Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas dan dijabarkan berturut-turut mengenai latar belakang
dari judul yang diangkat oleh penulis, masalah yang muncul dari judul yang telah
diangkat, tujuan dari pembahasan masalah, dan manfaatnya bagi mahasiswa dan kampus
serta cara mendapatkan bahan bahasan.

1.1. Latar Belakang

Salah satu negara yang pernah di jajah oleh negara asing adalah Indonesia. Selain
belanda indonesia juga pernah di jajah oleh negara Jepang, Portugis, Spanyol. Belanda
menjajah indonesia kurang lebih 3,5 abad dan hal ini berdampak besar terhadap
kehidupan masyarakat di indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat)


dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola
kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional Belanda
didalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunan.

Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi


fenomena budaya yang unik. Penjelajahan Belanda terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia termasuk Bali. Bali pada masa tersebut tidak luput dari jajahan Belanda.
Pemerintahan Belanda pada periode tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan
kerajaan-kerajaan yang ada di Bali. Salah satu wilayan jajahannya yaitu Buleleng. Salah
satu kabupaten di Bali yang terkena dampak jajahan Belanda sehingga banyak
meninggalkan bekas-bekas arsitektur colonial Belanda.

Arsitektur colonial yang ada biasanya tercermin dari puri-puri kerajaan masing-
masing daerah di Bali yang kental akan arsitektur kolonialnya. Namun di beberapa kasus
ternyata arsitektur colonial ini merambah ke bangunan trandisional Bali yang ada pada
masyarakat sekitar. Salah satu contohnya adalah bangunan dengan fungsi rumah tinggal
yang ditemukan di Kabupaten Buleleng, adapun dari peninggalan ini mencerminkan
konsep-konsep Arsitektur Kolonial yang dimana dapat dirasakan sampai saat ini sehingga
dapat dijadikan media edukasi dan menambah wawasan.

1|ARSITEKTUR INDOSESIA
Dalam observasi dari tugas mata kuliah Arsitektur Indonesia ini, saya
mengindentifikasi tentang Arsitektur Kolonial Bangunan Rumah Tinggal di Kabupaten
Buleleng, Bali yang dimana objek yang kami pilih adalah rumah yang sampai saat ini
masih di tempati oleh orang belanda, tetapi tidak menetap di bali khusnya Buleleng. Yang
tepatnya di Jalan Gajah Mada Kota Singaraja, Pemilihan objek ini berdasarkan pada
sejarah, periodesasi, serta ciri-ciri dari Arsitektur Kolonial yang ada di bangunan ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul yang dibahas di latar belakang diatas, maka muncul beberapa
masalah yang akan dibahas, yaitu:

1. Bagaimana Unsur-unsur Bangunan Kolonial Pada Rumah tinggal di Jl. Gajah Mada
Singaraja Buleleng ?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan judul yang dibahas di rumusan diatas, maka tujuan penulisan yang di
dapat, yaitu:

1. Untuk mengetahui apa itu arsitektur kolonial.


2. Untuk mengetahui gaya arsitektur kolonial yang terkandung dalam bangunan yang
sudah di observasi.
3. Untuk memberikan informasi tentang arsitektur kolonial terhadap yang membaca
makalah ini.

1.4. Manfaat Penulisan

Dari penjabaran di atas dapat diketahui manfaat penulisan sebagai berikut :

1. Bagi mahasiswa
 Untuk mengetahui lebih dalam tentang arsitektur kolonial yang ada di indonesia,
khususnya di bali.
 Untuk memenuhi tuntunan tugas dalam matakuliah arsitektur indonesia.
2. Bagi Dosen

2|ARSITEKTUR INDOSESIA
 Agar lebih mendalami mata kuliah Arsitektur Indonesia khususnya tentang
Arsitektur Kolonial di Indonesia.
3. Bagi Penulis Lain
 Sebagai bahan refrensi saat menulis karya tentang arsitektur kolonial.

