Вы находитесь на странице: 1из 4

Distribusi Laba dan Efeknya Terhadap Nilai Perusahaan

Konsep dasar pertumbuhan berkelanjutan (sustainable gowth rate) harus diakui sangat
bermanfaat untuk membantu manajemen di dalam membuat kebijakan dividn atau distribusi
kepada pemilik. Semakin besar proposi laba yang dibagisbagai dividen, seemakin rendah tingkat
pertumbuhan yang bisa digapai oleh perusahaan. Demikian pula sebaliknya, semakin tinggi
tingkat pertumbuhan yang ditargetkan, semakin kecil proporsi laba yang dapat dibagi sebagai
dividen.
Terdapat sekurang-kurangnya 4 pendapat menyangkut relevansi kebijakan dividen terkait
efeknya terhadap harga pasar saham, yaitu :
1. Disebut traditional view, kebijakan dividen dipandang relevan dalam arti dapat
mempengaruhi harga pasar saham serta pemegang saham lebih menyukainya daripada
capital gains yang tidak pasti.
2. Menyatakan sebaliknya, bahwa para pemegang saham lebih menyukai capital gains
daripada dividen. Sebab capital gains dikenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah
dibandingkan dividen dan pajak atas penghasilan berupa dividen bersifat tak
terhindarkan, sedang pajak atas capital gains bersifat opsional.
3. Harga pasar saham relatif tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diterapkan oleh
perusahaan. Serta perubahan dividend-payout ration prusahaan tidak akan mempengaruhi
harga pasar sahamnya. Dalam hal ini kebijakan dividen bersifat pasif dan bukan
merupakan keputusan yang bersifat pasif.
4. Perubahan kebijakan devideen merupakan sinyal penting bagi para pemodal menyangkut
perubahan-perubahan dalam ekspetasi manajemen terhadap laba yang dapat dihasilkan
oleh perusahaan dimasa mendatang.
Preferenssi Terhadap Penghasilan Rutin (Current Income)
Saham-saham perusahaan yang termasuk high yielding mempunyai daya tarik tersendiri
bagi para pemodal yang mengandalkan dividen sebagi sumber penghasilan utamanya. Sudah
barang tentu, para pemodal yang menempatkan dividen secara teratur sebagai sumber
penghasilan rutin dapat menjual kembali sebagian dari portfolio investasi sahamnya sewaktu-
waktu untuk memperoleh penghasilan yang berupa capital gains yang digunakan sebagai sumber
penghasilan rutin (current income) sebagaimana halnya dividen yang didistribusikan oleh
perusahaan.
Penerimaan dividen secara teratur dapat membebaskan pemodal dari ketidaknyamanan
dan pengorbanan bberupa komisi broker, yang bisa jadi akan menyangkut jumlah yang
signifikan, terutama untuk frekuensi transaksi yang seringkali terjadi dan menyangkut jumlah
yang besar. Disamping pengorbanan berupa komisi broker, penghasilan dari transaksi penjulan
(kembali) saham dibursa efek juga dikenakan pajak penghasilan bersifat final sebesar 0,1% dari
jumlaah bruto nilai transaksi, bahkan bisa sseetinggi 5,1% untuk saham pendiri .
Inefisiensi pasar modal (market imperfections) dan bukan preferensi seorang pemodal
untuk memperoleh dividen secara teratur sebagai penghasilan rutin (current income) yang
sebenarnya membuat pemodal tertentu lebih memilih high-payout stocks daripada high-growth
low-payout stock. Ditambah lagi, Undang-undang Pajak Penghasilan memperlakukan dividen
secara berbeda di antara para pemodal.
Perbedaan Status dan Tarif Pajak AAtas Penghasilan Berupa Dividen dan Capital Gain
Pajak adalah salah satu penyebab terjadinya inefisiensi pasar modal (market
imperfections). Undang-undang Pajak Penghasilan (Undang-undang Nomor 36 tahun 2008) tidak
memperlakukan secara berbeda antara penghasila berupa dividen dengan penghasilan berupa
capital gains. Bisa jadi, hal ini disebabkan oleh karena keduanya merupakan penghasilan yang
berasal dari harta atau modal (investment income).
Dividen dan capital gain adalah dua tipe penghasilan yang dapat diharapkan dari
