Вы находитесь на странице: 1из 10

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan meningitis meliputi: anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial
(pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi).

a. Anamnesis, meliputi:
- Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan,
agama, pendidikan, dsb.

- Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

- Riwayat Penyakit Saat Ini


Factor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahhui
jenis kuman penyebab. Disisi harus ditanya dengan jelas tentang gejala
yang timbul sepertyi kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah
buruk. Pada pengkajiian klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awaal tersebut biasanya sakit kepala dan demam.
Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mandalam, bagaiman sifat timbulnya
kejang, stilus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang
telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan
memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang
terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu
etrhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan peilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsive, dan
koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama
menjalani perawatn di RS, pernahkah menjalani tindakan invasife yang
memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama melalui pembuluh
darah.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan henoglobinopatis lain, tinbadak bedah
saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada
masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien
terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani
pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obatkortikosteroid,
pemakaian jenis-jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.

- Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pangkajian ini
dapat diselesaikan melalui interasi menyeluruh dengan klien dalam
pelaksanaan pengkajian lain dengan member pernyataan dan tetap
melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan
ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengauhnya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (ganngguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar bias
digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stress.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan mmemerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Persfektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan
yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran
social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaftasi pada
gangguan neurologis didalam system dukungan individu.
Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi
pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan
terhadap tindakan invasive yang sering dilakukan untuk mengurangi
keluhan stress anak dan menyebabkan anak stress dan kurang kooperatif
terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang
terbaik dilaksanakan saat mengoservasi anak-anak bermain atau selama
berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk
mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan
masalah mereka melalui tingkah laku.

b. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamneesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per system B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-
keluha dari klien.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih daru normal,
yaitu 38-410 C, dimulai dari fase sistemik. Kemerahan, panas, kulit kering,
berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan
sering berrhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan
adanya infeksi pada system pernafasan sebelum mengalami
meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-
tanda peningkatan TIK.

 B1 (BREATHING)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan prekuensi pernapasan yang sering
didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada
system pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat
deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi fpeura massif (jarang
terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan
sepetti ronkhi pada kien dengan meningitis tuberkulosa dengan
penyebaran primer dari paru.

 B2 (BLOOD)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami
renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi
yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata
(disseminated intravascular coagulation-DIC). Kematian mungkin terjadi
dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.

 B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
a. Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran kliien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator
paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewasspadaan dan
kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalimi koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kasadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pembarian
asuhan keparawatan.

b. Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang
pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.

c. Pemeriksaan saraf cranial


Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan.
Dengan alas an yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usuha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(rigiditas nukal).
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.

d. System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum
atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis
akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma.
Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang
terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

g. System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi
raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan
tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal.
Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan
peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat
purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda
vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran
Adanya ruang merupakan salah satu cirri yang menyolok pada
meningitis meningokokal (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari
semua kloien dengan tipe meningitis, mengalami lesi-lesi pada kulit
diantaranya ruam ptekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah
yang luas.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah
rigiditas nukal, tanda kering (positif) dan adanya tanda brudzinski. Kaku
kuduk adalah tanda awal adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat. Tanda pernig (positif) ketika klien dibaringkan
dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat
diekstgensikan sempurna.
Tanda brutzinski: tanda ini didapatkan bila leher klien difleksikan,
maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila didapatkan fleksi pasif, maka
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat
pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

 B4 (BLADDER)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume
haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.

 B5 (BOWEL)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.

 B6 (BONE)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada
penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah.
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL).

PENGKAJIAN PADA ANAK


Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini
disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak dengan orang tua dan
pemeriksaan fisik berbeda karena belum sempurnanya organ pertumbuhan
terutama pada neonatus.
Pengkajian yang didapatkan pada anak bergantung pada usia anak
dan luasnya penyebaran infeksi di meningen. Hal lainnya yang
bmempengaruhi klinis pada anak adalah tipe organism yang menginvasi
meningen dan seberapa besar keektifan pemberian terapi, dalam hal ini
adalah jenis antibiotic yang di pakai sangat berpengruh terhadap gejala
klinis pada anak. Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala meningitis
pada anak dibagi menjadi tiga meliputi anak, bayi, dan neonatus.
Pada anak, manifestasi klinisnya adalah timbul sakit secara tiba-tiba,
adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, dan kejang-kejang.
Anak menjadi cepat rewel dan agitasi serta dapat berkembang menjadi
fotobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk,
stupor, dan koma. Gejala atau gangguan pada pernapasan atau gangguan
gastrointestinal seperti sesak nafas,muntah, dan diare. Tanda yang khas
adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksiakan, kaku leher, tanda
krenig dan brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya
memberikan tanda klinis seperti kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya
yang lebih sfesipik seperti petekia/purpura pada kulit sering didapatkan
apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia),
keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang
mengalami meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama
disebabkan oleh infeksi E.colli.
Pada bayi, manifestasi klinis biasanya tampak pada anak umur 3
bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan
menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan menangis
meraung-raung. Tanda khas dikepala adalah fontanel menonjol. Kaku
kuduk merupakan tanda meningitis pada anak, sedangkan tanda-tanda
brutzinski dan krenig dapat terjadi namun lambat atau ada pada kasus
meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus, biasanya masih sukar untuk diketahui karena
manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa
keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih besar,
neonatus biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek
buruk, gangguan GI berupa muntah dan kadang-kadang ada diare. Tonus
otot lemah, pergerakan dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus
lanjut terjadi hipotermia atau demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-
kejang, frekuensi napas tidak teratur/apnea, sianosis, penurunan berat
badan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel,
yaitu tidak didapatkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat
terjadi kolaps kardiovaskuler, kejang, dan apnea biasanya terjadi bila tidak
diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.

c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi
laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit,LED, trombosit, retikulosit, glukosa)
pemeriksaan faal hemostatis diperlukan untuk mengetahui sacera awal
adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremia.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis
cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan
peningkatan TIK. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah
sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal.
Untuk lebih spesifik mengetahui jennies mikroba, maka organism
penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan
serebrospinal dan darah. Counter immune elektrophoresis (CIE) digunakan
secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya
cairan serebrospinal dan urine.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien meliputi foto
Rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan
adanya edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya
normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan
dan edema pada otak dan selaput otak.
2. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume
intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
secret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran.
4. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan perubahan
tingkat kesadaran, defresi pusat nafas diotak.
5. Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan infeksi
meningokokus.
6. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
7. Hipertemia yang berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan
peningkatan metabolism umum.
8. Risiko tinggi deficit cairan tubuh yang berhubungan dengan muntah dan
demam.
9. Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kektidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
10. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang,
fiksasi kurang optimal.
11. Gangguan aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik
umum.
12. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan
dengan prognosis penyakit, perubahan psiko-sosial, perubahan perspsi
kognitif, perubahan actual dalam strukltur dan fungsi, ketidakberdayaan,
dan merasa tidak ada harapan.
13. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan
kesehatan.

Вам также может понравиться