Вы находитесь на странице: 1из 2

Sejarah Letda M.

Boya

Di zaman kemerdekaan (1945-1949) Republik Indonesia, pertempuran rakyat melawan Belanda juga
banyak terjadi di Riau. Sayangnya tidak banyak yang mengetahui kisah tersebut, terutama generasi
muda di Bumi Lancang Kuning.

Saat itu di awal Tahun 1949. Sudah hampir sebulan Kota Rengat dan Tembilahan diduduki serdadu KNIL
atau Belanda. Sejak itu Belanda berupaya mencari tempat konsentrasi pangkalan pasukan TNI dan
rakyat yang mundur dari kota dan meneruskan perang dengan taktik gerilya.

Dari Rengat, sisa pasukan yang dipimpin Komandan Batalyon Kapten Marah Halim bergerak menuju
Taluk Kuantan membangun pangkalan gerilya. Sebagian dari pasukan tersebut menuju ke selatan
Indragiri Hilir bergabung dengan pasukan yang dipimpin oleh Letnan II Muhammad Boya.

Menurut tulisan seorang pejuang Riau, Zuhdi, pertahanan di Kuala Enok dibgi menjadi tiga pos
pertahanan. Yaitu, Pos I dipimpin Sersan Kusen di Ujung Tanjung dekat kantor Bea dan Cukai

Pos II di sebelah hulu tanah merah dengan komandan Sersan Ahmad Kirman dan Pos III di halaman
mesjid arah ke darat dengan komandan Sersan Suratman. Pos dibuat dari tanah liat dengan penahan
kayu bakau.

Di pagi hari, tepatnya 28 Januari 1949, masyarakat Kuala Enok sudah diungsikan. Suasana pagi itu sepi,
hanya terlihat beberapa orang saja yang masih melakukan aktivitas berjualan di kota tersebut.

Pada pukul 10.00 WIB, pesawat Mustang milik Belanda menembaki pemukiman penduduk secara
membabi buta selama 20 menit. Pasukan yang tinggal hanya dua regu. Dua regu lagi diperintahkan
berangkat ke front utara memperkuat pasukan Letnan Bastian yang akan menyerang Kota Tembilahan.

Usai maghrib pada hari yang sama, Letnan M Boya mengadakan inspeksi pada setiap pos, dia juga
memerintahkan kepada Sersan Kosen untuk membuang senapan mesin Jepang kalau pelurunya hanya
tinggal 40 butir. Sersan Ahmad Kirman diperintahkan untuk mundur ke arah masjid dan bergabung
dengan Sersan Suratman bila tak sanggup bertahan

Tengah malam pukul 02.00 WIB, terdengar suara kapal patroli Belanda mendengung menuju ke arah
hulu kemudian hilang dan tidak lama terdengar lagi dan hilang lagi. (Lihat Juga: Bendera Belanda
Dirobek di Hotel Mounbatten Jalan A Yani)

Pada pukul 03.00 WIB, tiba-tiba Pos I dihujani tembakan dengan senapan bensin jarak dekat. Dan pada
Pukul 04.00 WIB kubu Sersan Suratman diserang serdadu Belanda secara mendadak dari arah barat dan
Sungai Pinang.
Letnan Boya lalu maju ke depan. Ia menyerang seorang diri di tengah baku tembak dengan Belanda.
Dengan sigap Letnan Boya merampas standgun dari anak buahnya dan menembak sambil berdiri hingga
memuntahkan 50 peluru.

Letnan Muhamad Boya terus bergerak menuju tepi sungai, pengawalnya tidak bisa mengikutinya. Pada
waktu hari sudah mulai terang, suara tembakan tidak terdengar lagi.

Tiga orang pengawal bergerak menuju jembatan, mereka menemukan topi baja, pisau dan samurai
Letnan Boya.

Pada Tanggal 30 Januari 1949, bertemu dengan seorang anak bernama Mudik. Menurut Mudik, ia
melihat Belanda meninggalkan Kuala Enok dengan tiga buah motor kotak dan kapal patroli. (Klik: Baku
Tembak 12 Jam di Tanjungkilang, Durai, Inhil)

Pada Pukul 16.00 WIB, ditemukan Jenazah Letnan M Boya dekat jembatan. Sore itu juga jenazahnya
dibawa ke rumah ibunya dan adiknya di sungai Rukam Hulu Enok. Kemudian dimakamkan dengan
upacara meliter dan berlangsung khidmat.

Вам также может понравиться