Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih melalui proses pembelajaran di dalam kelas.
Agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses
pembelajarannya juga memberikan ruang untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis
aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun
kreativitas dan berpikir kritis.
Berawal dari pembelajaran di dalam kelas inilah peserta didik mulai mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS. Dengan demikian peserta didik akan terbiasa
manakala harus menghadapi soal HOTS. Dalam penyusunan soalnya dapat menggunakan
berbagai bentuk, misalnya pilihan ganda, uraian, benar-salah, melengkapi maupun jawaban
singkat. Tentunya guru harus lebih kreatif dalam pemberian stimulusnya.
Di dalam dunia pendidikan penilaian hasil belajar peserta didik merupakan salah satu
kegiatan rutin yang wajib dilakukan. Penilaian hasil belajar digunakan untuk mendiagnosa
kekuatan dan kelemahan peserta didik dan memonitor perkembangan belajarnya. Selain itu
digunakan untuk mengetahui ketercapaian kurikulum dan memberi nilai peserta didik serta
menentukan efektivitas pembelajaran. Dalam rangka tujuan tersebut dapat menggunakan
berbagai bentuk dan instrumen penilaian. Namun penilaian hasil belajar peserta didik dengan
menggunakan instrumen tes tertulis lebih sering digunakan dibandingkan bentuk tes lainnya.
Secara umum bentuk tes tertulis terdiri atas, pertama, tes dengan pilihan jawaban (non-
constructed response test). Pada bentuk tes ini peserta didik diberi kesempatan untuk memilih
jawaban yang telah tersedia. Dan kedua, tes tanpa pilihan jawaban (constructed response
test), di sini peserta didik diminta untuk mengkonstruksikan jawabannya sendiri.
Tes dengan pilihan jawaban sering dianggap tidak dapat mengukur kemampuan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking skill/HOTS). Sebetulnya hal ini tidaklah benar, soal tes
dengan pilihan jawaban juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Namun dalam penyusunannya memang tidak mudah dan memerlukan kreativitas dari
pendidik. Sebaliknya tes tanpa pilihan jawaban (constructed response test) dianggap dapat
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi. Akan tetapi apa bila soal tes tidak disusun
dengan cermat, maka hanya akan mengukur berpikir tingkat rendah. Sehingga kedua bentuk
tes tersebut potensial untuk mengukur berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi, tergantung
kejelian guru dalam penulisan soal.
Taksonomi Bloom mengalami dua kali perubahan perubahan yaitu Taksonomi yang
dikemukakan oleh Bloom sendiri. Dan yang telah direvisi oleh Andreson dan KartWohl. Pada
dasarnya Bloom menyampaikan enam tingkatan dalam ranah kognitif/berpikir. Keenam
tingkatan itu terdiri atas pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4),
sintesis (C5) dan evaluasi (C6).
Keenam dimensi proses berpikir tersebut kemudian dibedakan menjadi tiga tingkatan.
Pertama, Lower Order Tinking Skills (LOTS) terdiri atas C1. Kedua, Midle Order Thinking
Skills (MOTS) terdiri atas C2 dan C3. Ketiga, Higher Order Thinking Skills (HOTS) meliputi
C4, C5, dan C6.
Yang perlu diperhatikan dalam menyusun soal HOTS adalah penetapan kata kerja
operasional (KKO). Kata kerja pada level kognitif analisis antara lain membandingkan,
memeriksa, mengkritisi, dan menguji. Pada level sintesis terdiri atas evaluasi, menilai,
menyanggah, memutuskan, memilih, mendukung. Sedangkan pada level evaluasi meliputi
mengkonstruksi, desain, kreasi, mengembangkan, menulis, memformulasikan.
Kita sering menemukan soal yang diawali dengan prawacana, ilustrasi, gambar, tabel atau
diagram inilah yang disebut dengan stimulus. Bentuk soal yang diawali dengan stimulus ini
merupakan soal HOTS. Stimulus yang disajikan pada awal sebuah pertanyaan harus menarik,
informatif dan kontekstual, karena stimulus menjadi dasar pembuatan soal. Kompetensi dan
kreatifitas seorang guru akan menentukan kualitas stimulus dalam menyusun soal HOTS.
Untuk penilaian yang dilakukan oleh sekolah bentuk soal HOTS yang disarankan cukup dua
saja, yaitu bentuk pilihan ganda dan uraian. Karena kedua bentuk soal ini memungkinkan
untuk dilakukan penskorang dengan cepat sehingga hasilnya dapat segera diumumkan.
Pada saat menyusun soal HOTS harus berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari atau
kontekstual. Sehingga peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep
pembelajaran di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah. Melalui soal HOTS, peserta
didik diharapkan memiliki kemampuan untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan
(interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan.
Cara Menyusun Soal Tes dengan HOTS
Ciri-ciri penilaian kontekstual berbasis pada asesmen autentik. Pertama, peserta didik
mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia. Kedua,
tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata. Ketiga, tugas yang
diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar, tetapi memungkinkan banyak
jawaban benar atau semua jawaban benar.
Terkadang terjadi perbedaan penafsiran ranah kata kerja operasional yang dilakukan oleh
guru dalam penulisan soal. Untuk meminimalisir perbedaan penafsiran KKO, maka Pusat
Penilaian Pendidikan (Puspendik) mengklaisifikasikan level kognitif menjadi tiga. Pertama,
pengetahuan dan pemahaman (level 1). Kedua, aplikasi (level 2). Ketiga, penalaran (level 3).
Pada level pertama, mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Contoh KKO
yang sering digunakan antara lain menyebutkan, menjelaskan, membedakan, menghitung,
mendaftar, dan menyatakan. Soal yang termasuk kategori sukar pada level ini tidak termasuk
sola HOTS karena hanya mengukur pengetahuan.
Adapun ciri soal pada level kedua mengukur kemampuan dalam menggunakan pengetahuan
faktual, konseptual, dan prosedural. Selain itu juga mengukur kemampuan menerapkan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah
kontekstual. KKO yang sering digunakan pada level kedua antara lain menerapkan,
menggunakan, menentukan, menghitung, dan membuktikan.
Sedangkan pada level ketiga peserta didik harus mampu mengingat, memahami, dan
menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, serta memiliki logika dan penalaran. Dengan
demikian peserta didik akan terbiasa untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual
(situasi nyata).
Analisis terhadap KD perlu dilakukan karena tidak semua Kompetensi dasar (KD) dapat
dibuat model soal HOTS. Dalam menganalisis KD dapat dilakukan secara mandiri oleh guru
mata pelajaran maupun melalui forum KKG atau MGMP.
Kisi-kisi soal ditulis dengan tujuan untuk membantu para pendidik dalam menulis butir soal
HOTS. OLeh karena itu kisi-kisi dijakdikan sebagai panduan dalam memilih KD yang dapat
dibuat soal HOTS dengan menentukan level kognitif.
Butir-butir soal yang disusun berdasarkan kaidah penulisan butir soal pada umumnya.
Perbedaannya hanya terletak pada aspek materi.
Pedoman penskoran dan kunci jawaban disusun untuk mempermudah dalam pengkoreksian.
Bagi anda yang membutuhkan modul penyusunan soal HOTS dapat mengunduhnya di sini.
Demikianlah Cara Menyusun Soal Tes dengan HOTS, semoga bermanfaat.