Вы находитесь на странице: 1из 18

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN

OBESITAS PADA ANAK USIA 3-8 TAHUN DI


TK DAN SD BUDI MULIA DUA
SETURAN YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :
Saraswati Lestari
1610104292

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN
OBESITAS PADA ANAK USIA 3-8 TAHUN DI
TK DAN SD BUDI MULIA DUA
SETURAN YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Sains Terapan
Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun Oleh :
Saraswati Lestari
1610104292

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017
HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN
KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK USIA 3-8 TAHUN
DI TK DAN SD BUDI MULIA DUA SETURAN
YOGYAKARTA
Saraswati Lestari
saraswati.lestari@gmail.com

Latar Belakang : Obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan bagi orang
dewasa dan usia balita dimana anak yang mengalami obesitas akan menjadi obesitas
pada saat dewasa. Lebih dari 2,1 miliar balita memiliki berat badan berlebih atau
obesitas yang menyebabkan munculnya berbagai penyakit seperti diabetes tipe 2,
penyakit jantung, sleep apnea dan masalah psikis yang menyebabkan menurunnya
rasa percaya diri anak yang berpengaruh pada prestasi. Pola makan merupakan
pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas karena mengkonsumsi makanan porsi
besar (melebihi dari kebutuhan) seperti makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi
karbohidrat sederhana dan rendah serat.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan
dengan kejadian obesitas pada anak usia 3-8 tahun di TK dan SD Budi Mulia Dua
Seturan Yogyakarta tahun 2017.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey
analitik mengunakan pendekatan waktu cross sectional. Metode pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik total sampling dengan jumlah sampel pada penelitian ini
terdiri dari 124 anak. Analisis statistik menggunakan chi-square.
Hasil : Anak dengan status gizi overweight terdapat 78 anak (62,9%) dan
obesitas sebanyak 18 anak (14,5%). Pola makan beresiko terdapat 72 anak (58,1%)
dan tidak beresiko 52 anak (41,9%).
Simpulan dan Saran : Ada hubungan yang signifikan antara pola makan
dengan kejadian obesitas pada anak di TK dan SD Budi Mulia Dua Yogyakarta
dengan nilai p value=0,002 < 0,05. Diharapkan sekolah sebagai salah satu pusat
pendidikan dasar mampu memberikan pendidikan gizi pada anak, melakukan
pemantauan gizi, penyediaan makan baik dari segi porsi maupun jenis sesuai umur
anak serta dapat bekerja sama baik dengan instansi pendidikan, puskesmas serta
orang tua untuk penanggulangan obesitas