investasi berupa sekuritas saham atau penyertaan modal pada suatu prusahaan. Dividen adalah
distribusi laba yang dihasilkan oleh perusahaan, sedang capital gain adalah kenaikan harga
saham atau nilai investasi dalam perusahaan yang diperoleh pada saat penyertaan modal atau
sekuritas saham dijual. Dengan menjual kembali penyertaan modal atau investasi sahamnya pada
harga yang lebih tinggi dibandingkan nilai perolehannya, para pemodal sebagai wajib pajak
memperoleh penghasilan berupa capital gain.
Pajak atas penghasilan berupa dividen terutang pada saat atau dalam tahun diterimanya
dividen, sedang pajak atas penghasilan berupa capital gain (kenaikan harga pasar saham)
terutang pada saat atau dalam tahn terjadinya transaksi penjualan kembali sekuritas saham
terkait. Diambah lagi dengan fakta bahwa tarif pajak atas penghasilan berupa dividen berbeda
(biasanya lebih tinggi) dibandingkan tarif pajak atas penghasilan berupa capital gain.
Meskipun Undang-undang Pajak Penghasilan (Undang-undang Nomor 36 tahun 2008)
tidak secara eksplisit membedakan antara penghasilan berupa dividen dengan penghasilan berupa
capital gain, namun demikian situasi dan kondisi serupa, sedikit banyak juga dihadapkan oleh
para pemodal. Yang secara garis besar dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
i. Penghasilan dari Transaksi Saham yang diperdagangkan di Bursa Efek
Pasal 4, ayat 2 huruf (c) Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 36 tahun
2008), antara lain menyatakan bahwa "penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa efek, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal venture dapat dikenai pajak
bersifat final" (Untuk transaksi saham yang diperdagangkan di bursa efek, tarif pajak
penghasilan bersifat final tersebut adalah 0,1%% atau 5,1% dari nilai bruto transaksi
khusus untuk saham pendiri).
ii. Penghasilan Berupa Dividen
Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 36 tahun 2008) mengatur penghasilan
dividen sebagai salah satu tipe pnghasilan yang berasal dari investasi berupa sekuritas
saham atau penyertaan modal dalam suatu perusahaan sedemikian kompleks.
Sekurang-kurangnya terdapat 4 pasal mengatur tentang penghasilan berupa dividen
yakni :
a. Ketentuan pasal 4, ayat 1 huruf (g) tentang pengertian atau definisi dividen.
Ketentuan pasal 4, ayat 1 huruf (g) menyatakan bahwa dividen sebagai
penghasilan obyek pajak merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh oleh anggota koperasi. Termasuk pengertian dividen :
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
4. Pembagian laba dalam bentuk saham
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa setoran
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseorangan
yang bersangkutan
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan
8. Pembayaran sehubuungan dengan tanda-tanda laba
9. bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi
10. Bagian laba yang diterima sebagai pemegang polis asuransi
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
b. Ketentuan pasal 4, ayat 3 huruf (f) pengecualian dividen sebagai obyek pajak
Ketentuan pasal 4, ayat 3 huruf (f) menyatakan bahwa dividen yang dananya
berasal dari laba setelah dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh : (i)
Perseroan terbatas sebagai wajib pajak badan dalam negeri, (ii) Koperasi, (iii)
Badan usaha milik negara (BUMN) atau Badan usaha milik daerah (BUMD)
dari pernyetaan pada badan usaha lainnya yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
1. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan
2. Bagi perseroan teerbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen penyertaan
sekurang-kurangnya 25% dari modal yang disetor dikecualikan dari atau
tidak termasuk obyek pajak.

Вам также может понравиться