Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KAJIAN PUSTAKA
A. Subjective Well-Being
konsep mulai dari suasana hati sebagai penilaian global terhadap kepuasan
diartikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif individu dari dirinya sendiri.
15
negatif yang terdapat dalam tingkat subjective well-being yang tinggi adalah
bermanfaat.
kehidupan, baik pada saat ini dan pada masa lalunya, seperti kehidupannya di
tahun lalu. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional individu terhadap peristiwa,
suasana hati individu, dan penilaian individu tentang kepuasan hidup mereka,
dan evaluasi afektif emosi dan suasana hati. Area subjective well-being terdiri
well-being tinggi jika individu tersebut memiliki kepuasan hidup dan lebih
serta lebih sering merasakan emosi yang negatif seperti kemarahan atau
individu mampu merasakan emosi yang positif yang melimpah dan sedikit
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan
(2009) yakni:
a. Teori Telic
b. Teori Aktifitas
d. Teori Asosiasi
jaringan memori yang positif, dan terbatas, serta terisolasi dari yang
negatif. Pada individu tersebut, banyak peristiwa dapat memicu afeksi dan
positif akan cenderung bereaksi terhadap peristiwa dengan cara yang lebih
positif.
e. Teori Judgement
kebahagiaan.
Di dalam penelitian ini teori yang dipakai adalah teori top-down versus
buttom up. Teori tersebut dipakai karena menurut Diener (dalam Compton,
menggunakan dua pendekatan umum yaitu teori buttom up dan teori top down.
yang dialami individu tergantung dari cara individu tersebut mengevaluasi dan
a. Kepuasan Hidup
terhadap hidupnya.
b. Afeksi Positif
jika individu sering kali merasakan emosi yang positif seperti penuh
c. Afeksi Negatif
jika individu jarang sekali mengalami emosi yang negatif seperti sedih,
afeksi negatif.
berikut:
dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk
b. Usia
kepuasan hidup.
c. Pendidikan
d. Pendapatan
e. Perkawinan
f. Kepuasan kerja
bekerja memiliki tingkat stress yang lebih tinggi, kepuasan hidup yang
lebih rendah dan kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi dibandingkan
g. Kesehatan
h. Agama
i. Waktu Luang
Shuman, 2005).
a. Kepribadian
negatif, dan kepuasan hidup yang cukup stabil dari waktu ke waktu sangat
b. Penerimaan Diri
menerima dirinya maka dapat menyesuaikan diri dan merasa diri berharga
c. Status Pekerjaan
d. Status kesehatan
e. Hubungan sosial
Kontak sosial adalah salah satu pengendali yang paling penting untuk
yang besar baik pada evaluasi hidup maupun afek positif dan afek negatif
OECD, 2013).
tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait dengan emosi positif, memuaskan
B. Penerimaan Diri
kekurangan (Bernard, 2013). Penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya
merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan
Pannes (dalam Sari dan Nuryoto, 2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa
dirinya adalah individu yang sudah mampu belajar untuk dapat hidup dengan
dirinya sendiri, dalam arti individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan
Jersild (dalam Sari dan Reza, 2013) mengatakan individu yang menerima
dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain, dan memiliki perhitungan
akan keterbatasan dirinya, serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional.
kecacatan dalam diri sendiri, dan kemudian menerima semua kekurangan diri
untuk menjadi bagian dalam diri individu; yaitu, toleransi diri untuk menjadi
evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar bagi seorang
menyadari sisi negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana untuk hidup
bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya, selain itu individu yang dapat
mereka sendiri, merasa diri mereka tidak berguna dan tidak percaya diri
diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak
bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan
individu lain.