PENDAHULUAN
Obesitas pada anak adalah salah menjadi gemuk pada usia remaja dan
satu kondisi medis pada anak yang memiliki faktor resiko penyakit
ditandai dengan berat badan diatas rata- kardiovaskuler seperti kenaikan
rata dan indeks massa tubuh (IMT) tekanan darah, peningkatan kolesterol
yang diatas normal, yaitu menurut darah dan diabetes. Lebih jauh,
umur lebih dari Z score +2 SD masalah komplikasi kesehatan dapat
(Ginanjar, 2012). meningkat, termasuk beberapa
Kegemukan atau obesitas permasalahan kesehatan dan penyakit
menjadi salah satu masalah kesehatan sesak nafas (Kumala, 2010).
bagi orang dewasa dan anak usia balita. Obesitas pada anak di dunia
Kegemukan pada masa balita akan meningkat dari 4,2% di tahun 1990
menetap sampai dewasa, resiko menjadi 6,7% di tahun 2010, dan
diperkirakan akan mencapai 9,1% di meningkatkan komitmen dari berbagai
tahun 2020. Obesitas pada balita pihak, setiap tanggal 25 Januari setiap
tertinggi di AS, sebesar 8,4% dari tahun diperingati sebagai Hari Gizi
anak-anak berusia antara dua sampai nasional (HGN) (Riskesdas, 2015).
lima tahun (World Health Statistik, Hasil studi pendahuluan yang
2014). prevalensi obesitas pada anak dilakukan di TK dan Play group Budi
balita di tahun 2007, 2010, dan 2013 Mulia Dua yang merupakan sekolah
berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan full day school dengan jumlah siswa
11,9%, pada anak usia prasekolah dan siswi TK dan SD kelas I-III
berusia 3-12 tahun yang diukur sebanyak 422 anak. Sekolah ini
berdasarkan indeks massa tubuh memliliki program khusus yaitu
menurut umur lebih dari Z score pemantauan kesehatan anak terutama
dengan menggunakan baku masalah gizi yaitu dengan pengukuran
antropometri (Riskesdas, 2015). tinggi badan dan berat badan setiap
Penyebab terjadinya obesitas enam bulan sekali yang dilakukan oleh
diantaranya adalah faktor genetik, petugas kesehatan dibagian unit
faktor kesehatan, faktor psikologis, kesehatan sekolah (UKS). Berdasarkan
faktor kurang gerak/olahraga, faktor data sekunder yang diperoleh dari UKS
lingkungan dan juga pola makan. Pola terjadinya kenaikan prevalensi obesitas
makan yang merupakan pencetus dari tahun 2012-2015. Pada tahun
terjadinya kegemukan dan obesitas 2012/2013 sebanyak 15 orang dari 122
adalah mengkonsumsi makanan porsi siswa. Pada tahun ajaran 2013/2014
besar (melebihi dari kebutuhan), sebanyak 115 orang dari 901 siswa dan
makanan tinggi energi, tinggi lemak, pada tahun ajaran 2014/2015 sebanyak
tinggi karbohidrat sederhana dan 137 orang dari 781 siswa yang terdiri
rendah serat. Sedangkan perilaku dari Play Group, TK, dan SD
makan yang salah adalah tindakan
memilih makanan berupa junk food, METODE PENELITIAN
makanan dalam kemasan dan minuman Penelitian ini menggunakan
ringan (soft drink) (Diana, 2013). desain penelitian survei analitik dengan
Pemahaman masyarakat tentang pendekatan waktu cross sectional.
dampak obesitas pada anak belum Populasi sebanyak 422 anak,
sepenuhnya diketahui, menurut mereka penggambilan sampel menggunakan
anak yang gemuk selalu dianggap kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan
sebagai anak yang sehat dan konsep sejumlah 124 anak. Analisa statistik
semakin gemuk semakin sehat menggunakan chi square. Antopometri
(Soetjiningsih, 2012). data tinggi dan berat badan didapatkan
Berdasarkan Rencana Aksi dari data sekunder dan ditentukan
Nasional Pembinaan Gizi Masyarakat status gizi dengan cara melakukan
sasaran jangka panjang yang ingin pengukuran berat badan dan tinggi
dicapai adalah masalah gizi tidak badan, kemudian indeks massa tubuh
menjadi masalah kesehatan, (IMT) dihitung berdasarkan indikator
berdasarkan ukuran-ukuran universal IMT/U
yang telah disepakati. Untuk itu, pada standar antopometri Kemenkes
sejalan dengan upaya pemerintah tahun 2007 dengan kategori gemuk >1
melalui gerakan nasional percepatan SD saimpai dengan 2 SD dan obesitas
perbaikan gizi sebagai wujud >2 SD. Penggambilan data sekunder
komitmen pemerintah untuk menggunakan kuesioner.
memerangi masalah gizi, sekaligus
untuk menggalang kepedulian dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat Jenis Kelamin
- Perempuan 72 58,1
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi - Laki-Laki 52 41,9
obesitas anak di TK Asal Domisili
dan SD Kelas III Budi - Sleman 76 61,3
Mulia Dua Yogyakarta - Kota Yogyakarta 28 22,6
Obesitas F % - Kulon Progo 4 3,2
- Bantul 16 12,9
Normal 28 22,6 Jumlah Saudara Kandung
Overweight 78 62,9 - Tidak Ada 76 61,3
Obesitas 18 14,5 - 1 Orang 30 24,2
Total 124 100 - 2 Orang 18 14,5
Sumber: Data Primer, 2017 Total 124 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan pada Tabel 4.1
diketahui jumlah anak di TK dan SD Berdasarkan Tabel 4.2
Kelas III Budi Mulia dua diketahui kelompok anak yang
Yogyakarta didominasi kelompok berusia 3-5 tahun sebanyak 54 anak
berat badan overweight sebanyak 78 (43,5%) dan kelompok anak yang
anak (62,9%), kelompok berat berusia 6-8 tahun sebanyak 70 anak
badan normal sebanyak 28 (22,6%) (56,5%). Menurut WHO, usia 3-5
anak dan kelompok berat badan tahun adalah usia yang tepat untuk
obesitas sebanyak 18 anak (14,5%). memasuki usia prasekolah. Dimana
Obesitas dapat diartikan kelebihan usia tersebut adalah usia emas atau
lemak yang tidak normal dan dapat golden age dan anak dalam periode
menimbulkan dampak negatif pertumbuhan dan perkembangan
terhadap kesehatan. Seseorang dapat sehingga membutuhkan
dikatakan obesitas jika mempunyai pendampingan dari orang tua secara
berat badan diatas (30%) dari berat lebih intensif dan pada usia tersebut
badan normal (Aora, 2008). anak bisa memperoleh pendidikan
Sedangkan seorang dikatakan melalui bangku sekolah, sehingga
