Вы находитесь на странице: 1из 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

CHRONIC KIDNEY DISEASE

1. Peroses pembentukan urin.


Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal.
Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah,
kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorsi dan augmentasu
(Syaefudin, 2006) :
1) Proses filtrasi.
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi
di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah
proses penyaringan.
Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel
darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil
yang terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium,
kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi
bagian dari endapan.
Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin
primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-
garam lainnya
2) Proses reabsorsi.
Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi terjadi pada tubulus
kontortus proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan
kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Penyerapannya terjadi
secara aktif, dikenal dengan reabsorsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
papila renalis.
3) Proses Augmentasi
Setelah melewati lengkung henle, urine sekunder akan memasuki tahap
augmentasi yang terjadi di tubulus kontortus distal. Disini akan terjadi
pengeluaran zat sisa oleh darah seperti H+, K+, NH3, dan kreatinin. Ion
H+ dikeluarkan untuk menjaga pH darah. Proses augmentasi menghasilkan
urine sesungguhnya yang sedikit mengandung air.
Urine sesungguhnya mengandung urea, asam urine, amonia, sisa-sisa
pembongkaran protein, dan zat-zat yang berlebihan dalam darah seperti
vitamin, obat-obatan, hormon, serta garam mineral.
Kemudian urine sesungguhnya akan menuju tubulus kolektivus untuk
dibawa menuju pelvis yang kemudian menuju kandung kemih (vesika
urinaria) melalui ureter. Urine inilah yang akan keluar menuju tubuh
melalui uretra.

A. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogenlain
dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala
CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan
Gultom, 2005)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti
sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh
berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
B. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.

C. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Tahan-tanda dan gejala
tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari.
Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler,
dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial
menurut Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya adalah :
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai
dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap
gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi
glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya
dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam
tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak
adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri
adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada
CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,
dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring
dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak
mengalimi kondisi ini.

E. KLARIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft -Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89 3
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59 4
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
b. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
c. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
d. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
e. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
f. Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain.
g. KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih
dan adanya obtruksi (batu).
h. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
i. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah
2. Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1. 3)
3. Ureum dan Kreatinin : Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4. Hiponatremia
5. Hiperkalemia
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8. Gula darah tinggi
9. Hipertrigliserida
10. Asidosis metabolik

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
a) Konservatif
 Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
 Observasi balance cairan
 Observasi adanya odema
 Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
 Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus kasus
emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
 Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
 Pengambilan batu
 transplantasi ginjal

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit parah.
Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya
adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa
kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
c) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
d) Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak
dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e) Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata.
Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f) Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
g) Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai
terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup,
komunikasi tidak jelas.
h) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan
dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan,
penurunan kualitas hubungan.
i) Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra
diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya
diri.
j) Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan
tepat, mudah terpancing emosi.
k) Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan
agama seperti biasanya.
4. Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refil lebih dari 1 detik.
j) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
5. Pemeriksaan penunjang.
a) Pemeriksaan Laboratorium :
1) Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine
tidak ada (anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
2) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
3) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
4) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada.
5) Darah
 Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
 Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia.
Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
 SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
 GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjaluntuk
mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
 Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium
atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
 Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan
(hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium
terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya
albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,
atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama
dengan urine.
b) Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
5) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
6) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
7) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
8) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, dan retensi.
9) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan diit
tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang sangat
ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
10) pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada
penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan
transplantasi.

B. DIANOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada masalah CKD menurut Doenges (2001),
dan Carpenito (2006) adalah sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di dalam
darah berada di bawah kadar normal. Zat gula didapat dari makanan yang kita cerna dan
serap. Molekul-molelul gula tersebut masuk ke dalam aliran darah untuk selanjutnya
disalurkan ke seluruh sel-sel yang ada di jaringan tubuh. Namun sebagian besar sel-sel tubuh
tidak bisa menyerap gula tanpa bantuan hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas.
Dalam hal ini, insulin berperan sebagai pembuka pintu bagi masuknya zat gula ke dalam sel.

