Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB III

RENCANA PENATALAKSANAAN

A. Rencana Pengkajian Fisioterapi

Pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan kondisi ibu pasca persalinan

pervaginam, antara lain meliputi :

1. Pemeriksaan subjective

a. Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab atau wawancara mengenai penyakit yang

diderita pasien. Hal ini merupakan tindakan pertama kali yang dilakukan scbelum

melakukan pemeriksaan yang lain. Ada dua jenis anamnesis, yaitu (1)

autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan dengan penderita sendiri (2)

heteroanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan dengan orang lain yang

dianggap mengetahui keadaan penderita, misalnya keluarga penderita atau yang

mengantarkan penderita (Hudaya, 2012)

1) Anamnesis umum

Dalam anamnesis ini hal yang diperoleh yaitu data pribadi atau data umum

dari pasien, dianturanya: (1) nama, (2) jenis kelamin, (3) umur, (4) pekerjaan,

(5) alamat, dan (6) agama.

2) Anamnesis khusus

a) Keluhan utama

Keluham utama merupakan satu atau lebih keluhan/gejala yang

mendorong atau memaksa pasien mencari pertolongan / nasihat medik.

Berupa ungkapan singkat. Pada anak-anak, yang mendorong mencari

pertolongan dapat berasal dari pasien sendiri, orang tua, atau guru sekolah.

b) Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang digunakan untuk memperinci keluhan utama.

Ditanyakan dua hal : (1) riwayat perjalanan penyakit, (2) riwayat

pengobatan.

c) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu yaitu riwayat penyakit baik fisik maupun

psikologik yang pernah diderita sebelumnya.

d) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga berisi penyakit-penyakit dengan kecenderungan

erifamilial atau penyakit-penyakit menular, sering di dalam satu keluarga

ditemukan juga beberapa anggota keluarga yang menderita penyakit

serupa, misal ayah, ibu, saudara kandung, kakek, nenek, paman dan lain-

lain.

e) Riwayat pribadi (personal history)

Riwayat pribadi berisi mengenai status perkawinan, hobi, olahraga,

danaktivitas senggang, kebiasaan makan, pola tidur, lingkungan baik di

rumah, sekolah atau tempat kcrja, yang kemungkinan ada hubungan

dengan penyakit pasien saat ini (Hudaya, 2012).

3) Anamnesis sistem

Anamnesis sistem dibuat untuk melengkapi anamnesis yang belum

tercakup dalam anamnesis umum dan anamnesis khusus, meliputi: (1) kepala

& pusing leher (2) kardiovaskuler, (3) respirasi, (4) gastrointestinalis, (5)

urogenitalis, (6) musculoskeletal, (7) nervorum.

2. Pemeriksaan objective

a. Pemeriksaan tanda vital/vital sign


Pada pemeriksaan tanda vital / vital sign meliputi pemeriksaan (1)

tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) pernapasan, (4) suhu, (5) tinggi badan, dan

(6) berat badan.

b. Inspeksi

Hasil inspeksi yang didapat dari pengamatan terhadap pasien meliputi

keadaan umum pasien, sikap tubuh, ekspresi wajah dan bentuk badan terjadi

obesitas atau tidak, langkah gait, atropi. Inspeksi dapat dilakukan dengan

inspeksi statis dan dinamis.

c. Palpasi

Meraba, menekan dan memegang bagian tubuh pasien yang

mengalami gangguan. Pada ibu pasca melahirkan biasannya dipalpasi pada

bagian perut dan tungkai bawah serta suhu tubuh.

3. Pemerikasaan gerak dasar

Pemeriksaan gerak dasar berupa:

a. Pemeriksaan gerak aktif

Pemeriksaan gerak yang dilakukan oleh pasien secara aktif dengan full

ROM.

b. Pemeriksaan gerak pasif

Pemeriksaan yang dilakukan oleh terapis pada pasien dalam keadaan

rileks.

