Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi manusia. Melalui

pendengaran, seseorang dapat mendengar dan mengerti informasi yang

disampaikan oleh orang lain. Berbeda dengan anak tunarungu, gangguan

pendengaran menyebabkan hambatan dalam menerima informasi. Menurut

Sutjihati Soemantri (2006: 93), tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan

kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat

menangkapberbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya.

Ketunarunguan mengakibatkan terhambatnya komunikasi serta perkembangan

bahasa seseorang.

Ketulian bukanlah suatu penyakit yang dapat disembuhkan seperti halnya

penyakit pada umumnya. Anak yang tuna rungu memiliki keterbatasan dalam hal

mendengar dikarenakan tidak berfungsinya organ-organ pendengaran, mereka

tidak mampu memahami bentuk komunikasi audio dari lingkungan sekitarnya.

Terhambatnya indra pendengaran, mengakibatkan anak tuna rungu tidak mampu

memahami bahasa. Selama ini, di Indonesia perhatian terhadap dunia pendidikan

anak tuna rungu lebih dititik beratkan terhadap cara-cara bagaimana membuat

anak tuna rungu dapat mendengar. (sucipto)

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena kerusakan atau tidak

berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga ia mengalami

hambatan dalam bahasa bicaranya.Bahasa diwujudkan secara lisan melalui bicara.


Hambatan bahasa anak tunarungu membutuhkan pembinaan dan pembentukan

dalam bidang bahasa sesegera mungkin. Pembinaan sesegera mungkin

mempunyai maksud agar anak tunarungu mampu berbahasa untuk kepentingan

komunikasi yang luas dalam kehidupannya. Bina bicara mutlat perlu dibutuhkan

anak tunarungu. (Rahmaniar,2015)

Anak tunarungu adalah salah satu anak yang mengalami hambatan fisik

yaitu organ pendengaran. Hambatan pendengaran yang dialami anak tersebut yang

disebabkan oleh kerusakan atau ketidakberfungsian pada sebagian atau seluruh

alat pendengaran, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan

bahasanya. Terkadang secara sekilas, pada fisik anak tunarungu tidak terlihat

mengalami hambatan karena tubuhnya tersebut terlihat normal sama seperti

dengan anak yang berpendngaran baik pada umumnya, sedangkan ketika anak

tunarungu berkomunikasi dengan orang lain maka akan terlihat bahwa anak

tunarungu mengalami hambatan, karena masalah gangguan dan kehilangan dalam

fungsi pendengaran, sehingga anak tunarungu tidak dapat menangkap berbagai

macam infromasi yang diucapkan oleh orang lain secara ujaran atau lisan melalui

pendengaran secara baik ( ulvi nurdina,2017)

Menurut data WHO (World Health Organization) di tahun 2012, 360 juta

orang lahir dengan cacat dengar dan ketulian atau sekitar 5 persen dari total

penduduk dunia (Keswara, 2013, h. 1). Separuhnya atau 180 juta orang di Asia

Tenggara. Indonesia termasuk dalam urutan ke empat untuk angka gangguan

pendengaran setelah Sri Lanka, Myanmar, dan India (WHO,2012).Indonesia

menjadi salah satu negara dengan jumlah “Tuli” terbanyak di Asia Tenggara.
Berdasarkan data Pusdatin Kemensos hingga tahun 2010 jumlah tunarungu

2.547.626 orang (Setiyawan, 2012,h.1)

Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menyebutkan bahwa 16

persen dari angka kelahiran tiap tahunnya atau sekitar 5000 anak mengalami

gangguan pendengaran hingga tunarungu. Berdasarkan data dari Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah anak berkebutuhan

khusus di Indonesia sekitar 1,5 juta jiwa. Salah satu kategori anak berkebutuhan

khusus adalah tunarungu. Menurut Salim (dalam Somantri, 2007, h. 93-94),

tunarungu adalah mengalami kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan

oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran

sehingga mengalami hambatan perkembangan bahasa.

Berdasarkan distribusi penyandang disabilitas menurut jenis disabilitas

berdasarkan data Susenus tahun 2012 penyandang Tuna Rungu sekitar 7,87 %.

Di Indonesia pada tahun 2010 penyandang cacat Tuna Rungu sekitar

0,08% dan pada tahun 2013 sekitar 0,07%.

Prestasi belajar adalah hasil belajar yang menunjukkan tingkat penguasaan

individu terhadap bahan pelajaran yang diajarkan. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar adalah kecerdasan emosi Goleman (2002 : 17).

