Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogenlain
dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala
CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan
Gultom, 2005)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti
sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh
berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
B. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
C. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Tahan-tanda dan gejala
tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari.
Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler,
dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial
menurut Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya adalah :
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai
dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap
gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi
glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya
dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam
tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak
adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri
adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada
CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,
dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring
dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak
mengalimi kondisi ini.
E. KLARIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft -Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89 3
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59 4
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
b. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
c. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
d. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
e. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
f. Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain.
g. KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih
dan adanya obtruksi (batu).
h. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
i. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah
2. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1. 3)
3. Ureum dan Kreatinin : Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4. Hiponatremia
5. Hiperkalemia
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8. Gula darah tinggi
9. Hipertrigliserida
10. Asidosis metabolik
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
a) Konservatif
Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
Observasi balance cairan
Observasi adanya odema
Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus kasus
emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
Pengambilan batu
transplantasi ginjal
B. DIANOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada masalah CKD menurut Doenges (2001),
dan Carpenito (2006) adalah sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di dalam
darah berada di bawah kadar normal. Zat gula didapat dari makanan yang kita cerna dan
serap. Molekul-molelul gula tersebut masuk ke dalam aliran darah untuk selanjutnya
disalurkan ke seluruh sel-sel yang ada di jaringan tubuh. Namun sebagian besar sel-sel tubuh
tidak bisa menyerap gula tanpa bantuan hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas.
Dalam hal ini, insulin berperan sebagai pembuka pintu bagi masuknya zat gula ke dalam sel.
Jika jumlah insulin terlalu banyak, otomatis kadar gula darah akan menurun. Itu
sebabnya hipoglikemia banyak dialami oleh penderita diabetes karena mereka sering
menggunakan insulin atau obat-obatan pemicu produksi insulin guna menurunkan kadar gula
di darah mereka. Namun bukan hanya insulin saja, terdapat beberapa faktor lainnya, seperti
pola makan yang buruk dan olahraga berlebihan, juga dapat menyebabkan hipoglikemia.
Gejala hipoglikemia
Jika kadar gula darah terlalu rendah maka tubuh, termasuk otak, tidak akan bisa
berfungsi dengan baik. Dan jika itu terjadi, seseorang yang menderita hipoglikemia bisa
mengalami gejala-gejala seperti berikut ini:
Lelah
Pusing
Pucat
Bibir kesemutan
Gemetar
Berkeringat
Merasa lapar
Jantung berdebar-debar
Sulit berkonsentrasi
Mudah marah
Penderita hipoglikemia yang kondisinya makin memburuk akan mengalami gejala-gejala
seperti:
Mengantuk
Gangguan penglihatan
Seperti kebingungan
Gerakan menjadi canggung, bahkan berperilaku seperti orang mabuk
Kejang
Hilang kesadaran
Gejala yang memburuk tersebut umumnya terjadi ketika kadar darah turun secara drastis
akibat hipoglikemia yang tidak mendapat penanganan tepat.
Jika Anda menderita diabetes dan curiga sedang mengalami hipoglikemia, disarankan untuk
segera menemui dokter apabila kondisi Anda tidak mengalami perubahan positif meski sudah
ditangani (misalnya dengan mengonsumsi makanan atau minuman manis).
Penyebab hipoglikemia
Berikut ini beberapa penyebab hipoglikemia yang biasanya terjadi pada penderita diabetes:
Penggunaan suntikan insulin pada kasus diabetes tipe 1 yang melebihi dosis, atau
terlalu banyak menggunakan obat-obatan oral pada kasus diabetes tipe 2 yang juga
dapat memicu pelepasan insulin berlebihan. Salah satu obat tersebut
adalah sulphonylurea.
Menggunakan insulin dengan dosis normal, namun tubuh kekurangan asupan
karbohidrat. Masalah ini bisa terjadi karena penderita terlalu banyak melakukan
aktivitas fisik, tidak cukup mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat,
lupa makan, atau menunda makan.
Terlalu banyak mengonsumsi minuman keras atau alkohol dalam keadaan perut
kosong.
Saat ini sudah tersedia alat pengukur kadar gula darah di apotek yang dapat digunakan
oleh penderita diabetes di rumah. Selain diabetes, alat ini juga dapat digunakan untuk
mendiagnosis hipoglikemia.
Kadar gula normal seseorang adaah 72 hingga 108 mg/dl pada saat puasa, dan mencapai
140 mg/dl kurang lebih dua jam setelah makan. Biasanya gejala hipoglikemia akan mulai
dirasakan seseorang jika darah mereka di bawah 70 mg/dl.
