Вы находитесь на странице: 1из 9

TES ANTI-SALMONELLA TYPHI IgM

(TUBEX TEST)

Salah satu tes diagnostik in vitro semi kuantitatif untuk deteksi Demam

Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi yaitu tes antibodi S.typhi,

melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM tersebut dalam menghambat

(inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks magnetik (reagen warna

coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen warna biru),

selanjutnya ikatan inhibasi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnetik.

Tingkat inhibasi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S.

Typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna

akhir reaksi terhadap skala warna. Tes ini sangat cepat 5-10 min, simpel, dan

akurat dengan menggunakan sistem pemeriksaan yang unik dimana tes ini

mendeteksi serum antibodi immunoglobulin M (Ig M) terhadap antigen O9 (LPS)

yang sangat spesifik terhadap bakteri salmonella typhi.

Tes ini menggunakan metode yang mendeteksi antibodi melalui

kemampuannya untuk memblok ikatan antara reagen monoclonal anti-O9

S.TYPHI (antibodi-coated indicator particle) dengan reagen antigen O9 S.typhi

(antigencoated magnetic particle) sehingga terjadi pengendapan dan pada

akhirnya tidak terjadi perubahan warna. Secara imunologi, antigen O9 bersifat

imunodominan. Antigen ini dapat merangsang respons imun secara independen

terhadap timus, pada bayi, dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T.

Karena sifat-sifat ini, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga

deteksi terhadap antiO9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Dalam diagnosis serologis

Demam Tifoid, deteksi antibodi lgM adalah lebih baik karena tidak hanya

meningkat lebih awal tetapi juga lebih cepat menurun sesuai dengan fase akut

infeksi, sedangkan antibodi lgG tetap bertahan pada fase penyembuhan.

Jika dibandingakan antara tes TUBEX dengan uji Widal akan ditemukan

beberapa hal sebagai berikut:

 Antigen yang digunakan pada tes TUBEX adalah anti-O9 s.typhi yang

mampu membedakan organisme ini dari >99% serotype bakteri

salmonella lainnya, sedangkan uji Widal menggunakan antigen yang tidak

begitu spesifik terhadap s.typhi sehingga dapat terjadi cross-reaction

dengan kuman salmonella lainnya misalnya pada pasien yang pernah

menderita enteric fever lainnya. Reaksi ini dinamakan anamnestic

response dan dapat menimbulkan tingginya nilai false positive. Hal ini

menjawab alasan dari kurang spesifiknya uji Widal.

 Dilihat dari metode yang digunakan oleh kedua tes, dimana TUBEX

menggunakan kemampuan inhibitor activities dari antibody dan uji Widal

menggunakan reaksi agglutinasi. Inhibitor activities memiliki keuntungan

karena lebih mudah dideteksi walaupun dengan kadar antibody yang

rendah. Hal ini memberikan alasan mengapa TUBEX lebih sensitive

daripada uji Widal.

 Single test pada uji Widal tidak begitu bermakna. Idealnya uji widal

dilakukan dua kali yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelahnya. Hal ini

dikarenakan aglutinin O dan H meningkat dengan tajam ±8 hari setelah


onset panas pertama. Jika terjadi empat kali peningkatan titer aglutinin

baru dapat dikatakan hasilnya positive secara signifikan. Sayangnya hal

ini jarang ditemukan karena penggunaan antibiotik pada awal penyakit

bisa mencegah meningkatnya titer aglutinin. Hal ini berbeda dengan tes

TUBEX yang fokus mendeteksi Ig M yang secara teoritis muncul lebih

awal daripada Ig G. Bahkan penelitian terbaru mengatakan bahwa tes

TUBEX yang dimodifikasi mampu mendeteksi bukan hanya antibody

melainkan antigen s.typhi , sehingga tes ini sangat berguna pada fase akut.

Hal ini menyebabkan tingginya angka sensitivitas tes TUBEX.

