dan santun dalam memberikan pelayanan.
b. Tenaga kesehatan berpenampilan rapi dan bersih, khusus untuk
dokter dan dokter gigi memakai jas dokter pada saat melayani
pasien.
c. Obat yang diberikan kepada pasien adalah obat generik berblister
d. Pelanggan diperlakukan secara ramah dan sopan serta dengan
penuh simpati dibantu sepenuhnya apa keperluannya datang ke
Puskesmas.
e. Tenaga kesehatan cepat dan tanggap dalam merespon keluhan dan
keinginan pelanggan

22
f. Semua pegawai Puskesmas mempunyai komitmen, etika dan
semangat/motivasi yang tinggi untuk melaksanakan pelayanan
prima di Puskesmas
g. Tempat pelayanan kesehatan ditata rapi dan bersih, dan ber-AC,
sehingga memberi kenyamanan pada pasien dan tenaga kesehatan
yang melayaninya
h. Ruang tunggu pasien ditata rapi dan bersih serta dilengkapai sarana
hiburan yang sesuai dengan harapan pasien.
i. Lingkungan Puskesmas dibuat taman yang membuat suasana asri
dan segar
j. Supervisi dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dan ditindaklanjuti
dengan pertemuan pemecahan masalah di Dinas Kesehatan
k. Survey kepuasan pelanggan dilaksanakan setiap tiga bulan sekali
serta ditindaklanjuti dengan perbaikan pelayanan kesehatan
l. Manajemen Puskesmas Idaman berpedoman pada SK Menkes RI
No: 128/MENKES/SK/II/2004 tentang: Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat.

2.2 Konsep Keselamatan Pasien


2.2.1 Definisi Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk


mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan.Program keselamatan pasien adalah suatu usaha
untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi
pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien
itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat,
penggunaan sarana yang kurang tepat dan lain sebagainya.

23
Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi
area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
misalnya untuk menunjukkan:

1. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu


2. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik
atau terapi sebagaimana yang diharapkan
3. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4. ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya,
pemerintah dengan swasta atau urban dengan rural)

Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH


(Singapore General Hospital, 2006) meliputi:
1. Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien,
beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan
keluhan keluarga
2. Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya
kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respons pasien terhadap
perawat, dan peraturan rumah sakit
3. Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumalah pasien
ulkus decubitus, jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien tromboli,
dan jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan yang berlebih
4. Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali,
kurangnya ketrampilan perawat, dan complain pasien.
5. Medication incident, meliputi lima tidak tepat(jenis, obat, dosis,
pasien, cara, waktu)
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat,
mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses
pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat
bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari
cedera maupun kematian yang dapat dicegah.

24
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu
obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol
untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau
penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan
resep secara elektronik.
2. Pastikan identitas pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah
sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien
dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan
pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan

25
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para
pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah.Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-
jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh
petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur
untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang
akan dibedah.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media
kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan
untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.Rekomendasinya adalah
membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat
yang spesifik.
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat

26
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana
menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada
petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.

7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube)


Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus
didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera
atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan
HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari
jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang
jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-
pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga
mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan
lnfeksi Nosokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah

27
mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-
rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang
benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
2.2.2 Tujuan Keselamatan Pasien

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit


b. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
e. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung
Rumah Sakit
f. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:

a. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)


b. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)
c. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
d. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
e. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)

28
f. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh)
2.2.3 Manfaat Keselamatan Pasien
a. Budaya keamanan meningkat dan berkembang
b. Komunikasi dengan pasien berkembang
c. Kejadian tidak diharapkan menurun (KTD) menurun
d. Risiko klinis menurun
e. Keluhan berkurang
f. Mutu pelayanan Rumah Sakit meningkat
g. Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti
dengan kepercayaan diri yang meningkat
2.2.4 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:

a Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang
kuat & jelas tentang KP di RS anda”

Bagi Rumah Sakit:


a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b. Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP

29
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal
yang potensial bermasalah”

Bagi Rumah Sakit:


a Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup
KP
b Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko
& tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b Penilaian risiko pada individu pasien
c Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tersebut.
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:

30
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”

Bagi Rumah Sakit:


a Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
b Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien &
keluarga.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong
staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana & mengapa kejadian itu timbul.
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis
(FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden &
minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden

31
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan”

Bagi Rumah Sakit:


a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan
staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
b Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
c Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan
2.2.5 Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien adalah syarat yang harus diterapkan di semua


rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS), dan Joint Commission International (JCI).

Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

1. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien

32
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki /
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

Elemen Penilaian SKP.I

a Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak


boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
b Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis (lihat juga AP.5.6, EP 2)
d Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /
prosedur
e Kebijakan dan prosedur mendukung praktek identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi

2. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan


efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.

Elemen Penilaian SKP.II

a Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan


dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut. (lihat juga MKI.19.2, EP 1)
b Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara
lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut. (lihat juga AP.5.3.1, Maksud dan Tujuan)
c Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut

33
d Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan
melalui telepon. (lihat juga AP.5.3.1. Maksud dan Tujuan)

3. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu


diwaspadai (high-alertmedications)

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki /


meningkatkan keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert)

Elemen Penilaian SKP.III

a Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengatur


identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat
yang perlu diwaspadai
b Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
c Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan
d Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi
label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi
akses (restrict access)
4. Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan


tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.

34
Elemen Penilaian SKP.IV

a Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk


identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses
penandaan / pemberian tanda
b Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
melakukan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan
tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat/benar, dan fungsional.
c Tim operasi yang lengkap menerapkan dan
mencatat/mendokumentasikan prosedur “sebelum insisi / time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
d Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung
keseragaman proses guna memastikan tepat lokasi, tepat prosedur,
dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan
pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

5. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan


kesehatan

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi


risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian SKP.V

a Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand


hygiene terbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah diterima
secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
b Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mendukung
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan

35
6. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi


risiko pasien dari cedera karena jatuh.

Elemen Penilaian SKP.VI

a Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh


dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan. (lihat juga AP.1.6, EP
4)
b Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko (lihat juga
AP.1.6, EP 5)
c Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan
pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan
secara tidak disengaja
d Kebijakan dan/atau prosedur mendukung pengurangan
berkelanjutan dari risiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit

36
BAB III
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh
pekerjaan yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan
organisasi layanan keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan
penyakit klien tersebut sangat diperhatikan dan kemudian dilayani dengan
layanan keperwatan dengan mutu yang terbaik.
Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu
memperhatikan mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta
memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.

3.2 Saran
Diharapkan rumah sakit ini dapat memperbaiki dalam hal manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan harus tetap mengedepankan
kepentingan pasien, meskipun ada prosedur yang harus di patuhi tapi
setidaknya harus melakukan kesiapsiagaan dalam menangani pasien agar
pasien tak ada yang terlantar dan tetap menjadi rumah sakit rujukan yang
selalu mengedepankan kepentingan pasien diatas segalanya sehingga dapat
mempenggaruhi peningkatan mutu.

37

Вам также может понравиться