overweight bila berat badannya 10% dapat meningkatkan kecerdasan
sampai dengan 20% berat badan anak. Sama halnya usia standar yang
normal, sedangkan seseorang ditetapkan pemerintah minimal 6
disebut obesitas apabila kelebihan tahun.
berat badan mencapai lebih 20% Tabel 4.2 menunjukkan
dari berat normal (Kusumah, 2007). mayoritas berjenis kelamin
perempuan sebanyak 72 anak
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi (58,1%) dan yang berjenis kelamin
karakteristik anak laki-laki sebanyak 52 anak (41,9%).
berdasarkan usia, jenis Berdasarkan data Parameter
kelamin, asal domisili dan Kependudukan Provinsi Daerah
jumlah saudara di TK dan Istimewa Yoygakarta pada tahun
SD Budi Mulia Dua 2010 menyatakan bahwa kelompok
Yogyakarta usia balita dan anak didominasi oleh
jenis kelamin perempuan yaitu usia
Karakteristik Anak F % 0-4 tahun sebanyak 124.558 balita
Usia dan usia 5-9 tahun sebanyak
- 3-5 tahun 54 43,5 121.410 anak. Mayoritas siswa
- 6-8 tahun 70 56,5
berasal dari Sleman sebanyak 76
anak (61,3%), Kota Yogyakarta
sebanyak 28 anak (22,6%), Bantul Pekerjaan Ibu
sebanyak 16 anak (12,9%), dan - Bekerja 95 76,6
- Tidak Bekerja 29 23,4
sebanyak 4 anak (3,2%) dari Riwayat Keluarga yang Gemuk
Kulonprogo (Tabel 4.2). Asal - Ayah 60 48,4
domisili siswa didominasi berasal - Ibu 31 25,0
dari Sleman dikarenakan letak - Ayah dan Ibu 13 10,5
sekolah berada di kabupaten - Kakek/ Nenek 10 8,1
- Saudara Kandung 10 8,1
Sleman. Kementrian Pendidikan dan Pendapatan Orang Tua
Kebudayaan (Kemendikbud) - ≤ Rp. 5 juta 0 0
mengeluarkan Permendikbud nomor - Rp. 5 juta 48 38,7
17 tahun 2017 tentang penerimaan - Rp. 5 juta - 10 juta 76 61,3
siswa didik baru pada taman kanak- - ≥ Rp 15 juta 0 0
Total 124 100
kanak, SD, SMP, SMA/SMK diatur
mengenai sistem zonasi yang harus Sumber : Data Primer, 2017
diterapkan sekolah menerima calon
peserta didik yang berdomisili pada Tabel 4.3 menunjukkan
radius zona terdekat dari sekolah mayoritas pendidikan orang tua
sebesar 90% dari total jumlah terbanyak dari kelompok Perguruan
peserta didik yang diterima. Tinggi dengan pendidikan ayah
Tabel 4.2 menunjukkan sebanyak 98 responden (79%) dan
jumlah saudara kandung didominasi pendidikan ibu 92 responden
oleh kelompok yang tidak memiliki (74,2%). Tidak ada orang tua siswa/i
saudara (anak tunggal) sebanyak 76 yang berpendidikan rendah, hal ini
anak (61,3. Kelompok yang tidak dikarenakan Provinsi Daerah
memiliki saudara (anak tunggal) Istimewa Yogyakarta sebagai pusat
mendominasi dikarenakan usia Tabel 4.3 diketahui pendapatan
pernikahan orang tua siswa berkisar orang tua siswa didominasi oleh
6-7 tahun. kelompok Rp 5.000.000 – Rp
10.000.000 yaitu sebanyak 76
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden (61,3%). Pendapatan
karakteristik orang tua tergolong tinggi dikarenakan kedua
responden berdasarkan orang tua bekerja sehingga
pendidikan, pekerjaan, pendapatan berasal dari penghasilan
riwayat keluarga dan kedua orang tua. Pendapatan
pendapatan orang tua di berkaitan dengan status sosial
SD Budi Mulia Dua ekonomi, anak yang berasal dari
Yogyakarta latar belakang keluarga
Karakteristik Orang Tua F % berpendapatan tinggi memiliki daya
Pendidikan Ayah beli yang tinggi sehingga orang tua
- SD 0 0 cenderung akan memenuhi apa yang
- SMP 0 0
diinginkan anaknya.kota pendidikan
- SMA 26 21
- Perguruan Tinggi 98 79 di Indonesia dengan jumlah
Pendidikan Ibu Perguruan Tinggi sebanyak 137
- SD 0 0 Perguruan Tinggi yang berstatus
- SMP 0 0 masih aktif.
- SMA 32 25,8
Pekerjaan orang tua siswa
- Perguruan Tinggi 92 74,2
Pekerjaan Ayah didominasi kelompok bekerja
- Bekerja 124 100 dengan jumlah ayah yang bekerja
- Tidak Bekerja 0 0 sebanyak 124 responden (100%)
dan ibu yang bekerja sebanyak 95
responden (76,6%) (Tabel 4.3). Dalam international obesity journal
Ayah adalah kepala keluarga yang 2010 menjelaskan bahwa bila salah
mempunyai tanggung jawab untuk satu orangtua obesitas, kira-kira 40-
memberikan nafkah kepada anggota 50% anaknya akan menjadi obesitas,
keluarga. Seorang ibu yang bekerja sedangkan bila kedua orangtua
di luar rumah akan menghabiskan obesitas, 80% anaknya akan menjadi
sebagian waktunya di luar, hal ini obesitas.
akan menyebabkan timbulnya
perasaan bersalah kepada anaknya Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pola
khususnya dalam hal penyiapan makan anak di TK dan
makan. Sehingga, ibu bekerja akan SD kelas III Budi Mulia
lebih sering membelikan makanan Dua Yogyakarta
untuk anaknya di luar rumah untuk Pola makan F %
mengurangi rasa bersalah tersebut. Pola makan beresiko 72 58,1
Riwayat keluarga yang gemuk Pola makan tidak beresiko 52 41,9
Total 124 100
didominasi oleh ayah yaitu 60
Sumber : Data Primer 2017
(48,4%) responden (Tabel 4.3).
Dalam keluarga baik ayah atau ibu
Pada penelitian ini diketahui
jika dari mereka ada yang
pola makan didominasi oleh
mengalami obesitas, kemungkinan
kelompok pola makan beresiko
besar anaknya akan mengalami
sebanyak 72 anak (58,1%) dan
obesitas juga. Sel penyebab
kelompok pola makan tidak
kegemukan sudah ada pada diri
beresiko sebanyak 52 anak (41,9%)
manusia sejak awal kelahiran bayi.
(Tabel 4.4). Pola makan yang
Sejumlah sel penyebab kegemukan
beresiko diantaranya tidak sarapan
akan bertambah seiring
pagi sehingga pada saat makan siang
bertambahnya usia yang terus
anak cenderung makan dengan porsi
mengadakan reaksi sampai pada
lebih banyak, kebiasaan makan fast
usia lanjut (Sitorus, 2008). Selain
food, kebiasaan makan
itu, ada beberapa sindrom genetik
snack/camilan, kurangnya konsumsi
seperti Prader - Willi , Turne, dan
buah dan sayur, kebiasaan minum
obesitas umumnya berasal dari
softdrink.
keluarga dengan orang tua obesitas.

