Вы находитесь на странице: 1из 31

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ARHTITIS REUMATOID

Dosen Pembimbing:
Alik Septian M, S.kep.,Ns.,M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1) Eva Febriani Safitri (151001011)
2) Muhamad Amang Handaris (151001028)
3) Shinta Lukita Kirana Putri (151001039)
4) Usha Meilasari (151001042)
5) Yuyun Siti Nur Janah (151001047)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) PEMKAB JOMBANG
2016/2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktu. Makalah ini dibuat dengan menggunakan informasi dari kajian literatur dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tugas studi kasus
asuhan keperawatan arthtitis reumatoid yang diberikan oleh Bapak Alik Septian M,
S.Kep.,Ns.,M.Kes. Dalam studi kasus ini, kami membahas mengenai ARHTITIS
REUMATOID. ARHTITIS REUMATOID merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal
yaitu penyakit peradangan sistemis kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
manifestasi pada sendi perifer dengan pola simestris.
Dengan dibuatnya studi kasus ini diharapkan pembaca menjadi lebih tau tentang
gangguan muskuloskeletal ini sehingga dapat menjadi pembelajaran yang bermanfaat agat
dapat mulai dari sekarang untuk lebih waspada dan menjaga kesehatan. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam studi kasus yang kami susun ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari oembaca sangat kami harapkan untuk
pentempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Jombang, 2 November 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ..................................................................................................... 3
2.2. Etiologi......................................................................................................... 4
2.3 Manifestasi Klinis ......................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi .................................................................................................. 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 9
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................ 11
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian .................................................................................................... 3
3.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 5
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan ................................................................ 5
3.4 Implementasi ............................................................................................... 6
3.5 Evaluasi ....................................................................................................... 7
BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
4.1 Pembahasan ................................................................................................. 9
4.1.1 Pengkajian ........................................................................................... 9
4.1.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 10
4.1.3 Rencana Tindakan Keperawatan ........................................................ 11
4.1.4 Implementasi ...................................................................................... 12
4.1.5 Evaluasi .............................................................................................. 14
4.2 Kesimpulan dan Saran ................................................................................ 15
4.2.1 Kesimpulan ..........................................................................................15
4.2.2 Saran ....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kesehatan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, sebagai
petugas kesehatan khususnya perawat memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan guna menunjang dan memberikan pelayanan yang
baik. Perkembangan saat ini, juga mempengaruhi gaya hidup atau pola kebiasaan
sehari-hari, misalnya kurang berolahraga dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang
akan berakibat pada pertumbuhan tulang, kesehatan tulang, dan sendi.
Arthritis reumatod (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta
melibatkan semua kelompok ras dan ertnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang
walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ
tubuh lainnya. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang
hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan
persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan
kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon seks dan umur telah diketahui
berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini, hingga etiologi AR
yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti (Tim FKUI, 2006).
Penyakit rematik yang sering disebut arthritis (radang sendi) dan dianggap
sebagai suatu keadaan sebenarnya terdiri atas lebih dari 100 tipe kelainan yang
berbeda. Penyakit ini terutama mengenai otot skeletal, tulang ligamentum, Tendon,
persendian pada laki-laki maupun wanita dengan segala usia. Sebagian gangguan
lebih besar kemungkinan untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan
pasien atau lebih menyerang jenis kelamin yang satu dibandingkan lainnya. Dampak
keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan
kenyamanan dan masalah yang disebabkan oleh penyakit rematik tidak hanya
keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari tetapi
juga efek sistemik yang tidak jelas tetap dapat menimbulkan kegagalan organ dan
kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah,
perubahan citra diri serta gangguan tidur (Brunner dan Suddarth, 2001 : 1781).

3
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan studi kasus ini, antara lain sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Melaporkan dan mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan
metode action, observasi, kolaborasi dan education untuk menanggani kasus nyeri
pada Tn. D dengan diagnosa arthitis reumatik yang terjadi di lutut sebelah kiri di
Rumah Sakit Sudirman.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. D dengan nyeri lutut sebelah
kiri.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. D dengan nyeri
lutut sebelah kiri.
c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada Tn. D dengan nyeri lutut
sebelah kiri.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn. D dengan
nyeri lutut sebelah kiri.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. D dengan nyeri lutut sebelah
kiri.
f. Penulis mampu menganalisa kondisi nyeri yang terjadi pada Tn. D dengan
nyeri lutut sebalah kiri.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN ARTRITIS REUMATOID

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua,
itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan
Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram
(1998) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung
sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial.

Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi
utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan
seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006)

Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi.(www.medicastore.com)

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (
Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses


inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001).

Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia
lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi
Darmojo, 2002).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang
mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin
Tucker.2003 )

Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai


membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian,
kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000 )

5
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama
poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2005 )

Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada
daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).