1.5. Skematik Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah arsitektur


Indonesia yang berjudul “Arsitektur Kolonial Belanda pada Bangunan Rumah Bali di
Buleleng” ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab pendahuluan ini akan mengemukakan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, manfaat, dan sitematika penulisan yang ada di makalah ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang tinjauan teori yang akan digunakan untuk melakukan
pembahasan objek di Bab IV. Tinjauan yang dimaksud yaitu mengenai definisi dan
pengertian Arsitektur Kolonial, Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia,
Periodisasi Arsitektur Kolonial di Indoesia, dan Langgam Arsitektur yang Mempengaruhi
Arsitektur Kolonial di Indonesia.

BAB III TINJAUAN OBJEK

Dalam bab ini secara khusus menguraikan tentang objek yang dibahas yaitu
bangunan Rumah tinggal di Buleleng. Hal yang dibahas adalah letak / lokasi objek,
sejarah berdiri, dan fungsi. Di bagian pembahasan akan diuraikan analisa mengenai
elemen-elemen arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan dan dikaitkan
dengan Peran bagi perkembangan arsitektur di Indonesia.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menguraikan tentang pembahasan objek yang di observasi.

BAB IV PENUTUP

Pada bagian penutup terdapat kesimpulan dari pembahasan dan juga saran- saran
sebagai usaha dalam mengembangkan makalah dan pembacanya.

3|ARSITEKTUR INDOSESIA
BAB II

KAJIAN TEORI ARSITEKTUR COLONIAL

2.1. Pengertian Arsitektur Kolonial

Gaya desain Kolonial adalah gaya desain yang berkembang di beberapa negara di
Eropa dan Amerika. Dengan ditemukannya benua Amerika sekitar abad 15-16,
menambah motivasi orang-orang Eropa untuk menaklukkan dan menetap pada “dunia
baru”, yaitu daerah yang mereka datangi dan akhirnya dijadikan daerah jajahan. Motivasi
mereka menjelajah samudra bervariasi, dari meningkatkan taraf hidup sampai membawa
misi untuk menyebarkan agama. Selain itu juga tersimpan sedikit hasrat untuk
memperoleh pengalaman dan petualangan baru.

Arsitektur kolonial menyiratkan adanya akulturasi diiringi oleh proses adaptasi


antara dua bangsa berbeda. Proses adaptasi yang dialami oleh dua bangsa terbentuk
dengan apa yang dinamakan arsitektur kolonial. Hal ini mencakup penyelesaian masalah-
masalah yang berhubungan dengan perbedaan iklim, ketersediaan material, cara
membangun, ketersediaan tenaga kerja, dan seni budaya yang terkait dengan estetika.
Ditinjau dari proses akulturasi yang terjadi, terdapat dua faktor yang mempengaruhi
terbentuknya arsitektur kolonial Belanda, yaitu faktor budaya setempat dan faktor budaya
asing Eropa atau Belanda.

Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang
berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri menonjol terletak pada
bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom dorik,
ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen,
yakni bentuk segi tiga berisi relife mitos Yunani atau Romawi di atas deretan kolom.
Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi tiga atau setengah
lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat


dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi
bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur
yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit banyak dipengaruhi oleh

4|ARSITEKTUR INDOSESIA
arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh dari keinginan para arsitek untuk
berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada.

Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland
tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni fasad simetris, material dari batu bata atau kayu
tanpa pelapis, entrance mempunyai dua daun pintu, pintu masuk terletak di samping
bangunan, denah simetris, jendela besar berbingkai kayu, terdapat dormer (bukaan pada
atap). Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya
Eropa kedaerah jajahannya, Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda
yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan
Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942.

Eko Budihardjo(1919), menjelaskan arsitektur kolonial Belanda


adalah bangunan peninggalan pemerintah kolonial Belanda seperti benteng
Vastenburg, Bank Indonesia di Surakarta dan masih banyak lagi termasuk bangunan yang
ada di Karaton Surakarta dan Puri Mangkunegaran.