 Meningkatnya penggunaan vaksin typhoid menyebabkan meningkatnya

angka false positive pada uji Widal. Hal ini terjadi karena meninggkatnya

aglutinin level secara persisten pada H aglutinin dan transient pada O

aglutinin, yang terjadi baik pada non-infected population maupun pada

febrile non-typhoid patients karena anamnestic response. Hal ini belum

pernah dilaporkan pada pemeriksaan dengan menggunakan tes TUBEX.

Tentu saja ini sangat berpengaruh pada penggunaan antibiotik yang tidak

tepat dan meningkatkan angka resistensi obat. Untungnya hal ini dapat

diatasi dengan mengulangi tes Widal pada minggu berikutnya, karena

tidak akan terjadi peninggkatan lagi pada hasil tes ulangan tersebut.

 Sensitivitas dan spesifistas yang cukup berbeda, pada suatu penelitain oleh

Olsen, Sonja et al, 2004 menyebutkan perbedaan antara tes TUBEX dan

uji Widal yaitu; sensitivitas (78/64); spesifisitas (94/76); positive

predictive value (98/88); dan negative predictive value (59/43). beberapa


penelitian lain menunjukan sensitivitas dan spesifisitas TUBEX yang

lebih tinggi lagi yaitu 94,7% dan 80,4%-93%.

 Harga TUBEX ±4 U.S dollar dan Widal 0,5 U.S dollar, harga ini dilihat

dari penelitian di Vietnam, akan tetapi harga ini belum termasuk biaya

transportasi.

 Persamaan yang dimiliki oleh kedua tes ini dan sangatlah penting adalah

proses pengerjaan yang relatif mudah; simpel (one-step); tidak

membutuhkan alat-alat canggih dan mahal, sehingga kedua tes ini dapat

diterapkan pada daerah edemik yang cenderung merupakan negara

berkembang.

 Masih banyak lagi kelemahan uji widal seperti nilai dari uji ini yang

sangat dipengaruhi oleh operator yang bekerja dll. Beberapa hal diatas

menunjukan bahwa tes TUBEX dapat menutupi kelemahan dari uji Widal

dan memiliki keunggulan dari tes Widal.

PRAANALITIK

1. Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus

2. Persiapan sampel : sampel yang digunakan adalah serum. Jika tes akan

ditunda, serum/plasma/whole blood bisa disimpan dalam lemari pendingin

pada suhu 2- 8°C selama 3 hari; atau dibekukan pada suhu -20°C untuk 3

bulan atau suhu - 70°C untuk waktu lebih lama. Sampel beku yang telah

diluluhkan tidak boleh disimpan-bekukan lagi. Sampel yang hemolisis,


membeku, terkontaminasi tidak boleh digunakan untuk test. Sampel tidak

boleh dihangatkan. Sampel yang mengandung partikel harus disentrifus lebih

dulu dan cairan supernatan yang jernih dipakai untuk melakukan tes.

3. Alat dan bahan :

a. V-shape wells

b. Magnetic stand

c. Mikropipet (40 dan 90 µl)

