Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan
ular tidak berbisa. Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibat yang
beragam mulai dari luka yang sederhana sampai dengan
ancamannyawa dan menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).
WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta
orang setiap tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai
2,5 juta orang keracunan, sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan
sebanyak tiga kali lipat amputasi serta cacat permanen lain (Bataviase,
2010).
Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah
dimana pekerjaan utamanya adalah petani. Orang-orang yang digigit
ular karena memegang atau bahkan menyerang ular merupakan
penyebab yang signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000
gigitan ular per tahun di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas,
sekitar 8000 orang digigit ular berbisa. Di Amerika Serikat, 76% korban
adalah laki-laki kulit putih.
Studi nasional di negara tersebut melaporkan angka
perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50%
korban berada pada rentang usia 18-28 tahun. 96% gigitan berlokasi
pada ekstremitas, dengan 56% pada lengan (Andimarlinasyam,2009).
Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum
diketahui secara pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau Komodo di
Nusa Tenggara terdapat angka kematian 20 orang per tahun yang
disebabkan gigitan ular berbisa (Gunawan, 2009).
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pembahasan lengkap tentang masalah gigitan
ular
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i mampu:
a. Melakukan pengkajian kepada pasien dengan masalah gigitan
ular
b. Menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah gigitan
ular
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah gigitan ular
d. Melaksanakan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah
gigitan ular
e. Mengevaluasi hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan
masalah gigitan ular.
3. Etiologi
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3
kelompok:
a. Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
b. Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra,
dll)
c. Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-
lain).
4. Pathofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di
bawah mata.Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring
5. Pathway
Terlampir
6. Menifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka
gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap
di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus
gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada
tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat),
paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot),
pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae
Misalnya ; ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits. Cirinya :
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit
yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar
mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
8. Komplikasi
a. Syok anafilaktik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas
20
tekanan rata rata arteri (MAP) kurang
dari 60 mmhg (sesuai kebutuhan).
2. Ketidakefektifan pola NOC: setelah melakukan Monitor Pernafasan :
napas b/d gangguan tindakan 3x24 jam a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
neurologis diharapkan pola napas pada dan kesulitan bernafas.
pasien dapat berkurang b. Catat pergerakan dada, catat
dengan kriteria hasil: keridakseimbnagan, penggunaan
Status Pernapasan : otot-otot bantu nafas, dan retraksi
1. Frekuensi pernafasan pada otot supraclavicular dan
normal interkosta.
2. Irama pernafasan normal c. Monitor pola nafas (misalnya:
3. Tidak menggunakan otot bradipnu, takipneu, hiperventilasi,
bantu napas pernafasan kusmaul).
4. Tidak adanya retraksi d. Monitor kelelahan otot-otot diafragma
dinding dada dengan pergerakan parasolsikal.
e. Monitor keluhan sesak nafas pasien,
termaksud kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut.
21
3. Nyeri b/d agens cedera NOC: setelah melakukan Manajemen nyeri :
fisik tindakan 3x24 jam a. Lakukan pengkajian nyeri
diharapkan nyeri akut pada komprehensif yang meliputi lokasi,
pasien berkurang dengan karakteristik, onset/dyrasi, frekuensi,
kriteria hasil : kualitas, intensitas atau beratnya
Kontrol nyeri : nyeri dan faktor pencetus
1. Pasien mampu b. Gunakan strategi komunikasi
mengenal kapan nyeri terapeutik untuk mengetahui
terjadi pengalaman nyeri dan sampaikan
2. Pasien mampu penerimaan pasien terhadap nyeri
menggunakan tindakan c. Berikan onformasi mengenai nyeri
pencegahan seperti penyebab nyeri, berapa lama
3. Pasien dapat nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
