Вы находитесь на странице: 1из 12

POLITIK

HUKUM PERKAWINAN
DAN PERKAWINAN
BEDA AGAMA
DI INDONESIA
Oleh : Sri Wahyuni
(Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

This article discusses about the politics of Indonesia marriage law,


especially relates to the law of interreligious marriage. Interreligious
Jurnal Pusaka

marriage always becomes a polemic. There is an argument says that


it’s forbidden but there is another which says that there is a vacuum
of law in the interreligious marriage, because it’s not regulated clearly.
Furthermore, by observing to the politic of the Marriage law legislation,
Januari - Juni 2014

the legislator tended to prohibit the interreligious marriage, especially


the Muslim community who regarded that the interreligious marriage is
incompatible to the Islamic law.

Keywords : marriage law, interreligious marriage, marriage law


legislation
4
PENDAHULUAN Indonesia adalah perkawinan berdasar-
kan hukum agama. Sehingga, perkawinan
Pembahasan tentang perkawinan
yang dilaksanakan tidak berdasarkan atau
beda agama di Indonesia merupakan suatu
menyalahi hukum agama dianggap tidak
yang rumit. Sebelum berlakunya Un-
sah. Dari pasal tersebut, biasanya ditarik
dang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
pengertian juga bahwa perkawinan beda
Perkawinan (selanjutnya disingkat dengan
agama yang tidak diperbolehkan oleh sua-
UU Perkawinan), perkawinan beda agama
tu hukum agama, menjadi tidak sah pula.
termasuk dalam jenis perkawinan campu-
Di sisi lain, terdapat pemahaman bahwa
ran. Adapun perkawinan campuran dian-
terdapat kekosongan hukum tentang per-
tur dalam Regeling op de Gemengde Hu-
kawinan beda agama ini, karena tidak dia-
welijk stbl. 1898 nomor 158, yang biasanya
tur secara jelas. Berdasarkan Pasal 66 UU
disingkat dengan GHR. Dalam Pasal 1
Perkawinan, maka kembali ke peraturan
GHR ini disebutkan bahwa perkawinan
lama, yaitu GHR.
campuran adalah perkawinan antara
orang-orang yang di Indonesia tunduk Agar tidak terjadi kesimpangsiuran
pada hukum yang berlainan. Menurut Su- pemahaman tentang perkawinan beda
dargo Gautama, pasal tersebut mempunyai agama di Indonesian ini, perlu dikaji in-
pengertian sebagai perbedaan perlakuan terpretasi hukum perkawinan secara tele-
hukum atau hukum yang berlainan, yang ologis, yaitu tujuan para pembuat hukum
didalamnya antara lain disebabkan karena dalam merumuskan hukum perkawinan
perbedaan kewarganegaraan, kependudu- tersebut, terutama terkait dengan penga-
kan dalam religi, golongan rakyat, tempat turan perkawinan beda agama di Indone-
kediaman atau agama.1 sia. Tulisan ini membahas tentang politik
Setelah berlakunya UU Perkawinan, hukum perkawinan di Indonesia terkait
secara tegas perkawinan campuran din- dengan perkawinan beda agama.
yatakan dalam Pasal 57 yaitu perkawinan POLITIK HUKUM PERKAWINAN
campuran dalam Undang-undang ini ialah BEDA AGAMA MASA HINDIA
perkawinan antara dua orang yang di In- BELANDA
donesia tunduk pada hukum yang berlain-
an, kerana perbedaan kewarganegaraan Larangan pernikahan antara umat
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Islam dengan non-Islam di Nusantara,
Indonesia. Dengan demikian, perkawinan telah ditemukan dalam buku fikih pa-
beda agama bukan lagi termasuk dalam ling awal. Abdurrauf Syiah Kuala telah
perkawinan campuran. menyebutkannya secara relatif luas dalam
bukunya “Mir’at ut Thullab”, sebuah buku
Perkawinan beda agama, akhirnya
Pusaka

fikih yang ditulis atas permintaan Ratu


menjadi polemic tersendiri. UU Perkawi-
Negeri Aceh Darusaalam (Shafiatuddin
nan yang tidak mengatur secara jelas ten-
Syah) dalam abad ke-17 Masehi. Setelah
tang perkawinan beda agama, membuat
ini larangan perkawinan antaragama dibe-
pelaksanaan perkawinan beda agama
rikan oleh Jalaluddin At-Turasani dalam
tersebut menjadi relatif sulit. Dalam UU
bukunya yang berjudul “Safinat al-Hukm
Januari - Juni 2014

perkawinan Pasal 2 bahkan disebutkan


fi Takhlish al-Khashsham.” Buku ini ditulis
Jurnal

bahwa perkawinan adalah sah apabila


atas permintaan Sultan ‘Alauddin Syah,
dilaksanakan menurut agama dan keper-
sebagai pegangan hakim di kerajaan Aceh
cayaan masing-masing.2 Dari pasal ini
Darussalam guna melengkapi buku “Mir’at
dapat dinyatakan bahwa perkawinan di
at-Thullab” yang telah ada sebelumnya. Se-
1 Octavianus Eoh, Perkawinan Antar Agama telah ini, Syekh Arsyad al-Banjari dalam
dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Sri Gunting, 1996), hlm.
9. risalah kecilnya yang diberi judul “Risalah
2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Nikah”, dan hampir semua buku tentang
5