4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang tidak tercakup

dalam pemeriksaan fungsi dasar. Selain itu pemeriksaan ini bertujuan untuk

memperjelas hasil pemeriksan fungsi dasar. Pemeriksaan khusus ini antara lain :

a. Pengukuran nyeri

Pemeriksaan nyeri dilakukan untuk mengetahui beberapa tingkatan

nyeri dirasakan oleh pasien. Pengukuran derajat nyeri menggunakan VDS

(verbal description scale). Pemeriksaan ini di bagi menjadi 3, yaitu nyeri diam,

nyeri gerak dan nyeri tekan. Penilaian tingkat nyeri dengan Verbal Description

Scale (VDS) terdiri dari. (1) tidak nyeri, (2) nyeri sangat ringan, (3) nyeri

ringan, (4) nyeri tidak terlalu berat, (5) nyeri cukup berat, (6) nyeri berat, (7)

Nyeri tak. tertahankan.

b. Pengukuran kekuatan otot perut dan otot dasar panggul dengan MMT

Pengukuran kekuatan otot menggunakan manual muscle testing

(MMT) menurut Daniel and Wortingham (1980). Denga kriteria penilaian dari

0 dimana (1) nilai 0 : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi, (2) nilai 1

kontraksi otot dapat dipalpasi tetapi tidak ada gerakan, (3) nilai 2 : dapat

bergerak full ROM dengan tanpa melawan gravitasi, tanpa melawan tahanan,

(4) nilai 3 dapat bergerak full ROM dengan melawan tahanan, (5) nilai 4 :

dapat bergerak full ROM, melawan gravitasi dengan tahanan moderat, (6) nilai

5 : dapat bergerak full ROM, melawan gravitasi dengan tahanan maksimal.

c. Penilaian kemampuan fungsional dengan indek katz

Pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada

tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas fungsionalnya.


No Aktivitas Mandiri Tergantung
1 Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung atau ekstremitas yang tidak mampu )
atau mandi sendiri sepenuhnya.
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta
tidak mandi sendiri.
2 Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian.
3 Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil
dan menggunakan pispot
4 Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
bngkit dari kursi sendiri.
Tergantung:
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur/
kursi, tidak melakukan satu atau lebih
perpindahan.
5 Kontinen
Mandiri:
BAB & BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
Tergantung :
Inkontinensia partial atau total; penggunaan kateter,
pispot, enema, dan pembalut.
6 Makan
Mandiri:
Mengambil makan sendiri dan menyuapinya
sendiri.
Tergantung:
Bantuan dalam hal mengambil makan dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan
parenteral (NGT)

Nilai A : mandiri untuk 6 aktivitas

Nilai B : mandiri untuk 5 aktivitas

Nilai C : mandiri, kecuali bathing dan satu fungsi lain

Nilai D : mandiri, kecuali bathing, dressing dan 1 fungsi lain

Nilai E : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting dan satu fungsi lain

Nilai F : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting, transferring dan satu

fungsi lain

Nilai G : tergantung pada orang lain untuk 6 aktivitas.

d. Homan’s sign

Pemeriksaan homan’s sign dilakukan dengan cara mendorso fleksikan tungkai

bawah secara maksimal. Homan’s sign dikatakan positif apabila terjadi nyeri

pada tungkai bawah dan negative apabila tidak ada nyeri.

e. Diastasis rectii

Diastasis rectii merupakan jarak antara rectus abdominis kanan dan kiri

yang menandakan kendornya otot perut. Bila jaraknya 2-3 cm ibu pasca

persalinan pervaginam normal, tapi jika lebih dari itu dianggap patologis.

Apabila jarak lebih lebar dari 10 cm, maka tidak boleh dilakukan latihan side

fleksi maupu rotasi trunk. Proses penutupan diastasis rectii tiap orang berbeda-

beda. Biasanya 1-3 bulan. (Rustanti, 2018).

Cara mengukur diastasis rectii yaitu: (1) posisikan pasien tidur terlentang, (2)

fleksi hip dan knee 900 dengan tumit nempel di lantai, (3) pasien diminta

untuk mengangkat kepala hingga bahu terangkat, (4) palpasi pada umbilicus,

adakah cekungan atau tidak, (5) ukur cekungan dengan pita ukur.
B. Perkiraan Problem Fisioterapi

1. Impairment berupa : (1) nyeri gerak, (2) penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar

panggul, (3) potensial terjadi Deep Vein Trombosis, (4) diastasis rectii, dan (5)

potensial terjadi inkontinensia urine.

2. Functional Limitation: Functional Limitation yang terjadi pada ibu pasca persalinan

pervaginam yaitu kesulitan mobilisasi maupun transfer ambulasi sehingga tidak dapat

melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, memasak, toileting self care

dan urusan rumah tangga lainnya dalam beberapa waktu.

3. Participation Retriction: Participation retriction yang timbul disini yaitu pasien

kesulitan mengikuti aktifitas sosial yang ada di daerahnya dalam beberapa waktu.