Carson & Ellen (2006) menjelaskan salah satu aspek penting dari
lain melihat seseorang diri sejati. Hidup penuh kesadaran memerlukan hidup
orang lain menilai satu negatif. Salah satu hambatan utama untuk penerimaan
diri adalah ketidakmampuan untuk menerima kesalahan masa lalu, yang nyata
menerima segala hal yang ada di dalam dirinya dan apapun yang menimpa
dirinya baik kejadian buruk maupun kejadian baik sehingga individu akan
menjalani hidupnya.
persoalan.
c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada
Menurut Supratiknya (1995) penerimaan diri tidak bisa lepas dari aspek
konsep diri dan harga diri sehingga membentuk suatu konsep yang diyakini
yaitu segala hal yang berkaitan dengan diri sendiri. Aspek-aspek individu
dimiliki.
aspek dari penerimaan diri yaitu keyakinan akan kemampuan individu untuk
dengan orang lain, tidak menganggap diri sendiri aneh atau abnormal, tidak
malu atau hanya memperhatikan diri sendiri, berani memikul tanggung jawab
terhadap perilakunya, menerima pujian atau celaan secara objektif, dan tidak
diri dengan individu yang menolak keadaan diri (denial). Berikut ini adalah
d. Menyadari aset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik
keterbatasan dirinya dan tidak melihat pada dirinya sendiri secara irasional,
menyadari aset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau
diri sendiri.
a. Aspirasi Realistis
tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.
walaupun batas ini lebih rendah dari apa yang individu cita-citakan.
b. Keberhasilan
yang harus dilakukan, teliti dan bersungguh-sungguh dalam apa saja yang
c. Wawasan Diri
d. Wawasan Sosial
pendapat orang lain dan pendapat individu tentang dirinya akan menjurus
Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada satu saat dan cara
a. Usia
tersebut. Semakin matang dan dewasa individu semakin tingi pula tingkat
penerimaan dirinya.
b. Pendidikan
diraih. Seseorang yang merasa puas akan dirinya, tentu dapat menerima
c. Keadan Fisik
d. Dukungan Sosial
keberhasilan, wawasan diri, wawasan sosial, konsep diri yang stabil, usia,
pendidikan, keadaan fisik, dukungan sosial, dan pola asuh orang tua.
Menurut Supratiknya (1995), cara individu dapat menerima diri ada lima,
antara lain:
Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk
Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain
ada lima yaitu reflected self scceptance, basic self acceptance, conditional self
C. Stroke
1. Pengertian Stroke
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
yang lain dari itu. Sedangkan menurut Lingga (2013) stroke adalah suatu
kondisi yang ditandai dengan serangan otak akibat pukulan telak yang terjadi
akibat terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau
lebih. Sindrom klinis ini terjadi secara mendadak serta bersifat progresif
sangat berat. Oksigen diperlukan untuk aktifitas jutaan sel saraf yang ada pada
otak. Sel saraf otak bertugas mengatur seluruh proses biologi yang
emosi. Jika pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi tidak dapat
mencapai otak, maka fungsi otak akan terhenti yang akhirnya berujung pada
kematian.
2. Pasca Stroke
bisa pulih sempurna bisa sembuh dengan cacat ringan, sedang, dan cacat berat
berlalu maka sel-sel otak yang mati dan bekuan darah akan diserap kembali,
lalu diganti dengan kista yang mengandung cairan otak. Proses di atas akan
berlangsung sekitar 3 bulan, dan 30 persennya akan tergantung pada alat atau
2011).
terjadi pada diri penderita pasca stroke. Perubahan yang terjadi untuk
penderita yang mengalami stroke yang mengenai otak bagian kanan adalah
penderita akan memperlihatkan tingkah laku yang aneh, salah satunya adalah
menabrak barang-barang pada bagian kiri tubuh, walaupun tidak ada fungsi
tubuh yang hilang. Bila membaca hanya pada bagian kanan, mengetik,
memakai baju hanya dengan tangan kanan, dan makan hanya bagian kanan
piring. Serta terjadi kesulitan dengan oerientasi dan jarak meskipun dalam
juga akan mengalami gangguan indera perasa sehingga tidak dapat merasakan
panas, dingin, sakit pada satu sisi tubuh, termasuk kehilangan sensori yang
2011).