Perkawinan
pernikahan menyebutkan adanya larangan Semangat untuk menyebarkan agamanya
pernikahan karena perbedaan agama.3 tersebut semakin tinggi karena di wilayah
yang baru dikunjungi ini mereka harus
Agama Nasrani datang lebih belakan-
berhadapan dengan umat Islam, umat
gan dari agama Islam ke Nusantara, perta-
yang harus mereka hadapi dengan susah
ma kali dibawa oleh bangsa Portugis seba-
payah di Semenanjung Iberia. Agamanya
gai bangsa Barat pertama yang datang ke
diajarkan di Maluku dan Timor Timur.
wilayah Nusantara untuk berdagang dan
Dalam agama ini, perkawinan antara
menjelajah pada akhir abad ke-15 Masehi.
agama dianggap tidak sah dan cenderung
Mereka mencari jalan sendiri untuk bisa
dilarang dengan sangat keras.4
sampai ke Nusantara dengan semangat
yang kelihatannya sangat tinggi, ka-
rena terdorong sekurang-kurangnya
oleh dua hal; yaitu pertama, mereka ... Belanda melakukan penelitian
baru berhasil mengusir umat Islam tentang hukum yang berlaku di
dari Semenanjung Iberia, tahun 1492;
kedua, mereka sangat terkesan dengan
masyarakat, dan menemukan
perjalanan Columbus yang ingin pergi bahwa hukum yang berlaku adalah
ke India tetapi ternyata menemukan hukum Islam.
Amerika.
Lebih dari itu, perdagangan rempah-
Belanda yang datang pada akhir abad
-rempah yang sebelumnya menggunakan
ke-16 Masehi dan berhasil mengalahkan
Jalan Sutera (jalan darat) dari Cina ke Ero-
Portugis, juga menyebarkan agama yang
pa menjadi terganggu karena penyerangan
mereka bawa yaitu Protestan. Pada mula
Timur Lenk (w. 1404 M) ke berbagai wi-
kedatangannya, Belanda tidak membawa
layah Timur Tengah; dan juga kemudian
nama negara atau kerajaannya secara
kemunculan Kesulatanan Usmaniyah di
langsung. Mereka membentuk sebuah
Asia Kecil, yang pada abad ke-15 juga
perusahaan (perserikatan) dagang yang
mampu merebut Konstantinopel dari tan-
popular dengan sebutan VOC tahun 1602.
gan Romawi Timur (1453 M) dan men-
Perusahaan ini diberi kekuasaan kekuasa-
jadikannya sebagai ibukota Kesultanan
an lebih luas dari sekedar berdagang. VOC
Usmaniyah Islam. Guna mencari sumber
selain diberi izin untuk memonopoli per-
rempah-rempah agar mendapat keun-
dagangan, juga diberi izin untuk membuat
tungan yang besar, maka Portugis sejak
perjanjian dengan kerajaan atau penguasa
awal kedatangannya ingin memonopoli
daerah-daerah yang dikunjungi dan lebih
perdagangan rempah-rempah sejak dari
Jurnal Pusaka

dari itu, merebut dan menguasai wilayah


sumbernya di Maluku dan Route perda-
yang dianggap perlu, dengan demikian,
gangannya sampai ke Eropa. Untuk itu,
VOC memiliki dua sifat, yaitu semacam
mereka berusaha menguasai wilayah yang
badan atau kongsi untuk berdagang dan
menjadi sumber dan jalur perdagangan
semacam badan untuk memerintah.
tersebut, misalnya Kalikut dan Goa di In-
Walaupun VOC mempunyai sifat
Januari - Juni 2014

dia serta Malaka dan Timor di Nusantara


untuk memerintah, namun ia lebih me-
serta beberapa negeri lain di Afrika.
nonjolkan misi dagangnya, dari pada misi
Selain untuk mengamankan jalur untuk penguasaan wilayah dan penye-
perdagangannya, penguasaan wilayah ter- baran agamanya, walaupun hal tersebut
sebut oleh Portugis juga digunakan untuk tidak dapat dipisahkan secara jelas sejak
menyebarkan agamanya, Nasrani Katolik. awal kedatangannya. Namun, mereka juga
3 Alyasa Abubajar, Perkawinan Muslim Dengan melarang perkawinan antar agama khu-
Non-Muslim, (Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe
6

Aceh Darussalam, 2008), hlm. 17. 4 Ibid., hlm. 18–19.


susnya antara orang Eropa yang beragama bonsche Rechtsboek) tahun 1765, dibuat
Nasrani dan orang Pribumi yang beraga- sebagai pegangan pengadilan Cirebon.6
ma non-Nasrani. Begitu juga di Sulawesi Selatan, terdapat
Karena terus merugi, perusahaan Compendium Indiansche Wetten bij de
dagang ini dibubarkan pada tahun 1800 Hoven van Bone en Goa.7 Selanjutnya,
dan Pemerintah Belanda mengambil alih politik hukum Belanda berusaha memi-
semua tanggungjawab dan utang-piutang sahkan antara hukum Islam dari mas-
VOC tersebut. Sejak itu, Belanda mencen- yarakat, yaitu yang terkenal dengan teori
gkeramkan kuku penjajahannya secara le- receptie, yakni hukum Islam baru akan
bih langsung dan berupaya mengukuhkan berlaku sekiranya telah diterima menjadi
kekuasaannya sedemikian rupa, dan untuk hukum Adat oleh masyarakat yang ber-
itu mereka menaruh perhatiannya terha- sangkutan. Sekiranya sebuah masyarakat
dap agama dan aturan hukum yang ber- Muslim belum melaksanakan hukum
laku di kalangan rakyat Pribumi. Mereka Islam secara efektif di tengah masyarakat-
mencampuri, mengubah bahkan meng- nya, maka hukum Islam tersebut tidak
ganti berbagai hukum yang ada di tengah boleh dijalankan.8
masyarakat dengan hukum Belanda atau Politik hukum Belanda pada masa
hukum lain yang lebih menguntungkan itu —terutama terkait dengan hukum
atau memperteguh penjajahan mereka. perdata—9 adalah pengolongan penduduk
dan penerapan hukum yang berbeda-beda
Pada masa kolonial Belanda ini, pe-
bagi masing-masing golongan, dan di sisi
misahan penduduk berdasarkan agama
lain dengan mengurangi pemberlakuan
cenderung dilonggarkan, namun dibuat
hukum Islam di masyarakat. Selain itu,
sekat baru berdasarkan asal usul, dan
pada masa awal, Belanda juga berusaha
hukum Adat.5 Belanda setelah mengamati
memisahkan masyarakat Hindia Belanda
masyarakat Hindia Belanda, mendapati
berdasarkan agamanya. Tampak bah-
bahwa Islam telah berkembang dengan
wa orang-orang yang beragama Kristen
baik, terutama dalam masalah perkawi-
disamakan dengan gologan Eropa baik
nan, karena dalam Islam perkawinan
itu dari Pribumi, Tionghoa ataupun
adalah suatu peristiwa penting yang men-
Arab. Akan tetapi, pada akhirnya, pe-
jadi tanda keislaman atau sekurang-ku-
misahan penduduk berdasarkan agama
rangnya tanda kesempurnaan keislaman
dilonggarkan. Keadaan penduduk yang
seseorang. Oleh karena itu, Belanda ketika
beragam cenderung diberi kebebasan un-
hendak mencampuri hukum yang berlaku
tuk melaksanakan hukum Adat mereka
di tengah masyarakat yaitu hukum Adat,
sendiri-sendiri. Begitu juga dibuat aturan
sering sekali berhadapan dengan hukum
penghubung antara warga dari berbagai
Pusaka