B. Analisis Bivariat
Tabel 4.5 Tabulasi silang karateristik kejadian obesitas dengan karateristik anak
berdasarkan umur, jenis kelamin, asal domisili dan jumlah saudara di
TK dan SD kelas III Budi Mulia Dua Yogyakarta
Obesitas

P
Karakteristik Responden
Normal Overweight Obesitas Total % value

F % F % F %
Usia
- 3-5 tahun 14 11,3 32 25,8 8 6,5 54 43,5
- 6-8 tahun 14 11,3 46 37,1 10 8,1 70 56,5 0,711

Jenis kelamin
- Perempuan 17 13,7 45 36,3 10 8,1 72 41,9 0,936
- Laki-Laki 11 8,9 33 26,6 8 6,5 52 58,1
Asal Domisili
- Sleman 16 12,9 48 38,7 12 9,7 76 61,3
- KotaYogyakarta 9 7,3 17 13,7 2 1,6 28 22,6 0,799
- Kulon Progo 0 0 3 2,4 1 0,8 4 3,2
- Bantul 3 2,4 10 8,1 3 2,4 16 12,9
Jumlah saudara
- Tidak Punya 17 13,7 46 37,1 13 10,5 76 61,3
- 1 orang 8 6,5 20 16,1 2 1,6 30 24,2 0,892
- 2 orang 3 2,4 12 9,7 3 2,4 18 14,5
Total 28 22,6 78 62,9 18 14,5 124 100
Sumber: Data Primer, 2017