Jika jumlah insulin terlalu banyak, otomatis kadar gula darah akan menurun. Itu
sebabnya hipoglikemia banyak dialami oleh penderita diabetes karena mereka sering
menggunakan insulin atau obat-obatan pemicu produksi insulin guna menurunkan kadar gula
di darah mereka. Namun bukan hanya insulin saja, terdapat beberapa faktor lainnya, seperti
pola makan yang buruk dan olahraga berlebihan, juga dapat menyebabkan hipoglikemia.

 Gejala hipoglikemia

Jika kadar gula darah terlalu rendah maka tubuh, termasuk otak, tidak akan bisa
berfungsi dengan baik. Dan jika itu terjadi, seseorang yang menderita hipoglikemia bisa
mengalami gejala-gejala seperti berikut ini:

 Lelah
 Pusing
 Pucat
 Bibir kesemutan
 Gemetar
 Berkeringat
 Merasa lapar
 Jantung berdebar-debar
 Sulit berkonsentrasi
 Mudah marah
Penderita hipoglikemia yang kondisinya makin memburuk akan mengalami gejala-gejala
seperti:

 Mengantuk
 Gangguan penglihatan
 Seperti kebingungan
 Gerakan menjadi canggung, bahkan berperilaku seperti orang mabuk
 Kejang
 Hilang kesadaran

Gejala yang memburuk tersebut umumnya terjadi ketika kadar darah turun secara drastis
akibat hipoglikemia yang tidak mendapat penanganan tepat.

Jika Anda menderita diabetes dan curiga sedang mengalami hipoglikemia, disarankan untuk
segera menemui dokter apabila kondisi Anda tidak mengalami perubahan positif meski sudah
ditangani (misalnya dengan mengonsumsi makanan atau minuman manis).

Penyebab hipoglikemia

Berikut ini beberapa penyebab hipoglikemia yang biasanya terjadi pada penderita diabetes:

 Penggunaan suntikan insulin pada kasus diabetes tipe 1 yang melebihi dosis, atau
terlalu banyak menggunakan obat-obatan oral pada kasus diabetes tipe 2 yang juga
dapat memicu pelepasan insulin berlebihan. Salah satu obat tersebut
adalah sulphonylurea.
 Menggunakan insulin dengan dosis normal, namun tubuh kekurangan asupan
karbohidrat. Masalah ini bisa terjadi karena penderita terlalu banyak melakukan
aktivitas fisik, tidak cukup mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat,
lupa makan, atau menunda makan.
 Terlalu banyak mengonsumsi minuman keras atau alkohol dalam keadaan perut
kosong.

Sedangkan beberapa penyebab hipoglikemia pada orang-orang non-diabetes di antaranya


adalah:
 Produksi insulin yang terlalu banyak oleh pankreas. Hal ini bisa disebabkan
oleh obesitas, mengonsumsi karbohidrat terlalu banyak, tumor pada pankreas, atau
efek samping dari operasi bypass lambung.
 Terlalu banyak mengonsumsi minuman keras.
 Puasa.
 Menderita penyakit yang menyerang kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ginjal, atau hati.
 Menderita penyakit Addison (kelainan pada kelenjar adrenal).
 Kekurangan nutrisi.
 Efek samping dari obat-obatan, seperti propranolol untuk hipertensi, asam salisilat
untuk rematik, dan kina untuk malaria.

 Diagnosis dan pengobatan hipoglikemia

Saat ini sudah tersedia alat pengukur kadar gula darah di apotek yang dapat digunakan
oleh penderita diabetes di rumah. Selain diabetes, alat ini juga dapat digunakan untuk
mendiagnosis hipoglikemia.

Kadar gula normal seseorang adaah 72 hingga 108 mg/dl pada saat puasa, dan mencapai
140 mg/dl kurang lebih dua jam setelah makan. Biasanya gejala hipoglikemia akan mulai
dirasakan seseorang jika darah mereka di bawah 70 mg/dl.

Ketika gejala hipoglikemia muncul, segera konsumsi makanan-makanan yang


mengandung kadar gula tinggi, seperti jus buah, permen, atau minuman ringan,. Selain
itu, Anda juga dapat mengonsumsi makanan yang kandungan karbohidratnya bisa diubah
menjadi gula dengan cepat oleh tubuh, seperti roti lapis, sereal, atau biskuit.