melaporkan nyeri yang dari ketidaknyamanan akibat
terkontrol prosedur
Tingkat nyeri : d. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor
1. Pasien melaporkan yang dapat mencetus atau dapat
nyeri berkurang meningkatkan nyeri (misalnya:
ketakutan, kelelahan, keadaan
22
2. Ekspresi wajah pasien monoton dan kurangnya
rileks pengetahuan)
3. Pasien mampu e. Ajarkan prinsip prinsip manajemen
beristirahat secara tepat nyeri
4. Tanda tanda vital f. Dorong pasien untuk memonitor
kembali dalam batas nyeri dan menangani nyerinya
normal dengan tepat
g. Ajarkan metode farmakologi untuk
menurunkan nyeri
h. Libatkan keluarga dalam modalitas
penurunan nyeri, jika memungkinkan
Pemberian analgesic :
a. Pilih analgesic atau kombinasi
analgesic yang sesuai ketika lebih
dan satu diberikan
b. Monitor tanda tanda vital sebelum
dan setelah diberikan analgesic
narkotik pada pemberian dosis
23
pertama kali atau jika ditemukan
tanda tanda yang tidak biasanya
c. Kolaborasi dengan dokter apakah
obat, dosis rute, atau perubahan
interval yang dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus berdasarkan
prinsip analgesic
4. Resiko infeksi dengan NOC : setelah melakukan Penanganan infeksi :
faktor resiko gangguan tindakan 3x24 jam a. Monitor adanya tanda dan gejala
integritas kulit diharapkan keparahan infeksi sistemik dan local
infeksi pada pasien b. Monitor kerentanan terhadap infeksi
berkurang dengan kriteria c. Monitor hitung mutlak granulosit,
hasil : WBC, dan hasil-hasil diferensial
Keparahan infeksi : d. Batasi jumlah pengunjung yang
1. Tidak ada kemerahan sesuai
2. Tidak ada cairan (luka) e. Berikan perawatan kulit yang tepat
yang berbau busuk yang mengalami cedera
3. Tidak terdapat drainase f. Ajarkan pasien dan keluarga yang
purulent mengenai tanda dan gejala infeksi
24
4. Tidak terjadinya dan kapan harus melaporkannya
peningkatan suhu tubuh kepada pemebri layanan kesehatan
g. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagimana menghindari infeksi
h. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik yang diresepkan
25
4. Pasien dapat e. Fasilitasi istirahat, terapkan
melaporkan pembatasan aktivitas, jika diperlukan.
kenyamanan suhu f. Berikan obat atau cairan intravena
(misalnya: antipiretik, agen bakteri,
dan agen anti menggigil).
g. Pantau komplikasi yang
berhubungan dengan demam serta
tanda dan gejala kondisi penyebab
demam (misalnya: kejang, penuruan
tingkat kesadaran, status elektrolit
abnormal, ketisakseimbangan asam
basa, aritmia jantung, dan perubahan
abnormalitas sel).
26
Tingkat kecemasan : c. Dorong keluarga untuk mendampingi
1. Pasien dapat klien dengan cara yang tepat
beristirahat d. Dengarkan klien
2. Distress berkurang e. Kaji untuk tanda verbal dan non
3. Pasien dan keluarga verbal kecemasan.
dapat menyampaikan
rasa takut secara lisan
4. Pasien dan keluarga
dapat menyampaikan
rasa cemas secara lisan
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa. Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah,
meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular
tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah
sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket
dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini
dikembangkan metode penanganan yang lebih baik yakni metode
pembalut dengan penyangga. Idealnya digunakan pembalut dari kain
tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan sobekan pakaian
atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini dikembangkan
setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari
korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka
produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat
penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik
di rumah sakit
B. Saran
Kepada kita sebagai tenaga kesehatan jika kita mendapatkan kasus
seperti materi makalah ini yaitu gigitan ular berbisa, sebaiknya kita sudah
mengetahui cara pertolongan yang tepat pertama kali diberikan, dan
segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan
kepada dokter mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan
alergi pada obat – obatan tertentu, atau pemberian antivenom
sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat memperkirakan kemungkinan
adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
Bulechek, M., Butcher, H. K., dkk. (2013). Nursing Intervention classification (NIC).
Jakarta:EGC
Merriam, & Webster’S. (2015). Diagnosis keperawatan (10 ed). (T.H.Herdman, & S.
Kamitsutu, Eds.) Jakarta: EGC
Moorhead, S., Jhonson, M., dkk. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC).
Jakarta: EGC
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/39 diakses pada
Sabtu, 19 Mei 2018 pukul 14.00 WIB
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf diakses pada Sabtu, 19 Mei 2018
pukul 14.15 WIB