Kartono(2004), mengatakan bahwa sistem budaya, sistem sosial, dan sistem


teknologi dapat mempengaruhi wujud arsitektur. Perubahan wujud arsitektur dipengaruhi
oleh banyak aspek, akan tetapi perubahan salah satu aspek saja dalam kehidupan
masyarakat dapat mempengaruhi wujud arsitektur. Arsitektur kolonial Belanda
merupakan bangunan peninggalan pemerintah Belada dan bagian kebudayaan bangsa
Indonesia yang merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.

2.2. Karakteristis Arsitektur kolonial

Model bangunan kolonial banyak dijumpai di berbagai kota di Indonesia


khususnya di kota-kota yang pernah dijajah oleh Belanda seperti Kota Singaraja. Model
bangunan berarsitektur kolonial ini disebut juga dengan The Empire Style/The Dutch
Colonial. Model bangunan tersebut tidak hanya dijumpai pada bangunan hunian saja
tetapi juga pada model bangunan pemerintahan seperti kantor, stasiun, rumah
peribadatan.

Keberadaan bangunan berarsitektur kolonial ini merupakan salah satu konsep


perencanaan kota kolonial yang dibangun oleh Hindia Belanda yaitu perpaduan model
bangunan Belanda dengan teknologi bangunan daerah tropis.

5|ARSITEKTUR INDOSESIA
Model bangunan berarsitektur Kolonial ini memiliki kekhasan bentuk bangunan
terutama pada fasade bangunannya. Diantara ciri-ciri bangunan Kolonial yaitu:

 Penggunaan gewel (gable) pada fasade bangunan yang biasanya berbentuk segitiga.

Gambar 2.1: Berbagai Variasi Bentuk Gawel


Sumber : American Design 1870-1940 dalam Handinoto, 1996: 167

 Penggunaan tower pada bangunan.


 Penggunaan dormer pada atap bangunan yaitu model jendela atau bukaan lain yang
letaknya di atap dan mempunyai atap tersendiri.

Gambar 2.2. : Domer


Sumber : American Design 1870-1940 dalam Handinot

6|ARSITEKTUR INDOSESIA
 Model denah yang simetris dengan satu lantai atas.
 Model atap yang terbuka dan kemiringan tajam.
 Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang menjulang ke atas bergaya
Yunani.
 Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.
 Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela),
dan tanpa overstek (sosoran).

2.3. Periodesasi

Periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke


16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu:

1. Abad 16 sampai tahun 1800-an

Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia
Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial
Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak
mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas. Yang lebih buruk lagi, bangunan-bangunan
tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.

2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Ketika pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan


dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815. Hindia
Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu diperintah
dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu,
Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan
membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan
gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan
dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.

3. Tahun 1902-1920-an

Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang dinamakan
politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman orang Belanda
tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana tersebut, maka “indische

7|ARSITEKTUR INDOSESIA
architectuur” menjadi terdesak dan hilang. Sebagai gantinya, muncul standar arsitektur
yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur
modern yang berorientasi ke negeri Belanda.

4. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional maupun
internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia.
Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-
kadang juga muncul gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa
tersebut muncul arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada
arsitektur Hindia Belanda. Mereka ini menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional
Indonesia sebagai sumber pengembangannya.

