Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan subjective
a. Anamnesis
diderita pasien. Hal ini merupakan tindakan pertama kali yang dilakukan scbelum
melakukan pemeriksaan yang lain. Ada dua jenis anamnesis, yaitu (1)
1) Anamnesis umum
Dalam anamnesis ini hal yang diperoleh yaitu data pribadi atau data umum
dari pasien, dianturanya: (1) nama, (2) jenis kelamin, (3) umur, (4) pekerjaan,
2) Anamnesis khusus
a) Keluhan utama
pertolongan dapat berasal dari pasien sendiri, orang tua, atau guru sekolah.
pengobatan.
d) Riwayat keluarga
serupa, misal ayah, ibu, saudara kandung, kakek, nenek, paman dan lain-
lain.
3) Anamnesis sistem
tercakup dalam anamnesis umum dan anamnesis khusus, meliputi: (1) kepala
& pusing leher (2) kardiovaskuler, (3) respirasi, (4) gastrointestinalis, (5)
2. Pemeriksaan objective
tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) pernapasan, (4) suhu, (5) tinggi badan, dan
b. Inspeksi
keadaan umum pasien, sikap tubuh, ekspresi wajah dan bentuk badan terjadi
obesitas atau tidak, langkah gait, atropi. Inspeksi dapat dilakukan dengan
c. Palpasi
Pemeriksaan gerak yang dilakukan oleh pasien secara aktif dengan full
ROM.
rileks.
4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang tidak tercakup
dalam pemeriksaan fungsi dasar. Selain itu pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperjelas hasil pemeriksan fungsi dasar. Pemeriksaan khusus ini antara lain :
a. Pengukuran nyeri
(verbal description scale). Pemeriksaan ini di bagi menjadi 3, yaitu nyeri diam,
nyeri gerak dan nyeri tekan. Penilaian tingkat nyeri dengan Verbal Description
Scale (VDS) terdiri dari. (1) tidak nyeri, (2) nyeri sangat ringan, (3) nyeri
ringan, (4) nyeri tidak terlalu berat, (5) nyeri cukup berat, (6) nyeri berat, (7)
b. Pengukuran kekuatan otot perut dan otot dasar panggul dengan MMT
(MMT) menurut Daniel and Wortingham (1980). Denga kriteria penilaian dari
0 dimana (1) nilai 0 : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi, (2) nilai 1
kontraksi otot dapat dipalpasi tetapi tidak ada gerakan, (3) nilai 2 : dapat
bergerak full ROM dengan tanpa melawan gravitasi, tanpa melawan tahanan,
(4) nilai 3 dapat bergerak full ROM dengan melawan tahanan, (5) nilai 4 :
dapat bergerak full ROM, melawan gravitasi dengan tahanan moderat, (6) nilai
Nilai E : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting dan satu fungsi lain
fungsi lain
d. Homan’s sign
bawah secara maksimal. Homan’s sign dikatakan positif apabila terjadi nyeri
e. Diastasis rectii
Diastasis rectii merupakan jarak antara rectus abdominis kanan dan kiri
yang menandakan kendornya otot perut. Bila jaraknya 2-3 cm ibu pasca
persalinan pervaginam normal, tapi jika lebih dari itu dianggap patologis.
Apabila jarak lebih lebar dari 10 cm, maka tidak boleh dilakukan latihan side
fleksi maupu rotasi trunk. Proses penutupan diastasis rectii tiap orang berbeda-
Cara mengukur diastasis rectii yaitu: (1) posisikan pasien tidur terlentang, (2)
fleksi hip dan knee 900 dengan tumit nempel di lantai, (3) pasien diminta
untuk mengangkat kepala hingga bahu terangkat, (4) palpasi pada umbilicus,
adakah cekungan atau tidak, (5) ukur cekungan dengan pita ukur.
B. Perkiraan Problem Fisioterapi
1. Impairment berupa : (1) nyeri gerak, (2) penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar
panggul, (3) potensial terjadi Deep Vein Trombosis, (4) diastasis rectii, dan (5)
2. Functional Limitation: Functional Limitation yang terjadi pada ibu pasca persalinan
pervaginam yaitu kesulitan mobilisasi maupun transfer ambulasi sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, memasak, toileting self care
kesulitan mengikuti aktifitas sosial yang ada di daerahnya dalam beberapa waktu.
Tapi kebanyakan dari ibu pasca persalinan pervaginam tidak mengalami participation
retriction.
yang mungkin. Tujuan ini terdiri dari: (1) tujuan jangka pendek, berupa pengurangan
nyeri, deteksi dini adanya DVT dan diastasis rectii, dan pasien mampu melakukan
transfer ambulasi, (2) tujuan jangka panjang, berupa penguatan otot dasar panggul,
pengaruh gravitasi, dalam melawan gravitasi kerjanya kekuatan dari luar. Seperti
guna peningakatan kekuatan dan daya tahan otot. Gerakan yang dirangkai tersebut
perut dan mengurangi nyeri dengan melibatkan semua anggota gerak tubuh bagian
atasdan bawah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara latihan bahu, siku dan jari-jari,
latihan lutut dan kaki, latihan otot-otot tungkai, serta mobilisasi lengan.
