Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Susunan Saraf Pusat ( SSP ), yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
Sistem Saraf Perifer, yang dapat dibagi lagi dalam dua bagian , yakni :
– saraf-saraf motoris atau saraf efren yang menghantarkan implus ( isyarat ) listrik dasi SSP ke
jaringan perifer melalui neuron efern ( motoris ).
– saraf-saraf sensoris atau saraf afren yang menghantarkan implus dari perifer ke SSP melalui
neuron aferen ( sensory ).
Saraf Eferen dapat dibagi pula dalam 2 sub system utama, yakni :
a. Sistem Saraf Otonom , yang mengendalikan organ-organ dalam secara tidak-sadar. menurut
fungsinya SSO ini dibagi lagi dalam dua cabang, yakni Sistem ( Orto ) Simpatis dan Sistem Parasimpatis
( SO dan SP ).
Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf yang
kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi sistem saraf antara lain :
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran ( perbedaan dengan anestetika umum ).
Antipiretika adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya
(sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.
Rasa Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ( ancaman )
kerusakan jaringan. Batas nyeri untuk suhu konstan, yakni pada 44-45°C. Nyeri disebabkan oleh
rangsangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan, rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, antara lain :
– bradikin, adalah polipeptida ( rangkaian asam amino ) yang dibentuk dari protein plasma.
– leukontrien, dan
– prostaglandin, mirip struktur dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.
Demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit sendiri. Kini para ahli
sependapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap suatu infeksi.
Pada suhu di atas 37°C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41°C, barulah
terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.
Penggolongan
Analgetik Perifer (non narkotik), analgetik ini tidak dipengaruhi system saraf pusat. Semua analgetik
perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu. Terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Analgetika Narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan
kanker.
A. Analgetika Perifer
– Nyeri ringan, dapat ditangani dengan obat perifer, seperti paracetamol, asetosal, mefenaminat,
propifenazon atau aminofanazon, begitu pula rasa nyeri dengan demam.
– Nyeri yang disertai pembengkakkan atau akibat trauma ( jatuh, tendangan, tubrukkan), diobati
dengan suatu analgetikum antiradang, seperti aminofenazon dan NSAID ( ibuprofen, mefenaminat, dll ).
– Nyeri yang hebat, perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiate lainnya ( tramadol ).
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Paracetamol ( Pamol )
Penggunaan
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau
menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis
dan atau juga antiradang. Oleh karna itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melaikan juga
pada demam ( infeksi virus atau kuman, selesma, pilek ) dan peradangan seperti rema dan encok.
Efek Samping
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus ( b,c,e), kerusakan darah ( a,b,d, dan e), kerusakan
hati dan ginjal ( a dan c ) dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada
penggunaan lama atau dala dosis tinggi.
adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru ( mimic ) opioid endogen dengan memperpanjang aktivitas
dari reseptor0reseptor opioid ( biasanya µ-reseptor ). Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor opiois khas di
SSP, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri berubah ( dikurangi ).
Atas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni :
1. Agonis Opiat, yang dibagi dalam :
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai potensi dan lama kerjanya, efek
samping dan risiko akan kebiasaan dengan ketergantungan fisik
Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.
Zat-zat ini dengan kerja campuran juga meningkat pada reseptor-opioid, tetapi tidak atau hanya sedikit
mengaktivasi daya kerjanya.
Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP, hingga perasaan nyeri dapat
diblokir. Khasiat analgetik opioida berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri
yang belum ditempati endorphin. Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus menerus,
pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endofrin di ujung saraf otak dirintangi.
Akibatnya terjadilan kebiasaan dan ketagihan.
Morfin dan opioida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek samping yang tidak diinginkan, yaitu:
Supresi SSP, misalnya sedasi, menekan pernapasan dan batuk, miosis, hypothermia dan perubahan
suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dan muntah.
Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunnya aktivitas mental dan motoris.
saluran napas: bronchokonstriksi, pernapasan menjadi lebih dangkal dan frekuensinya menurun.
System sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan bradycardia.
saluran-cerna: motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu-empedu),
sekresi pancreas, usus dan empedu berkurang.
saluran-urogenital: retensi urin (karena naiknya tonus dari sfngter kandung kemih), motilitas uterus
berkurang (waktu persalinan diperpanjang).
Kebiasaan dengan risiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala
abstinensi.
selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan dengan mendadak dan semula dapat berupa menguap,
berkeringat hebat dan air mata mengalir, tidur gelisah dan kedinginan. Lalu timbul muntah-muntah,
diare, tachycardia, mydriasis (pupil membesar), tremor, kejang otot, peningkatan tensi, yang dapat
disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah, kekhawatiran mati).
Antagonis Morfin
Antagonis Morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping opioida tertentu tanpa
mengurangi kerja analgetisnya. Yang paling terkenal adalah nalokson, naltrekson dan nalorfin. Obat ini
terutama digunakan pada overdose atau intoksikasi. Khasiat antagonisnya diperkirakan berdasarkan
penggeseran opioida dari tempatnya di reseptor-reseptor otak. Antagonis morfin ini sendiri juga
berkhasiat analgetik, tetapi tidak digunakan dalam terapi karena khasiatnya lemah dan efek samping
tertentu mirif morfin (depresi pernapasan, reaksi psikotis)