Pada sekolah SMPLB Karya Mulia Surabaya, para siswa memiliki keterbatasan

pendengaran maka prestasi belajar para siswa tersebut diduga juga berhubungan

dengan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi

dengan prestasi belajar siswa tuna rungu di sekolah SMPLB Karya Mulia

Surabaya.(Sonia Ardianie & Elisabet Widyaning Hapsari)


Menurut Yusuf (2007) agar seorang remaja dapat matang dari segi sosial,

maka seorang remaja perlu mencapai tugas-tugas perkembangan remaja.

Remajayang terlambat matang tidak mempunyai banyak waktu untuk menguasai

tugastugasperkembangan masa remaja dibandingkan dengan remaja yang matang

lebih

awal atau anak yang matangnya normal. Banyak diantara remaja yang

terlambatmatang baru menyelesaikan perubahan masa puber pada saat masa

remaja hampir

berakhir (Hurlock, 1980).

Remaja tunarungu juga mengalami masa transisi seperti remaja

normallainnya. Gejolak jiwa yang tidak menentu dalam mencari identitas

dirinyamembuat mereka mengalami krisis yang lebih kompleks dibanding dengan

remaja

normal lainnya (Hurlock, 1980). Remaja tunarungu yaitu remaja yang

mengalamikekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar sebagaian atau

seluruhnya,diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera

pendengaran(Delphie, 2006).

Masalah-masalah yang dialami oleh remaja tunarungu akan menjadi

tekananpada emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat

perkembanganpribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak

agresif, atausebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. Selain itu

remajatunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan

yangberanekaragam komunikasinya, hal seperti ini akan membingungkan

remajatunarungu. Remaja tunarungu sering mengalami berbagai konflik,


kebingungan,dan ketakutan karena remaja tunarungu sebenarnya hidup dalam

lingkungan yangbermacam-macam (Somantri, 2007).

Keterbatasan fungsi pendengaran jugamenyebabkan seseorang mengalami

kesulitandalam proses pembelajaran. Hasil penelitian olehSuparno dan Tin

Suharmini (dalam TinSuharmini, 2009: 36), melaporkan kemampuanrecall anak

tunarungu untuk pelajaran yangbanyak menggunakan bahasa cenderung

kurang,tetapi bagus pada pelajaran praktik.

Pada penyelenggara pendidikan khusus sekolah luar biasa juga terdapat

organisasi sekolah sebagaimana sekolah regular. Siswa SLB belajar berorganisasi

sebagaimana siswa regular namun dengan mempertimbangkan kemampuan yang

dimiliki siswa. Adapun manfaat mengikuti organisasi menrut Santoso (2013)

antara lain dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi, melatih

kepemimpinan, belajar mengatur waktu, memperluas jaringan, mengasah

kemampuan sosial, dan sebagai ajang latihan dunia kerja yang sesungguhnya

Menurut Dalyono (2005) faktor yang mempengaruhi prestasi akademik

dapat dibedakan menjadi 2 yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi kesehatan jasmani, inteligensi, bakat, minat, motivasi dan

gaya belajar. Kesehatan jasmani merupakan kondisi umum jasmani yaitu tanda

tingkat kebugaran organ-organ tubuh, hal ini dapat mempengaruhi semangat dan

intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Dari masalah diatas penulis tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul “ faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar anak tunarungu”

1.2 Rumusan Masalah


Dilihat dari permasalahan diatas penulis merumuskan bahwa faktor

eksternal dan internal sangat berpengaruh dalam prestasi belajar anak tunarungu.

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan “ Faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar anak tunarungu di SLB di Kota Payakumbuh tahun 2018”.

1.3 Tujuan Penelitian

a). Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui Faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar anak tunarungu di SLB wilayah Kota Payakumbuh

tahun 2018 .

b). Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor eksternal dan internal pada anak tunarungu

2. Mengidentifikasi kejadian tunarungu yang dialami anak berkebutuhan khusus

terhadap prestasi belajar

3. Menganalisis faktor –faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak

tunarungu di SLB wilayah Kota Payakumbuh tahun 2018

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Tunarungu di SLB Wilayah Kota Payakumbuh

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam hal meningkat

potensi guru. Serta memberikan bekal kompetensi bagi mahasiswa sehingga

mampu menerapkan ilmu yang didapat.


3. Bagi Keluarga

Dari hasil penelitian ini orang tua dapat lebih memahami anak-anak yang

tunarungu dan lebih bijaksana dalam mengasuh putra-putrinya supaya dampak

yang mempengaruhi prestasi belajarnya semakin meningkat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar anak tunarungu di SLB wilayah Kota Payakumbuh tahun 2018. Penelitian

ini telah dilaksanakan pada 20 september tahun 2018. Banyaknya anak tunarungu

yang tidak mengetahui tentang faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi

prestasi belajar. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif yang berupaya

untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak

tunarungu di SLB wilayah Kota Payakumbuh 2018.


BAB II

KERANGKA TEORI

Вам также может понравиться