d. Yellow tip

e. Sampel serum

f. Reagen biru

g. Reagen coklat

h. Kontrol positif dan negative

i. Skala warna strip wall reaction

j. Tape sealing

ANALITIK

1. Prinsip : Terjadi reaksi antara Ag berlabel partikel lateks magnetik (reagen

warna ikatan  coklat) dengan monoklonal Ab berlabel lateks warna

(reagen biru) hasil dibaca secara  reaksi tersebut diseparasikan oleh suatu

daya magnetik flagella. Jika dalam serum  lipopolisakarida (LPS), Ag H

 visual. Ag O penderita terdapat antibodi S.typhi, maka antibodi S.typhi

tersebut akan  berikatan dengan Ag berlabel partikel lateks magnetik pada

reagen coklat ikatan kompleks tersebut akan tertarik oleh  membentuk


ikatan kompleks magnet ke bawah. Pada saat ditambahkan reagen biru maka

antibodi lateks warna yang ada dalam reagen biru tidak akan berikatan

dengan antibodi dalam antibodi  serum karena berkompetisi dengan

antibodi dalam reagen coklat tampak warna biru pada  pada reagen biru

melayang dalam larutan pembacaan. Semakin banyak Ab serum terikat pada

reagen coklat, reagen biru yang terikat akan bebas dan nampak sebagai warna

biru : (+). Jika tidak ada Ab dalam serum, maka reagen coklat akan terikat

dengan reagen biru sehingga nampak sebagai warna coklat : negatif


2. Cara Kerja

a. Masukkan 45 µl antigen coated magnetic particle (brown reagent) pada

Vshape wells yang disediakan (satu set yang terdiri dari enam tabung

berbentuk V). Reagen dimasukkan ke sumur 1,2 dan 3.

b. Masukan 45µl serum sampel (serum harus jernih) ke dalam sumur yang

sudah berisi reagen, lalu campurkan keduanya dengan menggunakan

pipette tip.

c. Inkubasi dalam 2 menit.

d. Tambahan 90 µl antibodi coated indikator partikel (blue reagent)

e. Tutup tempat reaksi tersebut dengan menggunakan strip, lalu ubah

posisi tabung dari vertical menjadi horizontal dengan sudut 90º.

f. Goyang-goyangkan tabung kedepan dan kebelakang selama 2 menit.

g. Pada akhir proses reaksi ini tabung berbentuk V ini diletakkan diatas

magnet stand.

h. Didiamkan 5 menit untuk terjadi proses pemisahan (pengendapan).

i. Pembacaan skor hasil dari reaksi ini dilakukan dengan cara

mencocokkan warna yang terbentuk pada akhir reaksi dengan skor yang

tertera pada color scale.


PASCA ANALITIK

DAFTAR PUSTAKA
Afifi, Salma, et al. Hospital-Based Surveillance for Acute Febrile
Illness in Egypt: A Focus on Community-Acquired Bloodstream
Infections. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2005:73(2):392-399.
Dimitrov, Tsonyo. Clinical and Microbiological Investigation of
Typhoid Fever in an Infectious Disease Hospital in Kuwait. Journal of
Medical Microbiology. 2007:56:538-544.
Kelly-Hope, Louise A, et al. Geographical Distribution and Risk
Factor Associeted with Enteric Disease in Vietnam. Am. J. Trop. Med.
Hyg. 2007:76(4):706-712.
Olsen, Sonja J, et al. Evaluation of Rapid Diagnostic Tests for
Typhoid Fever. Journal of Medical Microbiology. 2004:1885-1889.
Parry, M Christopher, et al. A Rivew of Thyphoid Fever. N Engl J
Med. Vol. 347. 2002: 22;1770-1782.
Willke, Ayse. Widal Test in Diagnosis of Typhoid Fever in
Turkey.Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology. 2002:938-941.
DAFTAR PUSTAKA

Afifi, Salma, et al. Hospital-Based Surveillance for Acute Febrile Illness in Egypt:

A Focus on Community-Acquired Bloodstream Infections. Am. J. Trop. Med.

Hyg. 2005:73(2):392-399.

Dimitrov, Tsonyo. Clinical and Microbiological Investigation of Typhoid Fever in

an Infectious Disease Hospital in Kuwait. Journal of Medical Microbiology.

2007:56:538-544.

Kelly-Hope, Louise A, et al. Geographical Distribution and Risk Factor

Associeted with Enteric Disease in Vietnam. Am. J. Trop. Med. Hyg.

2007:76(4):706-712.

Olsen, Sonja J, et al. Evaluation of Rapid Diagnostic Tests for Typhoid Fever.

Journal of Medical Microbiology. 2004:1885-1889.

Parry, M Christopher, et al. A Rivew of Thyphoid Fever. N Engl J Med. Vol. 347.

2002: 22;1770-1782.

Willke, Ayse. Widal Test in Diagnosis of Typhoid Fever in Turkey.Clinical and

Diagnostic Laboratory Immunology. 2002:938-941.

Вам также может понравиться