Islam, yang telah diamalkan dengan baik


golongan penduduk ini, terutama dalam
di masyarakat. Kemudian, Belanda me-
masalah perkawinan, yaitu Peraturan Per-
lakukan penelitian tentang hukum yang
kawinan Campuran atau Regeling op de
berlaku di masyarakat, dan menemukan
Gemende Huwelijken (GHR). Peraturan ini
bahwa hukum yang berlaku adalah hukum
Islam. Adapun kodifikasi yang pernah 6 John Ball, Indonesian Legal History 1602 –
Januari - Juni 2014

1848, (Australia: Chatswood NSW, 1982), hlm. 57 dan 60.


Jurnal

mereka buat dari hasil penelitian tersebut Dikutip juga oleh Alyasa Abubakar, Perkawinan ...., hlm.
21–22.
diantaranya adalah Mugharrer (Compen- 7 Ratno Lukito, Islamic Law and Adat Encounter:
dium der voornaamste Javaansche Wetten The Experience of Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001), hlm.
37.
nauwkeuring getrokken uit het Muham- 8 Alyasa Abubakar, Perkawinan ..., hlm. 23.
9 Hukum rakyat yang mula sekali dicampuri ada-
medansche Wetboek Mogharreaer) tahun lah hukum pidana. Alasan mereka adalah alasan kemanu-
1747, dibuat sebagai pegangan pengadilan siaan, karena hukum mereka yang hanya mengenal pemi-
danaan dengan pidana penjara dan denda, dianggap lebih
di Semarang dan Pepakem Cirebon (Cire- manusiawi dari pada hukuman pidana adat yang berlaku
di masyarakat seperti pengusiran, hukum cambuk, dan
7

5 Ibid., hlm. 25. hujuman mati. Ibid., hlm. 23.


dikuatkan dalam Besluit kerajaan tanggal kepadanya. Yang dimaksud dengan men-
29 Desember 1896 Nomor 23, Stattsblaad gawasi dalam penjelasan undang-undang
1898 Nomor 158. Dalam peraturan ini ini adalah a) PPN harus hadir pada saat
disebutkan: “…perbedaan asal usul dan akad nikah itu dilangsungkan, dan lalu
atau kedudukan (status) hukum, tidak mencatatnya, dan b) memeriksa, ketika
boleh menjadi penghalang untuk perkaw- para pihak menyatakan kehendaknya
inan.” Pada tahun 1901 ditambahkan atur- untuk menikah, apakah ada halangan/
an bahwa “Perbedaan agama tidak dapat larangan, baik menurut hukum Islam atau
digunakan sebagai penghalang melalukan menurut undang-undang. Jika terdapat
perkawinan campuran (Pasal 7 ayat [2]). halangan maka PPN dapat menolak dilak-
Dengan adanya peraturan ini, maka per- sanakannya nikah tersebut.12
kawinan beda agama yang masa-masa Tentang pencatatan perkawinan,
sebelumnya cenderung dilarang, menjadi setelah kemerdekaannya, Indonesia juga
diperbolehkan dan diatur secara sah.10 masih mewarisi system pencatatan masa
POLITIK HUKUM PERKAWINAN colonial, terutama adanya Kantor Catatan
BEDA AGAMA SETELAH INDONESIA Sipil (Burgerlijk Stand) yang dibentuk
MERDEKA sejak tahun 1849, untuk mencatatkan per-
Pasca kemerdekaan, bangsa Indone- kawinan berdasarka BW yaitu bagi orang-
sia berupaya untuk membentuk hukum- orang Eropa, Tionghoa dan perkawinan
nya sendiri yang terlepas dari hukum Be- berdasarkan HOCI. Dengan demikian, da-
landa kolonial. Terkait dengan pembaha- lam perkembangannya, system pencatatan
ruan hukum perkawinanan, pada tanggal perkawinan yang terpisah pun terjadi.
21 November 1946 telah dikeluarkan Un- Bagi orang Islam pencatatan perkawinan
dang-Undang tentang Pencatatan Nikah, dilakukan di KUA sedangkan yang lain di
Talak dan Rujuk, yaitu Undang-Undang Kantor Catatan Sipil.13
Nomor 22 Tahun 1946. Pada saat itu, ban- Tahun1950 terdapat kasus tentang
gsa Indonesia sedang menghadapi Belanda perkawinan campur beda agama yang
yang hendak menjajah kembali tanah air, sampai diajukan ke pengadilan, yaitu
sehingga pemberlakuan undang-undang kasus seorang perempuan muslim yang
tersebut untuk seluruh wilayah Republik bernama Soemarni Soeriaatmadja yang
Indonesia belum dapat dilakukan. Oleh menikah dengan seorang laki-laki Kris-
karena itu, undang-undang tersebut hanya ten yang bernama Ursinus Elias Medellu.
diberlakukan di Jawa dan Madura. Baru Pihak KUA menolak untuk mencatatkan
pada tahun 1954 dengan Undang-Undang perkawinan antara seorang perempuan
Nomor 32 Tahun 1954, maka undang-un- muslim dan seorang laki-laki non-muslim
Jurnal Pusaka

