Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Vaksin adalah sediaan yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang telah
dilemahkan atau sudah mati yang telah diproses sedemikian rupa untuk menimbulkan
imunitas tubuh. Vaksin palsu adalah sediaan berlabel vaksin yang tidak berisi antigen
sehingga tidak merangsang pembentukan kekebalan aktif.
Masyarakat kembali dihebohkan dengan adanya kasus vaksin palsu. Pemberitaan
yang menyebar bahkan menyebutkan bahwa praktik vaksin palsu sebenarnya telah cukup
lama beredar di tengah masyarakat. Hal ini tentu membuat para orangtua was-was. Dampak
yang timbul dari vaksin palsu ini tidaklah main-main.
Peredaran vaksin palsu dilakukan di berbagai waktu dan berbagai tempat. Dari
mulai produksi vaksin palsu, bagian marketing, hingga proses penjualan yang langsung ke
pasien. Vaksin imunisasi merupakan program pemerintah terdiri dari BCG, Polio, DPT,
Campak.

Terkuaknya peredaran vaksin palsu tersebut berawal dari informasi masyarakat dan
pemberitaan di media massa mengenai adanya bayi yang meninggal dunia setelah
diimunisasi. Bareskrim Polri membongkar jaringan pembuat dan penjual vaksin palsu
untuk bayi. Pabrik vaksin terletak di Perumahan Puri Bintaro Hijau, Kecamatan Pondok
Aren, Tangerang Selatan. Di rumah yang tampak tidak steril itu ditemukan berbagai jenis
obat-obatan, serta alat untuk membuat vaksin mulai dari botol ampul, bahan-bahan berupa
larutan yang dibuat tersangka, dan labelnya.

Pelaku membuat vaksin dengan cara yang jauh dari ketentuan CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) sesuai standar Badan POM, apalagi standar WHO. Mereka
secara manual mengisi ampul dengan cairan buatan sendiri yang menyerupai vaksin
aslinya. Cairan buatan pelaku tersebut berupa antibiotik gentamicin dicampur dengan
cairan infus. Lalu ampul tersebut ditempeli merek dan label.

1
Dari operasi dan penyelidikan yang dilakukan oleh Bareskrim, diketahui bahwa
sindikat pemalsuan vaksin ternyata telah memproduksi vaksin palsu sejak tahun 2003
dengan distribusi di seluruh Indonesia. Penyidik pun menemukan barang bukti vaksin palsu
di tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Pada kasus ini sudah ada
pernyataan bahwa ada keterlibatan pihak rumah sakit tertentu, apotik dan bidan. Total
tersangka kasus ini ada 10 orang terdiri dari lima orang produsen, dua kurir, dua penjual
dan satu orang pencetak label.
Dalam penggeledahan beberapa waktu lalu, penyidik mengamankan barang bukti,
yakni 195 saset hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake, dan sejumlah
dokumen penjualan vaksin. Semua tersangka dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan
denda Rp 1,5 miliar. Polisi juga menjerat mereka dengan UU Pencucian Uang. Hidayat
Taufiqurahman dan Rita Agustina, pasangan suami istri itu diringkus oleh Tim Direktorat
Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Ia ditangkap lantaran terlibat sindikat
pemalsu vaksin balita. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen
Agung Setya mengatakan penangkapan Hidayat dan Rita merupakan hasil pengembangan
dari penggerebekan di sebuah apotek ternama berinisial ARIS di Kramatjati, Jakarta Timur,
Selasa siang 21 Juni 2016. Dari penggerebekan di apotek, diamankan pemilik apotek inisial
MF dan seorang kurir berinisial TH alias ER.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan vaksin dan vaksin palsu?
b. Bagaimana proses distribusi vaksin palsu?
c. Bagaimana solusi penyelesaian kasus vaksin palsu?

C. TUJUAN
a. Mengetahui apa itu vaksin dan vaksin palsu.
b. Mengetahui proses distribusi vaksin palsu.
c. Mengetahui solusi penyelesaian kasus vaksin palsu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Vaksin berasal dari bahasa latin yaitu vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi ). Vaksin
adalah bahan antigen yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu
penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami
atau “liar”.

Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbbulkan penyakit.Vakisin dapat juga berupa organism mati atau hasil-hasil
pemurnianya (protein, peptide, partikel serupa virus, dan sebagainya). Vaksin akan
mempersiapkan sistem kekebalan manusuia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan
pathogen tertentu, terutama bakteri, virus atau toksin. Vaksin juga membantu sistem
kekebalan untuk melawan sel-sel degenerative (kanker).

1. Pembuatan Vaksin Palsu


UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan jelas mengatur terkait penyediaan
farmasi, dimana vaksin masuk dalam kategori tersebut. Sebagaimana Pasal 98 (2) mengatur
bahwa “setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan
menyimpan, mengolah, mempromosikan ,dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat
obat” , ayat (4) “Pemerintah berkewajiban membina,mengatur, mengendalikan, dan
mengawasi, pengadaan, promosi dan pengedaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”.
Tindakan tersebut telah melanggar hukum sebagaimana Pasal 197 UU Kesehatan mengatur “
setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (1)
dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000.00“.
2. Distribusi Vaksin Palsu
Pasal 386 ayat (1) KUHP diatas, pada intinya tidak hanya menjerat pelaku pembuat
vaksin palsu atau yang menyebarkan dan menjual, namun lebih dari itu dapat menjerat
direktur rumah sakit sampai kepada tenaga kesehatan medis termasuk dokter. Dalam KUHP
Pasal 386 ayat (1) juga mengatur “Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan
barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan

3
menyembunyikan hal itu diancam dengan penjara paling lama 4 (empat) tahun”. Salah satu
kewajiban Rumah Sakit adalah sebagaimana diatur dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 15 ayat (3) yang menyatakan "Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi,
dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu
pintu" dan Pasal 29 yang menyatakan "memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit". Sehingga dalam kasus pemberian vaksin palsu kepada bayi tidak
boleh hanya menyalahkan dokter atau perawat saja, tetapi ini juga merupakan tanggung jawab
rumah sakit. Rumah sakit tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya karena ini juga
merupakan kelalaian dari pada Rumah Sakit. Salah satu sanksi terhadap pelanggaran dalam
melaksanaan kewajiban Rumah Sakit (Pasal 17 dan Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit) adalah denda dan pecabutan izin Rumah Sakit. Terhadap pasien yang dirugikan
akibat tidak dipenuhinya kewajiban Rumah sakit berhak menggugat dan atau menuntut
Rumah Sakit sebagaimana dalam UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 32 huruf (q) yang menyatakan
"pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana";
3. Pelayanan Medis terhadap Konsumen/pasien
Penjahat vaksin palsu melanggar Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945. Pasal itu berbunyi,
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak
dan Kewajiban Dokter dan Pasien dapat kita lihat dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran Pasal 50 sampai dengan Pasal 53. Dengan adanya hak dan kewajiban
dalam kontrak Traupetik antara dokter dan pasien maka salah satu pihak yang dirugikan dapat
melakukan tuntutan ganti rugi secara Perdata Hubungan hukum pidana dengan perbuatan
malpraktek medis pemberian vaksin palsu adalah sikap tindak yang salah; (hokum) pemberian
pelayanan terhadap pasien yang tidak benar oleh profesi medis; tindakan yang illegal untuk
memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam posisi kepercayaan. yaitu dengan
memberikan vaksin palsu kepada bayi yang mengakibatkan bayi tidak memiliki system
kekebalan tubuh yang dikemudian hari dapat mengakibatkan bayi mudah sakit. Perbuatan ini
dapat diancam dengan pidana kurungan 1 (satu) tahun atau dengan 50jt sesuai dengan Pasal
79 huruf (c) Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4
diatur hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang produk yang
akan dipakainya. Di sini seharusnya konsumen berhak mendapat informasi produk obatobatan
yang dipakainya, misalnya: tanggal kadaluarsa, segel kemasan/keutuhan kemasan, kandungan
produk, efek samping dan sebagainya. Informasi bagi konsumen adalah hak konsumen,
artinya ada beban kewajiban bagi pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan untuk
menginformasikan hal ini.
4. Regulasi
Salah satu penyebab munculnya peredaran vaksin palsu di faskes karena regulasi tidak
dijalankan sebagaimana mestinya. Pasal 98 UU Kesehatan, misalnya, mewajibkan Pemerintah
membina, mengatur, mengendalikan dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi dan
pengedaran farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi.
Ketentuan itu mengamanatkan pemerintah untuk mengaturnya lebih teknis dengan
menerbitkan Peraturan Pemerintah. “Sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan PP sesuai
amanat UU Kesehatan tersebut,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (18/07).
Mengingat pemerintah belum menerbitkan PP terbaru tentang sediaan farmasi dan alat
kesehatan, peraturan yang masih digunakan yaitu PP Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan yang terbit 1998. Pasal 65 PP ini mengamanatkan Menteri Kesehatan mengangkat
tenaga pengawas yang bertugas melakukan pemeriksaan di bidang pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Berdasarkan Permenkes No. 1144 Tahun 2010, Kementerian
Kesehatan membawahi subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang
terdiri dari seksi perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dan seksi
pemantauan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Seksi perencanaan bertugas
menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan bidang penyediaan obat publik dan
perbekalan kesehatan. Seksi pemantauan bertugas menyiapkan bahan bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan dan evaluasi. Peran Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) penting
dalam mencegah peredaran dan penggunaan vaksin palsu. BPRS bertugas membuat pedoman
pengawasan RS untuk digunakan BPRS provinsi. Kemudian, menganalisis hasil pengawasan
dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat dan daerah untuk digunakan sebagai
bahan pembinaan. Bahkan berdasarkan Pasal 14 ayat (1) PP No. 51 Tahun 2009 menegaskan
setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat harus memiliki seorang
apoteker sebagai penanggung jawab. PP tersebut juga mewajibkan setiap RS memiliki

5
instalasi farmasi. Standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi standar pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai itu meliputi
pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan; penerimaan; penyimpanan; pendistribusian;
pemusnahan dan penarikan; pengendalian; dan administrasi. Pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan Permenkes No. 58 Tahun 2014 dilakukan oleh Menteri Kesehatan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsinya masing-
masing. Secara umum berbagai regulasi yang berkaitan dengan kefarmasian itu selama ini
belum dilaksanakan dengan baik sehingga membuka celah masuknya vaksin palsu di faskes.
Ia berharap semua pemangku kepentingan seperti pemerintah, RS dan dokter saling
bekerjasama untuk segera menuntaskan persoalan vaksin palsu.

6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Vaksin adalah bahan antigen yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi
oleh organisme alami atau “liar”.
2. Vaksin palsu adalah sediaan berlabel vaksin yang tidak berisi antigen sehingga tidak
merangsang pembentukan kekebalan aktif.
3. Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusuia atau hewan untuk bertahan
terhadap serangan pathogen tertentu, terutama bakteri, virus atau toksin.

B. SARAN

Adapun saran atas pembuatan makalah ini adalah sekiranya dalam penulisan karya
ilmiah harus memperhatikan format penulisan.

Вам также может понравиться