B. KLASIFIKASI ARTRITIS REUMATOID

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Reumatoid arthritis klasik

pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

2. Reumatoid arthritis defisit

pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

3. Probable Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

4. Possible Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.

6
C. ETIOLOGI ARTRITIS REUMATOID

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa
hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :

1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor Reumatoid

2. Gangguan Metabolisme

3. Genetik

4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi
virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid
adalah;

• Jenis Kelamin.

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.

• Umur.

Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini
juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)

• Riwayat Keluarga.

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis Reumatoid maka anda
kemungkinan besar akan terkena juga.

• Merokok.

Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

D. PATOFISIOLOGI ARTRITIS REUMATOID

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama


terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami

7
perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti


vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke
tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila


kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Pathway Artritis Reumatoid

LAPORAN PENDAHULUAN ARTRITIS REUMATOID


ARTRITIS REUMATOID

E. TANDA DAN GEJALA ARTRITIS REUMATOID

8
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :

Nyeri persendian

Bengkak (Reumatoid nodule)

Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari

Terbatasnya pergerakan

Sendi-sendi terasa panas

Demam (pireksia)

Anemia

Berat badan menurun

Kekuatan berkurang

Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal

Pasien tampak anemik

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :

Gerakan menjadi terbatas

Adanya nyeri tekan

Deformitas bertambah pembengkakan

Kelemahan

Depresi

Gejala Extraartikular :

Pada jantung : Reumatoid heard diseasure, Valvula lesion (gangguan


katub),Pericarditis, Myocarditis

Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis

Pada lympa : Lhymphadenopathy

Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis

Pada otot : Mycsitis

9
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh
karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial
dapat terserang.

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis,
yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan
sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.


Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering
dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga
orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini
adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan;
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.
Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif
dan lebih berat.

7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di


luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat
rusak.

Gejala umum Reumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan
berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan
pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala
penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi
(kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan

10
kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis
Reumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya
penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan
gambaran klinis yang klasik untuk Reumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala
sistemik dari Reumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan
menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil
di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,
siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya
akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari
berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan
kekakuan.

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini
sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-
sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan
pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi
dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan
lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah
tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada
lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan
kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari,
mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi
kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat
terjadi berulang

11
LAPORAN PENDAHULUAN ARTRITIS REUMATOID

F. KOMPLIKASI ARTRITIS REUMATOID

1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah
kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh
adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya untuk
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi
menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati
akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

12
G. KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS REUMATOID

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.

No Kriteria Definisi

1 Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan
disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum
perbaikan maksimal

2 Artritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau


lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang
diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini
terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria
yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku
pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.

3 Artritis Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu


pada persendian persendian tangan seperti yang tertera diatas.
tangan

4 Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera


pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan
PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima
walaupun tidak mutlak bersifat simetris.

5 Nodul Reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau


permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular
yang diobservasi oleh seorang dokter.

6 Faktor Reumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum


yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil
positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang
diperiksa.

7 Perubahan gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis


khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar
X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan
yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi
atau daerah yang berdekatan dengan sendi
(perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi

13
persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia


sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat
minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian
diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ARTRITIS REUMATOID

1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita

2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi
sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium

4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi


tulang pada sendi

5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk
pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen
( C3 dan C4 ).

6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi;
cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental
dibanding cairan sendi yang normal.

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang
mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6
minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada
foto rontgen

Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan


diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada
saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium
menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%;
pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.
Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan

14
hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna
mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan
komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu
penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan
memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam
perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

LAPORAN PENDAHULUAN ARTRITIS REUMATOID

I. PENATALAKSANAAN ARTRITIS REUMATOID

Tujuan utama terapi adalah:

1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan

2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.

3. Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana
pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:

1. Istirahat

2. Latihan fisik

3. Panas

4. Pengobatan

a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang
diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml

15
b. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi
obat

c. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari  mengatasi
keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang
diperlukan.

d. Garam emas

e. Kortikosteroid

5. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih

a. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi
sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.

b. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.

c. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.

d. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau
diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti
inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat
menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan
sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal
(Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju


pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.
Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat
dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya


digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi
lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,
seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,
menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak
memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang
mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara
persendian agar tetap lentur.