dang tersebut diberlakukan untuk seluruh ini, karena tidak diperbolehkan menurut
wilayah Indonesia.11 hukum Islam. Kemudian, Soemarni men-
gajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri
Dalam undang-undang tersebut,
Daerah, dan pengadilan menyatakan
tidak hanya diatur tentang pencatatan
tidak ada landasan hukum untuk perkaw-
semata, akan tetapi secara eksplisit mene-
inan tersebut, sehinga pasangan tersebut
gaskan bahwa tugas PPN (Petugas Pen-
Januari - Juni 2014

melaksanakan perkawinannya di gereja


catat Nikah) adalah 1) mengawasi nikah
Protestan. Akhirnya, ayah Soemarni yang
yang dilakukan menurut agama Islam; 2)
juga menjadi pegawai Kementrian Agama,
mencatat nikah tersebut dan menerima
menentang perkawinan tersebut dan men-
pemberitahuan selanjutnya mencatat se-
gajukannya ke Pengadilan Negeri Daerah
gala talak dan rujuk yang diberitahukan
Jakarta agar dibatalkan. Pengadilan me-
10 Ibid., hlm. 26–27.
11 A. Wasit Aukawi, “Sejarah Perkembangan 12 Ibid., hlm. 84.
Hukum Islam” dalam Pengurus Pusat Ikatan Hakim Pera- 13 Mark Cammack, “Legal Aspects of Muslim-
8

dilan Agama, Prospek ..., hlm. 83. non-muslim Marriage in Indonesia” ..., hlm. 105 – 106.
nolak tuntutan tersebut. kemudian, dia ... sehingga menyimpulkan bahwa
mengajukan kasasi terhadap putusan
tersebut ke Mahkamah Agung. Mah-
pembolehan perkawinan beda
kamah Agung membenarkan putusan agama ini secara praktis penting
Pengadilan Negeri, dan menolak bahwa untuk mencegah konsekuensi-
doktrin agama dapat membatasi kebe- konsekuensi sosial yang tidak
basan seseorang untuk menikah den-
gan orang yang berbeda agama. Jadi, berdasarkan hukum.
putusan-putusan pengadilan tersebut
menguatkan adanya perkawinan cam- onal yang diterapkan untuk seluruh warga
pur beda agama. Di sinilah, terjadi kon- negara Indonesia tanpa melihat perbedaan
tradiski antara hukum negara dan hukum asal suku, agama dan kondisi sosialnya.
agama tentang perkawinan campur beda Usaha untuk membentuk satu hu-
agama. menurut pengadilan, tidak ada kum perkawinan nasional yang unifikatif
pembedaan agama ataupun etnisitas bagi ini di mulai tahun 1950, dengan tanpa
masyarakat Indonesia, sehingga menyim- menghiraukan hukum agama. Baru ta-
pulkan bahwa pembolehan perkawinan hun 1952, Menteri Agama membentuk
beda agama ini secara praktis penting panitia menyusun draft RUU Perkawinan
untuk mencegah konsekuensi-konsekuen- dari kelompok agamawan. Kelompok ini
si social yang tidak berdasarkan hukum. membatalkan tujuan awalnya, dan meng-
Menurut pengadilan, kontradiksi antara gantikannya dengan perumusan draf yang
hukum negara dan hukum agama ini bu- didasarkan hukum agama yang berbe-
kan pertentangan yang sebenarnya, kare- da-beda. Tahun 1954, panitia ini menyele-
na tugas hukum negara adalah megatur saikan tugasnya. Mereka telah menyusun
kehidupan masyarakat sedangkan hukum draf perkawinan Islam. Draf tersebut be-
agama secara prinsip mengajarkan kesela- lum selesai dibahas di DPR, hingga tahun
matan di kehidupan akhirat. Hal ini me- 1958, karena ada counter dari kelompok
nimbulkan protes di kalangan umat Islam. nasionalis yang netral keagamaan. Akh-
September 1952, sekitar lima ribu umat irnya, pembahasan deadlock. Upaya baru
Islam berkumpul di masjid Tanah Abang dilakukan pemerintah dengan menyerah-
Jakarta untuk melakukan protes terhadap kan dua draf RUU Perkawinan ke DPR.
perkawinan beda agama tersebut, dan Tahun 1967, UU Perkawinan untuk Mus-
menuntut negara untuk membatalkan per- lim dan tahun 1968 UU Perkawinan di-
kawinan tersebut. mereka membuat per- dasarkan pada prinsip-prinsip hukum ag-
nyataan dan tuntutan resmi kepada Pres- ama diterapkan untuk seluruh kelompok
iden Soekarno, yang menyatakan bahwa
Pusaka

keagamaan. Perdebatan legislatif tentang


perkawinan antara Soemarni dan Ursinus RUU Perkawinan sejak tahun 1967 hingga
tidak sah menurut hukum Islam.14 1970 tidak membuahkan hasil.
Selanjutnya, upaya untuk melaku-
kan reformasi hukum perkawinan terus Kegagalan pembahasan RUU Per-
dilakukan. Upaya ini juga datang dari kawinan yang unifikatif tersebut dikare-
Januari - Juni 2014

kaum nasionalis yang mengupayakan uni- nakan terjadinya konflik kepentingan


Jurnal

fikasi hukum perkawinan Indonesia, yang antara berbagai kelompok. Kelompok


berbeda dengan hukum Belanda, terutama Islam ingin menarapkan hukum perkaw-
dalam hal perkawinan dan perceraian. inan Islam, sedangkan kelompok Kristen
Hukum perkawinan ini nantinya akan tidak menginginkan adanya pengaruh
menjadi hukum perkawinan nasional In- hukum Islam. Mereka menginginkan
donesia yang mengakomodir aspirasi nasi- hukum perkawinan yang bisa mengako-
modir kepentingan pihak minoritas yang
9