Tidak hanya perubahan secara fisik saja, penderita pasca stroke juga akan
(2013) kondisi tidak berdaya akibat stroke yang dialami penderita pasca
marah, dan sedih. Ada pula yang putus asa dan kehilangan semangat hidup.
karena bising dan banyak pengunjung. Individu yang baru mengalam stroke
memiliki daya memperhatikan amat singkat. Penderita juga menjadi galak dan
kanakan. Perubahan emosi juga akan dialami penderita pasca stroke yaitu
berupa gampang tertawa atau menangis silih berganti dengan sebab yang tidak
jelas. Penjelasan yang senada juga dikemukakan oleh Lingga (2013) sebagian
besar penderita pasca stroke tidak dapat menerima kehidupan baru yang
dialaminya. Penderita merasa gelisah, sedih, takut, dan stress atas kekurangan
fisik dan mental yang serba berubah. Kondisi seperti ini menyebabkan mereka
mudah tersinggung, cenderung marah tanpa sebab yang jelas, lesu, apatis dan
minder. Penderita juga tidak menyadari terjadinya gangguan emosi yang oleh
penderita mengalami perubahan secara fisik yang akan berpengaruh pula pada
3. Jenis-Jenis Stroke
dua, yaitu stroke iskemik atau stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak
(materi yang terdiri atas protein, kalsium, dan lemak) yang menyebabkan
aliran oksigen yang melalui liang arteri terhambat. Adapun stroke hemoragik
adalah stroke yang terjadi karena perdarahan otak akibat pecahnya pembuluh
darah otak.
a. Stroke Iskemik
utama stroke iskemik. Ketika lemak terutama kolesterol, sel-sel arteri yang
rusak, kalsium serta materi lain bersatu dan membentuk plak, maka plak
dipicu oleh radikal bebas, toksin yang berasal dari rokok, dan lemak tak
sehat yang bercampur dengan darah serta akibat infeksi patogen tertentu
menjadi dua, yaitu stroke iskemik trombolitik dan stroke iskemik embolitik.
jantung yang kaya oksigen dan nutrisi ke otak adalah faktor utama yang
b. Stroke Hemoragik
yaitu sel otak yang membutuhkan sel darah. Jika suplai darah terhenti,
dapat dipastikan suplai oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak akan
trauma fisik yang terjadi di kepala atau leher serta tumor di kepala juga
subaraknoid.
otak kecil, dan otak besar. Jenis stroke ini yang menimbulkan dampak
paling fatal. Sebagain besar menderita yang mendapatkan stroke jenis ini
terjadi di luar otak, yaitu di pembuluh darah yang berada di bawah oak
darah ke otak terhenti. Ketika darah yang berasal dari pembuluh darah
yang bocor bercampur dengan cairan darah yang ada di batang dan selaput
otak, maka darah tersebut akan menghalangi aliran cairan otak sehingga
menimbulkan tekanan.
bahwa stroke dibagi menjadi dua secara garis besar yaitu stroke iskemik atau
menjadi dua macam yaitu stroke iskemik trombolitik dan stroke iskemik
embolitik. Sedangkan stroke hemoragik dibagi lagi menjadi dua yakni stroke
Menurut Lingga (2013) faktor resiko stroke secara garis besar dibagi
Faktor tidak terkendali adalah faktor yang tidak dapat diubah yang
terdiri dari:
1) Faktor Genetik
Sifat genetik yang terbawa oleh bangsa berkulit hitam berisiko tinggi
terhadap stroke. Resiko yang hampir sama juga dimiliki oleh gen
keturunan Afrika-Amerika.
2) Cacat Bawaan
ini, maka mereka umumnya akan mengalami stroke pada usia yang
3) Usia
4) Gender
merokok yang lebih banyak dilakukan oleh kaum pria menjadi salah satu
pemicu stoke pada sebagian besar kaum pria. Pola hidup tidak teratur yang
wanita.
