Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksplorasi penelitian brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers) sebagai
antioksidan alami telah dilakukan oleh Chantong, dkk. (2008) di Thailand
bahwa ekstrak etanolik batang brotowali berefek sebagai antioksidan
dengan nilai IC50 sebesar 0,141 ± 0,033 mg/ml berdasarkan metode
DPPH. Kemudian Cavin (1998) menguji aktivitas penangkapan radikal
bebas melawan karoten terhadap batang brotowali. Hasilnya anatara lain
N-cis-feruloyltyramine, N-trans-feruloyltyramine Dengan cara terus-
menerus menyerang sel-sel tubuh termasuk sel-sel normal sampai
tercapai mendapatkan pasangan elektron. Bila radikal bebas ini bereaksi
dengan senyawa biologis dalam tubuh, maka akan menyebabkan reaksi
berantai (Donatus, 1994 dan Gitawati, 1995).
Ada dua sumber terjadinya radikal bebas, eksternal seperti polusi dari
kendaraan bermotor, asap rokok, serta sinar ultraviolet dan internal
berasal dari proses respirasi, oksidasi enzimatis, juga fosforilasi oksidatif
di mitokondria. Sehingga meskipun kita menghindari faktor eksternal,
radikal bebas secara otomatis tetap dihasilkan dari proses-proses biologik
normal dan kebutuhan antiradikal oleh tubuh merupakan hal primer untuk
menghambat atau menghentikan efek negatif radikal bebas (Halliwell &
Gutteridge, 1992 dan Lestariana, 2003). Antiradikal dari golongan
senyawa sintetik sudah banyak diting-galkan dengan alasan dapat
menyebabkan toksisi-tas juga karsinogenik, dan saat ini lebih memilih dari
bahan alami apalagi cukup memiliki dasar ilmiah serta lebih aman (Majeed
dkk, 1995).
Cuvelier dkk. (1991) meneliti senyawa golongan fenolik yang terdapat
pada batang brotowali, seperti apigenin, N-cis feruloyltyramine, N-trans
feruloyltyramine, secoisolariciresinol, dan bergenin juga aktivitasnya
sebagai antiradikal alami. Potensi sebagai antiradikal dalam tanaman
adalah golongan fenolik, seperti flavonoid, asam fenolik, lignin, asam
sinamat, kumarin, tokoferol, dan tanin (Kahkonen dkk, 1999).
Metode yang digunakan pada dentifikasi senyawa flavonoid pada
fraksi etil asetat benalu batu (begonia sp.) adalah metode KLT
(Kromatoografi Lapis Tipis). Kromatografi lapis tipis merupakan suatu
teknik pemisahan komponen-komponen campuran suatu senyawa yang
melibatkan partisi suatu senyawa diantara padatan penyerap (adsorbent,
fasa diam) yang dilapiskan pada pelat kaca atau aluminium dengan suatu
pelarut (fasa gerak) yang mengalir melewati adsorbent (padatan
penyerap). Pengaliran pelarut dikenal sebagai proses pengembangan
oleh pelarut (elusi). KLT mempunyai peranan penting dalam pemisahan
senyawa organik maupun senyawa anorganik, karena relatif sederhana
dan kecepatan analisisnya. Di dalam analisis dengan KLT, sampel dalam
jumlah yang sangat kecil ditotolkan menggunakan pipa kapiler di atas
permukaan pelat tipis fasa diam (adsorbent), kemudian pelat diletakkan
dengan tegak dalam bejana pengembang yang berisi mengembang naik
sepanjang permukaan lapisan pelat dan membawa komponen-komponen
yang terdapat dalam sampel.
B. Rumusan Masalah
1. Senyawa apa yang terkandung dalam Tumbuhan Benalu Batu
(Begonia sp.) Tumbuhan Benalu Batu (Begonia sp.) ?
2. Apakah defnisi dari KLT ?
C. Tujuan
1. Mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam Tumbuhan
Benalu Batu (Begonia sp.) Tumbuhan Benalu Batu (Begonia sp.)
