Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BELAJAR
DOSEN PENGAMPU : Dr. Hasanuddin
KELOMPOK 2 :
Ausani Silmi 178600267
Fika Ayu Syafitri 178600209
Jenni Vera Yanti Nainggolan 178600161
Ramadani Ardian Panjaitan 178600195
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “BELAJAR”.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….i
Daftar Isi………………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Belajar…………………………………………………………………………….
2.2 Teori-teori Belajar…………………………………………………………………………
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Belajar………………………………………………………
2.4 Jenis-jenis Belajar…………………………………………………………………………
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Belajar, merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia, dan
berlangsung seumur hidup (long live educational). Belajar merupakan usaha yang dilakukan
seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya. Dengan demikan
hasil dan kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relative permanen pada diri
orang yang belajar, perubahan tersebut diharapkan adalah perubahan perilaku positif. Belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dari
suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa karakteristik-karakteristik dari perubahan
aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan dasar kecendrungan-kecendrungan reaksi asli,
kematangan, atau perubahan sementara dari organisme. Beberapa definisi belajar menurut para
ahli:
Perkembangan teori-teori psikologi tentang pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Jika kita
menelaah literatur kajian psikologi pendidikan, kita akan menemukan banyak teori-teori yang
berhubungan dengan pembelajaran yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa aliran-aliran psikologi sangat dominan mempengaruhi proses
pembelajaran, seperti teori behaviorisme, humanistivisme dan konstruktivisme.
A. Teori belajar behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku
individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu proses belajar. Peristiwa belajar
semata-mata hanya melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu. Teori behaviorisme memaknai belajar sebagai perubahan perilaku organisme
sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau
buruk, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Memandang individu sebagai mahluk reaktif yang
memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, menekankan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Teori ini lebih sering disebut
sebagai teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil dari proses belajar.
Pada teori ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behaviura dengan stimulusnya.
Adapun tokoh-tokoh besar dalam aliran behaviorisme dengan temuan teori-teori belajar
antara lain adalah:
1. Thorndike (1874-1949)
Thorndike menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses
belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penelitiannya tentang proses belajar,
belajar harus diberi persoalan,dalam hal ini, Thorndike melakukan eksperimen dengan
sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan
pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop
didalam sangkar disentuh.
Hasil temuan penelitian Thorndike dikenal dengan teori Trial dan Error. Ciri-ciri
belajar dengan Trial dan Error yaitu: adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap
berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah ada kemajuan reaksi
mencapai tujuan. Thorndike menemukan hukum-hukum belajar diantaranya yaitu Law of
Effect, artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus-Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan
efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara
Stimulus-Respons
- Hukum kesiapan (Law of Readiness) suatu organisme dalam proses pembelajaran jika
didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan
tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung
diperkuat.
- Hukum latihan
Akan menyebabkan makin kuat makin lemah hubungan S-R. Semakin sering atau suatu
tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. Hukum ini
sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau practice makes
perfect.
- Hukum akibat (Efek)
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum
akibat adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung
untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat
menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
- Gambar Ketiga
Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan
bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat
pemberian makanan.
- Gambar Keempat
Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar
bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon
berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam eksperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi
bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan
makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika
mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel
dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka
kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan
hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya:
2. Law of Respondent Extinction Yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Teori belajar humanistik yang dipelopori oleh Abraham Maslow mencoba untuk
mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat
manusia adalah potensi yang dimilikinya untuk mencari dan menemukan kemampuan yang
mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut (atualisasi diri). Humanistik lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan”
atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian
setelah “sakit” tersebut sembuh yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan
hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan
para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan pengajarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini.
Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud
pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka. Teori humanism ini
cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian,
hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanism memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator.
Adapun tokoh-tokoh yang mempelopori psikologi humanistic yang digunakan sebagai teori belajar
humanisme sebagai berikut :
1. Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin teorinya
yang sangat dikenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (
hierarki kebutuhan).
2. Carl Rogers
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistic yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah
kehidupannya.Rogers meyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas
permaslahan yang dihadapinya dan tugas terapis hanya membimbing klien menemukan
jawaban yang benar. Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
- Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak
harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
- Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa.
- Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
- Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya adalah:
- Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
- Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
- Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
- Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
Teori belajar kontruktivisme merupakan teori perkembangan mental Piaget. Piaget merupakan
salah seorang tokoh pelopor psikologi konstruktivisme. Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis
pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam
pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan
tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.