14 Ibid., hlm. 107 – 107.


sesuai dengan kondisi sosial, politik dan 13 dan 49, yang memberi legalitas untuk
kehidupan ekonominya. Kelompok Tiong- pertunangan dan menekankan bahwa ke-
hoa juga cenderung menolak upaya uni- hamilan dalam masa pertunangan dapat
fikasi tersebut, karena unifikasi tersebut diakui jika pihak laki-laki akan menika-
akan menempatkan mereka setara dengan hi pihak perempuan tersebut, dan akan
masyarakat Indonesia yang lain, apabila memberikan status anak sah bagi anak
prinsip-prinsip hukum Islam juga akan yang dilahirkan nantinya.16
diterapkan kepada mereka.
Pasal-pasal tersebut dianggap ti-
Dengan kegagalan pembahasan draft dak sesuai dengan hukum Islam. Dalam
RUU Perkawinan yang unifikatif —arena hukum Islam, keabsahan nikah hanya
terjadi konflik antara berbagai kelompok terletak pada terpenuhinya rukun nikah,
kepentingan—tersebut, maka pemerintah seperti adanya kedua calon mempelai,
mengajukan draf RUU Perkawinan yang wali bagi calon mempelai perempuan,
baru ke DPR pada tanggal 31 Juli 1973. dua orang saksi, mahar/mas kawin dan
Pengajuan draf baru ini juga menimbul- ijab kabul. Pencatatan perkawinan tidak
kan kontroversi lagi, terutama dari kala- disyaratkan pada keabsahan perkawinan
ngan umat Islam, karena pihak umat Is- dalam hukum Islam. Begitu juga dalam
lam, baik dari kementrian agama maupun hal perceraian dan poligami. Bagi para
para tokoh pemimpin Muslim tidak diajak Muslim, pergi ke pengadilan negeri berar-
membicarakannya sebelumnya. Lebih dari ti menjadikan peradilan Islam di bawah
itu, mereka merasa bahwa mayoritas pasal pengadilan negeri, dan itu bertentangan
dalam draf RUU baru tersebut bertentang- dengan hukum Allah.
an dengan prinsip-prinsip hukum Islam,
Menurut mereka, peradilan Islam
dan dianggap menghilangkan pengaruh
merupakan simbol otoritas dan jaminan
Islam dalam negara ini; dan tidak meng-
ditegakkannya syariat Islam. Kaum Mus-
herankan saat itu muncul berbagai rumor
lim melihat pasal-pasal tersebut menghi-
tentang adanya kristenisasi.15
langkan kekuatan Islam yang besar di In-
a) Kontroversi dalam Pasal-Pasalnya donesia, dan menghilangkan kekuatan dan
fungsi peradilan Islam di Indonesia, yang
Pasal-pasal yang dianggap kontrover-
telah ditetapkan dalam Undang-Undang
sial dalam RUU Perkawinan diantaranya
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekua-
yaitu: pertama, Pasal 2 ayat (1) yang me-
saaan Pokok Kehakiman saat itu. Kemudi-
nekankan pencatatan sipil penting untuk
an, dalam pasal RUU tersebut, juga tidak
keabsahan perkawinan bagi umat Islam;
diragukan adanya halangan untuk nikah
kedua, Pasal 3 dan 40, menekankan bahwa
beda agama.
Jurnal Pusaka

perceraian umat Islam harus dilaksanakan


di Pengadilan negeri dan poligami harus Hal tersebut di atas diangap ber-
dengan izin dari Pengadilan Negeri; keti- tentangan dengan hukum Islam. Perkaw-
ga, Pasal 11 (2) yang menekankan bahwa inan beda agama ini sebagaimana sudah
perkawinan beda agama tidak dihalangi; ditolak oleh umat Islam dalam sejarah
keempat, Pasal 8 huruf (c) dan Pasal 62 panjangnya sejak masa Hindia Belanda,
Januari - Juni 2014

yang melihat status anak adopsi sama yaitu dengan adanya Peraturan Perkaw-
dengan status anak kandung; kelima, Pasal inan Campuran tahun 1898. Perkawinan
beda agama ini ditolak oleh umat Islam
15 Azyumardi Azra, “The Indonesian Marriage
Law of 1974: An Institutionalization of Social Changes,” karena dianggap tidak sesuai dengan Islam
dalam Arskal Salim dan Azyumardi Azra, ed., Shari’a and sebagai pedoman hidup mereka, dan den-
Politics in Modern Indonesia, (Singapore: ISEAS, 2003),
hlm. 82. Katz & Katz, Indonesian Marriage Law, hlm. 660; gan perkawinan ini berarti membiarkan
Antony H. Johns, “Indonesia Islam and Cultural Pluralism,”
dalam John L. Epsosito, ed., Islam in Asia: Religion, Politics wanita Muslim menikah dengan laki-la-
10

