Вы находитесь на странице: 1из 7

wordpress.

com
Optimised just nowView original
Search

catatan seorang ahli gizi


knowledge is something to be shared

Stunting

dikutip dari http://www.gizikia.depkes.go.id

UMUR SAMA,,TINGGI BADAN BERBEDA…..

Mengapa stunting menjadi penting? Selain karena jumlahnya yang cukup tinggi di
Indonesia, ternyata stunting menggambarkan kejadian kurang gizi pada balita yang berlangsung
dalam waktu yang lama dan dampaknya yang bukan hanya secara fisik, tetapi justru pada fungsi
kognitif .
Apa yang dimaksud dengan stunting dan bagaimana cara mengukurnya ?

Bila kita merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak, pengertian Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi
yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely

Dengan kata lain stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih
pendek dibandingkan balita seumurnya.

Bagaimana sebaran balita pendek di Indonesia ?

Pendek dan sangat pendek menggambarkan bahwa kita masih menghadapi masalah
gizi kurang kronis.

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, walaupun prevalensi gizi kurang dan
buruk telah mengalami penurunan dari 18,4% tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010,
namun kita masih memiliki 35,6% balita pendek. Prevalensi Balita pendek terdiri dari
sangat pendek 18,5% dan pendek 17,1%. Penurunan terjadi pada balita pendek dari
18,0% menjadi 17,1% dan balita sangat pendek dari 18,8% menjadi 18,5%.
Kita masih harus bekerja keras mengatasi stunting ini, karena batas non public
health yang ditetapkan WHO, 2005 adalah 20%, sedangkan saat ini prevalensi balita
pendek di seluruh propinsi masih di atas 20%. Artinya semua propinsi masih dalam
kondisi bermasalah kesehatan masyarakat.

Mengacu pada Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, sasaran
pembangunan pangan dan gizi pada tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi
kurang balita menjadi 15,5% dan prevalensi balita pendek menjadi 32%, artinya
sampai tahun 2015 kita masih harus menurunkan 3,6%. Walaupun secara nasional
belum mencapai target prevalensi balita pendek, namun sudah ada 11 propinsi yang
sudah berhasil mencapai target yaitu Jambi (30,2%), Bangka Belitung (29,0%),
Bengkulu (31,6%), Kepulauan Riau (26,9%), DKI Jakarta (26,6%), DI. Yogyakarta
(22,5%), Bali (29,3%), Kalimantan Timur (29,1%), Sulawesi Utara (27,8%), Maluku
Utara (29,4%) dan Papua (28,3%).

Apakah gizi buruk disebabkan stunting. Memang “Tidak”., karena prevalensi Stunting
kita 35,6%, sedangkan gizi buruk 4,9%.Namun anak stunting bila tidak dipantau
pertumbuhannya dapat menderita gizi buruk.

Bagaimana balita pendek berkontribusi terhadap prevalensi gizi kurang ?

Dari gambar di atas, kita akan tercengang melihat banyaknya anak pendek normal
(25,3%), yang kalau dikaji berdasarkan berat badan menurut umur sebenarnya
beratnya di bawah normal, artinya sebagai penyumbang underweight. Tetapi karena
pendek, maka anak ini tetap dikategorikan normal. Bahayanya bila intervensi dan
perencanaan kita berdasarkan berat badan menurut umur dan anak ini diberikan
terus Makanan Pendamping ASI, maka dia akan masuk pada kategori pendek gemuk
dan hal ini menjadi bumerang lagi buat kita, karena sudah menimbulkan masalah
baru, yaitu kegemukan. Dalam gambar di atas terlihat prevalensi gemuk pendek
(7,6%) hampir dua kali lebih tinggi dari normal gemuk (4,8%)

Bagaimana kronologis terjadinya balita stunting?

Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari, dan setelah dua tahun baru
terlihat ternyata balita tersebut pendek Masalah gizi yang kronis pada balita
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat orang
tua/keluarga tidak tahu atau belum sadar untuk memberikan makanan yang sesuai
dengan kebutuhan gizi anaknya. Riskesdas 2010 menemukan bahwa ada 21,5% balita
usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan 16% yang
mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Dan bila ini berlangsung dalam
waktu lama, maka akan mengganggu pertumbuhan berat dan tinggi badan.

Pada ibu hamil juga terdapat 44,4% yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan
minimal dan 49,5% wanita hamil yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan
minimal yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan janin yang dikandungnya.

Selain asupan yang kurang, seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya
gangguan pertumbuhan. Sanitasi lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang anak
melalui peningkatan kerawanan anak terhadap penyakit infeksi. Anak yang sering
sakit akibat rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan kronis dan berdampak anak menjadi pendek.

Dari hasil Riskesdas, 2010 lebih dari setengah (54,9%) masyarakat kita memiliki
akses sumber air minum tidak terlindung. Hanya 55,5% masyarakat yang terakses
dengan sanitasi, di perkotaan 71,4% dan pedesaan 38,5%. Penanganan sampah di
masyarakat 52% dibakar dan penggunaan bahan bakar arang dan kayu bakar 40,0%.
Selain itu juga ternyata Dua dari 3 perokok kita (76,7%) merokok di rumah dan
dampak dari semua ini berpotensi menyebabkan penyakit diare dan gangguan
pernapasan pada balita.