Setelah 15 menit, periksa kembali kadar gula Anda. Jika masih tetap di bawah 70 mg/dl,
konsumsi kembali makanan-makanan pendongkrak kadar gula tadi. Lakukan terus
pengecekan tiap 15 menit sekali hingga kadar gula Anda berada di atas 70 mg/dl. Setelah
kadar gula kembali normal, jagalah agar tetap stabil dengan mengonsumsi makanan atau
camilan sehat.

Jika gejala tergolong parah atau penanganan awal tidak efektif sehingga kondisi Anda
memburuk, maka segera ke dokter atau rumah sakit. Di rumah sakit, biasanya dokter akan
langsung memberikan suntikan glukagon atau cairan infus yang mengandung glukosa
agar kadar darah Anda kembali normal. Pastikan untuk tidak memasukkan makanan atau
minuman apa pun ke mulut saat penderita dalam kondisi tidak sadar untuk menghindari
sesak.

Selain tes darah, dokter juga akan memeriksa fungsi organ hati, ginjal, kelenjar adrenal,
atau pankreas untuk mengetahui apakah hipoglikemia Anda terjadi akibat adanya
gangguan pada organ-organ tersebut. Jika ternyata benar, maka hipoglikemia baru bisa
sembuh setelah kondisi yang mendasari tersebut diobati. Penanganan dasar bisa dilakukan
dengan obat-obatan, maupun dengan operasi, misalnya untuk mengangkat tumor pada
pankreas.

Secara umum, hipoglikemia perlu ditangani secara cepat dan tepat agar terhindar dari
komplikasi seperti kehilangan kesadaran, kejang hingga kematian. Selalu konsultasikan
dengan dokter jenis pengobatan dan aktivitas apa yang tepat untuk Anda.

Pencegahan hipoglikemia

Berikut ini beberapa tips untuk mencegah munculnya gejala hipoglikemia dan tips agar
gejala hipoglikemia yang muncul tidak memburuk:

 Makan sesuai dengan aktivitas yang kita lakukan. Hal ini penting untuk menjaga
ketersediaan gula yang dibutuhkan oleh tubuh. Terlebih lagi untuk penderita diabetes
yang akan melakukan olahraga, pastikan Anda mengonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat cukup dan menyesuaikan dosis insulin yang Anda pakai
sesuai dengan anjuran dokter. Bagi mereka yang kerap mengalami gejala
hipoglikemia di malam hari juga dianjurkan untuk mengonsumsi camilan yang
mengandung karbohidrat sebelum tidur, seperti susu atau biskuit. Selain itu, simpan
makanan bergula di dekat tempat tidur sebagai antisipasi jika gejala hipoglikemia
mengganggu tidur Anda.
 Batasi konsumsi minuman keras atau hindari sama sekali jika bisa. Hal ini
dikarenakan alkohol dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk melepaskan
glukosa. Apabila Anda menderita diabetes tipe 1, sangat dianjurkan untuk tidak
mengonsumsi alkohol sama sekali, atau mengonsumsi tidak lebih dari 30 ml alkohol
per hari. Pastikan Anda langsung mengonsumsi makanan ringan setelahnya.
 Pantau kadar gula Anda secara berkala. Hal ini penting untuk dilakukan tiap hari
untuk memastikan kadar gula darah berada dalam kisaran normal. Jika Anda sering
mengalami hipoglikemia pada malam hari, cek kadar gula darah pada pukul 3.00 atau
4.00, yaitu ketika hipoglikemia sering dirasakan oleh para penderita diabetes.
 Kenali gejala-gejala hipoglikemia yang muncul. Pengetahuan kita mengenai hal ini
dapat membantu menangani hipoglikemia secara cepat.
 Selalu siapkan makanan atau obat-obatan pereda gejala di mana pun Anda
berada. Salah satu obat yang mungkin akan diajarkan penggunaannya oleh dokter
adalah suntikan glukagon.
 Berhati-hatilah saat mengendarai kendaraan. Pastikan kondisi Anda prima sebelum
berkendara. Hindari membawa kendaraan jika sedang dalam kondisi pemulihan atau
baru menjalani perawatan dalam 48 jam terakhir. Hentikan kendaraan jika mengalami
serangan hipoglikemia dan tangani sedini mungkin.
C. INTERVENSI
NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Kelebihan volume cairan NOC NIC
 Electrolit and acid base balance Fluid management
Definisi : Peningkatan retensi  Fluid balance - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
cairan isotonik  Hydration - Pertahankan catatan intake dan output
Batasan Karakteristik : yang akurat
 Bunyi napas  Kriteria Hasil : - Pasang urin kateter jika diperlukan
adventisius  Terbebas dari edema, efusi, anaskara - Monitor hasil Hb yang sesuai dengan
 Gangguan elektrolit  Bunyi nafas bersih, tidak ada retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas
 Anasarka dvspneu/ortopneu urin)
 Ansietas  Terbebas dari distensi vena jugularis, - Monitor status hemodinamik termasuk
 Azotemia reflek hepatojugular (+) CVP,MAP, PAP dan PCWP
 Perubahan tekanan  Memelihara tekanan vena sentral, tekanan - Monitor vital sign
darah kapiler paru, output jantung dan vital sign - Montor indikasi retensi / kelebihan cairan
 Perubahan status dalam batas normal (cracles, CVP, edema, distensi vena
mental  Terbebas dan kelelahan, kecemasan atau leher, asites)
 Perubahan pola kebingungan - Kaji lokasi dan luas edema
pernapasan  Menjelaskan indikator kelebihan cairan - Monitor masukan makanan / cairan dan
 Penurunan hitung intake kalori
hematrokrit - Monitor status nutrisi
 Penurunan - Kolaborasi pemberian diuretik sesuai
hemoglobin interuksi
 Dispnea - Batasi masukan cairan pada keadaan
 Edema hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
 Peningkatan tekanan 130 mEq/l
vena sentral - Kolaborasi dokter jika tanda cairan
 Asupan melebihi berlebih muncul memburuk
haluaranb Fluid Monitoring
 Distensi vena - Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
jugularis cairan dan eliminasi
 Oliguria - Tentukan kemungkinan faktor resiko dan
 Ortopnea ketidakseimbangan cairan (Hipertermia,
 Efusi pleura terapi diuretik, kelainan renal, gagal
 Refleksi hepatojugular jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll)
positif - Monitor berat badan, BP, HR, dan RR
 Perubahan tekanan - Monitor serum dan elektrolit urine
arteri pulmunal - Monitor serum dan osmilalitas urine
 Kongesti pulmunal - Monitor tekanan darah orthostatik dan
 Gelisah perubahan irama jantung
 Perubahan berat jenis - Monitor parameter hemodinamik infasif
urin - Catat secara akurat intake dan output
 Bunyi jantung S3 - Monitor adanya distensi leher, rinchi,
 Penambahan berat eodem perifer dan penambahan BB
badan dalam waktu - Monitor tanda dan gejala dari odema
sangat singkat
Faktor Yang Berhubungan :
 Gangguan mekanisme
regulasi
 Kelebihan asupan
cairan
 Kelebihan asupan
Natrium
2 Ketidakefektifan pola nafas Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi Keperawatan :
NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran udara  Respiratory status : Ventilation Airway Management
inspirasi dan/atau ekspirasi  Respiratory status : Airway patency - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
tidak adekuat  Vital sign Status atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Batasan karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara ventilasi
 Penurunan tekanan nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan - Identifikasi pasien perlunya pemasangan
inspirasi/ekspirasi dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, alat jalan nafas buatan
 Penurunan pertukaran mampu bernafas dengan mudah, tidak ada - Pasang mayo bila perlu
udara per menit pursed lips) - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Menggunakan otot  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pernafasan tambahan tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Nasal flaring pernafasan dalam rentang normal, tidak ada tambahan
 Dyspnea suara nafas abnormal) - Lakukan suction pada mayo
 Orthopnea  Tanda Tanda vital dalam rentang normal - Berikan bronkodilator bila perlu
 Perubahan (tekanan darah, nadi, pernafasan) - Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
penyimpangan dada Lembab
 Nafas pendek - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Assumption of 3-point keseimbangan.
position - Monitor respirasi dan status O2
 Pernafasan pursed-lip
 Tahap ekspirasi Oxygen Therapy
berlangsung sangat lama - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Peningkatan diameter - Pertahankan jalan nafas yang paten
anterior-posterior - Atur peralatan oksigenasi
 Pernafasan rata- - Monitor aliran oksigen
rata/minimal - Pertahankan posisi pasien
 Bayi : < 25 atau > 60 - Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
 Usia 5-14 : < 14 atau > oksigenasi
25
 Usia > 14 : < 11 atau > Vital sign Monitoring
24 - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Kedalaman pernafasan - Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Dewasa volume tidalnya - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
500 ml saat istirahat atau berdiri
 Bayi volume tidalnya 6-8 - Auskultasi TD pada kedua lengan dan
ml/Kg bandingkan
 Timing rasio - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
 Penurunan kapasitas vital dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
Faktor yang berhubungan : - Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Hiperventilasi - Monitor suara paru
 Deformitas tulang - Monitor pola pernapasan abnormal
 Kelainan bentuk dinding - Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
dada - Monitor sianosis perifer
 Penurunan - Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
energi/kelelahan yang melebar, bradikardi, peningkatan
 Perusakan/pelemahan sistolik)
muskulo-skeletal - Identifikasi penyebab dari perubahan vital
 Obesitas sign
 Posisi tubuh
 Kelelahan otot
pernafasan
 Hipoventilasi sindrom
 Nyeri
 Kecemasan
 Disfungsi
Neuromuskuler
 Kerusakan
persepsi/kognitif
 Perlukaan pada jaringan
syaraf tulang belakang
 Imaturitas Neurologis