2. Mengetahui definisi dari KLT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi KLT
Kromatografi lapis tipis merupakan suatu teknik pemisahan
komponen-komponen campuran suatu senyawa yang melibatkan partisi
suatu senyawa diantara padatan penyerap (adsorbent, fasa diam) yang
dilapiskan pada pelat kaca atau aluminium dengan suatu pelarut (fasa
gerak) yang mengalir melewati adsorbent (padatan penyerap). Pengaliran
pelarut dikenal sebagai proses pengembangan oleh pelarut (elusi). KLT
mempunyai peranan penting dalam pemisahan senyawa organik maupun
senyawa anorganik, karena relatif sederhana dan kecepatan analisisnya.
Di dalam analisis dengan KLT, sampel dalam jumlah yang sangat kecil
ditotolkan menggunakan pipa kapiler di atas permukaan pelat tipis fasa
diam (adsorbent), kemudian pelat diletakkan dengan tegak dalam bejana
pengembang yang berisi mengembang naik sepanjang permukaan
lapisan pelat dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam
sampel. (Sri Atun.,2014).
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa
–senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida–lipidadan hidrokarbon
yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas .KLT dapat dipakai
dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk
menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam
kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.
KLT menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.
Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pelaksanaan ini biasanya
dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat
pewarna.
B. Morfologi Tumbuhan
Brotowali merupakan jenis tumbuhan yang mudah ditemukan dan
mudah dalam perawatan penanamannya, tumbuh secara liar di hutan,
ladang atau ditanam di halaman dekat pagar sebagai tumbuhan obat.
Tanaman ini menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari.
(Setiawan, 2008:11).
Brotowali merupakan tumbuhan merambat dengan panjang mencapai
2,5 meter atau lebih. Brotowali tumbuh baik di hutan terbuka atau semak
belukar di daerahtropis. Brotowali menyebar merata hampir di seluruh
wilayah Indonesia dan beberapa Negara lain di Asia tenggara dan India.
(Supriadi, 2001:10).
Batang Brotowali hanya sebesar jari kelingking, berbintil- binti lrapat
dan rasanya pahit. Daun Brotowali merupakan dan tunggal, tersebar,
berbentuk jantung dengan ujung runcing, tepi daun rata, pangkalnya
berlekuk, memiliki panjang 7-12 cm dan lebar 7-11 cm. Tangkai daun
menebal pada pangkal dan ujung, pertulangandaunmenjari dan berwarna
hijau (Supriadi, 2001:10). Bunga majemuk berbentuk tandan, terletak
pada batang kelopaktiga. Memiliki enam mahkota, berbentuk benang
berwarna hijau.Benang sari berjumlahe nam, tangkai berwarna hijau muda
dengan kepala sari kuning.Buah Brotowali keras seperti batu, berwarna
hijau (Supriadi, 2001: 10).
1. Klasifikasi Brotowali
(SridanJhony, 1991: 574)Brotowali mempunyai kedudukan klasifikasi
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonea
Bangsa : Ranunculales
Suku : Menispermaceae
Marga : Tinospora
Jenis : (Tinospora crispa, L)
2. Kandungan Kimia
Brotowali mengandung damar lunak, pati, glikosida, pikroretosid, zat
pahit pikroretin, harsa, alkaloid berberin dan palmatin. Bagian akarnya
mengandung alkaloid berberin dan kolumbin (Setiawan, 2008:11). Daun
dan batang Tinospora mengandung alkaloid, saponin, dan tanin.
Sedangkan batangnya mengandung flavanoid. (Sri dan Jhony, 1991:569).
Beberapa jenis senyawa kimia yang dikandung Brotowali antara lain :
alkaloida, dammar lunak, pati, glikosida, zat pahit, pikroretin, harsa,
barberin, palmatin, kolumbin, dan jatrorhize (Supriadi, 2001:10). Studi
pustaka terhadap kandungan kimia jenis- jenis tumbuhan dari keluarga
Menispermaceae menunjukkan adanya beberapa macam alkaloid, yaitu
berberina, palmatina, kolumbamina, yatrorrhiza. Flavanoidadalah salah
satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada
tumbuh-tumbuhan. Senyawa flavanoid terbukti mempunyai efek hormonal,
khususnya efek estrogenik.