and Society, (NewYork: Oxford University Press, 1987),


hlm. 217-218. 16 Azyumardi Azra, “The Indonesian ...., hlm. 83.
ki non-Muslim dan membiarkan upaya maupun pemerintah, karena baik dalam
kristenisasi secara legal; dan akhirnya GBHN maupun pandangan hidup bangsa
anak-anak hasil perkawinan campuran ini Indonesia, aliran kepercayaan bukanlah
akan menjadi non-Muslim. Berdasarkan agama, melainkan hanya sekedar kebu-
pemikiran ini, maka para tokoh Islam dayaan, sehingga tidak dapat dijadikan
mengkritisi pasal-pasal yang diajukan ini, dasar hukum pelaksanan perkawinan.19
sebagai kristenisasi yang terselubung.17
Sebagai upaya untuk mencegah ter-
Dua pasal yang lain yaitu tentang sta- jadinya deadlock dalam pengesahan RUU
tus anak adopsi sama dengan anak kand- tersebut, maka “rumusan kompromi”
ung juga dianggap kontroversial. Pasal ini tersebut diterima, yang secara prinsip
juga melarang anak angkat untuk kawin tidak menyalahi maksud dari undang-un-
dengan orangtua angkatnya. Oleh karena dang tersebut, yakni bahwa agama sajalah
itu, umat Islam menolak pasal tersebut. yang menjadi syarat sahnya perkawinan.
begitu juga pasal-pasal tentang status per- Akan tetapi, secara psikologis tidak me-
tunangan dan anak yang lahir dalam per- rugikan kelompok yang mengusung aspi-
tunangan. Umat Islam menolak membe- rasi tersebut. Kata “kepercayaannya itu”
rian status sah terhadap pertunangan dan sebagaimana juga terdapat dalam Pasal
anak yang dilahirkan akibat pertunangan. 29 ayat (2) UUD 1945, dalam keutuhan
Mereka menganggap anak tersebut anak maknanya, lalu diambil dan dipandang di
luar nikah.18 belakang kata “agama”, sehingga pada seti-
ap kata “agama” selalu diikuti kata “keper-
cayaannya itu”. Oleh Karena itu, tambahan
Keinginan untuk kata “kepercayaannya itu” di belakang kata
menyempurnakan RUU “agama”, secara hukum tidak memberi
memantul warna-warni yang makna apa pun, sehingga dapat dikesam-
pingkan.20
indah dan bermanfaat bagi
b) Prosesi Legislasinya
kehidupan parlementer yang
Sementara di dalam sidang DPR
demokratik. terjadi perdebatan, di luar gedung DPR
juga terjadi demonstrasi yang dilakukan
Perdebatan juga terjadi dalam pem- oleh para aktivis Muslim. Gedung DPR
bahasan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, diduduki oleh para demonstran Muslim
tentang istilah “kepercayaannya itu” sebe- tersebut, sehingga pemerintah sepakat
narnya merupakan “rumusan kompromi” untuk menerima perubahan yang fun-
damental dalam RUU tersebut. Presiden
Pusaka

sebagai akibat dari terjadinya tarik-menar-


ik kepentingan politik pada saat dibaha- Soeharto akhirnya sepakat dengan Fraksi
snya RUU Perkawinan di DPR. Semen- Pesatuan Pembangunan (FPP) di DPR
tara kelompok yang ingin mendesakkan untuk mengubah pasal-pasal yang ber-
keinginannya untuk menjadikan tatacara tentangan dengan hukum Islam. Akhir-
perkawinan menurut “aliran kepercayaan”, nya, revisi terhadap RUU dapat dilakukan
Januari - Juni 2014

sebagaimana halnya agama, sebagai lan- oleh DPR hingga tanggal 22 Desember
11 Jurnal

dasan penentu bagi sahnya perkawinan 1973, dan RUU tersebut ditandangani oleh
yang dilangsungkan oleh orang yang Presiden tanggal 2 Januari 1974, sebagai
menganutnya. Desakan keinginan tersebut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
telah ditolak oleh mayoritas anggota DPR tentang Perkawinan. Sebagai aturan pelak-
17 Ibid., hlm. 83. 19 H.M. Thahir Azhary, Menegakkan Syari’at
18 Daniel S. Lev, Peradilan Agama Islam di In- Islam dalam Konteks Keindonesiaan: Proses Penerapan
donesia: Suatu Studi Tentang Landasan Politik Lembaga- Nilai-nilai Islam dalam Aspek Hukum, Politik dan Lemba-
-lembaga Hukum, Terjemah, Zaini Ahmad Noeh, (Jakarta: ga Negara, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 93.
Intermasa, 1986), hlm. 340. 20 Ibid., hlm. 94.
Rasjidi berpendapat bahwa c) Pro-Kontra Seputar Legislasi
terdapat gerakan untuk RUU Perkawinan tersebut menuai
menjadikan perkawinan beda berbagai respon masyarakat, baik pro
maupun kontra. Majalah tempo melapor-
agama sebagai sebuah praktik
kan bahwa sejarah di Indonesia tidak
yang normal dan wajar, pernah ada legislasi RUU yang lepas dari
sebagaimana dinyatakan dalam perhatian masyarakat. Berbagai organisasi
RUU Perkawinan. Islam termasuk Majelis Ulama Aceh, Gen-
erasi Muda Islam Indonesia (GMII), Pe-
sanaannya, ditetapkan Peraturan Pemerin- lajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pelajar
tah Nomor 9 Tahun 1975, yang mengatur Nahdatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar
tentang prosedur pelaksanaan perkawinan Putri Nahdatul Ulama (IPPNU), Ikatan
dan perceraian.21 Pelajar Muhammadiyah (IPM), juga be-
berapa tokoh Muslim secara individual,
Tidaklah terpikirkan oleh pemer-
menolak RUU Perkawinan tersebut ber-
intah untuk melaksanakan RUU tentang
dasarkan keyakinan mereka bahwa per-
Perkawinan ini tanpa peluang bagi adanya
kawinan beda agama bertentangan dengan
perbaikan dan penyempurnaan oleh DPR
ajaran Islam. Anwar Harjono, misalnya,
RI, karena dalam sistem ketatanegaraan
mengutip fatwa MUI bahwa perkawinan
RI, DPR merupakan partner pemerintah
beda agama haram hukumnya, karena
dalam proses pembentukan undang-un-
mafsadah-nya lebih banyak daripada man-
dang. Keinginan untuk menyempurnakan
faatnya.23
RUU memantul warna-warni yang indah
dan bermanfaat bagi kehidupan parlem- Menurutnya, umat Islam menolak
enter yang demokratik. Adanya perbedaan perkawinan beda agama dalam RUU
pendapat merupakan rahmat serta dibe- perkawinan tersebut murni berdasarkan
narkan asalkan disertai dengan kejujuran keyakinan agamanya, bukan politis. Wa-
dan kesunguhan hati. laupun dalam GBHN dinyatakan bahwa
penting untuk memiliki hukum yang
Mengenai permasalahan Pasal 2
seragam secara nasional yang mengatur
RUU yang oleh FPP dinilai kurang sem-
seluruh warga negara Indonesia, menurut-
purna sebab kurang menegaskan pers-
nya, bahwa sebuah hukum tidak dapat
yaratan keabsahan menurut agama atau
diterapkan dalam semua aspek kehidupan.
yang FPDI dikemukakan seakan-akan
Dia juga menekankan bahwa dalam ma-
aspek pencatatan sebagai superioritas
salah hukum keluarga, hukum nasional
dari kelangsungan perkawinan menurut
yang unifikatif hanya dapat mengatur
Jurnal Pusaka