8|ARSITEKTUR INDOSESIA
BAB III

TINJAUAN RUMAH KOLONIAL DI JLN. GAJAH MADA SINGARAJA


BULELENG

3.1. Letak Geografis

Gambar 3.1 : Lokasi observasi


Sumber :
https://www.google.co.id/maps/place/Jl.+Gajah+Mada,+Kec.+Buleleng,+Kabupaten+Buleleng,+Bali/@-
8.1164646,115.0927865,17z/data=!3m1!4b1!4m5!3m4!1s0x2dd19a7580e27ee5:0xa187e93ae5df4f4b!8m2!3d-
8.1164646!4d115.0949752?hl=id

Lokasi rumah tinggal Coock & Subawa , terdapat di Jln. Gajah Mada Singaraja,
Buleleng, Bali. Adapun untuk lokasi dari rumah tinggal ini memiliki jarak 300 meter dari
Sekolah SMPN 1 Singaraja. Sedangkan untuk akses jalan pada rumah tinggal memiliki
lebar 12 meter di area jalan raya Singaraja.

3.2. Identitas Bangunan

Nama Pemilik : Bapak Subawa & Ibu Coock ( Generasi ke5 Orang belanda )

Fungsi Bangunan : Rumah Tinggal

Tahun Bangunan : 1940

Bangunan ini memiliki atap yang lancip dengan kemiringan rata-rata 40 derajat,
bangunan ini memiliki tembok yang tebal dan dicat dengan warna putih yang
menggambarkan ciri-ciri arsitektur colonial belanda pada umumnya. Bangunan ini juga

9|ARSITEKTUR INDOSESIA
memiliki pintu dan jendela double yang mencirikan arsitektur colonial. Dengan melihat
lebih dari 4 ciri-ciri arsitektur colonial pada bangunan ini saya menganggap bangunan
ini sudah termasuk bangunan colonial.

3.3. Sejarah Bangunan

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan tukang kebun yang ada di rumah ini,
bangunan ini di bangun pada tahun 1940 dan bangunan ini sudah melakukan 4 kali
renovasi tetapi tidak menghilangkan bentuk dan juga ciri khas dari bangunan ini, hanya
di renovasi di cat ulang dan juga pembersihan area dalam dan luar bangunan saja.
Bangunan ini di tempati oleh sepasang suami istri yang bernama Ibu Coock dan Bapak
Subawa. Pemilik ini masih orang belanda yang menikah ke Singaraja bali tetapi tidak
menetap di Indonesia.

Gambar 3.2 : Foto Hasil Observasi


Sumber : Observasi tgl 14 Desember 2017

10 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
BAB IV

PEMBAHASAN

Terdapat beberapa ciri pada objek studi yang menunjukkan bahwa bangunan
tersebut adalah bangunan yang memiliki gaya Arsitektur Kolonial. Ciri-ciri tersebut
antara lain:

4.1.Ciri-Ciri Objek Bangunan Kolonial


1. Bentuk Bangunan Yang Simetris

Gambar 4.1
Sumber : Observasi tgl 14 desember 2017

Sama seperti bangunan-bangunan Kolonial lainnya, bangunan yang di observasi


ini ini juga memiliki bentuk yang sangat simetris. Bukan hanya dari denah namun dari
fasad dapat dilihat kesimetrisan bangunan ini

11 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
2. Memiliki Pintu Yang Berbentuk Kupu-kupu Tarung

Gambar 4.2
Sumber : Observasi tgl 14 desember 2017

Pada bangunan ini sangat kental sekali gaya rasitektur kolonialnya, di lihat dari
bentuk pintu dengan skala yang besar dan juga memiliki daun jendela yang ganda atau
bias di bilang bukaan pintu model kupu-kupu tarung. Hal ini di rancang oleh orang-orang
belanda agar saat sang bangunan ini tidak akan gelap saat pintu tertutup dan hanya daun
yang di bagian luar saja yang di tutup.