3. Khasiat
Batangnya dimanfaatkan untuk rematik, memar, demam, merangsang,
nafsu makan, sakit kuning, cacingan, dan batuk. Air rebusan daun
Brotowali sering dimanfaatkan untuk mencuci luka pada kulit atau gatal-
gatal. Sedangkan rebusan daun dan batang Brotowali dipergunakan untuk
penyakit kencing manis. Seluruh bagian tanaman ini bisa digunakan untuk
mengobati penyakit kolera (Sri dan Jhony, 1991:574).
Zat –zat yang tterdapat di dalambatangBrotowali :
a. Flavanoid
Flavanoid merupakan senyawa alam yang mengandung 15 atom
karbon sebagai rangka dasarnya. (William, 1955: 104). Gil, dkk.
(2000) dan Juneja, dkk. (2001:95) dalam Wurlina
(2003:90)menyatakan flavanoid termasuk dalam golongan
fitoestrogen yaitu sumber estrogen yang berasal dari tanaman yang
merupakan senyawa non steroidal dan memiliki aktivitas estrogenik.
b. Alkaloid
Alkaloid menurut (Winterstein dan Trier, 1990: 45) didefinisikan
sebagai senyawa senyawa yang bersifat basa, mengandung atom
nitrogen berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkaloid merupakan
golongan fitoestrogen. Alkaloid memiliki efek hormonal khususnya
efek estrogenik.
c. Saponin
Senyawa saponin merupakan larutan berbuih dan merupakan
steroid atau glikosidatriterpenoid. Efek negatif dari saponin pada
reproduksi hewan diketahui 11 sebagai abortivum, menghambat
pembentukan zigot dan anti implantasi (de Padua, 1978 dalam
Rusmiati, 2010: 34). Saponin bersifat sitotoksik terhadap sel terutama
yang sedang mengalami perkembangan, seperti pada saatoogenesis
(Nurhudadkk.,1995 dalam AnniNurliani, 2007: 57).
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Bahan
Batang brotowali diambil dari Dusun Purwosari Sinduadi, Sleman,
Yogyakarta; etanol (teknis), n-heksana (teknis), etil asetat (teknis), dan
aquadest. Kromatografi lapis tipis menggunakan silica gel F254 dan
toluen (E. Merck) : etil asetat (E. Merck) : asam asetat (E. Merck)
(5:4:1) serta bahan deteksinya adalah asam fosfomolibdat, KOH
etanolik, anisaldehida asam sulfat, uap amonia dan sitroborat. Bahan
untuk uji penangkapan radikal DPPH adalah 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil
(DPPH) (Sigma. Co.), metanol (E. Merck), dan aquadest.
D. Spektrofotometri
Sebanyak 50 μL ekstrak etanolik batang brotowali dan fraksinya
dimasukkan kedalam labu takar, serta BHT dengan variasi
konsentrasi, kemudian ditambahkan 1,0 ml DPPH 0,4 mM.
Selanjutnya ditambahkan metanol hingga volume 5,0 mL
(dihomogenkan dengan vorteks selama 1 menit). Serapan dibaca
pada panjang gelombang maksimum DPPH (517 nm) dengan blanko
metanol dan larutan kontrol.
E. Analisis Data
Data kromatogram berupa hRf dan penampakan bercak sebelum
dan setelah ditambah pereaksi semprot, diamati dengan sinar tampak
maupun dengan sinar UV254 dan UV366. Sedangkan absorbansi
sampel dan kontrol diolah untuk mendapatkan % penangkapan radikal
DPPH pada tiap konsentrasi. Kemudian perbandingan %
penangkapan radikal DPPH pada masing-masing fraksi
dideskripsikan.