Faktor-faktor yang bisa dikendalikan ini terdiri dari gaya hidup tidak
adalah:
1) Kegemukan (obesitas)
6) Infeksi
7) Mengorok
disimpulkan bahwa faktor resiko stroke secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu faktor tak terkendali, dan faktor yang tidak dapat dikendalikan. Faktor
terkendali diantaranya adalah faktor genetik, cacat bawaan, usia, gender, dan
hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah yang tinggi), gaya hidup, cedera
pada leher dan kepala kontasepsi berbasis hormone dan terapi sulih hormone,
dialami oleh penderita stroke. Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada
salah satu sisi tubuh, jika dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebabkan
berbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah, dan tenggorokan.
mampu dilakukannya.
melakukannya sendiri.
pekerjaan tertentu, namun masih dapat berjalan tanpa dibantu orang lain
d. Skala 4: Penderita tidak dapat lagi berjalan tanpa dipapah oleh orang lain.
menyisir rambut.
e. Skala 5: Penderita tidak lagi dapat melakukan aktivitas fisik apa pun.
yang dialami mengenai otak kanan atau otak kiri. Seperti yang dijelaskan oleh
Lingga (2013) jika sisi tubuh yang mengalami kelumpuhan adalah sisi kiri
disebut stroke kiri, dan jika yang mengalami kelumpuhan sisi tubuh bagian
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh terkait dengan sisi otak yang
kerusakan, dalam istilah medis, stroke kiri disebut nondominan stroke dan
stroke kanan disebut dominan stroke. Selain ditandai oleh kelumpuhan pada
sisi tubuh yang berbeda, antara stroke nondominan dan stroke dominan juga
dilihatnya.
terhadap sesuatu.
D. Dinamika Psikologis
perubahan perilaku dan emosi. Sedangkan perubahan fisik tersebut juga akan
dijalani sudah berubah tidak seperti yang diharapkan oleh penderita yaitu seperti
semula ketika sebelum mengalami stroke. Penilaian dan evaluasi yang negatif
terhadap hidup akan membuat penderita menjadi merasa tidak tidak puas dengan
kehidupannya.
yang dialami penderita sudah mengarah pada sulitnya mengontrol emosi negatif
being tersebut akan dapat diminimalisir dengan cara penderita pasca stroke
yang dialaminya tidak dianggap sebagai hal yang aneh atau abnormal sehingga
penderita tidak merasa ditolak oleh orang lain. Penderita pasca stroke yang tidak
menganggap dirinya aneh atau abnormal tidak akan merasa malu sehingga
untuk kesembuhannya akan tetapi tetap memiliki harapan yang realistis untuk
Penderita yang merasa rendah diri terhadap kekurangan dirinya akan memiliki
menjadi merasa berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang
lain.
dan merasa berharga sebagai seorang manusia, penderita akan mulai dapat
akan menumbuhkan emosi positif dalam diri penderita. Evaluasi positif terhadap
kehidupan juga akan membuat penderita mampu mengontrol emosi yang negatif.
being.
Pasca Stroke
dampak secara fisik yang sangat menonjol, stroke akan berdampak pada kondisi
sosial dan ekonominya. Selain itu, penderita juga akan mengalami perubahan
penderita pasca stroke bukan berarti penderita tidak bisa merasakan kesejahteraan
dan kebahagiaan. Karena rasa bahagia akan mampu membawa dampak positif
bagi kesembuhan penderita pasca stroke. Hal ini dijelaskan oleh Myers (2015)
bahwa keadaan jasmani individu yang bahagia lebih sehat, cepat sembuh dari
penyakit dan lebih tahan menghadapi penyakit dibandingkan individu yang tidak
subjective well-being.