Tabel 4.5 diatas menyatakan tahun di Amerika sekitar 15%. Data


umur dibagi menjadi 2 kelompok yang statistik 6 tahun terakhir di Arkansas,
menunjukkan kategori usia 6-8 tahun Amerika yaitu persentase obesitas
paling dominan sebanyak 70 anak pada anak-anak di Arkansas sebesar
(56,5%) yang terdiri dari status gizi 21,0%, dan kegemukan sebesar 17,0%
overweight sebanyak 46 anak (37,1%), (Phillips, 2013). Penelitian oleh
diikuti status gizi normal sebanyak 14 (Zamzani, 2016) yang terdapat di
anak (11,3%) dan yang paling sedikit dalam jurnal gizi dan dietik Indonesia
yaitu kategori obesitas sebanyak 10 menyatakan bahwa tidak ada
anak (8,1%). Dari uji bivariat pada hubungan antara umur dengan
tabel diatas menunjukkan bahwa tidak kejadian obesitas pada anak Sekolah
ada hubungan antara umur dengan Dasar Negeri Ngebel, Tamantirto
kejadian obesitas pada anak di TK dan Kasihan Bantul.
SD Budi Mulia Dua Seturan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
Yogyakarta dengan p value = 0,711. overweight dan obesitas didapatkan
Anak usia 4-5 tahun perempuan lebih banyak sejumlah 72
mengalami obesitas dikarenakan anak (71,9%) dari jumlah tersebut
makanan yang diberikan sebelumnya yang paling dominan yaitu 45 anak
tidak memperhatikan takaran sesuai memiliki berat badan overweight. Uji
dengan kebutuhan anak. Selain itu, bivariat antara jenis kelamin dengan
kebiasaan makan dalam keluarga kejadian obesitas mendapatkan p value
dengan porsi yang sama antara anak = 0,936 sehingga tidak ada hubungan
dan orang tua dapat mempengaruhi antara jenis kelamin dengan kejadian
obesitas pada anak. obesitas pada anak di TK dan SD Budi
Menurut data NHANES, Mulia Dua Seturan Yogyakarta.
tingkat obesitas meningkat secara Terdapat beberapa faktor yang
signifikan di kalangan remaja A.S. menyebabkan lebih banyak perempuan
berusia 2-19 selama tiga dekade yang mengalami obesitas antara lain
terakhir. Dimulai pada akhir 1980-an, metabolisme perempuan lebih lambat
jumlah obesitas meningkat untuk anak daripada laki-laki. Basal metabolik
usia 6 sampai 11 tahun dan untuk anak rate laki-laki 10% lebih tinggi
usia 2 sampai 5 tahun. Secara dibanding perempuan karena
keseluruhan, terdapat 12,7 juta remaja perempuan cenderung lebih banyak
umur 2-19 dengan obesitas. mengubah makanan menjadi lemak
Selanjutnya, obesitas ekstrim sedangkan laki-laki lebih banyak
meningkat pada usia 12 sampai 19 mengubah makanan menjadi otot dan
tahun dari 2,6 persen pada tahun 1988- cadangan energi siap pakai. Selain itu
1994 menjadi 9,1 persen pada 2013- faktor hormon pada perempuan
2014 (Ogden et al., 2016). Persentase berbeda dengan laki-laki, aktivitas
kegemukan pada anak umur 6–11 fisik perempuan yang lebih ringan dari
laki-laki. Aktivitas fisik yang kurang obesitas pada anak di SD Budi Mulia
tentunya akan memicu penimbunan Dua Seturan Yogyakarta dengan p
lemak di dalam tubuh. value = 0,799.
Dari Hasil penelitian Rizqa TK dan SD Budi Mulia Dua
pada tahun 2015 menyebutkan bahwa Seturan Yogyakarta terletak di Sleman
tidak didapatkan hubungan antara sehingga mayoritas anak yang
jenis kelamin dengan kejadian obesitas bersekolah terbanyak dari Sleman.
pada anak (p value = 0,523). Anak Sleman merupakan pusat kota yang
laki-laki maupun anak perempuan letaknya strategis dapat dijangkau,
memiliki resiko yang sama untuk sehingga pendirian restoran cepat saji
mengalami kejadian obesitas sehingga sudah banyak, rumah makan mudah
jenis kelamin anak tidak ditemukan, dan pusat perbelanjaan
mempengaruhi kejadian obesitas pada sudah tersedia. Oleh karena itu, akses
anak usia sekolah dasar. Namun, pada memperoleh makanan sangat mudah
sebuah penelitian didapatkan bahwa bahkan ada yang 24 jam yang dapat
peningkatan tren obesitas pada anak mempengaruhi waktu untuk
laki-laki yang bertolak belakang mengonsumsi makanan pada malam
dengan stabilisasi pada anak hari. Jarak yang jauh antara rumah dan
perempuan, seperti juga yang diteliti sekolah akan menurunkan aktivitas
pada populasi dewasa. Sementar itu fisik karena anak terbiasa
pada penelitian lain didapatkan menggunakan kendaraan dari berjalan
prevalensi obesitas yang lebih tinggi kaki.
pada anak perempuan dibandingkan Tabel 4.5 mayoritas adalah
anak laki-laki yang berkaitan dengan anak yang tidak memiliki saudara
perbedaan sifat hormonal. kandung (anak tunggal) sebesar 76
Berdasarkan Tabel 4.5 anak (61,3%) yang terdiri dari kategori
diketahui sebagian besar berasal dari status gizi overweight sebanyak 46
Sleman yaitu sebanyak 76 anak anak (37,1%), status gizi normal
(61,3%) yang terdiri dari 48 anak sebanyak 17 anak (13,7%) dan
(38,7%) dalam kategori status gizi kategori status gizi obesitas sebanyak
overweight, terdapat 16 anak (12,9%) 13 anak (10,5%). Hasil dari uji
dengan status gizi normal dan status bivariate antara jumlah saudara
gizi obesitas 12 anak (9,7%). kandung dengan kejadian obesitas
Berdasarkan uji bivariate pada tabel menunjukkan tidak adanya hubungan
diatas menunjukkan bahwa tidak ada di TK dan SD Budi Mulia Dua
hubungan antara asal dengan kejadian

Tabel 4.6 Tabulasi silang kejadian obesitas dengan karateristik orang tua responden
berupa pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga yang gemuk dan
pendapatan orang tua pada anak di TK dan SD Kelas III Budi Mulia
Dua Yogyakarta
Obesitas