Pendidikan ayah ternyata berdampak pada status ekonomi keluarga. Dari gambar di
atas terlihat bahwa keluarga dengan pendidikan SD, pekerjaan tani, nelayan dan
buruh serta status ekonomi paling rendah sangat berhubungan dengan tingginya
prevalensi balita pendek. Artinya selain status gizi ibu yang pendek, faktor
pendidikian yang berdampak pada status ekonomi keluarga sangat terkait dengan
kejadian balita pendek. Keluarga yang berpendidikan akan memiliki kemampuan
untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan, sehingga lebih terakses terhadap
informasi khususnya yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi keluarganya.

Untuk status gizi orang tua, ternyata status gizi ibu yang sangat berkaitan dengan
kejadian balita pendek. Terlihat dari ibu yang pendek sekalipun ayah normal,
prevalensi balita pendek pasti tinggi, tetapi sekalipun ayah pendek tetapi ibu normal,
prevalensi balita pendek masih lebih rendah disbanding ibunya yang pendek. Artinya
status gizi ibu yang akan menjadi ibu hamil yang sangat menentukan akan
melahirkan balita pendek.

Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan


pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi,
kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak.

Hampir 70% pembentukan sel otak terjadi sejak janin masih dalam kandungan
sampai anak berusia 2 tahun. Jika otak mengalami hambatan pertumbuhan, jumlah
sel otak, serabut sel otak, dan penghubung sel otak berkurang. Dilihat dari tingkat
keparahannya, anak usia 3 tahun yang stunting severe (-3<z≤2) pada laki-laki
memiliki kemampuan membaca lebih rendah 15 poin dan perempuan 11 poin
dibanding yang stunting mild (z>-2).

Hal ini mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah
dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara
pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan
rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena
itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi
juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan
menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan
kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Strategi apa yang paling tepat untuk mencegah terjadinya balita stunting ini ?

Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di
masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk
menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014
tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.

Bagaimana caranya ?

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur,
namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam
waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka
untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,
sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka
peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan
mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS),
ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan
berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang telah
stunting agar tidak semakin berat.

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungandengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,
artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan
suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi
baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah
umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan
kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi
zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis
seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita
dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu
merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan
pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting.

Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan


penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung,
serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli
pangan dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan.

Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan
kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada
dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap
informasi dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah
dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif
dalam mencegah terjadinya balita stunting.

FOKUS KITA
Jika kita berhasil menurunkan prevalensi pendek (TB/U) 1% akan diikuti penurunan
prevalensi berat kurang (BB/U) 0,5%, sehingga pada untuk tahun 2011-2014 dengan
penurunan 4% prevalensi balita pendek dapat menurunkan 2% prevalensi balita berat
kurang. Artinya pada tahun 2015, target MDG’s prevalensi balita pendek sebesar 32%
dapat tercapai, karena kita berhasil menurunkan 35,6% menjadi 31,6%.

Renungan bagi kita, apakah upaya yang kita lakukan sudah “fokus” ?
About these ads
Share this:

 Google

 Twitter

 Facebook

Loading...
Like
Be the first to like this.

Related

Yuk Cegah stunting

In "Health and Nutrition"

Masalah stunting di Sulawesi Selatan

Kesehatan merupakan aspek yang harus diperhatikan dengan serius baik pada
individu maupun kelompok sehingga perlu adanya upaya kesehatan yaitu suatu
upaya dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan yang
dilakukan pemerintah maupun masyarakat. Jika dikaitkan dengan beberapa
aspek akan nampak permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks,
seperti halnya masalah gizi yang tanpa…

In "Material"

Non Communicable Disease

Data WHO menunjukkan bahwa ada sekitar 58 juta total kematian di dunia dan
diantaranya ada sekitar 35 juta kematian diakibatkan karena penyakit tidak
menular (non communicable disease), serta sekitar 28 juta terjadi di negara
miskin dan berkembang. Dari data diatas dapat dilihat bahwa kematian karena
non communicable disease (NCD) ini…
In "Nutrition Problem"

6 January 2012 Leave a reply« PreviousNext »

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment

Name *
Email *
Website

Post Comment

Notify me of new comments via email.

View Full Site

Blog at WordPress.com.

https://googleweblight.com/?

lite_url=https://catatanseorangahligizi.wordpress.com/2012/01/06/stunting/&ei=4FHEyIYY&lc=e

nID&s=1&m=803&host=www.google.co.id&ts=1468553873&sig=AKOVD64tDd7P5tBG3MiTIu6C

GTt75DhCag

Skip to primary content

Home

Downloadhttps
Jurnal Low birth weight

Jurnal Stunting

Jurnal Non communicable disease

Guestbook

Konsultasi online

Survey

Adolescent eating disorder survey

Ideal weight study

Вам также может понравиться