Tapi kebanyakan dari ibu pasca persalinan pervaginam tidak mengalami participation

retriction.

C. Perencanaan Tujuan Fisioterapi

Berdasarkan problematika yang mungkin akan muncul disusunlah tujuan fisioterapi

yang mungkin. Tujuan ini terdiri dari: (1) tujuan jangka pendek, berupa pengurangan

nyeri, deteksi dini adanya DVT dan diastasis rectii, dan pasien mampu melakukan

transfer ambulasi, (2) tujuan jangka panjang, berupa penguatan otot dasar panggul,

penguatan otot perut, dan mencegah inkontinensia urine.

D. Teknologi Intervensi Alternatif

Tekhnik latihan fisioterapi yang dilakukan adalah Terapi Latihan berupa:

1. Assisted active movement

Merupakan gerakan yang terjadi adanya otot yang bersangkutan melawan

pengaruh gravitasi, dalam melawan gravitasi kerjanya kekuatan dari luar. Seperti

latihan duduk,berdiri dan berjalan serta jongkok berdiri.


2. Free active movement

Merupakan gerakan aktif dimana pasien melakukan sendiri melawan gravitasi

guna peningakatan kekuatan dan daya tahan otot. Gerakan yang dirangkai tersebut

dapat mencegah trombosis, melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan elastisitas otot

perut dan mengurangi nyeri dengan melibatkan semua anggota gerak tubuh bagian

atasdan bawah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara latihan bahu, siku dan jari-jari,

latihan lutut dan kaki, latihan otot-otot tungkai, serta mobilisasi lengan.

3. Static Contraction

Static contraction yaitu suatu kontraksi dari otot secara isometric didalam

melawan suatu kekuatan atau memepertahankan suatau kestabilan tetapi tidak diikuti

adanya gerakan. Seperti mengkontraksikan perut dan pantat serta otot dasar panggul

yang di tahan 5 detik kemudian rileksasi.

4. Breathing Exercise

Suatu latihan pernapasan yaitu penderita menarik nafas dalam melalui hidung

hingga rongga dada mengembang dan penahanan pada akhir inspirasi. Teknik yang

digunakan adalah manuver inspirasi yaitu inspirasi yang dirangasang selama

mungkin kemudian ekspirasi dilakukan tetapi tidak sampai habis.Intinya, menarik

nafas dalam dan penguranagan fase ekspirasi.Tujuan dari pemberian latihan ini

adalah untuk memelihara dan meningkatkan volume paru pada kasus paska operasi,

selain itu juga bertujuan untuk rileksasi menghilangkan rasa nyeri pada saat latihan.

Breathing exercise diberikan pada awal latihan, selingan, dan akhir latihan.

E. Rencana Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi

Rencana pelaksanaa tindakan fisioterapi pada kasus ini yaitu:

1. Palpasi daerah m.gastroknimius


Pastikan tidak ada spasme pada otot gastrok, karena hal ini dapat menyebabkan

biasnya pemeriksaan homan’s sign.

2. Cek homan’s sign

Pemeriksaan homan’s sign dilakukan dengan cara mendorso fleksikan tungkai

bawah secara maksimal. Homan’s sign dikatakan positif apabila terjadi nyeri pada

tungkai bawah dan negative apabila tidak ada nyeri. Jika homan’s sign positif maka

tidak boleh dilakukan latihan post natal exercise.

3. Latihan pernafasan perut atau abdominal breathing exercise

Sikap berbaring terlentang kedua tangan di samping badan, kedua kaki ditekuk

pada lutut dan santai. Bentuk latihan pernapasan perut (1) letakkan tangan kiri di atas

perut, (2) lakukan pernafasan diafragma, yaitu tarik nafas melalui hidung, tangan kiri

naik ke atas mengikuti dinding perut yang menjadi naik, (3) lalu hembuskan nafas

melalui mulut. Frekuensi latihan adalah 12-14 per menit. Lakukan gerakan pernafasan

ini sebanyak 8 kali dengan interval 2 menit.

Gambar 3. Latihan pernapasan

4. Latihan untuk bahu, siku dan jari-jari.

Untuk bahu, posisi tidur telentang, pasien diminta menggerakkan bahunya

secara aktif ke arah fleksi, ekstensi (mengangkat lengan ke depan dan ke belakang),

abduksi-adduksi (mengangkat lengan ke samping badan), sircumduksi secara

bergantian kanan dan kiri.

Untuk siku, posisi tidur terlentang, pasien diminta untuk menekuk dan

meluruskan sikunya secara bergantian kanan dan kiri.