Karakteristik Normal Overwei Obesitas


ght Total % P value
Orang Tua
F % F % F %
Pendidikan Ayah
- SD 0 0 0 0 0 0 0 0
- SMP 0 0 0 0 0 0 0 0 0,691
- SMA 7 5,6 13 10,5 6 4,8 26 21,0
- Perguruan Tinggi 21 16,9 65 52,4 12 9,7 98 79,0
Pendidikan Ibu
- SD 0 0 0 0 0 0 0 0
- SMP 0 0 0 0 0 0 0 0 0,227
- SMA 7 5,6 17 13,7 8 6,5 32 25,8
- Perguruan Tinggi 21 16,9 61 49,2 10 8,1 92 74,2
Pekerjaan Ayah
- Bekerja 28 22,6 78 62,9 18 14,5 124 100 0,894
- Tidak Bekerja 0 0 0 0 0 0 0 0
Pekerjaan Ibu
- Bekerja 21 16,9 62 50 12 9,7 95 76,6 0,641
- Tidak Bekerja 7 5,6 16 12,9 6 4,8 29 23,4
Riwayat Keluraga Gemuk
- Ayah 17 13,7 36 29,0 7 5,6 60 48,4
- Ibu 4 3,2 24 19,4 3 2,4 31 25,0
0,126
- Ayah/ibu 3 2,4 6 4,8 4 3,2 13 10,5
- Kakek/ nenek 4 3,2 4 3,2 2 1,6 10 8,1
- Saudara Kandung 0 0 8 6,5 2 1,6 10 8,1
Pendapatan
- ≤ Rp. 5 juta 0 0 0 0 0 0 0 0
- Rp.5 juta 14 11,3 27 21,8 7 5,6 48 38,7
0,358
- Rp.5 juta – 10 juta 14 11,3 51 41,1 11 8,9 76 61,3
- ≥ Rp. 15 juta 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 28 22,6 78 62,9 18 14,5 124 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 4.6 anak yang overweight adalah anak
menunjukkan pendidikan orang tua yang sehat. Penelitian Zamzani
didominasi oleh Perguruan Tinggi (2016) menyatakan bahwa tidak ada
yaitu pada ayah sebanyak 98 hubungan antara pendidikan ayah
responden (79,0%) dan ibu 92 dengan kejadian obesitas pada anak
responden (74,2%). Uji bivariat pada Sekolah Dasar Negeri Ngebel,
tabel 4.6 menunjukkan tidak ada Tamantirto Kasihan Bantul.
hubungan antara pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua
dengan kejadian obesitas pada anak di didominasi oleh orang tua yang
TK dan SD Bumi Mulia Dua Seturan bekerja baik ayah sejumlah 124
Yogyakarta pendidikan ayah dengan responden (100%) yang terdiri dari 28
p value = 0,691 dan pendidikan ibu anak (22,6%) dan ibu 95 responden
dengan p value = 0,227 (76,6%) (Tabel 4.6). Berdasarkan uji
Pahlevi (2012) yang bivariat pada tabel diatas
menyatakan bahwa ada hubungan menunjukkan bahwa tidak ada
antara pendidikan ibu dengan status hubungan antara pekerjaan ayah
gizi pada anak kelas 4, 5 dan 6 di SD maupun ibu dengan kejadian obesitas
Negeri Ngesrep 02 Kecamatan pada anak di SD Budi Mulia Dua
Banyumanik Kota Semarang tahun Seturan Yogyakarta dengan pekerjaan
2011, dengan kekuatan hubungan ayah p value = 0,894 dan pekerjaan
sedang. Serta penelitian yang ibu p value=0,641
dilakukan oleh Baugchum (2010) Status ibu bekerja dapat
tentang Maternal Perception of mempengaruhi perilaku makan anak.
Overweight Preschool Child. Terdapat perbedaan dalam
Penelitian tersebut menunjukkan pembentukan kebiasaan makan anak
faktor pendidikan orang tua yang apabila seorang ibu dalam keluarga
tinggi mempengaruhi kejadian juga berperan sebagai pencari nafkah.
overweight, karena berhubungan Ibu yang bekerja hak pengasuhan
dengan kesalahan persepsi ketika anak diberikan kepada pengasuh atau
nenek. Pengasuh atau nenek 40-50% anaknya akan menjadi
cenderung memberikan makanan obesitas, sedangkan bila kedua
sesuai dengan yang diinginkan anak. orangtua obesitas, 80% anaknya akan
Riwayat keluarga gemuk menjadi obesitas.
didominasi oleh ayah sebanyak 60
responden yang terdiri dari kelompok Hasil penelitian ini berbeda
status gizi overweight sebanyak 36 dengan hasil penelitian Anggraini
anka (29,9%), kelompok status gizi (2008) kecenderungan obesitas terjadi
normal sebanyak 17 anak (13,7%), pada anak yang memiliki ayah yang
dan kelompok obesitas sebanyak 7 obesitas. Terdapat 21 dari 29 (72,3%)
anak (5,6%) (tabel 4.6). Hasil uji ayah yang obesitas memiliki anak
bivariat menunjukkan bahwa tidak obesitas. Hasil uji statistik
ada hubungan antara riwayat keluarga menunjukkan terdapat hubungan yang
gemuk dengan kejadian obesitas di signifikan antara IMT ayah dengan
TK dan SD Budi Mulia Dua Seturan status gizi obesitas anak dengan nilai
Yogyakarta dengan p value = 0,126. p value = 0,000.
Faktor genetik keluarga dan Tabel 4.6 menunjukkan
jumlah anak mempengaruhi dalam pendapatan keluarga didominasi dari
kejadian obesitas, dimana jika dalam kategori Rp. 5 juta – 10 juta yaitu 76
satu keluarga orang tua baik ayah atau responden (61,3%) yang terdiri dari
ada yang mengalami obesitas, status gizi overweight ada 51 anak
kemungkinan besar anaknya akan (41,1%), normal sebanyak 14 anak
mengalami obesitas juga. Gemuk atau (11,3%) dan obesitas terdapat 11 anak
kurus badan seseorang sesungguhnya (8,9%). Uji bivariat pada tabel diatas
bergantung pada faktor DNA. Sel menunjukkan bahwa tidak ada
penyebab kegemukan sudah ada pada hubungan antara pendapatan keluarga
diri manusia sejak awal kelahiran dengan kejadian obesitas pada anak di
bayi. Sejumlah sel penyebab SD Budi Mulia Dua Seturan
kegemukan akan bertambah seiring Yogyakarta dengan p value=0,358.
bertambahnya usia yang terus Pendapatan berkaitan dengan
mengadakan reaksi sampai pada usia status sosial ekonomi. Keluarga
lanjut (Sitorus, 2008). Selain itu, ada dengan pendapatan tinggi cenderung
beberapa sindrom genetik seperti memiliki gaya hidup dan daya beli
Prader - Willi , Turne, dan Lawrence yang tinggi, yang mempengaruhi
- Moon- Biedl sindrom yang diketahui kebiasaan konsumsi makanan yang
dapat menyebabkan obesitas. Faktor tinggi kalori seperti fast food, junk
genetik merupakan salah satu faktor food, snack dan soft drink. Penelitian
yang juga berperan dalam timbulnya yang dilakukan oleh Ratu (2012),
obesitas. Telah lama diamati bahwa yang menyatakan bahwa obesitas
anak-anak obesitas umumnya berasal pada anak ditemukan lebih banyak
dari keluarga dengan orangtua pada orang tua yang status ekonomi
obesitas. Dalam international obesity tinggi yaitu sebanyak 80 orang (80%)
jurnale, 2010 menjelaskan bahwa bila , sedangkan yang rendah yaitu 20
salah satu orangtua obesitas, kira-kira orang (20%).
Tabel 4.7 Tabulasi silang pola makan dengan kejadian obesitas pada anak di TK
dan SD kkelas III Budi Mulia Dua Yogyakarta
P
Obesitas
Total % Value
Pola Makan
Normal Overweight Obesitas
F % F % F %
Pola makan beresiko
12 9,7 43 34,7 17 13,7% 72 58,1
Pola makan tidak 0,002
16 12,9 35 28,2 1 0,8% 52 41,9
beresiko
Total 28 22,6 78 62,9 18 14,5% 124 100
Sumber: Data Primer 2017
Hasil dari penelitian ini atau pola makan dapat
menunjukkan mayoritas anak menggambarkan frekuensi makan
overweight 78 anak (62,9%) anak dalam sehari dan hal ini
memiliki pola makan beresiko bergantung pada kebiasaan makan
sebanyak 43 anak (34,7%), Hasil keluarganya di rumah maupun di
analisis bivariat pada penelitian ini sekolah. Pola makan anak sangat
menunjukkan bahwa terdapat berkaitan erat dengan obesitas,
hubungan yang bermakna antara karena makin sering anak
pola makan dengan kejadian mengkonsumsi makanan dalam
obesitas pada anak di TK dan SD sehari maka kecenderungan
Budi Mulia Dua Seturan Yogyakarta mengalami obesitas sangat tinggi.
dengan p value = 0,002. menurut Hartoyo (2007) obesitas
Anak yang megalami terjadi karena ketidakseimbangan
overweight akan memiliki resiko antara energi yang masuk dengan
lebih tinggi untuk mengalami energi yang dikeluarkan, sehingga
obesitas apabila tidak ditangani terjadilah kelebihan energi yang
dengan baik. Obesitas adalah selanjutnya disimpan dalam bentuk
kelebihan lemak yang tidak normal jaringan lemak. Sebagian besar
dimana seseorang dapat dikatakan obesitas terjadi akibat makan yang
obesitas jika mempunyai berat berlebihan, pola makan yang tidak
badan diatas 30% dari berat badan teratur, sering ngemil atau makan
normal. Obesitas pada anak dapat camilan, sementara aktifitasnya
menyebabkan dampak negatif bagi kurang.
kesehatan seperti diabetes tipe 2, Beberapa faktor pola makan
penyakit kardiovaskuler dan sleep beresiko yang dapat menyebabkan
apnea. Selain dampak negatif bagi obesitas diantaranya kebiasaan
kesehatan, obesitas pada anak juga makan camilan. Peningkatan
dapat menyebabkan dampak pada kegiatan ngemil terutama ketika
psikologi dimana anak yang bermain games, gadget dan
mengalami obesitas cenderung menonton televisi dapat
memiliki rasa percaya diri yang menyebabkan obesitas dikarenakan
rendah dan rentan menjadi sasaran anak tidak melakukan aktivitas fisik
bullying. Dampak dari rendahnya yang berat. Lebih lanjut dikatakan
rasa percaya diri anak dapat bahwa kebiasaan ngemil dinyatakan
mempengaruhi prestasi dalam buruk apabila anak mengonsumsi
bidang akademik. makanan dengan tambahan gula,
Menurut Worthington and garam, dan lemak namun rendah
William (2010) kebiasaan makan protein, vitamin, dan mineral seperti
gorengan, snack ringan, coklat, meningkatkan resiko terjadinya
permen, mie instan dan roti basah obesitas. Buah dan sayuran
dapat meningkatkan asupan energi merupakan makanan rendah kalori,
dan penimbunan lemak. Untuk kaya serat, vitamin dan mineral
minuman yang disukai anak-anak yang baik untuk menjaga kesehatan.
adalah minuman yang warnanya Drapeau et al (2009) menyatakan
mencolok, rasanya manis, bahwa konsumsi sayuran dan buah-
menyegarkan dan memberikan buahan yang tinggi dapat
hadiah. Contoh minuman yang biasa menurunkan berat badan atau
dikonsumsi anak adalah minuman mencegah terjadinya kenaikan berat
soda dan minuman kemasan. badan.
Kurangnya konsumsi sayur
dan buah pada anak dapat