memiliki sejumlah kualitas yang mengagumkan (Diener, 2000). Individu ini akan
hidup dengan lebih baik. Sedangkan individu yang dikatakan memiliki subjective
sedikit kebahagiaan dan kasih sayang serta lebih sering merasakan emosi yang
negatif seperti kemarahan atau kecemasan (Diener dkk, dalam Eid & Lanrsen,
senantiasa merasakan emosi yang positif dan mampu mengontrol emosinya serta
kenyataannya peristiwa yang dialami adalah hal yang tidak menyenangkan. Akan
tetapi jika penderita pasca stroke tersebut memiliki subjective well-being rendah,
maka penderita akan memandang bahwa peristiwa yang dialaminya adalah hal
Stroke adalah salah satu peristiwa yang tidak menyenangkan yang dialami
oleh penderitanya. Hal ini dikarenakan stroke dapat membuat perubahan yang
setelah mengalami serangan stroke. Kondisi yang tidak menyenangkan ini akan
yang dilakukan oleh Wyller, dkk (1998) yang menunjukkan bahwa kondisi
non-stroke.
yang lebih positif. Hal ini dijelaskan dalam penelitian mengenai subjective well-
being dan penerimaan diri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Nayana (2013)
yang menjelaskan walaupun individu memiliki kondisi diri yang tidak stabil
namun bila individu tersebut memiliki penerimaan diri, penyesuaian diri atau
nyaman dengan kondisi dirinya. Selain itu, Noviyanti (2014) dalam penelitiannya
kelebihan dibalik kekurangannya, maka pada saat itu pula muncul usaha untuk
menyesuaikan diri. Pada penyesuaian diri tersebut secara tidak langsung, individu
yang positif.
Kepuasan hidup yang dimiliki oleh individu merupakan salah satu komponen
pribadi individu sehubungan rasa senang atau tidak senang sebagai akibat dari
adanya dorongan atau kebutuhan yang ada dari dalam dirinya dan dihubungkan
dengan kenyataan yang dirasakan (Caplin, 2011). Rasa senang atau tidak senang
stroke yang tetap merasa senang dengan kenyataan yang dialami maka
penderita pasca stroke baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar
dirinya. Faktor yang terdapat dari dalam diri salah satunya adalah penerimaan diri.
Di dalam studi yang dilakukan mulai akhir tahun 1940-an, sebagian besar di
bahwa tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait dengan emosi positif,
disampaikan oleh Rykman (2006) bahwa penerimaan diri yang positif akan
menumbuhkan perasaan bahagia dan nyaman, karena pada dasarnya salah satu
penerimaan diri, menerima apa adanya kelebihan dan kelemahan diri. Sedangkan
menurut Xu dkk (2014) telah ditemukan bukti-bukti kuat adanya hubungan antara
pasca stroke yang dapat menerima dirinya akan berusaha untuk berpikir positif
akan membantu penderita pasca stroke untuk mengevaluasi dirinya secara positif,
tetap merasakan emosi yang positif dan dapat mengendalikan emosi negatif.
positif antara penerimaan diri terhadap subjective well-being yang akan diujikan
F. Kerangka Berpikir
psikologis. Hal ini dijelaskan oleh Lingga (2013) kondisi tidak berdaya akibat
depresi, mudah tersinggung, mudah marah, dan sedih. Ada pula yang putus asa
yang berbeda bagi setiap penderitanya. Ada yang tetap dapat merasakan
penilaian positif tentang dirinya, dan tidak banyak merasakan emosi yang negatif
sehingga individu tersebut memiliki subjective well-being. Akan tetapi ada pula
yang tidak mampu merasakan emosi yang positif, tidak memiliki kepuasan hidup,
menilai diri secara negatif, dan lebih banyak merasakan emosi yang negatif.
well-being. Akan tetapi di sisi lain ada penderita pasca stroke yang tetap dapat
stroke yang diderita merupakan ujian dari Tuhan yang harus diterimanya. Peneliti
positif tentang dirinya, dan tidak banyak merasakan emosi yang negatif.
penderita pacsa stroke untuk tetap merasakan subjective well-being. Penelitian ini
penerimaan diri yang dimiliki oleh penderita pasca stroke rendah maka subjective
well-being yang dialami oleh penderita pasca stroke rendah. Begitu pula
sebaliknya, jika penerimaan diri yang dimiliki oleh penderita pasca stroke tinggi
makan subjective well-being yang dialami oleh penderita pasca stroke tinggi pula.
Psikologis Fisik
G. Hipotesis
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh penerimaan diri