12 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
3. Jendela dengan model bukaan kupu-kupu tarung Dan dimensi jedela yang
sangat besar

Gambar 4.3
Sumber : Observasi tgl 4 desember 2017

Jendela pada bangunan ini menggunakan jendela dengan mencirikan arsitektur


colonial, bias di lihat bangunan ini menggunakan model jendela dengan 4 daun jendela (
tetapi karena bangunan ini sudah tua dan kemakan usia, daun jendela yang di bagian
tengah di cabut oleh pemiliknya karena sudah rusak di makan rayap ). Pada bagian depan
daun jendelanya di buat berlubang-lubang atau bisa di sebut kerpiak dan pada daun bagian
dalam di buat dengan daun jendela kaca, dengan tujuan pada saat siang ruangan tidak
gelap di bukaklah daun bagian luar saja dan untuk malam hari hanya di bukak bagian
dalam saja agar ruangan tidak pengap dan juga kemasukan nyamuk.

Dengan menggunakan jendela yang dimensinya sangat besar bangunan bergaya


arsitektur colonial ini akan membuat udara yang masuk dan keluar ke dalam ruangan akan
baik dan juga membuat ruangan menjadi sejuk.

13 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
4. Bangunan ini memiliki tinggi bangunan dengan skala besar dan memiliki Atap
yang runcing

Gambar 4.4
Sumber : Observasi tgl 4 desember 2017

Bangunan ini memiliki tinggi yang sangat tinggi dibandingkan bangunan yang
ada di Indonesia pada umumnya. Bangunan ini juga memiliki atap yang sangat runcing
di bandingkan atap yang ada di Indonesia, sedangkan di Indonesia pada umumnya
memiliki ketinggiang bangunan hanya 3 meter – 3,3 meter saja dan kemiringan atap 37
derajat karena Indonesia memiliki iklim tropis. Tetapi bangunan ini memiliki ketinggian
kira-kira 5-6 meter.

14 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
5. Penggunaan dinding yang tebal ( 1 Batu )

Gambar 4.5
Sumber : Observasi tgl 4 desember 2017

Bangunan colonial pada umunya memiliki tebal tembok yang dengan skala 2kali
tebal tembok rumah yang ada di Indonesia pada umumnya.

Hal itu di buat bertujuan untuk menanggulangi cuaca panas yang ada di
Indonesia, dengan hal itu ruangan yang ada di di dalam akan selalu merasa adem dan
nyaman setiap hari.

15 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
BAB V

PENUTUP

Pada bagian bab ini terdapat kesimpulan dari pembahasan dan juga saran- saran
sebagai usaha dalam mengembangkan makalah dan pembacanya.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu Arsitektur kolonial merupakan
sebutan singkat untuk langgam arsitektur yang berkembang selama masa pendudukan
Belanda di tanah air. Arsitektur kolonial menyiratkan adanya akulturasi diiringi oleh
proses adaptasi antara dua bangsa berbeda. Proses adaptasi yang dialami oleh dua bangsa
terbentuk dengan apa yang dinamakan arsitektur kolonial.

Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi


fenomena budaya yang unik. Pemerintahan Belanda pada periode tersebut memiliki
hubungan yang kuat dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Bali. Salah satu wilayan
jajahannya yaitu Buleleng. Salah satu kabupaten di Bali yang terkena dampak jajahan
Belanda sehingga banyak meninggalkan bekas-bekas arsitektur colonial Belanda.

Arsitektur colonial yang ada biasanya tercermin dari puri-puri kerajaan masing-
masing daerah di Bali yang kental akan arsitektur kolonialnya. Namun di beberapa kasus
ternyata arsitektur colonial ini merambah ke bangunan trandisional Bali yang ada pada
masyarakat sekitar.

16 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A
DAFTAR PUSTAKA

Sumalyo, Yulianto, 1993. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia.


Yogyakarta:Gadjahmada University Press.

Indah, Observasi. Tanggal 4 Desember 2017, Buleleng. Bali.

Kutipan, Eko Budihardjo,1919, arsitektur kolonial Belanda.

Kutipan, Karton,2004, sistem budaya, sistem sosial, dan sistem teknologi dapat
mempengaruhi wujud arsitektur.

17 | A R S I T E K T U R I N D O S E S I A

Вам также может понравиться