Tabel 4.8 Tabulasi silang pola makan dengan karateristik anak berupa umur jenis
kelamin, asal, dan jumlah saudara di TK dan SD Kelas III Budi Mulia 2
Yogyakarta
Pola Makan
Karakteristik P value
Beresiko Tidak Beresiko Total
Responden
F % F % F %
Usia
- 3-5 tahun 29 23,4 25 20,2 54 43,5 0,077
- 6-8 tahun 43 34,7 27 21,8 70 56,5
Jenis kelamin
- Perempuan 40 32,3 32 25,8 72 58,1 0,505
- Laki-Laki 32 25,8 20 16,1 52 41,9
Asal Domisili
- Sleman 44 35,5 32 25,8 76 61,3
- Kota Yogyakarta 15 12,1 13 10,5 28 22,6 0,696
- Kulon Progo 3 2,4 1 0,8 4 3,2
- Bantul 10 8,1 6 4,8 16 12,9
Jumlah saudara
- Tidak punya 47 37,9 29 23,4 76 61,3
- 1 orang 15 12,1 15 12,1 30 24,2 0,524
- 2 orang 10 8,1 8 6,5 18 14,5
Total 72 58,1 52 41,9 124 100
Sumber : Data Primer, 2017

Pada penelitian ini pola terdiri dari kelompok beresiko


makan pada anak paling banyak sebanyak 44 anak (3,55%). Jumlah
berada di kelompok beresiko yaitu saudara didominasi oleh anak
72 ana (58,1%) dimana didominasi tunggal atau yang tidak memiliki
oleh anak pada usia 6-8 tahun yaitu saudara kandung sebanyak 76 anak
43 anak (34,7%). Anak perempuan (61,3%) yang terdiri dari kelompok
sebanyak 40 anak (32,3%) lebih beresiko sebanyak 47 anak (37,9%)
banyak memiliki pola makan (tabel 4.8).
beresiko dibandingkan anak laki- Hasil dari uji hipotesis pada
laki sebanyak 32 anak (25,8%). tabel 4.8 menunjukkan tidak ada
Asal domisili anak didominasi dari hubungan antara pola makan
Sleman yaitu 76 anak (61,3%) yang dengan karakteristik responden
(usia p value = 0,077, jenis kelamin Penelitian yang dilakukan oleh
p value = 0,505, asal domisili p Maria (2012) mengatakan bahwa tidak
value=0,841, jumlah saudara p ada hubungan antara pola makan
value=0,524) di TK dan SD Budi dengan jenis kelamin pada anak,
Mulia Dua Seturan Yogyakarta. sementara OR = 1,370 menunjukkan
Anak prasekolah (3-5 tahun) bahwa siswa laki-laki memiliki
merupakan kelompok yang kecenderungan 1,370 kali untuk
menunjukkan pertumbuhan yang berstatusgizi lebih dibandingkan
pesat sehingga memerlukan zat gizi dengan siswa perempuan.
yang tinggi setiap kilogram berat Asal domisili mempengaruhi
badannya, namun jika gizinya pola makan pada anak hal ini terkait
berlebihan dapat menyebabkan dengan jarak rumah ke tempat sekolah
resiko terjadinya obesitas (Sutomo, anak, orang tua sering terburu-buru,
2010). Pola makan yang tidak baik misalnya untuk mengantarkan anaknya
dan tidak seimbang bagi anak pra ke sekolah dan harus bekerja sehingga
sekolah dapat menyebabkan status orang tua memilih untuk menyiapkan
gizinya terganggu,status gizi yang makanan yang siap saji. Dalam jurnal
terganggu pada anak prasekolah penelitian yang dilakukan oleh
atau usia emas ini sangat Hawkins et al (2008) 23% anak
mempengarui perkembanganya. dikategorikan overweight pada usia 3
Pola makan yang buruk tahun dengan ibu pekerja selama 20
menyebabkan status gizi menjadi jam setiap minggunya.
buruk, status gizi yang buruk Selain itu, Sleman merupakan
menyebabkan banyak gangguan pusat kota yang letaknya strategis
perkembangan bagi anak usia dapat dijangkau, sehingga pendirian
prasekolah yang menyebabkan restoran cepat saji sudah banyak,
keterlambatan pertumbuhan dan rumah makan mudah ditemukan, dan
gangguan perkembangan anak usia pusat perbelanjaan sudah tersedia.
prasekolah (Sediaoetama,2008). Oleh karena itu, akses memperoleh
Jenis kelamin merupakan makanan sangat mudah bahkan ada
faktor internal kebutuhan gizi yang 24 jam yang dapat
seseorang. Kebutuhan gizi laki-laki mempengaruhi waktu untuk
dan perempuan sangat berbeda, hal mengonsumsi makanan pada malam
ini disebabkan karena pertumbuhan hari.
dan perkembangan laki-laki dan Jumlah anak yang banyak pada
perempuan juga berbeda. Dimana keluarga yang keadaan ekonominya
laki-laki asupan makanan lebih cukup akan mengakibatkan
banyak dari perempuan (Depkes, berkurangnya perhatian dan kasih
2008). Salah satu faktor yang sayang orang tua yang diterima
mempengaruhi pola makan anak anaknya, terutama kalau jarak anak
yaitu orang tua. Dimana orang tua yang terlalu dekat. Pada keluarga
yang memiliki anak laki-laki tidak dengan jumlah anak yang banyak akan
terlalu memperhatikan berat badan mengakibatkan selain kurangnya kasih
anaknya daripada orang tua yang sayang dan perhatian pada anak juga
memiliki anak perempuan (West et kebutuhan primer seperti makan,
al, 2008). Hal ini dikarenakan body sandang dan pangan yang terpenuhi
image anak perempuan mendapat (Soetjiningsih, 2008).
perhatian lebih daripada anak laki-
laki.
Tabel 4.9 Tabulasi silang pola makan dengan karateristik orang tua responden
berupa pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga dan pendapatan orang tua
pada anak di TK dan SD Kelas III Budi Mulia 2 Yogyakarta
Pola makan
Tidak
Karakteristik Orang Tua Beresiko Total P value
beresiko
F % F % F %
Pendidikan Ayah
- SD 0 0 0 0 0 0
- SMP 0 0 0 0 0 0 0,395
- SMA/SMK 17 13,7 9 7,3 26 21,0
- Perguruan Tinggi 55 44,4 43 34,7 98 79,0
Pendidikan Ibu
- SD 0 0 0 0 0 0
- SMP 0 0 0 0 0 0
0,555
- SMA 20 16,1 12 9,7 32 25,8
- Perguruan Tinggi 52 41,9 49 32,2 92 74,2
Pekerjaan Ayah
- Bekerja 72 58,1 52 41,9 124 100 0,241
- Tidak bekerja 0 0 0 0 0 0
Pekerjaan Ibu
- Bekerja 56 45,2 39 31,5 95 76,6 0,718
- Tidak bekerja 16 12,9 13 10,5 29 23,4
Riwayat Keluarga gemuk
- Ayah 30 24,2 30 24,2 60 48,4
- Ibu 20 16,1 11 8,9 31 25,0
0,191
- Ayah/ ibu 9 7,3 4 3,2 13 10,5
- Kakek/ nenek 7 5,6 3 2,4 10 8,1
- Saudara Kandung 6 4,8 4 3,2 10 8,1
Penghasilan
- ≤ 5 juta 0 0 0 0 0 0
- 5 juta 31 25,0 17 13,7 48 38,7
0,242
- 5 juta - 10 juta 41 33,1 35 28,2 76 61,3
- ≥ 15 juta 0 0 0 0 0 0
Total 72 58,1 52 41,9 124 100
Sumber: Data Primer, 2017