agama. Sebenarnya, bukan demikian yang


aspek-aspek kehidupan nonkeagamaan
dimaksudkan oleh pemerintah, sebab
dan nonkultural, seperti tentang harta
dengan sangat jelas ditentukan bahwa
kekayaan dan kontrak-kontrak, bukan
“Perkawinan itu dilangsungkan menurut
masalah yang terkait dengan aspek keag-
ketentuan hukum perkawinan dari pi-
amaan seperti perkawinan, perceraian dan
hak-pihak yang melakukan perkawinan.”
kewarisan.24
Januari - Juni 2014

Hal ini berarti bahwa bagi orang Indone-


sia yang beragam Islam, berlakukan hu- Rasjidi juga merupakan tokoh yang
kum Islam yang telah diterima oleh Adat paling keras menentang RUU Perkawinan.
itu, seperti perlu hadirnya wali, beberapa Dalam bukunya “Kasus RUU Perkawinan
saksi, pernyataan ijab kabul, adanya mahar 23 Anwar Harjono, “Renungan Menjelang Ra-
madhan,” Media Dakwah, March 1992, 6-7 dikitup dalam
(mas kawin) dan sebagainya.22 Fatimah Husein, Muslim-Chistian Relations in The New
Order Indonesia: The Exclusivist and Inclusivist Muslims’
Perspektive, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 198-199.
12

21 Azyumardi Azra, “The Indonesian…., hlm. 84. 24 “RUU Perkawinan: Mencabut & Merubah,”
22 Daniel S. Lev, Peradilan ...., hlm.330–340. Tempo, 22 September 1973, 8-9 dikutip dalam Ibid.
dalam Hubungan Islam dan Kristen,” dia satuan Protestan, Sinar Harapan, mengek-
berpendapat bahwa perkawinan beda spos sebuah memorandum yang diterbit-
agama tidak diperbolehkan dalam Islam. kan oleh Komite Kesatuan Generasi Muda
Dia merujuk kepada kasus perkawinan di Indonesia yang menyatakan bahwa negara
Keraton Solo, Juli 1973, beberapa bulan tidak dapat dan tidak boleh menetapkan
sebelum RUU Perkawinan diperdebatkan. pelaksanaan ajaran keagamaan kepada
Peristiwa perkawian antara Koes Supiah, para pemeluknya, termasuk masalah per-
putri Susuhunan (Sultan) Pakubuwono kawinan. Dengan kata lain, negara harus
XII, yang menikah dengan seorang yang menjamin kebebasan seluruh warganya
beragama Kristen yang bernama Sylvanus untuk melaksanakan perkawinan beda
dari Kalimantan. agama.26
Menurut Rasjidi, fakta bahwa Koes Dalam edisi Kompas (surat kabar
Supiah tidak diperbolehkan menikah den- milik orang Katolik) dan Sinar Harapan
gan kekasihnya Abdullah Suwarna yang menanggapi isu tersebut, dan menyatakan
beragama Islam, yang telah dikenalnya se- bahwa hukum yang didasarkan pada ag-
lama beberapa tahun, tetapi justru diper- ama tentang perkawinan akan membuka
bolehkan menikah dengan seorang yang jalan bagi penerapan hukum berdasarkan
beragama Kristen. Hal ini merupakan agama lain pada aspek lain dalam ke-
bukti upaya untuk melegalkan perkawinan hidupan. Respon yang lebih serius datang
beda agama. Rasjidi berpendapat bahwa dari surat yang ditandatangani oleh SAE
terdapat gerakan untuk menjadikan per- Nabban dari DGI dan Sekretaris MAWI,
kawinan beda agama sebagai sebuah prak- Leo Soekoto SJ, tanggal 12 Desember
tik yang normal dan wajar, sebagaimana 1973, yang berisi:
dinyatakan dalam RUU Perkawinan. 1) Berdasarkan Pasal 29 UUD 1945
Lebih jauh, Rasjidi menyatakan bah- bahwa negara menjamin warganya
wa RUU tersebut hanyalah merupakan untuk memeluk agamanya dan untuk
upaya untuk mengkristenkan 90% pen- beribadah menurut agama dan keper-
duduk Indonesia yang beragama Islam, cayaannya itu, berarti bahwa kebebasan
dan bahwa hal itu merupakan “upaya kris- untuk memilih merupakan suatu yang
tenisasi”. Walaupun dia juga menyatakan paling penting dalam agama.
bahwa tidak semua umat Katolik dan Kris- 2) Selama perdebatan tentang RUU
ten berkehendak untuk menarik umat Is- Perkawinan di DPR, kami telah melihat
lam masuk ke agama mereka. Rasjidi per- bahwa negara tidak hanya akan men-
caya bahwa terdapat missionaries Kristen jamin kebebasan beragama, melainkan
yang mendukung RUU Perkawinan terse- juga menetapkan pelaksanaan hukum
Pusaka