Untuk jari-jari, posisi tidur terlentang, pasien diminta untuk menggerakkan

jari-jari tangannya, genggam – lemas, dan semua gerakan diatas diulang sampai 3 x 8

hitungan.

5. Latihan untuk kaki dan lutut

Posisi pasien berbaring terlentang kedua tungkai lurus, kemudian pasien

diminta menekuk dan meluruskan pergelangan kaki (dorsi fleksi dan plantar fleksi),

gerakan memutar ke dalam dan ke luar (inversi dan eversi) dan gerakan memutar

pergelangan kaki kedalam dan keluar (sirkumduksi), dilanjutkan dengan menekan

lutut ke bawah secara bergantian kanan dan kiri. Semua gerakan diatas dilakukan

sebanyak 3x8 hitungan.

Gambar 3. Latihan pada kaki

6. Latihan untuk otot-otot tungkai.

Posisi pasien berbaring terlentang, kedua tungkai lurus, lalu salah satu tungkai

ditekuk dan diluruskan kembali secara bergantian kanan dan kiri, diulang sampai 3x8

hitungan.

Gambar 4. Latihan otot tungkai


7. Latihan penguatan otot dasar panggul.

Pelaksanaannya: posisi pasien terbaring terlentang, kedua lengan disamping

badan, dan kedua tungkai ditekuk. Pasien diminta untuk menggerakan atau

mengkontraksikan otot-otot disekeliling lubang anus (gluteal) bersama-sama seperti

menahan BAK atau BAB, ditahan sampai hitungan kelima, lalu kendorkan, diulang

sampai 8 kali hitungan. Tujuan dari latihan ini yaitu untuk mengencangkan otot-otot

dasar panggul dan mencegah prolaps uteri.

Gambar 5. Latihan penguatan otot dasar panggul

Kemudian latihan mengangkat pinggul sampai badan dan kedua tungkai atas

membentuk sudut dengan lantai yang ditahan oleh kedua kaki dan bahu. Turunkan

pelan-pelan, diulang sampai 8 kali hitungan.

8. Latihan penguatan otot perut.

Pelaksanaannya: berbaring terlentang, gerakan mengangkat kepala dan

mengkontraksikan otot-otot perut. Angkat kepala, dagu didekatkan ke dada tahan

sejenak (3 hitungan), lalu dikendurkan dan diulangi sampai 8 hitungan.

9. Latihan duduk

Bila pasien tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan duduk. Dari

posisi tidur terlentang ke posisi duduk dilakukan dengan cara kedua tungkai

dirapatkan, salah satu lutut sedikit di tekuk, kemudian tubuh diputar miring

bersamaan dengan kedua tungkai kesisi tempat tidur. Kedua tungkai bawah
diturunkan dari Bed sambil mendorong tubuh ke posisi duduk dengan menggunakan

dorongan kedua tangan, kemudian terapis harus menanyakan kepada pasien apabila

pusing atau mual serta dapat dilihat pada wajah pasien apakah pucat atau tidak.

10. Latihan berdiri

Untuk latihan berdiri dimulai dari urutan latihan duduk sampai pasien sudah

duduk di tepi Bed dengan kaki menggantung, dilanjutkan pasien menggeser pantat

dan tubuhnya ke salah satu sisi tangannya untuk menapakkan salah satu kakinya di

lantai, hal ini dilakukan dengan kedua tungkai tetap merapat. Setelah menapak lalu

berdiri tegak dan tetap harus ditanyakan oleh terapis pada pasien adakah keluhan

pusing dan mual. Jika tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan berjalan di

sekitar Bed.

11. Latihan relaksasi

Tidur terlentang, kedua tungkai lurus dan sedikit terbuka, kedua lengan rileks

di samping badan. Dibawah lutut dan kepala diganjal bantal. Tutup mata, lemaskan

seluruh tubuh, tenang, dilakukan pernafasan teratur dan berirama.

Gambar 6. Latihan relaksasi

F. Rencana Evaluasi

Rencana tindakan evaluasi dilakukan sebelum, sesaat, dan setelah latihan. Setiap

waktu pasien dikontrol apakah merasa pusing atau berkunang-kunang tidak. Jika pasien

merasa pusing, maka latihan harus dihentikan saat itu juga, tetapi jika pasien tidak

merasakan apa-apa latihan bisa dilanjutkan dengan dosis makin lama makin ditambah.

Вам также может понравиться