BAB IV
Keterangan :
E : Ekstrak Etanolik; EA : Fraksi Etil Asetat; A : Fraksi Air; H : Fraksi n-heksana
Keterangan :
E : Ekstrak Etanolik; A : Fraksi Air; H : Fraksi n-heksana; EA : Fraksi Etil Asetat
Kromatogram Sebelum Disemprot Setelah Disemprot Fosfomolibdat
Fosfomolibdat
Tampak UV254 UV366 Tampak
hRf hRf hRf hRf
Keterangan :
E : Ekstrak Etanolik; H : Fraksi n-heksana; EA : Fraksi Etil Asetat; A : Fraksi Air
Keterangan :
E : Ekstrak Etanolik; EA : Fraksi Etil Asetat; A : Fraksi Air; H : Fraksi n-heksana
Kromatogram Setelah Disemprot Sitroborat
Tampak UV366
Keterangan :
E : Ekstrak Etanolik; EA : Fraksi Etil Asetat; H : Fraksi n-heksana; A : Fraksi Air
Hal ini ditunjukkan dengan fluoresensi hijau pada bercak fraksi air
(hRf 0), ekstrak etanolik dan fraksi etil asetat (hRf 44) adanya senyawa
golongan kumarin. Selain itu, pengamatan UV366 terlihat bercak pada
ekstrak etanolik dengan hRf 52 dan fraksi etil asetat dengan hRf 50
berfluoresensi kuning orange setelah disemprot sitroborat sehingga
bercak tersebu positif terhadap senyawa golongan flavonoid.
Penentuan aktivitas antiradikal batang brotowali dengan metode
DPPH ini dilakukan pada fraksi yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu
fraksi nonpolar (n-heksana), fraksi semi polar (etil asetat) dan fraksi polar
(air). Sebagai kontrol positif digunakan Butil Hidroksi Toluen (BHT) yang
telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Ekstrak etanolik, fraksi etil asetat, dan fraksi air batang brotowali
(Tinospora crispa (L.) Miers) memiliki aktivitas antiradikal berdasarkan
metode DPPH dan memiliki kandungan senyawa kumarin dan flavonoid.
Pada fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan tertinggi, diikuti oleh
fraksi air, ekstrak etanolik, dan fraksi n-heksana.
DAFTAR PUSTAKA
Cavin, A., Hostettmann, K., Dyatmyko, W., & Potterat, O., 1998
Antioxidant and Lipohilic Constituents of Tinospora crispa,
Planta Medica 64 (5), 393-396.
Cuvelier, M.E., Richard, H., & Besset, C., 1991, comparison of the
Antioxidant Activity of Some Acid Phenols: Structure-Activity
Relationship, Biosci. Biotech. Biochem., 56 (2), 324-325.
Dweck, A.C. & Cavin, J., 2007, Andawali (Tinospora crispa), Georges
Bizet, 20, 32-35.
Fagliano, V., 1999, Method for Measuring Antioxidant Activity and Its
Application to Monitoring the Antioxidant Capacity of Wine,
J.Agric. Food. Chem, 4, 1035-1040.
Gitawati, R., 1995, Radikal Bebas : Sifat dan Peran dalam Menimbulkan
Kematian Sel, Cermin Dunia Kedokteran, 102, 33-35.
Jork, H., Funk, W., Fischer, W., & Wimmer, H., 1989, Thin Layer
Chromatography Reagents and Detection Methods, 377,
Bassel, New York.
Kahkonen, M.P., Hopia, A.I., & Fuorella, H.C., 1999, Antioxidant Activity of
Extract Containing Phenolic Compound, J. Agric. Food
Chem, 47, 3954-3962.
Machek, K., 1972, Pharmaceutical Application of Thin Layer and Paper
Chromatography, 563-565, Elsevier Publishing Company,
London.
Majeed, M., Badmaev, V., Shivakumar, U., & Rajendran, R., 1995,
Curcuminoid: Antioxidant Phytonutrient, 32-63, Nutri Majalah
146 Obat Tradisional, 16(3), 2011 Science Publisher Inc.,
Piscataway, New Jersey.
Pokorni, J., Yanishlieva, N., & Gordon, M., 2001, An Antioxidant in Food
Practical Application, 2, 10-12, 17, 44-45, 101, 107-108,
Woddhead Publishing Ltd., England.
Rohman, A., Sugeng, R., & Diah, U., 2006, Aktivitas Antioksidan,
kandungan fenolik total, dan kandungan flavonoid total
ekstrak etil asetat buah mengkudu serta fraksi-fraksinya,
Majalah Farmasi Indonesia, 17(3), 136-142.
Wagner, H., Bladt, S., & Zgainski, E.M., 1996, Plant Drug Analysis, 23-26,
Springer-Verlag Berlin Hiedelberg, New York.