Setelah 15 menit, periksa kembali kadar gula Anda. Jika masih tetap di bawah 70 mg/dl,
konsumsi kembali makanan-makanan pendongkrak kadar gula tadi. Lakukan terus
pengecekan tiap 15 menit sekali hingga kadar gula Anda berada di atas 70 mg/dl. Setelah
kadar gula kembali normal, jagalah agar tetap stabil dengan mengonsumsi makanan atau
camilan sehat.
Jika gejala tergolong parah atau penanganan awal tidak efektif sehingga kondisi Anda
memburuk, maka segera ke dokter atau rumah sakit. Di rumah sakit, biasanya dokter akan
langsung memberikan suntikan glukagon atau cairan infus yang mengandung glukosa
agar kadar darah Anda kembali normal. Pastikan untuk tidak memasukkan makanan atau
minuman apa pun ke mulut saat penderita dalam kondisi tidak sadar untuk menghindari
sesak.
Selain tes darah, dokter juga akan memeriksa fungsi organ hati, ginjal, kelenjar adrenal,
atau pankreas untuk mengetahui apakah hipoglikemia Anda terjadi akibat adanya
gangguan pada organ-organ tersebut. Jika ternyata benar, maka hipoglikemia baru bisa
sembuh setelah kondisi yang mendasari tersebut diobati. Penanganan dasar bisa dilakukan
dengan obat-obatan, maupun dengan operasi, misalnya untuk mengangkat tumor pada
pankreas.
Secara umum, hipoglikemia perlu ditangani secara cepat dan tepat agar terhindar dari
komplikasi seperti kehilangan kesadaran, kejang hingga kematian. Selalu konsultasikan
dengan dokter jenis pengobatan dan aktivitas apa yang tepat untuk Anda.
Pencegahan hipoglikemia
Berikut ini beberapa tips untuk mencegah munculnya gejala hipoglikemia dan tips agar
gejala hipoglikemia yang muncul tidak memburuk:
Makan sesuai dengan aktivitas yang kita lakukan. Hal ini penting untuk menjaga
ketersediaan gula yang dibutuhkan oleh tubuh. Terlebih lagi untuk penderita diabetes
yang akan melakukan olahraga, pastikan Anda mengonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat cukup dan menyesuaikan dosis insulin yang Anda pakai
sesuai dengan anjuran dokter. Bagi mereka yang kerap mengalami gejala
hipoglikemia di malam hari juga dianjurkan untuk mengonsumsi camilan yang
mengandung karbohidrat sebelum tidur, seperti susu atau biskuit. Selain itu, simpan
makanan bergula di dekat tempat tidur sebagai antisipasi jika gejala hipoglikemia
mengganggu tidur Anda.
Batasi konsumsi minuman keras atau hindari sama sekali jika bisa. Hal ini
dikarenakan alkohol dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk melepaskan
glukosa. Apabila Anda menderita diabetes tipe 1, sangat dianjurkan untuk tidak
mengonsumsi alkohol sama sekali, atau mengonsumsi tidak lebih dari 30 ml alkohol
per hari. Pastikan Anda langsung mengonsumsi makanan ringan setelahnya.
Pantau kadar gula Anda secara berkala. Hal ini penting untuk dilakukan tiap hari
untuk memastikan kadar gula darah berada dalam kisaran normal. Jika Anda sering
mengalami hipoglikemia pada malam hari, cek kadar gula darah pada pukul 3.00 atau
4.00, yaitu ketika hipoglikemia sering dirasakan oleh para penderita diabetes.
Kenali gejala-gejala hipoglikemia yang muncul. Pengetahuan kita mengenai hal ini
dapat membantu menangani hipoglikemia secara cepat.
Selalu siapkan makanan atau obat-obatan pereda gejala di mana pun Anda
berada. Salah satu obat yang mungkin akan diajarkan penggunaannya oleh dokter
adalah suntikan glukagon.
Berhati-hatilah saat mengendarai kendaraan. Pastikan kondisi Anda prima sebelum
berkendara. Hindari membawa kendaraan jika sedang dalam kondisi pemulihan atau
baru menjalani perawatan dalam 48 jam terakhir. Hentikan kendaraan jika mengalami
serangan hipoglikemia dan tangani sedini mungkin.