16
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1 Pengkajian

Pengkajian penulis menggunakan metode autoanamnesa serta catatan


keperawatan yang di lakukan pada tanggal 4 Juni 2016 pukul 15:00 WIB dan di
dapatkan identitas pasien. Pasien bernama Tn. Dyang tinggal di Jl. Teratai, Ds
Sambong Permai blok C no 19. Rt 09/ Rw 08. Kelurahan Sambong. Kecamatan
Jombang. Usia 40 tahun. Jenis kelamin laki laki, bekerja sebagai PNS dengan
pendidikan terakhir S1. Tn D masuk RS Sudirman pada tanggal 6 Juni 2016 pukul
18:00 WIB di antar anak dan istrinya. Melalui poli dengan diagnosa “ Remathoid
Arthitis”. Selama di rumah sakit penanggung jawab dari Tn. D adalah istrinya yaitu
Ny. Z.
Berdasarkan pengkajian riwayat penyakit. Tn. D mengatakan nyeri pada sendi
lutut yang dirasakan sudah berlangsung kurang lebih 3 bulan yang lalu. Pernah
memeriksakan ke Puskesmas dan dokter menyarankan agar pasien di rujuk kerumah
sakit karena pasien terkena rematik.
Pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 18:00 WIB. Tn. D datang ke RS Sudirman
kemudian setelah di periksa oleh dokter dan di lakukan pengkajian, dokter
menyarankan agar Tn. D di rawat inap di RS Sudirman
Pada saat di lakukan pengkajian pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 18:00 WIB. Tn.
D mengeluh nyeri lutut bagian kiri seperti tertusuk tusuk dengan skala nyeri 7 (
rentang nyeri 0-10) dan nyeri yang di rasakan saat melakukan aktivitas ringan. Pasien
tampak lemah dan meringis kesakitan duduk din kursi roda.
Pasien terpasang infus RL 20 tetes permenit pada tangan sebelah kiri.
Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi
respon fase akut. Klorokuin fosfat 250 mg/oral . Ketobrat 3ml/8 jam untuk
mengurangi rasa nyeri (analgesik). Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah 120/90
mmHg. Nadi 84 kali permenit, pernafasan 22/menit, dan suhu 37,80C.
Pada riwayat penyakit yang pernah di alami Tn. D ,emgatakan tidak mempunyai
penyakit yang spesifik. Belum pernah mengalami kecelakaan , di rawat di rumah sakit
maupun menjalani operasi. Tn mengatakan tidak memilik alergi makanan. Tn. D tidak
merokok. Kebiasaan mandi malam karena pulang kantor pukul 21:00 WIB.

17
Pada riwayat kesehatan keluarga Tn. D mengatakan dalam keluarganya tidak ada
yang memiliki penyakit keturunan atau menular. Seperti : Hipertensi, Diabetes
Militus, Hepatitis, dan lain lain. Tn. D merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.
Sedangkan istrinya anak ke dua dari tiga bersaudara. Tn. D dan istrinya memiliki anak
usia 10 tahun berjenis kelamin laki laki.
Pada kasus ini Tn. D mengalami masalah pola aktivitas dan latihan yaitu sebelum
sakit tn. D mengatakan tidak mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas dan
latihan fisik. Tn. D mengatakan tidak mengalami gangguan fungsi pengelihatan,
pendengaran, perasaan dan pembau selama sakit maupun tidak sakit. Pasien
mengatakan nyeri lutut kiri dengan kualitas nyeri tertusuk tusuk dengan skala nyeri 7
(0-10) nyeri tidak hilang timbul. Pasien tampak lemah dan meringis kesakitan.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran Tn. D composmentis dengan nilai GCS 15 (
E=4, V=5, M=6). Tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 kali permenit. Pernafasan 22
kali permenit, suhu 37,80 C.
Pada pemeriksaan sistem pernafasan pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi. Pada inspeksi bentuk thorax simestrispernafasan 22 kali permenit
tidak ada usaha dengan mengunakan otot bantu pernafasan, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak terdapat sianosis. Pada palpasi, tidak ada nyeri tekan. Pada
pemeriksaan perkusi tidak terdapat odema, suara sonor. Auskultasi terdapat suara paru
vesikuler.
Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler terlihat wajah TN. D pucat konjungtiva
pucat.irama jantung terdengan regular BJ1 BJ2 normal, TD 120/90 mmHg. Tidak ada
nyeri tekan, suara jantung saat di perkusi pekak.
Pada sistem persarafan sensori Tn. D tidak mengalami gangguan, semua sisstem
persyarafan Tn.d normal.
Pada pemeriksaan abdomen Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi (IAPP).
Inspeksi meliputi warna kulit putih, perut simetris, turgor kulit normal. Auskultasi
melipati peristaltik usus 10 kali permenit. Saat di perkusi suara perut terdengar
timpani. Pada ssat palapasi tidak ada nyeri tekan ataupun edema.
Pada sistem urinaria Tn. D BAK tidak tentu ± setiap 6-8 jam sekali, klien
mengatakn klien mampu menahan BAK selama klien inginkan tidak sakit saat BAK
dan lancar. Klien mengatakan pernah mengalami kesulitan untuk defekasi karena
sering menahan untuk untuk defekasi.