3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC


kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : Nutrition Management
 Nutritional Status : food and Fluid Intake - Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Asupan nutrisi  Nutritional Status: nutrient Intake - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tidak cukup untuk memenuhi  Weight control menentukan jumlah kalori dan nutrisi
kebutuhan metabolik yang dibutuhkan pasien.
Kriteria Hasil : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan Karakteristik :  Adanya peningkatan berat badan sesuai intake Fe
 Kram abdomen dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
 Nyeri abdomen  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan protein dan vitamin C
 Menghindari makanan  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi - Berikan substansi gula
 Berat badan 20% atau  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi - Yakinkan diet yang dimakan
lebih dibawah berat  Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan mengandung tinggi serat untuk mencegah
badan ideal dan menelan konstipasi
 Kerapuhan kapiler  Tidak terjadi penurunan berat badan yang - Berikan makanan yang terpilih (sudah
 Diare berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Kehilangan rambut - Ajarkan pasien bagaimana membuat
berlebihan catatan makanan harian.
 Bising usus hiperaktif - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
 Kurang makanan kalori
 Kurang informasi - Berikan informasi tentang kebutuhan
 Kurang minat pada nutrisi
makanan - Kaji kemampuan pasien untuk
 Penurunan berat badan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
dengan asupan makanan Nutrition Monitoring
adekuat - BB pasien dalam batas normal
 Kesalahan konsepsi - Monitor adanya penurunan berat badan
 Kesalahan informasi - Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
 Mambran mukosa pucat biasa dilakukan
 Ketidakmampuan - Monitor interaksi anak atau orangtua
memakan makanan selama makan
 Tonus otot menurun - Monitor lingkungan selama makan
 Mengeluh gangguan - Jadwalkan pengobatan dan perubahan
sensasi rasa pigmentasi
 Mengeluh asupan - Monitor turgor kulit
makanan kurang dan - Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
RDA (recommended mudah patah
daily allowance) - Monitor mual dan muntah
 Cepat kenyang setelah - Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
makan dan kadar Ht
 Sariawan rongga mulut - Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Steatorea - Monitor pucat, kemerahan, dan
 Kelemahan otot kekeringan jaringan konjungtiva
pengunyah - Monitor kalori dan intake nutrisi
 Kelemahan otot untuk - Catat adanya edema, hiperemik,
menelan hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta,
 Faktor Yang scarlet
Berhubungan :
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrien
 Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
 Ketidakmampuan
menelan makanan
 Faktor psikologis
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2006

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008

Dongoes, M.E, Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing Care Plans : Guidelines For
Planning and Documenting Patients Care. Alih Bahasa : Kariasa, I.M. Jakarta: EGC;
2000

Вам также может понравиться