but sebagai upaya mereka dalam rangka agama, terutama tentang perkawinan.
kristenisasi bagi umat Islam Indonesia.25 3) Kami mengharap setiap warga
Perdebatan di DPR tentang RUU negara akan melaksanakan perka-
Perkawinan juga berlanjut di surat kabar, winan berdasarkan hukum agama
masing-masing dari Islam dan Kristen masing-masing. Bagaimanapun jika
Januari - Juni 2014

saling mempertahankan argumentasinya. kita mengangap bahwa hanya hukum


13 Jurnal

Pandangan Rasjidi bahwa adanya upaya perkawinan salah satu agama saja yang
kristenisasi dimuat di beberapa surat ka- benar, maka banyak permasalahan yang
bar seperti KAMI, Nusantara, dan Abadi timbul terkait dengan kebebasan ber-
tanggal 19 Agustus 1973. Pada tanggal 12 agama.27
Desember 1973, sebuah surat kabar per- 26 Sinar Harapan, 12 Desember 1973, dikutip
dalam Ibid.
25 HM. Rasjidi, Kasus-Kasus RUU Perkawinan da- 27 “Negara Perlu Berikan Ruang Untuk Kawin
lam Hubungan Islam dan Kristen, (Jakarta: Bulan Bintang, Sah Menurut Hukum Negara,” Sinar Harapan, 19 Desem-
1974), hlm. 9-12 dikutip dalam Ibid., hlm. 200. ber 1973, dikutip dalam Ibid., hlm. 201.
Demonstrasi besar menentang RUU PENUTUP
Perkawinan membuat pemerintah Orde
Hukum perkawinan beda agama,
Baru khawatir, maka pemerintah mem-
yang selama menjadi polemik antara
buat perubahan-perubahan yang funda-
dilarang atau merupakan kekosongan hu-
mental terhadap RUU ini, yang kemudian
kum, ketika dilihat secara historis dalam
menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun
proses legislasi undang-undang Nomor
1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 UU
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat
Perkawinan ini menyatakan bahwa Per-
diketahui bahwa proses legislasi tersebut
kawinan adalah sah apabila dilaksanakan
cenderung melarang perkawinan beda
menurut masing-masing hukum agama
agama tersebut. Dalam proses legislasi
dan kepercayaannya itu. Walaupun de-
undang-undang tersebut, terutama dari
mikian, tetap masih banyak kritik terha-
kalangan umat Islam mengajukan apsirasi
dap rumusan baru ini. Perhimpunan Ma-
pelarangan terhadap perkawinan beda ag-
hasiswa Katolik Republik Indonesia (PM-
ama, berdasarkan paham mereka tentang
KRI) mengeluarkan pernyataan bahwa re-
hukum Islam yang melarang perkawinan
visi RUU tersebut menyimpang dari spirit
beda agama. Dalam undang-undang
Pancasila dan UUD 1945 tentang jaminan
perkawinan Indonesia tersebut, hukum
kebebasan beragama, bahwa rumusan
perkawinan merupakan hukum agama,
baru ini telah memaksakan warga negara
sehingga perkawinan tidak boleh dilak-
untuk melaksanakan kewajiban keagaman
sanakan dengan melanggar ketentuan hu-
sebagaimana hukum perkawinan.28
kum agama masing-masing. []
Rasjidi juga menganggap bahwa pe-
nolakan keras yang dilakukan oleh orang-
orang Kristen terhadap revisi RUU Per-
kawinan tersebut sebagai oposisi terhadap
hukum keluarga Muslim, dan dukungan
terhadap kristenisasi. Ia percaya bahwa
inti dari penolakan dari umat Katolik dan
Kristen terhadap RUU Perkawinan mer-
upakan persepsi mereka bahwa agama
harusnya tidak boleh memainkan peran
dalam menentukan kehidupan sosial poli-
tik masyarakat Indonesia.29
Jurnal Pusaka
Januari - Juni 2014
14

28 Ibid., hlm. 202.


29 Ibid.
DAFTAR PUSTAKA

Alyasa Abubajar (2008). Perkawinan Muslim Dengan Non-Muslim, Aceh: Dinas


Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Anwar Harjono (2005). “Renungan Menjelang Ramadhan,” Media Dakwah,
March 1992, 6-7 dikitup dalam Fatimah Husein, Muslim-Chistian Relations in
The New Order Indonesia: The Exclusivist and Inclusivist Muslims’ Perspektive,
Bandung: Mizan
Azyumardi Azra (2003). “The Indonesian Marriage Law of 1974: An
Institutionalization of Social Changes,” dalam Arskal Salim dan Azyumardi
Azra, ed., Shari’a and Politics in Modern Indonesia, Singapore: ISEAS.
Daniel S. Lev. (1986). Peradilan Agama Islam di Indonesia: Suatu Studi Tentang
Landasan Politik Lembaga-lembaga Hukum, Terjemah, Zaini Ahmad Noeh,
(Jakarta: Intermasa,.
H.M. Thahir Azhary (1997). Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks
Keindonesiaan: Proses Penerapan Nilai-nilai Islam dalam Aspek Hukum,
Politik dan Lembaga Negara, Bandung: Mizan
John Ball (1982) Indonesian Legal History 1602 – 1848, Australia: Chatswood NSW
Katz & Katz (1987). Indonesian Marriage Law, hlm. 660; Antony H. Johns,
“Indonesia Islam and Cultural Pluralism,” dalam John L. Epsosito, ed., Islam
in Asia: Religion, Politics and Society, NewYork: Oxford University Press
Mark Cammach (2009). “Legal Aspects of Muslim-non-muslim Marriage In
Indonesia” dalam Gavin W. Jones dkk (eds.), Muslim-non-muslim Marriage:
Political and Cultural Contestation in Southeast Asia, Singapore: ISEAS

Octavianus Eoh (1996).Perkawinan Antar Agama dalam Teori dan Praktik, Jakarta:
Sri Gunting,

Ratno Lukito (2001).Islamic Law and Adat Encounter: The Experience of Indonesia,
Pusaka

Jakarta: Logos
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Januari - Juni 2014
15 Jurnal

Вам также может понравиться