18
Pada pemeriksaan sistem muskuloskeletal kedua kaki dan tangan Tn. D tampak
sejajar dan sama besar dan panjang, tampak adanya scoliosis. Kemampuan mengubah
posisi baik, pergerakan kedua tangan dan kaik baik, kekuatan otot kurang baik pada
persendian klien sering merasa linu dan kesemutan, adanya nyeri tekan dan kesulitan
untuk berjalan pada sendi lutut kaki sebelah kiri.
Pada sitem endokrin Tn. D mengatakan tidak mempunyai penyakit gula dan
gondok. Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi.
Pada sistem persepsi sensori Tn. D mengatakan tidak memiliki gangguan pada
mata, telinga dan hidung.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan Tn. D meliputi pemeriksaan pemeriksaan
laboratorium, CT-Scan dan rontgen. Hasil dari pemeriksaan laboratorium tanggal 6
Juni 2016 di dapatkan hasil sendi yang metatarsofalang dan sendi sakroiliaca yang
tidak simetris dan terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksa
artikular, dan terjadi penyempitan ruang sendi.

2.2 Perumusan Masalah


Pada kasus Tn. D didapatkan data subyektif pasien mengatakan “ nyeri lutut
sebelah kiri seperti ditusuk – tusuk dengan skela nyeri 7 (0-10). Nyeri yang di rasakan
terus menerus (konsistent)”.
Dan di dapatkan data onyektif berupa pasien tampak lemah dan meringis
kesakitan. Tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 per menit, pernafasan 22 kali
permenit, suhu 37,80C. Setelah dilakukan analisis data didapatkan masalah
keperawatan utama yaitu nyeri akut. Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat
ditegakkan diagnosa masalah keperawatan utama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis (distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi,
destruksi sendi).

2.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan yang dilakukan pada Tn. D dengan tujuan dan kriteria hasil
yaitu setelah dilakukantindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan nyeri
teratasi dengan kriteria hasil yaitu nyeri teratasi dengan kriteria hasil yaitu pasien
mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-3 (0-10). Intensitas
timbulnya nyeri berkurang. Pasien tampak rileks, pasien tidak tampak meringis
kesakitan, nafsu makan pasien bertambah. Tanda-tanda vital dalam batas normal

19
(tekanan darah 120/80, nadi 60-100 permenit, pernapasan 16-24 kali permenit, suhu
36-37,80C)
Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
muncul pada Tn. D antara lain observasi tanda vital, kaji karakteristik nyeri meliputi
lokasi karakteristik, onset atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus dengan rasional dapat menentukan terapi yang di
lakukan,berikan posisi yang nyaman dengan rasional agar pasien rileks dan membantu
mengurangi rasa nyeri, batasi pengunjung dengan rasional agar pasien dapat istirahat
sehingga dapat membantu mengurangi rasa nyeri. Ajarkan metode farmakologi untuk
menurunkan nyeri (teknik nafas dalam) atau dikstraksi (mendengarkan musik
menonton tv, imajinasi terbimbing) untuk mengalihkan rasa nyeri dan kolaborasi
dengan pasien, orang terdekat, dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri non farmakologi sesuai kebutuhan
dan membantu proses penyembuhan dengan memberikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur.

2.4 Implementasi
Pada tanggal 6 juni 2016 dilakukan beberapa implementasi yaitu mengobservasi
tanda-tanda vital pada pukul18:15 WIB dengan respon subjektif Tn. D mengatakan
bersedia, dan repon objektif Tn.D tampak lemah dan ekspresi wajah terlihat meringis
menahan nyeri. Tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84/ menit, pernafasan 22/ menit,
suhu 37,80 C. Mengkaji karakteristik nyeri pada pukul 18:15 WIB dengan respon
subjektif yaitu Tn. D mengatakan nyeri lutut sebelah kiri seperti di tusuk tusuk. Skala
nyeri 7, nyeri terus menerus dan respon objektif Tn. D tampak meringis kesakitan.
Pemberian obat analgesik Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk menurukan proses
penyakit dan mengurangi respon fase akut. Klorokuin fosfat 250 mg/oral . Ketobrat
3ml (iv) /8 jam untuk mengurangi rasa nyeri (analgesik) pada pukul 18:15 WIB.
Dengan respon pasien terlihat tenang.
Pada tanggal 7 Juni 2016 dilakukan implementasi yaitu mengkaji tanda tanda
vital pada pukul 08:00 WIB dengan respon subjrktif Tn. D bersedia dan respon
objektif tampak lemah, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80/ vmenit, pernafasan 20/
menit, suhu 36,80C. Mengkaji karakteristik nyeri pada pukul 08:10 WIB dengan
respon subjektif masih merasa nyeri yang hilang timbul dengan skala 5 dengan rasa