C. INTERVENSI
NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Kelebihan volume cairan NOC NIC
Electrolit and acid base balance Fluid management
Definisi : Peningkatan retensi Fluid balance - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
cairan isotonik Hydration - Pertahankan catatan intake dan output
Batasan Karakteristik : yang akurat
Bunyi napas Kriteria Hasil : - Pasang urin kateter jika diperlukan
adventisius Terbebas dari edema, efusi, anaskara - Monitor hasil Hb yang sesuai dengan
Gangguan elektrolit Bunyi nafas bersih, tidak ada retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas
Anasarka dvspneu/ortopneu urin)
Ansietas Terbebas dari distensi vena jugularis, - Monitor status hemodinamik termasuk
Azotemia reflek hepatojugular (+) CVP,MAP, PAP dan PCWP
Perubahan tekanan Memelihara tekanan vena sentral, tekanan - Monitor vital sign
darah kapiler paru, output jantung dan vital sign - Montor indikasi retensi / kelebihan cairan
Perubahan status dalam batas normal (cracles, CVP, edema, distensi vena
mental Terbebas dan kelelahan, kecemasan atau leher, asites)
Perubahan pola kebingungan - Kaji lokasi dan luas edema
pernapasan Menjelaskan indikator kelebihan cairan - Monitor masukan makanan / cairan dan
Penurunan hitung intake kalori
hematrokrit - Monitor status nutrisi
Penurunan - Kolaborasi pemberian diuretik sesuai
hemoglobin interuksi
Dispnea - Batasi masukan cairan pada keadaan
Edema hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
Peningkatan tekanan 130 mEq/l
vena sentral - Kolaborasi dokter jika tanda cairan
Asupan melebihi berlebih muncul memburuk
haluaranb Fluid Monitoring
Distensi vena - Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
jugularis cairan dan eliminasi
Oliguria - Tentukan kemungkinan faktor resiko dan
Ortopnea ketidakseimbangan cairan (Hipertermia,
Efusi pleura terapi diuretik, kelainan renal, gagal
Refleksi hepatojugular jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll)
positif - Monitor berat badan, BP, HR, dan RR
Perubahan tekanan - Monitor serum dan elektrolit urine
arteri pulmunal - Monitor serum dan osmilalitas urine
Kongesti pulmunal - Monitor tekanan darah orthostatik dan
Gelisah perubahan irama jantung
Perubahan berat jenis - Monitor parameter hemodinamik infasif
urin - Catat secara akurat intake dan output
Bunyi jantung S3 - Monitor adanya distensi leher, rinchi,
Penambahan berat eodem perifer dan penambahan BB
badan dalam waktu - Monitor tanda dan gejala dari odema
sangat singkat
Faktor Yang Berhubungan :
Gangguan mekanisme
regulasi
Kelebihan asupan
cairan
Kelebihan asupan
Natrium
2 Ketidakefektifan pola nafas Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi Keperawatan :
NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran udara Respiratory status : Ventilation Airway Management
inspirasi dan/atau ekspirasi Respiratory status : Airway patency - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
tidak adekuat Vital sign Status atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Batasan karakteristik : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara ventilasi
Penurunan tekanan nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan - Identifikasi pasien perlunya pemasangan
inspirasi/ekspirasi dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, alat jalan nafas buatan
Penurunan pertukaran mampu bernafas dengan mudah, tidak ada - Pasang mayo bila perlu
udara per menit pursed lips) - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Menggunakan otot Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pernafasan tambahan tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Nasal flaring pernafasan dalam rentang normal, tidak ada tambahan
Dyspnea suara nafas abnormal) - Lakukan suction pada mayo
Orthopnea Tanda Tanda vital dalam rentang normal - Berikan bronkodilator bila perlu
Perubahan (tekanan darah, nadi, pernafasan) - Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
penyimpangan dada Lembab
Nafas pendek - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Assumption of 3-point keseimbangan.
position - Monitor respirasi dan status O2
Pernafasan pursed-lip
Tahap ekspirasi Oxygen Therapy
berlangsung sangat lama - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Peningkatan diameter - Pertahankan jalan nafas yang paten
anterior-posterior - Atur peralatan oksigenasi
Pernafasan rata- - Monitor aliran oksigen
rata/minimal - Pertahankan posisi pasien
Bayi : < 25 atau > 60 - Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
Usia 5-14 : < 14 atau > oksigenasi
25
Usia > 14 : < 11 atau > Vital sign Monitoring
24 - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Kedalaman pernafasan - Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Dewasa volume tidalnya - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
500 ml saat istirahat atau berdiri
Bayi volume tidalnya 6-8 - Auskultasi TD pada kedua lengan dan
ml/Kg bandingkan
Timing rasio - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
Penurunan kapasitas vital dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
Faktor yang berhubungan : - Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Hiperventilasi - Monitor suara paru
Deformitas tulang - Monitor pola pernapasan abnormal
Kelainan bentuk dinding - Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
dada - Monitor sianosis perifer
Penurunan - Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
energi/kelelahan yang melebar, bradikardi, peningkatan
Perusakan/pelemahan sistolik)
muskulo-skeletal - Identifikasi penyebab dari perubahan vital
Obesitas sign
Posisi tubuh
Kelelahan otot
pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi
Neuromuskuler
Kerusakan
persepsi/kognitif
Perlukaan pada jaringan
syaraf tulang belakang
Imaturitas Neurologis
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008
Dongoes, M.E, Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing Care Plans : Guidelines For
Planning and Documenting Patients Care. Alih Bahasa : Kariasa, I.M. Jakarta: EGC;
2000