3. Static Contraction
Static contraction yaitu suatu kontraksi dari otot secara isometric didalam
melawan suatu kekuatan atau memepertahankan suatau kestabilan tetapi tidak diikuti
adanya gerakan. Seperti mengkontraksikan perut dan pantat serta otot dasar panggul
4. Breathing Exercise
Suatu latihan pernapasan yaitu penderita menarik nafas dalam melalui hidung
hingga rongga dada mengembang dan penahanan pada akhir inspirasi. Teknik yang
nafas dalam dan penguranagan fase ekspirasi.Tujuan dari pemberian latihan ini
adalah untuk memelihara dan meningkatkan volume paru pada kasus paska operasi,
selain itu juga bertujuan untuk rileksasi menghilangkan rasa nyeri pada saat latihan.
Breathing exercise diberikan pada awal latihan, selingan, dan akhir latihan.
bawah secara maksimal. Homan’s sign dikatakan positif apabila terjadi nyeri pada
tungkai bawah dan negative apabila tidak ada nyeri. Jika homan’s sign positif maka
Sikap berbaring terlentang kedua tangan di samping badan, kedua kaki ditekuk
pada lutut dan santai. Bentuk latihan pernapasan perut (1) letakkan tangan kiri di atas
perut, (2) lakukan pernafasan diafragma, yaitu tarik nafas melalui hidung, tangan kiri
naik ke atas mengikuti dinding perut yang menjadi naik, (3) lalu hembuskan nafas
melalui mulut. Frekuensi latihan adalah 12-14 per menit. Lakukan gerakan pernafasan
secara aktif ke arah fleksi, ekstensi (mengangkat lengan ke depan dan ke belakang),
Untuk siku, posisi tidur terlentang, pasien diminta untuk menekuk dan
jari-jari tangannya, genggam – lemas, dan semua gerakan diatas diulang sampai 3 x 8
hitungan.
diminta menekuk dan meluruskan pergelangan kaki (dorsi fleksi dan plantar fleksi),
gerakan memutar ke dalam dan ke luar (inversi dan eversi) dan gerakan memutar
lutut ke bawah secara bergantian kanan dan kiri. Semua gerakan diatas dilakukan
Posisi pasien berbaring terlentang, kedua tungkai lurus, lalu salah satu tungkai
ditekuk dan diluruskan kembali secara bergantian kanan dan kiri, diulang sampai 3x8
hitungan.
badan, dan kedua tungkai ditekuk. Pasien diminta untuk menggerakan atau
menahan BAK atau BAB, ditahan sampai hitungan kelima, lalu kendorkan, diulang
sampai 8 kali hitungan. Tujuan dari latihan ini yaitu untuk mengencangkan otot-otot
Kemudian latihan mengangkat pinggul sampai badan dan kedua tungkai atas
membentuk sudut dengan lantai yang ditahan oleh kedua kaki dan bahu. Turunkan
9. Latihan duduk
Bila pasien tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan duduk. Dari
posisi tidur terlentang ke posisi duduk dilakukan dengan cara kedua tungkai
dirapatkan, salah satu lutut sedikit di tekuk, kemudian tubuh diputar miring
bersamaan dengan kedua tungkai kesisi tempat tidur. Kedua tungkai bawah
diturunkan dari Bed sambil mendorong tubuh ke posisi duduk dengan menggunakan
dorongan kedua tangan, kemudian terapis harus menanyakan kepada pasien apabila
pusing atau mual serta dapat dilihat pada wajah pasien apakah pucat atau tidak.
Untuk latihan berdiri dimulai dari urutan latihan duduk sampai pasien sudah
duduk di tepi Bed dengan kaki menggantung, dilanjutkan pasien menggeser pantat
dan tubuhnya ke salah satu sisi tangannya untuk menapakkan salah satu kakinya di
lantai, hal ini dilakukan dengan kedua tungkai tetap merapat. Setelah menapak lalu
berdiri tegak dan tetap harus ditanyakan oleh terapis pada pasien adakah keluhan
pusing dan mual. Jika tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan berjalan di
sekitar Bed.
Tidur terlentang, kedua tungkai lurus dan sedikit terbuka, kedua lengan rileks
di samping badan. Dibawah lutut dan kepala diganjal bantal. Tutup mata, lemaskan
F. Rencana Evaluasi
Rencana tindakan evaluasi dilakukan sebelum, sesaat, dan setelah latihan. Setiap
waktu pasien dikontrol apakah merasa pusing atau berkunang-kunang tidak. Jika pasien
merasa pusing, maka latihan harus dihentikan saat itu juga, tetapi jika pasien tidak
merasakan apa-apa latihan bisa dilanjutkan dengan dosis makin lama makin ditambah.