20
seperti di tusuk tusuk dan masih meringis kesakitan. Memberikan posisi supinasi pada
pukul 08:15 WIB dengan respon subjektif Tn. D mengatakan lebih nyaman dan
respon objektif masih meringsi kesakitan. Kolaborasi Pemberian obat analgesik
Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi respon
fase akut. Klorokuin fosfat 250 mg/oral . Ketobrat 3ml (iv) /8 jam untuk mengurangi
rasa nyeri (analgesik) pada pukul 18:15 WIB. Dengan respon pasien terlihat tenang.
Pada pukul 8 juni 2016 dilakukan implementasi yaitu mengkaji tanda-tanda vital
pada pukul 08:00 WIB dengan respon subjrktif Tn. D bersedia dan respon objektif
tampak lemah, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80/menit, pernafasan 20/ menit,
suhu 36,30C. Mengkaji karakteristik nyeri pada pukul 08:10 WIB dengan respon
subjektif masih merasa nyeri yang hilang timbul dengan skala 2 dengan rasa seperti di
tusuk tusuk dan masih meringis kesakitan. Mengajarkan metod relaksasi nafas dalam
pada pukul 08:15 WIB dengan respon subjektif Tn. D mengatakan lebih nyaman dan
respon objektif masih meringsi kesakitan. Kolaborasi Pemberian obat analgesik
Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi respon
fase akut. Klorokuin fosfat 250 mg/oral . Ketobrat 3ml (iv) /8 jam untuk mengurangi
rasa nyeri (analgesik) pada pukul 18:15 WIB. Dengan respon pasien terlihat tenang.

2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan selama tiga hari yaitu pada tanggal 6 juni 2016, 7 juni 2016
dan 8 juni 2016 dengan metode SOAP. Pada tangal 6 juni 2016 pukul 21.00 WIB.
Evaluasi yang di peroleh yaitu data subyektif, Tn. D mengatakan masih merasakan
nyeri lutut kiri, kualitas nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri
7 (0-10). Dengan intensitas terus menerus (konsisten). Dan data obyektif Tn. D
tampak lemah dan meringis kesakitan, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84
permenit, pernafasan 22 permenit, suhu 37,8 0C. Asessment masalah keperawatan
nyeri akut belum teratasi. Perencanaan Intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda vital,
kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman kolaborasi dengan tim medis lain
dalam pemberian analgesik.
Pada tanggal 7 juni 2016, evaluasi yang diperoleh yaitu data subjektif Tn. D
mengatakan masih merasakan nyeri lutut kiri, kualitas nyeri yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 5 (0-10). Dengan intensitas terus menerus
(konsisten). Dan data obyektif Tn. D tampak lemah dan meringis kesakitan, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80 permenit, pernafasan 20 permenit, suhu 36,8 0C.

21
Asessment masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian. Perencanaan Intervensi
dilanjutkan meliputi kaji tanda vital, kaji karakteristik nyeri, ajarkan tenik relaksasi
nafas dalam, kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesik.
Pada tanggal 8 juni 2016, evaluasi yang diperoleh yaitu data subjektif Tn. D
mengatakan masih merasakan nyeri lutut kiri, kualitas nyeri yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (0-10). Dengan intensitas timbul hilang. Dan data
obyektif Tn. D tampak lemah dan sudah tidak terlihat kesakitan, tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 80 permenit, pernafasan 20 permenit, suhu 36,30C. Asessment masalah
keperawatan nyeri akut teratasi. Hentikan intervensi.

22
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

3.1 Pembahasan
Pada bab ini akan membahas tentang kesenjangan teori dan tindakan proses
asuhan keperawatan yang di lakukan pada tanggal 6 juni 2016. Pembehasan tentang
proses asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, rumusan atau diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
3.1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang
individu, keluarga, dan kelompok (carpenito dan moyet 2007).
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis.,
tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan
informasi riwayat pasien pada rekam medik (NANDA, 2015).
Reumatoid artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian
dalam sendi (Gordon, 2009).
Pada kasus Tn. D mengeluh nyeri lutut sebelah kiri selama 3 bulan tapi
merasakan nyeri semakin parah sekitar seminggu yang lalu. Di diagnosis sebagai
remathoid atritis di mana hal ini dapat dipengaruhi reaksi autoimun. Menurut
sjamsuhidajat. R (2010). Manifestasi klinis yang muncul berupa inflamasi sendi,
bursa, dan sarung tendo yang menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi,
serta hidrops ringan. Faktor-faktor yang berperan adalah jenis kelamin, infeksi,
keturunan dan lingkungan. Pada saat melakukan pengkajian, penulis menemukan
keluhan nyeri di kaki sebelah kiri dengan skala 7.
Meskipun pemeriksaan fisik sudah dilakukan dengan cermat dan teliti. AR
terjadi diseluruh dunia, kejadian tahunan AR sekitar tiga kasus per 10.000
penduduk, dan tingkat pravalensi sekitar 1%. Remisi klinis spontan bersifat jarang
(sekitar 5-10%). AR tejadi 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanitab dibandingkan
pria. Frekuensi AR puncaknya terjadi pada usia 35-50 tahun. Pada pasien AR
terjadi penurunan harapan hidup 5-10 tahun, meskipun angka kematian mungkin
lebih rendah pada mereka yang merespons terhadap terapi. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko kematian termasuk infeksi, penyakit jantung, penyakit ginjal,