Pada penelitian ini pola makan berpenghasilan Rp 5-10 juta sebanyak


anak beresiko paling banyak yaitu 72 41 anak (33,1 %).
anak (58,1 %) dengan mayoritas Uji bivariat pada tabel 4.9
pendidikan di Perguruan Tinggi baik menunjukkan bahwa tidak ada
ayah sebanyak 55 anak (44,4 %) dan hubungan antara pola makan dengan
ibu sebanyak 52 (41,9 %). Pekerjaan karakteristik orang tua (pendidikan
orang ayah didominasi pada kelompok ayah p value=0,395, pendidikan ibu p
ayah yang bekerja sebanyak 72 anak value=0,555, pekerjaan ayah p value=
(100%) dan ibu bekerja sebanyak 56 0,241 , pekerjaan ibu p value=0,718,
anak (45,2 %). Riwayat keluarga riwayat keluarga gemuk p value=
gemuk didominasi oleh ayah sebanyak 0,191 , penghasilan orang tua p value
30 anak (24,2 %). Penghasilan = 0,242) di TK dan SD Budi Mulia
didominasi oleh orang tua yang Dua Seturan Yogyakarta.
Faktor pendidikan orang tua makan dalam keluarga itu sendiri akan
juga berpengaruh dalam pemberian lebih terkontrol porsi makan setiap
pola makan dan kejadian obesitas pada anggota. Faktor genetik dari orang tua
anak. Pendidikan dalam hal ini baik ayah yang mengalami obesitas,
biasanya dikaitkan dengan kemungkinan besar anaknya akan
pengetahuan dan persepsi akan mengalami obesitas juga. Berbagai
berpengaruh terhadap pemilihan bahan penelitian menunjukkan bahwa
makanan dan pemenuhan kebutuhan obesitas (peningkatan lemak tubuh)
gizi. Tingkat pendidikan dalam ±70% dipengaruhi pola makan anak
keluarga khususnya ibu dapat menjadi yang salah oleh lingkungan dan ±30%
faktor yang mempengaruhi status gizi oleh genetik, telah lama diamati
anak dalam keluarga. bahwa anak-anak obesitas umumnya
Hasil penelitian yang dilakukan berasal dari keluarga dengan orangtua
oleh Syarfaini (2014), menunjukkan obesitas (Gee et al., 2008).
bahwa dari 178 orang tua anak balita Pendapatan berkaitan dengan
yang memiliki pendidikan cukup status sosial ekonomi. Anak yang
terdapat yang memiliki status pola berasal dari latar belakang keluarga
pengasuhan baik sebanyak 97,8 %, yang penghasilan tinggi mempunyai
sedangkan dari 110 orang tua anak resiko lebih besar mengalami obesitas,
balita yang memiliki pendidikan karena segala kebutuhan anak dapat
kurang terdapat yang memiliki status dipenuhi. Dalam penelitian yang
pola pengasuhan baik sebanyak dilakukan oleh Ratu (2012),
57,3%, ini mengindikasikan bahwa didapatkan hasil bahwa pola makan
semakin tinggi pendidikan orang tua pada anak dipengaruhi oleh
maka semakin tinggi kemampuan pendapatan orang tua yang status
untuk menyerap pengetahuan praktis ekonomi tinggi dibandingkan dengan
dan pendidikan formal terutama orang tua yang status ekoomi rendah.
melalui masa media terutama dalam Menurut Le Bow, prevalensi
pola pengasuhan anak. Hal serupa juga kegemukan tergantung pada tingkat
dikatakan oleh L. Green, Rooger yang sosial ekonomi, dengan kriteria kira-
menyatakan bahwa makin baik tingkat kira 40% pada tingkat sosial ekomoni
pendidikan ibu, maka baik pula tinggi dan 25% pada tingkat ekonomi
keadaan gizi anaknya. rendah.
Dalam pediatric of journal di
Amerika Serikat, tiga perempat ibu KESIMPULAN
yang anaknya bersekolah adalah Hasil penelitian menunjukan
pekerja, sehingga anak mereka akan bahwa anak dalam kelompok
makan di tempat penitipan atau di overweight sebanyak 78 anak (62,9
sekolah. Dengan terbatasnya waktu %), normal 28 anak (22,6 %) dan
dalam mempersiapkan menu makan, obesitas 18 anak (14,5 %). Mayoritas
maka makanan cepat saji menjadi pola makan anak yaitu pola makan
pilihan. Pendapat lain mengatakan yang beresiko sebanyak 72 anak
bahwa orang tua yang bekerja tidak (58,1%) dan pola makan yang tidak
bepengaruh secara negatif terhadap beresiko sebanyak 52 anak (41,9%).
selera makan anak. Ada hubungan antara pola makan
Faktor genetik keluarga dan dengan kejadian obesitas di TK dan
jumlah keluarga mempengaruhi pola SD Budi Mulia Dua Seturan
makan seseorang. Dimana jika satu Yogyakarta dengan nilai p value <
keluarga memiliki jumlah anggota 0,05 (0,002 < 0,05). Karekteristik anak
keluarga yang banyak maka pola dan karakteristik orang tua tidak
menunjukkan adanya hubungan
dengan pola makan dan kejadian Riskesdas. (2015). Badan Penelitian
obesitas. dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI
SARAN tahun 2015. Diakses 23
Diharapkan Universitas Maret 2017, dari
‘Aisyiyah Yogyakarta dapat http://www.depkes.go.id/res
melaksanakan program Campus Social ources/download/general/Ha
Rasponsibility (CSR) dan bekerjasama sil%20Riskesdas%20
dengan mahasiswa/i dari program 2015.pdf.
studi gizi, kebidanan dan Soetjiningsih. (2012). Aspek
keperawaatan untuk pendampingan Kesehatan Dan Gizi Balita.
terhadap anak yang mengalami Jakarta; EGC.
obesitas. SD Budi Mulia Dua Seturan Syarief. (2013). Buku Ajar Ilmu Gizi
Yogyakarta diharapkan dapat Obesitas; Buku Ajar Ilmu
melaksanakan parents meeting yang Gizi. Jakarta; EGC.
membahas tentang menu seimbang Vartanian et al. (2007). Strong
harian anak untuk menunjang pola Evidence Links Soft drink
makan sehat. Consumption to Obesity,
Diabetes. The American
DAFTAR PUSTAKA Journal of Public Health vol
Diana. (2013). Makanan Anak Usia 97:4
Sekolah. Jakarta: Mitra WHO. (2013). Obesity And
Wacan Media Overweight. Diakses 23
Ginanjar. (2012). Obsitas Pada Anak. Maret 2017, dari http:/
Bandung: Bintang Pustaka /www .who. int/ medi ace nt
Hitchock, Schubert & Thomas. (2009). re / f actos hts/fs311/en/
Nutrition in childhood. Widyawati. (2014). Faktor-Faktor
In:Krause's. Food, Nutrition Yang Berhubungan Dengan
& Diet Therapy Vol 11 pp. Obesitas Pada Anak Usia 6-
226-32 12 Tahun Di SD Budi Mulia
Jose. (2013), Lessons From The 2 Yogyakarta, Skripsi.
Feeding Infants And Universitas ‘Aisyiyah
Toddlers Study In North Yogyakarta
America: What Children Eat
And Implications For
Obesity Prevention. Annals
of Nutrition and Metabolism
Vol 62:3 p 27-36
Karyadi. (2010). Kecukupan Gizi Yang
Dianjurkan. Jakarta: PT.
Gramedia
Kopelman. (2004). Psikologi
Perkembangan, Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama.
Kumala. (2010). Pola Makan Dan
Obesitas Pada Anak,
Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka

Вам также может понравиться