23
pendarahan GI, dan gangguan limfoproliferatif. Peristiwa ini dapat langsung
disebabkan oleh penyakit dan komplikasinya (misalnya vaskulitis dan
amiloidosis) atau efek samping akibat terapi (Dr.dr. Zairin Noor Helmi,
Sp.OT(K).,M.M., FICS, 2012). Pada kasus ini Tn. D menjalani pemerikasaan CT-
Scan dan Rontgen pada tanggal 6 Juli 2016 dengan hasil sendi metatarsofalang
dan sendi sakroiliaca yang tidak simetris dan terjadi pembengkakan jaringan lunak
dan demineralasi juksa artikular, dan juga terjadi terjadi penyempitan ruang sendi.
Diagnosa Arthitis Reumatik baru bisa di tegakkan jika pasien telah melakukan
beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Menurut Dr.dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K).,M.M., FICS, 2012, Arthitis
Reumatik dapat dilakukan terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi secara
nonfarmakologis bisa di lakukan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan
untuk belajar cara mengatasi konsekuensi dari arthitis reumatik, memberikan
fisioterapi dan terpai fisik untuk membantu meningkatkan dan mempertahankan
berbagai gerakan kekuatan otot, memberikan terapi okupasi untuk membantu
menggunakan sendi dan mengurangi ketegangan sendi, dan memberikan tindakan
ortopedi yang meliputi tindakan bedah rekonstruksi. Sedang pengobatan secara
farmakologi dapat di lakukan dengan DMARD’s untuk memperlambat dan
mencegah perkembangan kerusakan dan hilangnya fungsi sendi, dengan
glukokortikoid, NSAID, dan analgesik. Jika Arthitis Reumatik sudah parah bida
dilakukan Bedah Perawatan.
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual
atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin
dan berkompeten untuk mengatasinya (Potter. 2005). Diagnosa keperawatan yang
muncul adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera biologis (distensi
jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi). Pada kasus
Tn. D ditemukan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
(distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destrukasi sendi). Hal
ini sesuai dengan gejala arthitis reumatik yaitu nyeri pada sendi. Diagnosa nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis (distensi jaringan akibat akumulasi
cairan/proses inflamasi, destruksi sendi) sebagai prioritas diagnosa keperawatan
karena nyeri yang di alami oleh penderita Arthitis Reumatik sangatlah hebat
karena persendian yang diserang. Nyeri dapat diatasi dengan farmakologis dan

24
nonfarmakologis, jika nyeri tidak teratasi maka bedah perawatan dapat dilakukan
untuk mengatasi arthitis reumatik. Selain itu apabila diagnosa tidak teratasi , dapat
mengakibatkan ancaman bagi klien atau orang lain yang mempunyai prioritas
tertinggi. Hal ini di dukung dengan hasil pengkajian pada tanggal 4 Juni 2016 di
dapatkan data subyektif “Pasien mengatakan nyeri pada sendi lutut sebelah kiri
seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 7”, dan data obyektif berupa “Pasien
nampak lemah dan meningitis kesakitan, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84
kali permenit, pernafasan 22 kali permenit, suhu 37,80C”.
3.1.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Intervensi adalah rencana kepeawatan yang akan penulis rencanakan kepada
klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan klien dapat
terpenuhi (Judith M. Wilkinson, 2006). Dalam teori intervensi dituliskan sesuai
dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan Nursing Intervension Clasification
(NIC) dan Nursing Outcome Clasification (NOC).
Menurut Muttaqin (2011), rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
nyeri akut dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi dengan kriteria
hasil pasien melaporkan nyeri berkurang ataun dapat diadaptasi, skala 0-10.
Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,
pasien tidak gelisah. Intervensi yang dilakukan meliputi Action, Observasi,
Colaborasi dan Education.
Pada kasus Tn. D penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama
3x24 jam karena nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu
penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan
fisiologis, rasa nyaman dan harus dipenuhi (Patricia A. Potter, 2006) dan kriteria
hasil yang ditulis penulis yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
dengan skala nyeri 0-3 (0-10), tanda-tanda vital dalam batas normal karena tanda-
tanda vital dilakukan untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh baik
keadaan metabolisme, perubahan pada sistem kardiovaskuler fungsi pernafasan
maupun menilai kemampuan sistem kardiovaskuler (Hidayat, 2005) pasien
nampak rileks dan pasien tidak tampak meringis kesakitan karena meringis atau
ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretak gigi, memegang bagian tubuh
yang terasa nyeri, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur yang tidak lazim

25
atau membungkuk merupakan contoh ekspresi atau respon perilaku nyeri secara
nonverbal (Potter. 2006).
Pada kasus Tn. D rencana tindakan dilakukan dengan tujuan dan kriteria
hasil yaitu setelah dilakukantindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan
nyeri teratasi dengan kriteria hasil yaitu nyeri teratasi dengan kriteria hasil yaitu
pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-3 (0-10).
Intensitas timbulnya nyeri berkurang. Pasien tampak rileks, pasien tidak tampak
meringis kesakitan, nafsu makan pasien bertambah. Tanda-tanda vital dalam batas
normal (tekanan darah 120/80, nadi 60-100 permenit, pernapasan 16-24 kali
permenit, suhu 36-37,80C)
Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
muncul pada Tn. D antara lain observasi tanda vital, kaji karakteristik nyeri
meliputi lokasi karakteristik, onset atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus dengan rasional dapat menentukan terapi yang
di lakukan,berikan posisi yang nyaman dengan rasional agar pasien rileks dan
membantu mengurangi rasa nyeri, batasi pengunjung dengan rasional agar pasien
dapat istirahat sehingga dapat membantu mengurangi rasa nyeri. Ajarkan metode
farmakologi untuk menurunkan nyeri (teknik nafas dalam) atau dikstraksi
(mendengarkan musik menonton tv, imajinasi terbimbing) untuk mengalihkan rasa
nyeri dan kolaborasi dengan pasien, orang terdekat, dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri non
farmakologi sesuai kebutuhan dan membantu proses penyembuhan dengan
memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.

3.1.4 Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tindakan dan hasil yang diperkirakan dan asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan (Potter & Perry, 2005).
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja
aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai
tujuan yang berpusat pada klien , menyelia, dan mengevaluasi kerja anggota staf,
dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang releven dengan

26
perawatan kesehatan berkelanjutan dan klien. Implementasi menuangkan rencana
asuhan kedalam tindakan. Setelah rencana dikembangan, sesuai dengan kebutuhan
dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik, yang
mencakup tindakan perawat dan tindakan (Bulechek & McCloskey, 1995 ; dikutip
dari Potter, 2005)
Implementasi pada Tn. D dapat dilakukan penulis sesuai rencana tindakan
yang ada. Pada tanggal 6 juni 2016 dilakukan beberapa implementasi yaitu
mengobservasi tanda-tanda vital pada pukul18:15 WIB dengan respon subjektif
Tn. D mengatakan bersedia, dan repon objektif Tn.D tampak lemah dan ekspresi
wajah terlihat meringis menahan nyeri. Tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84/
menit, pernafasan 22/ menit, suhu 37,80 C. Mengkaji karakteristik nyeri pada
pukul 18:15 WIB dengan respon subjektif yaitu Tn. D mengatakan nyeri lutut
sebelah kiri seperti di tusuk tusuk. Skala nyeri 7, nyeri terus menerus dan respon
objektif Tn. D tampak meringis kesakitan. Pemberian obat analgesik
Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi
respon fase akut. Klorokuin fosfat 250 mg/oral . Ketobrat 3ml (iv) /8 jam untuk
mengurangi rasa nyeri (analgesik) pada pukul 18:15 WIB. Dengan respon pasien
terlihat tenang.
Pada tanggal 7 Juni 2016 dilakukan implementasi yaitu mengkaji tanda
tanda vital pada pukul 08:00 WIB dengan respon subjrktif Tn. D bersedia dan
respon objektif tampak lemah, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80/ vmenit,
pernafasan 20/ menit, suhu 36,80C. Mengkaji karakteristik nyeri pada pukul 08:10
WIB dengan respon subjektif masih merasa nyeri yang hilang timbul dengan skala
5 dengan rasa seperti di tusuk tusuk dan masih meringis kesakitan. Memberikan
posisi supinasi pada pukul 08:15 WIB dengan respon subjektif Tn. D mengatakan
lebih nyaman dan respon objektif masih meringsi kesakitan. Kolaborasi
Pemberian obat analgesik Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk menurukan proses
penyakit dan mengurangi respon fase akut. Klorokuin fosfat 250 mg/oral .
Ketobrat 3ml (iv) /8 jam untuk mengurangi rasa nyeri (analgesik) pada pukul
18:15 WIB. Dengan respon pasien terlihat tenang.
Pada pukul 8 juni 2016 dilakukan implementasi yaitu mengkaji tanda-
tanda vital pada pukul 08:00 WIB dengan respon subjrktif Tn. D bersedia dan
respon objektif tampak lemah, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80/menit,
pernafasan 20/ menit, suhu 36,30C. Mengkaji karakteristik nyeri pada pukul 08:10

27
WIB dengan respon subjektif masih merasa nyeri yang hilang timbul dengan skala
2 dengan rasa seperti di tusuk tusuk dan masih meringis kesakitan. Mengajarkan
metod relaksasi nafas dalam pada pukul 08:15 WIB dengan respon subjektif Tn. D
mengatakan lebih nyaman dan respon objektif masih meringsi kesakitan.
Kolaborasi Pemberian obat analgesik Methrotoxate 7,5 mg/ oral untuk
menurukan proses penyakit dan mengurangi respon fase akut. Klorokuin fosfat
250 mg/oral . Ketobrat 3ml (iv) /8 jam untuk mengurangi rasa nyeri (analgesik)
pada pukul 18:15 WIB. Dengan respon pasien terlihat tenang.

3.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Carnevari & Thomas,
1993 ; dikutip dari Potter, 2005).
Evaluasi pada Tn. D dilakukan dengan metode SOAP. Evaluasi dilakukan
selama tiga hari yaitu pada tanggal 6 juni 2016, 7 juni 2016 dan 8 juni 2016
dengan metode SOAP. Pada tangal 6 juni 2016 pukul 21.00 WIB. Evaluasi yang
di peroleh yaitu data subyektif, Tn. D mengatakan masih merasakan nyeri lutut
kiri, kualitas nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 7 (0-
10). Dengan intensitas terus menerus (konsisten). Dan data obyektif Tn. D tampak
lemah dan meringis kesakitan, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 permenit,
pernafasan 22 permenit, suhu 37,8 0C. Asessment masalah keperawatan nyeri akut
belum teratasi. Perencanaan Intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda vital, kaji
karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman kolaborasi dengan tim medis lain
dalam pemberian analgesik.
Pada tanggal 7 juni 2016, evaluasi yang diperoleh yaitu data subjektif Tn.
D mengatakan masih merasakan nyeri lutut kiri, kualitas nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 5 (0-10). Dengan intensitas terus
menerus (konsisten). Dan data obyektif Tn. D tampak lemah dan meringis
kesakitan, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 permenit, pernafasan 20
permenit, suhu 36,8 0C. Asessment masalah keperawatan nyeri akut teratasi
sebagian. Perencanaan Intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda vital, kaji
karakteristik nyeri, ajarkan tenik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim
medis lain dalam pemberian analgesik.

28
Pada tanggal 8 juni 2016, evaluasi yang diperoleh yaitu data subjektif Tn.
D mengatakan masih merasakan nyeri lutut kiri, kualitas nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (0-10). Dengan intensitas timbul
hilang. Dan data obyektif Tn. D tampak lemah dan sudah tidak terlihat kesakitan,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 permenit, pernafasan 20 permenit, suhu
36,30C. Asessment masalah keperawatan nyeri akut teratasi. Hentikan intervensi.

3.2 Kesimpulan dan Saran


3.2.1 Kesimpulan
Penderita reumatoid arthitis memulai pengobatan mereka dengan
DMARDs (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat,
sulfasalazin dan leflunomid. Alternatif pengobatan yang dapat dijadikan salah
satu pilihan dalam penanganan rheumatoid arthritis yaitu senyawa kurkumin
dan analognya. Sistem nanopartikel mampu meningkatan efektifitas dalam
pengobatan terutama keadaan rheumatoid arthritis.

3.2.2 Saran
Dengan adanya uraian diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan
kualitaas pelayanan kesehatan sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP)
di berbagai ruamh sakit.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan menyadari pentingnya penerapan
asuhan keperawatan yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, sehingga pasien akan
mendapatkan perawatan yang holistik dan komprehensif.

c. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan
yang berkualitas dan professional, guna terciptanya perawat-perawat yang
profesional, terampil, cekatan dan handal dalam memberikan asuhan
keperawatan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Zairin Noor Helmi, 2012, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal


Lukman Nurna Ningsih, 2009, Buku Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal
Diagnosa Keperawatan Nanda 2015-2017 Edisi 10
Nursing Interventions Classification (NIC) Bahasa Indonesia Edisi 6
Nursing Outcomes Classification (NOC) Bahasa Indonesia Edisi 5
Jurnal Pharmascience, Vol 3, No. 1, Februari 2016, hal: 10 – 18 tentang Review
Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya, serta
Pengembangan Sistem Nanopartikel

30

Вам также может понравиться